Analisis Risiko Pasca Panen

46 VI ANALISIS RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO

6.1 Analisis Risiko Pasca Panen

Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka dalam menjalankan kegiatannya, mengalami beberapa risiko kegiatan salah satunya risiko dalam pasca panen. Kegiatan pasca panen merupakan salah satu kegiatan yang sangat mempengaruhi kualitas simplisia sebagai bahan baku jamu atau obat herbal. Bahan baku obat herbal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu simplisia basah dan simplisia kering. Simplisia basah merupakan tanaman obat setelah panen. sedangkan simplisia kering merupakan simplisia basah yang telah melalui beberapa proses panen dan menjadi kering sehingga siap untuk menjadi bahan baku obat herbal. Risiko pasca panen akan mempengaruhi tingkat produksi simplisia dan kualitas simplisia. Risiko pasca panen yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Penentuan risiko pada penelitian ini didasarkan pada penelitian varian, standar deviasi, dan coefficient variation yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya satu kejadian.

6.1.1 Sumber-sumber risiko

Dalam proses pasca panen simplisia ini terdapat faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko. Faktor – faktor menyebabkan terjadinya risiko adalah faktor cuaca sinar matahari, ketebalan perajangan, kelembaban udara pada ruang penyimpanan, dan peralatan yang kurang dalam proses pencucian seperti kurangnya bak pencucian simplisia. Hal ini dapat dilihat pada keterangan sebagai berikut : a. Faktor cuaca sinar matahari Sinar matahari merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas simplisia yang akan dihasilkan. Sinar matahari yang maksimal akan mempercepat proses pengeringan simplisia dan menghasilkan simplisia yang baik yaitu memiliki kadar air dibawah 10 persen. Apabila sinar matahari tidak terlalu panas maka akan menyebabkan simplisia berjamur karena pengeringan yang 47 terlalu lama lembab atau simplisia masih memiliki kadar air yang tinggi diatas 10 persen. Sinar matahari yang baik untuk proses pengeringan adalah sinar matahari pagi antara jam 07.00 sampai 10.00 WIB. Hal ini dikarenakan sinar matahari pada jam ini masih segar dan belum banyak bercampur dengan berbagai polusi. Sinar matahari siang diatas jam 10.00 WIB kurang baik untuk proses pengeringan, karena pada jam ini sinar matahari sudah terlalu panas yang akan menyebabkan kandungan yang terdapat pada simplisia cepat menguap hilang. Oleh karena itu, kebun UKBB dalam meminimalisasi risiko terhadap sinar matahari ini adalah dengan menggunakan oven pengeringan sehingga pengeringan dapat optimal dan memiliki kadar air dibawah 10 persen. Pada musim hujan, kualitas produksi simplisia berkurang karena akan menyebabkan proses pengeringan berlangsung lebih lama. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sinar matahari sehingga proses pengeringan harus dilakukan secara berulang-ulang. Musim hujan juga akan mempengaruhi kelembaban suhu ruangan penyimpanan. Di kebun UKBB karena tidak adanya suhu pengatur ruangan membuat pihak kebun tidak dapat melakukan penyimpanan terlalu lama karena suhu ruangan yang terlalu lembab akan membuat simplisia akan cepat rusak atau busuk. Pada musim kemarau, proses pengeringan akan berlangsung lebih cepat karena sinar matahari lebih baik pada saat musim hujan. Keadaan ini akan mempengaruhi kualitas simplisia yang akan dihasilkan. Semakin kering simplisia dan serta memiliki kadar air dibawah 10 persen maka simplisia tersebut dapat dilakukan penyimpanan yang lebih lama. Secara kuantitas, produksi simplisia pada saat musim hujan dengan musim kemarau tidak terlalu mengalami perbedaan. Pengaruh musim ini lebih banyak mempengaruhi kadar air yang terdapat dalam simplisia. Kadar air dalam simplisia yang masih lembab atau tidak terlalu kering mempunyai kadar air diatas 10 persen. b. Ketebalan perajangan pada simplisia rimpangan Ketebalan perajangan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia. Perajangan dilakukan pada simplisia jenis rimpangan dan buah. 48 Perajangan dilakukan setelah proses pencucian. Perajangan harus menggunakan pisau yang tajam dengan ketebalan antara 5 - 7 mm. Ketebalan perajangan sangat berpengaruh pada waktu proses pengeringan. Perajangan yang terlalu tebal akan memakan waktu yang lebih lama dalam pengeringan. Pengeringan yang terlalu lama akan berpotensi simplisia akan berjamur. Simplisia berjamur atau busuk tersebut disebabkan karena tidak maksimalnya pengeringan sehingga simplisia masih memiliki kadar air yang tinggi atau diatas 10 persen. Apabila kadar air dalam simplisia masih tinggi maka pihak kebun harus melakukan pengeringan dengan oven pengeringan. Kadar air yang tinggi atau masih diatas 10 persen yang terdapat didalam simplisia tidak baik untuk diolah menjadi obat herbal. Begitu pula sebaliknya, perajangan yang terlalu tipis akan membuat kandungan yang terdapat simplisia akan cepat menguap. Sinar matahari yang terik akan membuat proses pengeringan akan berlangsung cepat dan apabila simplisia yang terlalu tipis dilakukan saat perajangan akan membuat penguapan kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia tersebut akan dikhawatirkan cepat hilang atau menguap atau hilang. c. Kekurangan peralatan yang dibutuhkan dalam proses pencucian Salah satu peralatan yang dibutuhkan dalam proses pencucian adalah bak pencucian yang minimal dibutuhkan adalah 3 tiga buah. Penyediaan bak pencucian 3 buah ini adalah agar pencucian maksimal dan mikroorganisme asing dan benda-benda asing lainnya benar tidak menempel lagi simplisia. Selain itu, tujuan dengan penyediaan bak pencucian yang lebih banyak ini agar simplisia tidak terlalu lama berada didalam air dan mengurangi simplisia kehilangan kandungan yang dibutuhkan. Air yang digunakan untuk pencucian sebaiknya adalah air yang mengalir dan bersih. Tujuan dari penggunaan air yang mengalir ini adalah untuk mempercepat proses pencucian. Penggunaan air yang mengalir ini juga mencegah simplisia bercampur dengan bahan lain atau mencegah benda-benda asing menempel kembali pada saat proses pencucian. Pada kebun UKBB, bak pencucian digunakan hanya satu buah Hal ini menyebabkan pencucian yang kurang maksimal sehingga simplisia basah masih 49 bercampur dengan benda asing lainnya. Pencucian yang hanya menggunakan satu bak pencucian ini berlangsung lama. Pada saat pencucian dilakukan dalam kapasitas yang banyak, pihak kebun UKBB menumpuk simplisia basah tersebut dalam satu bak pencucian. Sehingga ketika dilakukan pencucian, simplisia yang berada paling bawah bak akan lebih lama terendam didalam air dan membuat mikroorganisme lainya akan cepat menempel pada simplisia tersebut. d. Kelembaban udara di ruang penyimpanan Ruangan penyimpanan yang baik adalah memiliki pengatur suhu ruangan sehingga simplisia disimpan tidak cepat rusak atau busuk karena suhu ruangan dapat diatur sesuai dengan simplisia yang disimpan. Suhu ruangan yang baik untuk penyimpanan adalah tidak lebih dari 30 o c 7 . Selain itu, dengan adanya pengatur suhu ruangan dapat menjaga kualitas simplisia pada saat proses penyimpanan. Dengan adanya suhu pengatur ruangan akan mencegah organisme- organisme pengganggu lain yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia pada saat proses penyimpanan. Di kebun UKBB sendiri, ruangan penyimpanan tidak memiliki pengatur suhu ruangan penyimpanan. Sehingga ketika suatu komoditi setelah dilakukan pengolahan pasca panen dan tidak dipasarkan karena tidak ada permintaan, simplisia tersebut rusak busukberjamur. Tidak adanya suhu pengatur ruangan penyimpanan, kebun UKBB tidak dapat melakukan penyimpanan terlalu lama karena dikahwatirkan kualitas simplisia akan menurun atau simplisia tersebut rusakbusuk. Besar kecilnya peluang dipengaruhi oleh kajadian internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, peluang yang didapat adalah sama karena setiap kejadian memiliki peluang yang sama untuk terjadi. Dalam perhitungan peluang menggunakan data atau pengalaman beberapa waktu sebelumnya time series. Pengukuran peluang pada penelitian ini menggunakan data produksi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Peluang suatu kejadian dapat dilihat pada kondisi tertinggi, normal, dan rendah seperti yang terlihat pada Tabel 6. Pendekatan yang dilakukan untuk kondisi normal, digunakan pendekatan dengan mengambil rata-rata rendemen 10 kejadian. 7 Standar Operasional Prosedur SOP Budidaya Temulawak 6 Juni 2011 50 Tabel 6. Peluang pada Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Kondisi Tinggi, Normal, dan Rendah. Komoditi Kondisi Return kg Peluang Temulawak Tertinggi 0,1377 0,333 Normal 0,1075 0,333 Rendah 0,1071 0,333 Pegagan Tertinggi 0,1173 0,333 Normal 0,1032 0,333 Rendah 0,0992 0,333 Mahkota Dewa Tertinggi 0,1428 0,333 Normal 0,1333 0,333 Rendah 0,1234 0,333 Pada Tabel 6 memperlihatkan peluang yang diperoleh pada kondisi pada setiap simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Kondisi tertinggi, normal, dan rendah dihitung dari proporsi rendemen pada beberapa kali produksi mencapai tertinggi, normal, dan rendah selama kegiatan pasca panen pada setiap simplisia. Rendemen yang digunakan merupakan rendemen dengan memanfaatkan sinar matahari pada proses pengeringannya. Kondisi tertinggi merupakan kondisi atau tingkat produksi yang paling maksimal yang diperoleh oleh kebun selama menjalankan kegiatannya dua belas bulan. Kondisi rendah merupakan kondisi atau tingkat produksi yang paling minimal yang pernah diperoleh oleh kebun selama menjalankan kegiatannya. Data yang digunakan untuk melakukan penilaian risiko ini, menggunakan data produksi selama 12 kejadian selama satu tahun dari tahun 2009 sampai 2010 dari bulan Mei – April. Data 12 kejadian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Lampiran 1 menggambarkan produksi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa di kebun UKBB. Pada simplisia pegagan pada bulan Juli dan simplisia mahkota dewa pada bulan September tidak ada produksi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak kebun UKBB sendiri, hal ini terjadi karena pihak kebun UKBB tidak melakukan produksi terhadap simplisia pegagan dan simplisia mahkota dewa. Keadaan ini dilakukan oleh pihak kebun UKBB karena untuk meminimalkan risiko penyimpanan. Kebun UKBB tidak memiliki alat pengatur suhu ruangan untuk ruang penyimpanan. Apabila kebun UKBB tetap melakukan produksi terhadap kedua simplisia ini, akan berdampak 51 kerugian bagi kebun UKBB karena kualitas dari simplisia yang akan berkurang karena teralalu lama dilakukan penyimpanan. Setelah melakukan pengukuran peluang dan kejadian yang terjadi maka dilakukan pengambilan keputusan yang mengandung risiko dengan menggunakan expected return. Expected return dihitung berdasarkan jumlah produksi dari nilai yang diharapkan terjadinya peluang masing-masing kejadian dari simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Expected return merupakan nilai yang diharapkan setelah memperhitungkan risiko yang ada. Besarnya nilai expected return yang diharapkan oleh pihak kebun UKBB dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penilaian Expected Return Berdasarkan Produksi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa. Komoditi Kondisi Return kg Peluang expected return Temulawak Tertinggi 0,1377 0,333 11,743333 Normal 0,1075 0,333 Rendah 0,1071 0,333 Pegagan Tertinggi 0,1173 0,333 10,556667 Normal 0,1032 0,333 Rendah 0,0992 0,333 Mahkota Dewa Tertinggi 0,1428 0,333 13,316667 Normal 0,1333 0,333 Rendah 0,1234 0,333 Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa expected return berdasarkan peluang kejadian dan produksi simplisia pada masing-masing simplisia, maka diperoleh expected return tertinggi pada simplisia mahkota dewa dengan nilai 11.743333. Berdasarkan keadaaan di lapangan, karena keadaan cuaca yang tidak menentu menyembabkan proses pengeringan yang dilakukan dengan sinar matahari tidak maksimal dan pengeringan dilakukan harus dilakukan sampai sore. Keadaan ini tidak baik untuk kualitas simplisia temulawak, karena sinar matahari yang baik untuk pengeringan adalah pada pagi hari. Sinar matahari siang tidak baik untuk pengeringan karena sudah bercampur dengan berbagai polusi. Selain itu, kurangnya bak pencucian simplisia membuat proses pencucian akan berlangsung lebih lama. Berdasarkan keadaan di lapangan, ketika simplisia 52 mahkota dewa diproduksi dalam jumlah yang banyak, akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencuci simplisia. Hal ini akan mempercepat simplisia kehilangan kandungan yang dibutuhkan didalamnya karena akan larut dalam air. Meminimalkan risiko yang terdapat dalam proses pasca panen maka pihak kebun harus membuat perencanaan produksi. Perencanaan produksi dilakukan pada proses pasca panen mulai dari proses penyortiran, pencucian, perajangan, pengeringan, penyortiran kering, dan pengemasan. Salah satu perencanaan produksi pada proses pasca panen yang dilakukan oleh kebun UKBB adalah dengan melakukan diversifikasi komoditi yaitu dengan portofolio dimana dalam satu luas lahan diproduksi beberapa komoditi. Hal ini dapat meningkatkan kuantitas produksi karena saling menguntungkan antara satu komoditi yang satu dengan komoditi lainnya. Saat ini, perencanaan produksi ini sudah dilakukan oleh pihak kebun UKBB namun belum maksimal. Hal ini dikarenakan kurangnya peralatan proses pasca panen di kebun UKBB yaitu salah satunya bak pencucian yang digunakan hanya satu. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Badan POM bak pencucian yang baik untuk simplisia minimal ada tiga bak pencucian. Selain itu, kurang dijalankannya fungsi-fungsi manajemen kebun dengan baik juga mempengaruhi perencanaan pasca panen pada kebun UKBB. Hal lain yang menjadi indikator keberhasilan dalam kegiatan pasca panen untuk simplisia tanaman biofarmaka, adalah terpenuhinya standar dari Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk bahan baku oabt herbal yaitu memiliki kadar air dibawah 10 persen dan kekeringan yang maksimal sehingga tahan lama. Adanya kondisi risiko pasca panen menyebabkan tingkat randemen simplisia yang dihasilkan berbeda-beda setiap produksinya sehingga randamen simplisia dapat dikatakan berfluktuasi.

6.1.2 Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Spesialisasi

Penilaian risiko pada kegiatan pasca panen spesialisasi untuk simplisia tanaman obat dilihat berdasarkan tingkat produksi simplisia yang diperoleh dari simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Penilaian risiko pasca panen dapat dihitung dengan menggunakan variance, standard deviation , dan coefficient variantion yang dapat dilihat pada Tabel 8. 53 Tabel 8. Perhitungan Risiko Spesialisasi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa pada Kebun UKBB. Komoditi Expected Return Kg Variance Kg Standard Deviation Kg Coefficient Variation Temulawak 11.743333 1,022222 1,011050 0,086096 Pegagan 10,556667 3,306667 1,818424 0,170637 Mahkota Dewa 13,316667 4,113333 2,028135 0,152301 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa penilaian risiko dengan variance berbanding lurus dengan standard deviation yaitu semakin tinggi nilai variance maka akan menghasilkan nilai standard deviation tinggi pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan variance pada simplisia mahkota dewa yang lebih tinggi dari komoditi lainnya yaitu 4,113333 menghasilkan standard deviation sebesar 2,028135, artinya risiko yang dihadapi oleh mahkota dewa lebih tinggi dari risiko yang dihadapi oleh simplisia temulawak dengan simplisia pegagan. Nilai variance yang terendah yaitu pada simplisia temulawak sebesar 1,022222 akan menghasilkan nilai standard variation yang rendah dari komoditi lainnya yaitu 1,011050. Perhitungan risiko yang baik untuk dipertimbangkan adalah nilai coefficient variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diharapkan. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 8. Nilai coefficient variation simplisia pegagan lebih tinggi dari pada nilai coefficient variation simplisia temulawak dan mahkota dewa yaitu 0,170637 dengan 0,0860960 dan 0,152301. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap satu kilogram yang dihasilkan dari simplisia pegagan akan menghasilkan risiko sebesar 0,170637 dan risiko yang dihadapi lebih tinggi dari simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Berdasarkan informasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa risiko pasca panen simplisia pegagan lebih tinggi dari risiko pasca panen simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak kebun UKBB, hal ini disebabkan keadaan cuaca sinar matahari saat ini 54 tidak menentu sangat mempengaruhi lamanya proses pengeringan. Sinar matahari yang baik untuk proses pengeringan adalah pada saat jam 07.00 sampai 10.00 pagi. Sinar matahari pada jam ini belum terlalu bercampur dengan berbagai polusi. Proses pengeringan yang tidak maksimal akan menyebabkan simplisia cepat busuk karena kadar air dalam simplisia masih tinggi dan akan mengurangi kualitas simplisia yang akan dihasilkan sehingga harga jual dari simplisia akan turun. Selain itu, ketebalan perajangan untuk simplisia temulawak dan mahkota dewa juga sangat berpengaruh terhadap kualitas dan dalam proses pengeringan. Perajangan simplisia temulawak yang terlalu tebal akan membuat proses pengeringan akan lebih lama. Perajangan yang telalu tebal juga akan menyebabkan simplisia cepat rusak atau berjamur karena apabila pengeringan tidak sempurna maka kadar air dalam simplisia masih tinggi diatas 10 persen dan tidak dapat dilakukan penyimpanan yang terlalu lama. Sebaliknya, perajang yang telalu tipis, akan mempercepat menguapnya zat – zat yang dibutuhkan dalam simplisia. Berdasarkan keadaan di kebun UKBB, tempat pencucian simplisia basah tidak memadai. Menurut ketentuan dari Badan POM tempat pencucian untuk simplisia minimal harus ada tiga bak pencucian agar proses pencucian optimal dan cepat. Namun pada kebun UKBB hanya memiliki satu bak pencucian dan akan membuat proses pencucian lebih lama, sehingga kemungkinan simplisia akan kehilangan zat atau kandungan yang ada pada simplisia lebih besar karena terlalu lama terendam dalam air. Keadaan ini sangat terlihat jelas pada saat produksi simplisia pada jumlah yang banyak. Kebun UKBB melakukan pencucian semua simplisia pada satu bak, sehingga simplisia yang berada di bawah akan terendam dalam air lebih lama dan akan mempercepat zat-zat atau senyawa yang dibutuhkan dalam simplisia larut dalam air serta membuat simplisia terkontaminasi dengan organisme lainnya.

6.1.3 Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Diversifikasi

Perhitungan risiko yang telah dilakukan diatas menjelaskan risiko yang dihadapi pada masing-masing komoditi yang diusahakan. Kebun UKBB telah melakukan penggabungan beberapa komoditi dalam menjalankan usahanya yang 55 sering disebut juga dengan diversifikasi. Risiko yang dihadapi dengan pengusahaan komoditi secara diversifikasi disebut risiko portofolio risk portofolio . Pada pengusahaan diversifikasi, risiko yang dihadapi tidak tunggal tetapi gabungan atau portofolio. Nilai perbandingan risiko produksi yang dilakukan berdasarkan return yaitu hasil produksi simplisia itu sendiri. Nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu + yang diartikan bahwa kombinasi komoditi tersebut dilakukan secara bersamaan. Dalam melakukan perbandingan terhadap risiko spesialisasi dan portofolio maka ukuran risiko yang dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan komoditi. Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan mencakup gabungan dua komoditi dan tiga komoditi berdasarkan produksi simplisia. Risiko portofolio dari kombinasi dua komoditi yang dihitung adalah diversifikasi simplisia temulawak dengan pegagan, simplisia temulawak dengan mahkota dewa, dan simplisia pegagan dan mahkota dewa. Risiko portofolio untuk tiga komoditi yaitu diversifikasi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Untuk mengukur risiko portofolio dapat dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan atau komoditi. Perhitungan risiko portofolio pada simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa pada kebun UKBB dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penilaian Risiko Portofolio Komoditi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa pada Kebun UKBB. Komoditi Expected Return Kg Variance Kg Standard Deviation Kg Coefficient Variation S.T+S.P 11,150000 0,453264 0,673249 0,060381 S.T+S.MD 12,530000 1,550866 0,719211 0,057399 S.P+S.MD 11,936667 3,464669 1,861362 0,155937 S.T+S.P+S.MD 13,012013 3,353087 1,831144 0,140727 Keterangan : S.T = Simplisia Temulawak S. P = Simplisia Pegagan S. MD = Simplisia Mahkota Dewa 1 Risiko Portofolio Simplisia Temulawak dengan Simplisia Pegagan Berdasarkan hasil perhitungan risiko pada Tabel 9 diatas, didapatkan nilai coefficient variation untuk dua komoditi simplisia temulawak dengan simplisia 56 pegagan adalah 0,060381. Nilai coefficient variation untuk dua komoditi ini berada diantara nilai coefficient variation untuk risiko tunggal pada simplisia temulawak dan simplisia pegagan yaitu antara 0,086096 dan 0,170637 Berdasarkan keadaan dilapangan atau di Kebun UKBB sendiri, simplisia temulawak dengan simplisia pegagan lebih rentan terhadap risiko yang ada. Simplisia temulawak dipengaruhi pada proses pencucian yang terlalu lama. Proses pencucian simplisia lama disebakan oleh bak pencucian yang tidak memadai sehingga kandungan yang ada didalam simplissia temulawak tersebut akan cepat hilang karena terlalu lama didalam air. Simplisia pegagan berisiko pada saat pengeringan yang dilakukan oleh kebun UKBB langsung dibawah sinar matahari. Keadaan ini akan mempercepat penguapan zat-zat yang terkandung dalam simplisia pegagan karena simplisia pegagan berasal dari daun dan tipis. Mengusahakan dua simplisia ini, mampu mengurangi risiko pada pasca panen tanaman obat ini. Hal ini akan lebih menguntungkan pihak kebun daripada mengusahakan hanya satu simplisia saja. Walaupun kebun telah melakukan usaha diversifikasi antara simplisia temulawak dengan simplisia pegagan, namun tidak dapat menghilangkan risiko atau membuat risiko menjadi nol. 2 Risiko Portofolio Simplisia Temulawak dengan Simplisia Mahkota Dewa Berdasarkan perhitungan yang didapat pada Tabel 9 diatas, nilai coefficient variation untuk simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa didapat lebih rendah dari dua kombinasi diversifikasi simplisia temulawak dengan simplisia pegagan yaitu 0,057399. Kombinasi diversifikasi dapat meminimalkan risiko yang ada karena risiko yang dihadapi merupakan risiko gabungan dari simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Hal ini dapat dilihat dari nilai coefficient variation potofolio berada diantara nilai coefficient variation masing- masing simplisia. Hal ini berarti bahwa setiap menghasilkan satu kilogram simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa akan menghadapi risiko sebesar 0,057399. Berdasarkan informasi di lapang, risiko yang dihadapi untuk kedua simplisia tersebut adalah keadaan cuaca yang tidak menentu sehingga proses pengeringan tidak maksimal. Apabila sinar matahari tidak maksimal pada pagi hari, maka kebun akan melakukan pengeringan sampai siang. Hal ini akan akan 57 mempengaruhi kualitas simplisia itu sendiri, karena sinar matahari siang dan sore tidak baik untuk simplisia. Risiko ini sudah dikendalikan oleh manajemen kebun dengan menggunakan oven alat pengering untuk memaksimalkan proses pengeringan. Dahulu ketebalan perajangan tidak terlalu diperhatikan oleh tenaga kerja, sehingga mempengaruhi lamanya waktu pengeringan. Ketika dilakukan perajangan untuk mahkota dewa, apabila tidak dilakukan dengan baik maka daging mahkota dewa akan bercampur dengan biji mahkota dewa. Hal ini akan mempengaruhi kualitas simplisia mahkota dewa. Risiko pada usaha diversifikasi ini dapat dikurangi karena proporsi produksi simplisia mahkota dewa labih banyak dari simplisia mahkota dewa. 3 Risiko Portofolio Simplisia Pegagan dengan Simplisia Mahkota Dewa Berdasarkan Tabel 9 tersebut, dapat dilihat perbandingan risiko portofolio yang dihadapi Kebun UKBB jika mengusahakan dua komoditi dan tiga komoditi. Pada perhitungan tersebut nilai coefficient variation portofolio antara simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa paling lebih tinggi dari kombinasi portofolio lainnya yaitu 0,155937. Hal ini disebabkan karena pada proses pasca panen pada simplisia pegagan dan simplisia mahkta dewa bergantung dalam proses perajangan dan pengeringan sinar matahari. Cuaca yang tidak menentu saat ini, mempengeruhi proses pengeringan simplisia. Sinar matahari yang tidak maksimal pada pagi hari membuat pihak kebun UKBB harus melakukan proses pengeringan sampai pada siang hari. Sementara sinar matahari yang baik untuk untuk pengeringan adalah pada jam 07.00 sampai 10.00 pagi, karena pada jam ini sinar matahari masih belum terlalu bercampur dengan polusi dan tidak terlalu terik sehingga kandungan pada simplisia tidak cepat hilang. Di kebun UKBB, pengeringan simplisia pegagan dilakukan langsung dibawah matahari. Hal ini akan menyebabkan kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia pegagan akan cepat hilang menguap, karena simplisia pegagan yang berasal dari daun dan tipis sehingga apabila dikeringkan dengan sinar matahari langsung akan cepat kering. Pengeringan yang baik untuk simplisia yang berasal dari daun khususnya pegagan dinaungi dengan jaring bewarna hitam. Tujuan dinaungi dengan jaring hitam ini, adalah agar simplisia tidak langsung terkena 58 sinar matahari dan mengurangi kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia hilang menguap. Keadaan cuaca sinar matahari yang tidak menentu juga mempengaruhi kadar air yang terkandung didalam simplisia. Menurut Badan POM, simplisia yang baik untuk dijadikan obat herbal atau jamu adalah simplisia yang memiliki kadar air dibawah 10 persen. Berdasarkan informasi dari pihak kebun UKBB untuk mengatasi keadaan cuaca yang tidak menentu ini dan dapat memenuhi simplisia dengan kadar air dibawah 10 persen, maka pihak kebun UKBB telah menggunakan oven alat pengering untuk mengatasi risiko yang disebabkan oleh tidak maksimalnya pengeringan dibawah sinar matahari. Kapasitas oven yang ada di UKBB masih kecil yaitu 5 kilogram. Keadaan cuaca yang tidak menentu ini, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan pada simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Ketika pertama kali melakukan proses pasca panen panen mahkota dewa di kebun UKBB, ketebalan perajangan tidak terlalu diperhatikan. Ketika perajangan terlalu tebal dan pengeringan dengan sinar matahari tidak maksimal serta dilakukan penyimpanan dalam jangka waktu yang panjang, maka simplisia rusak atau berjamur. Hal ini terjadi juga karena ruangan penyimpanan di kebun UKBB sendiri tidak ada pengaturan suhu ruangan. Selain itu, risiko dalam proses pasca panen simplisia di kebun UKBB ini adalah masih kurangnya bak pencucian simplisia dan proses pencucian yang terlalu lama. Standar tempat pencucian bak pencucian yang baik untuk pencucian simplisia adalah tiga bak. Di kebun UKBB tempat pencucian simplisia hanya satu buah bak pencucian simplisia sehingga pencucian simplisia basah kurang bersih dan simplisia masih bercampur dengan tanah atau benda asing lainnya. Bak pencucian hanya satu dan biasanya dilakukan hanya satu orang pekerja menyebabkan proses pencucian lama dan kemungkinan besar kandungan yang terdapat didalam simplisia basah, larut dengan air pencucian yang disebabkan oleh terlalu lama terendam di dalam air. 4 Risiko Portofolio Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa. Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan untuk tiga komoditi yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. 59 Perhitungan ekspected return tiga komoditi merupakan gabungan ekspected return dari ketiga komoditi yang dikalikan dengan fraksi atau bobot berdasarkan luas lahan dari masing-masing komoditi. Perbandingan risiko portofolio dengan risiko spesialisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel. 10 Perbandingan Risiko Spesialisasi, Risiko Protofolio Dua Komoditi, dan Risiko Portofolio Tiga Komoditi. Komoditi Expected Return Kg Standard Deviation Kg Coefficient Variation Temulawak 11.743333 1,011050 0,086096 Pegagan 10,556667 1,818424 0,170637 Mahkota Dewa 13,316667 2,021835 0,152301 S.T+S.P 11,150000 0,673249 0,060381 S.T+S.MD 12.530000 0,719211 0,057399 S.P+S.MD 11,936667 1,861362 0,155937 S.T+S.P+S.MD 13,012013 1,831144 0,140727 Berdasarkan hasil penilaian risiko portofolio untuk tiga komoditi simplisia temulawak + simplisia pegagan + simplisia mahkota dewa yang dilihat dari nilai coefficien variation sebesar 0,140727 lebih rendah dari nilai coefficien variation dari risiko portofolio dengan dua komoditi antara simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa, yaitu 0,152301. Jadi, dengan mengusahakan dua atau tiga komoditi langsung dapat mengurangi risiko yang akan muncul daripada mengusahakan hanya satu komoditi. Melakukan usaha diversifikasi komoditi tidak membuat risiko menjadi nol karena risiko tidak dapat dihilangkan. Kebun UKBB telah melakukan usaha diversifikasi, namun kebun UKBB akan tetap akan menghadapi risiko pasca panen simplisia dan hanya akan mengurangi risiko yang akan muncul. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan nilai risiko yang dihasilkan dari variance, standard deviation, coefficient variation yang tidak sama dengan nol. Dengan adanya usaha diversifikasi, maka kegagalan pada sah satu kegiatan pasca panen disatu komoditi masih dapat ditutupi dengan kegiatan pasca panen komoditi yang lain. Oleh karena itu, kegiatan diversifikasi merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus untuk melindungi dari fluktuasi produksi simplisia pada kebun UKBB. 60

6.2 Strategi Pengelolaan Risiko