MOE Bahan Pembentuk Kayu Laminasi

4.2.1 MOE Bahan Pembentuk Kayu Laminasi

Sifat kekakuan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan lenturan tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap atau bisa kembali ke bentuk semula Besarnya hasil pengujian dinyatakan dalam Modulus Elastisitas MOE. Nilai MOE rata-rata tertinggi bahan pembentuk kayu laminasi terdapat pada kayu akasia 90762 kgcm 2 dan terkecil pada styrofoam 4 cm 17 kgcm 2 . Hal ini dikarenakan kayu akasia memiliki kerapatan yang tinggi sedangkan styrofoam 4 cm memiliki kerapatan yang rendah. Sesuai dengan pernyataan Herawati 2008, kayu yang memiliki kerapatan tinggi akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu dengan kerapatan lebih rendah. Nilai MOE kayu akasia lebih tinggi dibandingkan MOE kayu balsa yang disebabkan oleh berat jenis kayu akasia yang lebih tinggi. Berat jenis lebih tinggi dikarenakan dinding sel kayu akasia lebih tebal, sehingga meningkatkan kekuatan kayu. Haygreen et al. 2003 menyatakan bahwa kekakuan dan kekuatan kayu meningkat dengan meningkatnya berat jenis pada kondisi kayu bebas cacat. Plywood dan MDF merupakan produk komposit yang memiliki perbedaan dari segi bahan bakunya. MDF dibuat dari serat kayu yang di-press sedemikian rupa sehingga padat, sangat kaku, dan lebih mudah patah dibandingkan plywood, sedangkan plywood dibuat dari lembaran veneer kayu yang direkatkan secara tegak lurus serat dan masih memiliki sifat elastis. Walaupun MDF memiliki nilai kerapatan dan berat jenis yang lebih tinggi, namun nilai MOEnya lebih rendah dibandingkan plywood. Hal ini disebabkan karakteristik plywood yang masih memiliki sifat integritas bahan baku yang lebih tinggi dibandingkan MDF. Nilai MOE pada bagian core semakin menurun seiring dengan bertambahnya tebal. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya tebal, nilai hl akan semakin tinggi sehingga nilai MOE yang terbaca lebih rendah dari yang seharusnya. Nilai rendah tersebut dipengaruhi oleh gaya geser. Semakin tebal bahan menyebabkan pengaruh gaya geser semakin besar, dimana pada pengujian menggunakan one point loading nilai ini diabaikan. Grafik MOE rata-rata bahan pembentuk kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai standar deviasi MOE kayu akasia paling tinggi dibandingkan bahan lainnya. Nilai standar deviasi tinggi menunjukkan banyaknya variasi nilai MOE yang dihasilkan pada kayu akasia itu sendiri dalam tiap ulangannya. Firmanti et. al. 2007 menyatakan bahwa fenomena ini disebabkan oleh cacat- cacat kayu yang ditemukan serta proporsi kayu juvenile yang tinggi pada kayu akasia. Sebagai salah satu jenis kayu cepat tumbuh fast growing species, kayu akasia memiliki proporsi kayu juvenile yang tinggi. Haygreen et al. 2003 menyatakan bahwa kayu juvenile mempunyai ciri-ciri berat jenis dan kekuatan yang rendah karena memiliki dinding sel yang tipis, lingkaran tumbuh yang lebih besar, dan sel-sel kayu akhir yang sedikit. Kayu juvenile mempunyai efek yang tinggi dalam mereduksi sifat mekanis pada kayu Green et. al. 1999. Gambar 16 Histogram MOE kgcm 2 rata-rata bahan pembentuk kayu laminasi. Gambar 17 mewakili variabilitas sifat-sifat struktural dari produk-produk kayu yang telah didekati dengan distribusi normal standar. Gambar tersebut menunjukkan satu sisi dari persamaan struktur yaitu sisi kapasitas. Setiap kurva dicirikan oleh parameter-parameter statistika, yang pada kasus ini yaitu nilai rata- rata dan standar deviasinya Bahtiar 2004. Dari Gambar 17 terlihat bahwa kayu solid mempunyai keragaman yang lebih tinggi dibanding produk komposit. Kurva normal distribusi menggambarkan nilai keragaman dari suatu hasil pengujian. Pada penelitian ini diplotkan nilai mekanis MOE dan MOR yang dihasilkan pada masing-masing bahan untuk mengetahui variabilitas nilai dalam setiap ulangannya. Semakin landai kurva yang dihasilkan menunjukkan MOE atau MOR dari bahan semakin beragam. Sebaliknya semakin curam kurva yang 55597 65 35 17 3920535097 31362 12242 2217519446 90762 20000 40000 60000 80000 100000 120000 MOE kgcm 2 Bahan Pembentuk Kayu Laminasi dihasilkan menunjukkan MOE dan MOR dari bahan semakin seragam, yang didukung dengan semakin kecil nilai standar deviasinya. Sumber : Bahtiar 2004 Gambar 17 Kurva kekuatan material-material kayu. Kayu akasia memiliki keragaman MOE yang lebih tinggi dan MOE rata- rata yang lebih besar dibandingkan plywood. Hal ini didukung dengan pernyataan Bahtiar 2004 tentang keragaman kayu solid lebih tinggi dibandingkan produk komposit seperti plywood. Pada kurva distribusi MOE core styrofoam, dapat dilihat bahwa styrofoam 4 cm lebih seragam dibanding dengan core styrofoam 1 dan 2 cm. Semakin tebal core styrofoam yang digunakan, semakin rendah nilai keragamannya. Core balsa 1 cm memiliki keragaman MOE paling tinggi dan memiliki MOE lebih besar dibandingkan dengan core balsa lainnya. Kurva distribusi MOE paling seragam terdapat pada core balsa 2 cm dikarenakan nilai standar deviasinya paling kecil. Core MDF 1 cm memiliki keragaman MOE paling tinggi dan memiliki nilai rata-rata MOE terkecil diantara core MDF lainnya. Hal ini didukung dengan nilai standar deviasinya yang paling besar. Kurva distribusi MOE yang paling seragam terdapat pada MDF 4 cm, karena nilai standar deviasinya paling kecil. Dari kurva distribusi MOE dapat dilihat bahwa MOE terbesar tidak selalu memberikan nilai keragaman yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh standar deviasi masing-masing bahan yang digunakan. Kurva distribusi bahan pembentuk kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 18 A sampai D. Gambar 18 Kurva distribusi MOE rata-rata dari A plywood dan akasia face dan back. B core styrofoam; C core balsa; D core MDF.

4.2.2 MOR Bahan Pembentuk Kayu Laminasi