Analisis gender dalam budidaya dan pengolahan hasil tanaman obat (Studi kasus pengrajin industri rumah tangga pengolahan tanaman obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

(1)

ANALISIS GENDER DALAM

BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh: Yuana Eviyanti

A09498075

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

RINGKASAN

YUANA EVIYANTI. ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT. Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabung ur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI MC).

Tujuan skripsi ini adalah untuk mendiskripsikan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat, mengkaji akses dan kontrol perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat, mengkaji manfaat bagi perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat dan menganalisis potensi dan peluang perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat.

Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur. Keduanya berada pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Subyek kasus yang dipilih adalah rumahtangga petani tanaman obat yang berusaha di industri rumah tangga pengolahan hasil tanaman obat. Pada tipe rumah tangga petani tanaman obat terdapat dua kasus yaitu kasus B dan kasus S. Pada awalnya jumlah petani yang khusus budidaya tanaman obat adalah dua puluh lima orang, Jumlah ini diperoleh dari catatan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT). Ternyata setelah ditelusuri jumlah tersebut tinggal dua rumah tangga karena beberapa patani tidak melanjutkan usaha tersebut. Dua rumahtangga tersebut dianggap unik karena selain berbudidaya juga sekaligus mengolah tanaman obat menjadi tanaman obat rajangan sebagai bahan baku jamu. Selain itu salah satu rumahtangga pada tipe petani tanaman obat sudah menjadikan usaha ini sebagai mata pencaharian utama. Pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat terdapat tiga kasus yaitu kasus I, kasus Y dan kasus R. Ketiga kasus ini mengolah tanaman obat yang bahan bakunya tidak berasal dari budidaya tanaman obat tetapi bahan baku diperoleh dengan membeli dari pasar. Penentuan subyek kasus dilakukan secara purposive. Jumlah subyek kasus adalah lima rumahtangga. Subyek kasus dipilih berdasarkan tipologi kasus, yaitu tipe rumahtangga petani a tanaman obat dan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung dan wawancara mendalam. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data. Data yang diperoleh disortir, dikatagorikan dan direduksi. Hasil pengolahan kemudian dianalisis dengan cara deskriptif, disertai kutipan sebagai fakta dengan menggunakan analisa Harvard.

Hasil penelitian adalah ubungan gender dalam rumahtangga petani tanaman obat maupun pengrajin olahan hasil tanaman obat belum menunjukkan kesetaraan. Pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan sudah tidak tegas. Baik laki- laki dan perempuan dominan pada kegiatan produksi. Laki- laki dominan pada budidaya dan perempuan pada pengolahan hasil tanaman obat.


(3)

Di sisi lain dalam hal pembagian kerja, perempuan masih mengalami beban kerja yang lebih berat serta akses dan kontrol terhadap manfaat strategis masih lemah. Demikian pula peluang pasar bagi perempuan pengolah hasil tanaman obat belum berkembang.

Istri pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat mengalami beban kerja yang lebih berat daripada istri pada tipe petani tanaman obat. Akses dan kontrol istri terhadap sumber daya pasar pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat lebih besar dibanding akses dan kontrol istri terhadap sumber daya pasar pada tipe petani tanaman obat. Hal ini dipengaruhi oleh sumber daya pribadi yang dimiliki oleh istri yaitu kepemilikan lahan, pendidikan, dan masih adanya faktor nilai. Akses dan kontrol istri terhadap manfaat strategis status kerja pada tipe petani tanaman obat lebih besar dibanding akses dan kontrol istri terhadap manfaat strategis status kerja pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat.

Potensi usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat pada tipe petani tanaman obat relatif sama dengan tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat. Sedangkan peluang usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat pada tipe petani tanaman obat lebih besar dibandingkan pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat.


(4)

ANALISIS GENDER DALAM

BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

YUANA EVIYANTI A09498075

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(5)

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Yuana Eviyanti

NRP : A09498075

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Analisis Gender Dalam Budidaya Dan Pengolahan

Hasil Tanaman Obat (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Titik Sumarti MC, MS NIP. 131 569 245

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir.Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2006 Yuana Eviyanti


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ngawi, 2 Januari 1980 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Drs. Yasir Rahayu Santoso dan Siti Zaenab.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kedunggudel II tahun 1986-1992, kemudian masuk di SLTP Negeri 1 Widodaren tahun 1992-1995 dan meneruskan ke SMU Negeri 1 Ngawi pada tahun 1992-1995-1998.

Pada tahun yang sama penulis diterima di program Strata-1 Institut Petanian Bogor, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Kemudian pada tahun 2000 penulis pindah ke Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala kebaikan yang telah dilimpahkan-Nya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Skripsi yang berjudul Analisis Gender Dalam Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Obat (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) merupakan hasil penelitian denga n menggunakan metode kualitatif.

Skripsi ini berisi tujuh bab, yaitu Bab I Pendahuluan., Bab II Pendekatan Teoritis, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV Gambaran Daerah Penelitian, Bab V Analisis Gender Dalam Budidaya dan Pengolahan Tanaman Obat, Bab VI Potensi dan Peluang Perempuan Dalam Budidaya dan Pengolahan Tanaman Obat dan Bab VII Kesimpulan dan Saran.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat diharapkan.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, Raja Manusia yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang membuat sulit menjadi mudah dan yang membuat perih terasa nikmat.

2. Dr.Ir.Titik Sumarti MC, MS selaku pembimbing skripsi atas kesabaran yang luar biasa, dukungan, bimbingan dan waktu yang diluangkan di tengah-tengah kesibukan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku penguji utama atas kesediaannya di tengah waktu yang mepet, saran-saran, bimbingan dan kritikan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini dengan cara yang menyejukkan kalbu. 4. Dr. Ir Pudji Muljono, MS selaku penguji Komisi Pendidikan atas waktu,

saran-saran, bimbingan dan kritikan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS atas ijinnya menghirup udara di program studi baru.

6. Ayah dan bunda atas doa yang tak pernah terputus dan harapan yang terus membentang. ” Baru ini yang bisa ananda berikan.”

7. Mas Didik dan Mbak Susi atas doa dan dukungan yang tak lekang oleh jarak dan waktu. ” Akhirnya aku bisa seperti kalian.”

8. Seorang laki- laki, sahabat terbaik dalam hidupku, yang tak sampai selesai mengantarku sampai ke titik final. ” Terimakasih atas segala sesuatu yang terindah dalam masa pendewasaan dan penyadaranku. ”


(10)

9. Agus Widya Dharmawan, SP atas waktu menuju final untuk perjuangan yang tak sempat terselesaikan dan kebersamaan untuk waktu yang telah lama walau didalamnya ada masa dimana sangat menyesakkan kalbu.

10.Dayu, tidak sekedar teman kos tapi juga sahabat, adik juga operator saaat seminar. Terimakasih untuk segala keikhlasannya.

11.Kespa Krimituhu Yudi, teman senasib dan seperjuangan atas segala keindahan dan waktu kebersamaan.

12.Inna dan EJIC. Untuk waktu dan kebersamaannya juga motivasinya.

13.Siwi, SP, atas bantuan bimbingannya. Mbak Anik, untuk segala bantuannya. Mbak Maria, atas repotnya mencari dosen penguji, dan semua orang-orang KPM. I love You, All! Aku bangga menjadi bagian dari komunitas ini.

14.Semua subyek kasus dan informan di Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur.

15.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tanpa kalian semua, karya ini tak akan pernah bisa hadir.


(11)

ANALISIS GENDER DALAM

BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh: Yuana Eviyanti

A09498075

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(12)

RINGKASAN

YUANA EVIYANTI. ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT. Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabung ur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI MC).

Tujuan skripsi ini adalah untuk mendiskripsikan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat, mengkaji akses dan kontrol perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat, mengkaji manfaat bagi perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat dan menganalisis potensi dan peluang perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat.

Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur. Keduanya berada pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Subyek kasus yang dipilih adalah rumahtangga petani tanaman obat yang berusaha di industri rumah tangga pengolahan hasil tanaman obat. Pada tipe rumah tangga petani tanaman obat terdapat dua kasus yaitu kasus B dan kasus S. Pada awalnya jumlah petani yang khusus budidaya tanaman obat adalah dua puluh lima orang, Jumlah ini diperoleh dari catatan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT). Ternyata setelah ditelusuri jumlah tersebut tinggal dua rumah tangga karena beberapa patani tidak melanjutkan usaha tersebut. Dua rumahtangga tersebut dianggap unik karena selain berbudidaya juga sekaligus mengolah tanaman obat menjadi tanaman obat rajangan sebagai bahan baku jamu. Selain itu salah satu rumahtangga pada tipe petani tanaman obat sudah menjadikan usaha ini sebagai mata pencaharian utama. Pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat terdapat tiga kasus yaitu kasus I, kasus Y dan kasus R. Ketiga kasus ini mengolah tanaman obat yang bahan bakunya tidak berasal dari budidaya tanaman obat tetapi bahan baku diperoleh dengan membeli dari pasar. Penentuan subyek kasus dilakukan secara purposive. Jumlah subyek kasus adalah lima rumahtangga. Subyek kasus dipilih berdasarkan tipologi kasus, yaitu tipe rumahtangga petani a tanaman obat dan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung dan wawancara mendalam. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data. Data yang diperoleh disortir, dikatagorikan dan direduksi. Hasil pengolahan kemudian dianalisis dengan cara deskriptif, disertai kutipan sebagai fakta dengan menggunakan analisa Harvard.

Hasil penelitian adalah ubungan gender dalam rumahtangga petani tanaman obat maupun pengrajin olahan hasil tanaman obat belum menunjukkan kesetaraan. Pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan sudah tidak tegas. Baik laki- laki dan perempuan dominan pada kegiatan produksi. Laki- laki dominan pada budidaya dan perempuan pada pengolahan hasil tanaman obat.


(13)

Di sisi lain dalam hal pembagian kerja, perempuan masih mengalami beban kerja yang lebih berat serta akses dan kontrol terhadap manfaat strategis masih lemah. Demikian pula peluang pasar bagi perempuan pengolah hasil tanaman obat belum berkembang.

Istri pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat mengalami beban kerja yang lebih berat daripada istri pada tipe petani tanaman obat. Akses dan kontrol istri terhadap sumber daya pasar pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat lebih besar dibanding akses dan kontrol istri terhadap sumber daya pasar pada tipe petani tanaman obat. Hal ini dipengaruhi oleh sumber daya pribadi yang dimiliki oleh istri yaitu kepemilikan lahan, pendidikan, dan masih adanya faktor nilai. Akses dan kontrol istri terhadap manfaat strategis status kerja pada tipe petani tanaman obat lebih besar dibanding akses dan kontrol istri terhadap manfaat strategis status kerja pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat.

Potensi usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat pada tipe petani tanaman obat relatif sama dengan tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat. Sedangkan peluang usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat pada tipe petani tanaman obat lebih besar dibandingkan pada tipe pengrajin olahan hasil tanaman obat.


(14)

ANALISIS GENDER DALAM

BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

YUANA EVIYANTI A09498075

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(15)

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Yuana Eviyanti

NRP : A09498075

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Analisis Gender Dalam Budidaya Dan Pengolahan

Hasil Tanaman Obat (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Titik Sumarti MC, MS NIP. 131 569 245

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir.Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2006 Yuana Eviyanti


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ngawi, 2 Januari 1980 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Drs. Yasir Rahayu Santoso dan Siti Zaenab.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kedunggudel II tahun 1986-1992, kemudian masuk di SLTP Negeri 1 Widodaren tahun 1992-1995 dan meneruskan ke SMU Negeri 1 Ngawi pada tahun 1992-1995-1998.

Pada tahun yang sama penulis diterima di program Strata-1 Institut Petanian Bogor, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Kemudian pada tahun 2000 penulis pindah ke Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala kebaikan yang telah dilimpahkan-Nya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Skripsi yang berjudul Analisis Gender Dalam Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Obat (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) merupakan hasil penelitian denga n menggunakan metode kualitatif.

Skripsi ini berisi tujuh bab, yaitu Bab I Pendahuluan., Bab II Pendekatan Teoritis, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV Gambaran Daerah Penelitian, Bab V Analisis Gender Dalam Budidaya dan Pengolahan Tanaman Obat, Bab VI Potensi dan Peluang Perempuan Dalam Budidaya dan Pengolahan Tanaman Obat dan Bab VII Kesimpulan dan Saran.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat diharapkan.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, Raja Manusia yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang membuat sulit menjadi mudah dan yang membuat perih terasa nikmat.

2. Dr.Ir.Titik Sumarti MC, MS selaku pembimbing skripsi atas kesabaran yang luar biasa, dukungan, bimbingan dan waktu yang diluangkan di tengah-tengah kesibukan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku penguji utama atas kesediaannya di tengah waktu yang mepet, saran-saran, bimbingan dan kritikan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini dengan cara yang menyejukkan kalbu. 4. Dr. Ir Pudji Muljono, MS selaku penguji Komisi Pendidikan atas waktu,

saran-saran, bimbingan dan kritikan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS atas ijinnya menghirup udara di program studi baru.

6. Ayah dan bunda atas doa yang tak pernah terputus dan harapan yang terus membentang. ” Baru ini yang bisa ananda berikan.”

7. Mas Didik dan Mbak Susi atas doa dan dukungan yang tak lekang oleh jarak dan waktu. ” Akhirnya aku bisa seperti kalian.”

8. Seorang laki- laki, sahabat terbaik dalam hidupku, yang tak sampai selesai mengantarku sampai ke titik final. ” Terimakasih atas segala sesuatu yang terindah dalam masa pendewasaan dan penyadaranku. ”


(20)

9. Agus Widya Dharmawan, SP atas waktu menuju final untuk perjuangan yang tak sempat terselesaikan dan kebersamaan untuk waktu yang telah lama walau didalamnya ada masa dimana sangat menyesakkan kalbu.

10.Dayu, tidak sekedar teman kos tapi juga sahabat, adik juga operator saaat seminar. Terimakasih untuk segala keikhlasannya.

11.Kespa Krimituhu Yudi, teman senasib dan seperjuangan atas segala keindahan dan waktu kebersamaan.

12.Inna dan EJIC. Untuk waktu dan kebersamaannya juga motivasinya.

13.Siwi, SP, atas bantuan bimbingannya. Mbak Anik, untuk segala bantuannya. Mbak Maria, atas repotnya mencari dosen penguji, dan semua orang-orang KPM. I love You, All! Aku bangga menjadi bagian dari komunitas ini.

14.Semua subyek kasus dan informan di Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur.

15.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tanpa kalian semua, karya ini tak akan pernah bisa hadir.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiii

DFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR GAMBAR xvi

BAB I. PENDAHULUAN..………....1

1.1.Latar belakang Masalah ……… 1

1.2.Perumusan Masalah ……….4

1.3.Tujuan Penelitian ……….5

1.4.Kegunaan Penelitian ……….5

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS.……….6

2.1. Tinjauan Pustaka ……….6

2.2. Kerangka Pemikiran ……….……….…… .24

2.3. Hipotesa Pengarah ………..……..……27

2.4. Definisi Konseptual ………..…….….………27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...………..……….…....30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..……….…...30

3.2. Strategi Penelitian……….…...30

3.3. Penetuan Subyek Kasus ……..……….….. ...31

3.4. Teknik Pengumpulan data ………..………...32

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ………..………...32

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN……….. 34

4.1 Gambaran Umum Desa Pasir Gaok ……… 34

4.2 Gambaran Umum Desa Ranca Bungur……… 39

BAB V. ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT ………..………..…………. 45

5.1 Pembagian Kerja ……….………. 45

5.2 Akses dan Kontrol Terhadap Sumber Daya ….……...……… 51

5.3 Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat ……… 56

BAB VI. POTENSI DAN PELUANG PEREMPUAN DALAM INDUSTRI RUMAHTANGGA DALAM PENGOLAHAN TANAMAN OBAT..61

6.1 Analisis Perbandingan dalam Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Obat...61

6.2 Potensi dan Peluang Perempuan Dalam Usaha Industri Rumahtangga Pengolahan Hasil Tanaman Obat………...64

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA...71


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Subyek Kasus Menurut Tipologi Rumahtangga ….… 32 Tabel 2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ……….. 33 Tabel 3. Luas dan Persentasi Peruntukan Lahan di Desa Pasir

Gaok Tahun 2005 ……….

35 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Usia

Kelompok Pendidikan di Desa Pasir Gaok Tahun 2005..

35

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Tenaga Kerja di Desa Pasir Gaok Tahun 2005 …………

36 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat

Pendidikan yang Ditamatkan di Desa Pasir Gaok Tahun. 2005 ………

36

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Mata

Pencahariannya di Desa Pasir Gaok Tahun 2005 ………

37

Tabel 8. Luas dan Persentasi Peruntukan Lahan di Desa Ranca Bungur Tahun 2005 ………

40 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Golongan

Usia dan Jenis Kelamin di Desa Ranca Bungur Tahun 2005 ………

41

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Desa Ranca Bungur Tahun 2005 ……….

41

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Mata

Pencahariannya di Desa Ranca Bungur Tahun 2005 …..

42

Tabel 12. Pembagian Kerja Laki- laki dan Perempuan Pada

Rumahtangga Petani Budidaya Tanaman Obat …………

46 Tabel 13. Pembagian Kerja Laki- laki dan Perempuan Pada

Rumahtangga Pengrajin Hasil Tanaman Obat ...

49

Tabel 14. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Sumber Daya Pada Rumahtangga Petani Budidaya Tanaman Obat ………..


(23)

Tabel 15. Daftar Harga Hasil Tanaman Obat pada Tipe Petani Budidaya tanaman Obat...

53

Tabel 16. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Sumber Daya Pada Rumahtangga Pengrajin Hasil Tanaman Obat...

54 Tabel 17. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat Pada

Rumahtangga Petani Budidaya Tanaman Obat. .,………..

57

Tabel 18. Tabel Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat Pada

Rumahtangga Pengrajin Hasil Tanaman Obat ...

59 Tabel 19. Perbandingan Pembagian Kerja Dua Tipe Petani

Tanaman Obat ……….……..


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Profil dan aktifitas Rumahtangga Beben 73 Lampiran 2. Profil dan aktifitas Rumahtangga Sarti 76 Lampiran 3. Profil dan aktifitas Rumahtangga Iyus 78 Lampiran 4. Profil dan aktifitas Rumahtangga Yoyoh 79 Lampiran 5. Profil dan aktifitas Rumahtangga Rodiah 80 Lampiran 6. Bentuk intervensi Pemerintah Terhadap Petani atau

Pengrajin Tanaman Obat dan Stake Holder Tanaman Obat 82


(25)

DAFTAR GAMBAR Pengolahan Tanaman Obat Rajangan/ Kering

Gambar 1. Berbagai Jenis Tanaman Obat 83 Gambar 2. Pembersihan Tanaman Obat Dewa 83 Gambar 3. Pencucian Tanaman Obat Dewa 84 Gambar 4. Pemotongan Tanaman Obat Dewa 84 Gambar 5. Penjemuran Tanaman Obat Dewa 85 Gambar 6. Tanaman Dewa yang dijemur 85

Gambar 7. Daun Dewa yang dijemur 86

Gambar 8. Daun Dewa Kering 86

Gambar 9. Kemasan Besar Tanaman Obat 87 Gambar10 Kemasan Kecil Tanaman Obat 88

Pengolahan Jahe Instan

Gambar 1. Pecucian Jahe 89

Gambar 2. Pemarutan Jahe 89

Gambar 3. Pemerasan Parutan Jahe 90

Gambar 4. Sari Jahe 90

Gambar 5. Perebusan Sari jahe 91

Gambar 6. Bubuk Jahe 91

Gambar 7. Bubuk Jahe yang telah dianginkan 92

Gambar 8. Pengemasan Jahe 92

Gambar 9. Pengemasan Jahe 93


(26)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Masyarakat modern mulai mengkonsumsi dan menggunakan makanan atau suplemen yang berbahan baku alami tanaman obat. Kecenderungan ini dinamakan trend back to nature atau green wave (gelombang hijau). Kecenderungan ini didukung tingginya nilai manfaat dengan efek samping yang relatif kecil, serta keterjangkauan dalam mengkonsumsi bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia modern. Data WHO menyatakan permintaan produk herbal di negara Eropa dalam kurun waktu 1999-2004 mencapai 66 persen dari permintaan dunia. Sedangkan penggunaan tingkat nasional salah satunya adalah jahe 200 ton (Tilaar et al, 2002). Pendapat diatas didukung Broto dikutip Allegina (2003) mengatakan bahwa di Indonesia pengenalan tumbuhan obat dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama tahun 1980-1984 produksi obat tradisional secara keseluruhan meningkat cukup tajam yaitu sekitar 406 persen atau sekitar 101,5 persen rata-rata tiap tahun. Kebutuhan tanaman obat sebagai bahan pembuatan berbagai jenis obat modern dan obat tradisional memang semakin meningkat. Sudiarto et al (1991), menyatakan bahwa pada tahun 1984 dibutuhkan 574.395 ton untuk industri obat tradisional dan meningkat menjadi 1.974.546 ton pada tahun 1988.

Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan RI, hutan tropis Indonesia sebagai habitat utama flora dan fauna mencapai sekitar 144 juta hektar. Di dalam seluruh luasan hutan hujan tropis Indonesia tersebut, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 spesies tanaman tumbuh di dalamnya dan dari spesies tanaman yang ada,


(27)

tetapi hanya 800-1.200 spesies yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional/jamu. Menurut catatan Kloppenburg terdapat 877 jenis tanaman obat dan menurut Heyne terdapat 1.100 jenis tanaman obat di Indonesia, sedangkan di dalam buk u Medicinal Herbs Index di Indonesia tercantum 7.557 jenis tumbuhan obat yang dikenal dan ditemukan di Indonesia, walaupun tidak seluruhnya berasal dari Indonesia (Anon dikutip Rostiana et al., 1992). Kominfo (2005) menyatakan bahwa di Indonesia diketahui ada sekitar 7000 spesies tanaman obat dan jumlah tersebut adalah sekitar 90 persen dari tanaman obat yang terdapat di Asia.

Terdapat tiga kategori obat alami yang ditetapkan pemerintah (Badan POM) yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah obat alami dengan bahan baku tanaman obat dalam bentuk sederhana yaitu rajangan, serbuk, cair/sari, pil, pilis atau kapsul (Kominfo, 2005). Jamu sebagai produk pengolahan tanaman obat merupakan industri rumah tangga. Hal ini sesuai dengan posisi tanaman obat sekarang yang pada awalnya posisi tanaman obat memang belum banyak mendapat perhatian pemerintah walaupun peranannya dalam menunjang perekonomian nasional akhir-akhir ini cukup besar.

Tanaman pangan, perkebunan, hortikultura menjadi perhatian utama pemerintah baru setelah itu tanaman obat. Namun dengan adanya berbagai perubahan kebijakan di bidang ekonomi nasional maupun internasional maka komoditas tanaman obat sebagai bahan baku untuk industri hilir menjadi lebih penting. (Tilaar et al., 2002).

Perempuan sudah berperan nyata di dalam usahatani tanaman obat secara tradisional. Namun peran tersebut masih terbatas dan tersubordinasi karena usahatani tersebut merupakan usaha keluarga. Ketika usahatani tanaman obat


(28)

berkembang dari budidaya tanaman obat menjadi pengolahan hasil tanaman obat, diduga peran perempuan semakin nyata dan meningkatkan posisi mereka lebih baik dalam pengelolaannya. Swasono (2005) menyatakan bahwa

perempuan dengan aktivitas pengembangan biofarmaka menjadi pelaku sekaligus pendorong terbentuknya pola pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, usaha pengolahan hasil tanaman obat bagi perempuan

merupakan salah satu peluang yang dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga. Apabila peluang ini bisa dimanfaatkan dengan baik maka pengolahan hasil tanaman obat bisa menjadi salah satu aktivitas utama yang mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin.

Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur yang berada di Kecamatan Ranca Bungur dilihat dari kondisi lingkungannya memiliki curah hujan yang tinggi. Namun, ketersediaan air menjadi permasalahan utama pada musim kemarau sehingga sejak tahun 1975 di kedua desa ini, sawah yang semula ditanami padi kini lebih banyak ditanami palawija. Selama ini petani masih beranggapan bahwa budidaya tanaman obat memerlukan pasokan air yang baik. Padahal budidaya tanaman obat diantaranya dapat dibudidayakan di lahan kering atau di lahan sawah yang tidak dapat ditanami padi karena pasokan air yang kurang. Salah satu contoh, justru lahan yang mengand ung banyak air berlebihan tidak cocok ditanami jahe (Tilaar et al., 2002). Berdasarkan kondisi alam tersebut, PPL (Petugas Penyuluh Lapang) menyarankan untuk menanam tanaman obat. Budidaya tanaman obat tersebut melalui sistem tumpangsari atau cukup di pekarangan saja sebelum masyarakat percaya bahwa usaha ini dapat berkembang. Usahatani budidaya tanaman obat yang sudah dimulai tahun 1995. Pada tahun 2004 berkembang menjadi usaha pengolahan hasil tanaman obat (rajangan),


(29)

sedangkan usahatani pengolahan hasil tanaman obat jahe instan berkembang pada tahun 2005. Jenis-jenis tanaman obat yang diusahakan adalah Dewa (baik umbi maupun daun), Jahe Merah, Claditicus, Sambiloto, Tapak Liman, Sambung Nyawa, dan sebagainya. Pada pengolahan hasil tanaman obat (rajangan) rata-rata varietas yang dikembangkan oleh petani tanaman obat di Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur pada pengolahan hasil tanaman obat rajangan adalah Dewa, sedangkan pada pengolahan jahe instan, rata-rata varietas yang dikembangkan adalah Jahe Emprit. Pengolahan tanaman obat yang dilakukan oleh petani tanaman obat di kedua desa ini pada dasarnya bisa dikerjakan oleh siapa saja baik laki- laki maupun perempuan. Misalnya pada proses penjemuran tanaman obat. Pengolahan tanaman obat di sini tidak sama dengan pembuatan jamu tradisional yang biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan.

1.2. Perumusan Masalah

Perempuan mempunyai kontribusi yang nyata pada pengembangan tanaman obat yaitu pada usaha pengolahan hasil tanaman obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis gender untuk melihat sejauh mana usaha pengolahan hasil tanaman obat telah meningkatkan status perempuan di masyarakat baik di rumahtangga atau dalam masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah-masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan pada rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat ?


(30)

2. Sejauhmana akses dan kontrol perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat? 3. Sejauhmana manfaat bagi perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat

dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat ? 4. Bagaimanakah potensi dan peluang perempuan dalam usaha industri

rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendiskripsikan pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan pada rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat.

2. Mengkaji akses dan kontrol perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat. 3. Mengkaji manfaat bagi perempuan dalam rumahtangga petani tanaman obat

dibandingkan dengan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat. 4. Menganalisis potensi dan peluang perempuan dalam usaha industri

rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peminat masalah gender maupun masalah pengembangan pengolahan tanaman obat bagi masyarakat desa. Selain itu dapat memberi informasi dan masukan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan selanjutnya dalam rangka


(31)

pembinaan industri rumahtangga khususnya industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat dalam rangka pengembangan tanaman obat.


(32)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS 2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Tanaman Obat

Menurut menurut Sitepu et al. (2000) menjelaskan bahwa tanaman obat dalam arti luas adalah tanaman yang berkhasiat untuk memelihara kesehatan dan menyembuhkan penyakit ringan sampai berat, yang dibuat dengan cara sederhana hingga modern dan pengobatannya dilakukan secara tradisional sampai modern pula.

Sedangkan menurut Rostiana (1992) tumbuhan obat adalah jenis yang sebagian, seluruh bagian alam eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Hal senada juga dikemukakan oleh Gunarto (1999) bahwa tanaman obat sebagai jenis tanaman yang salah satu, beberapa atau seluruh bagian tanaman (daun, bunga, batang, akar, umbi, rimpang, biji dan getah) yang mengandung senyawa aktif yang dapat memberikan pengaruh atau khasiat terhadap kesehatan yaitu pemelihara, pencegah dan pencegah suatu penyakit.

2.1.2 Jenis-jenis Tanaman Obat

Beberapa jenis tanaman obat yang dikembangkan dan diolah di dalam industri rumahtangga pengolahan tanaman obat adalah:


(33)

1. Jahe (Zingiber officinale Roscoe)

Menurut Tilaar et al. (2002) berdasarkan ukuran bentuk dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang terkenal, yaitu: (1) jahe putih/ kuning sering disebut jahe badak/ gajah. Rimpangnya lebih besar dan ruas

rimpangnya lebih menggelembung dari jenis lainnya; (2) jahe putih kecil/ emprit; dan (3) jahe merah, rimpangnya berwarna merah/ lebih kecil dari jahe emprit.

Gunawan (2002) menambahkan rimpang jahe mengandung 2-3 persen minyak atsiri. Minyak atsiri digunakan sebagai konigen odogris pembuatan makanan. Rimpang jahe berkhasiat sebagai karminativum (merangsang keluarnya gas perut), pelega perut, penyegar, penghangat tubuh dan mengurangi rasa sakit. Kandungan aktif dalam jahe adalah minyak atsiri, zingiberene, dan politenol.

Menurut Januwati et al. (1992) minyak atsiri yang terkandung pada masing- masing jenis jahe tersebut berbeda-beda. Jahe merah mengandung minyak atsiri 2,58 - 3,90 persen. Jahe emprit mengandung 1,5 - 3,5 persen dan jahe gajah 0,82 - 1,66 persen. Menurutnya jahe merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan dalam industri obat, disamping itu dapat pula menghasilkan produk-produk jahe segar, bubuk jahe, jahe kering, minyak jahe, jahe asinan dan minuman jahe.


(34)

Ditambahkan Mulyani (2002) kegunaan jahe adalah sebagai obat batuk, peluruh haid, penambah nafsu makan dan penghambat pertumbuhan bakteri (Pseudomonas Solanacearum). Efek farmakologi yang telah diketahui antara lain dikaitkan dengan senyawa yang berasa pedas. Senyawa pedas itu

mempunyai efek memacu reseptor termoregulasi yang akan mempengaruhi

usus dan sekresi empedu secara reflektoris. 2. Dewa (Gynura procumbens Lour)

Santoso dan Didik (2003) menyatakan bahwa kegunaan dari daun dewa adalah menghentikan pendarahan, menghentikan jendalan darah,

mengobati leukemia, memar dan bisa digunakan sebagai penawar racun akibat gigitan binatang berbisa. Berdasarkan aktivitas biologi yang telah diteliti, daun dewa mengandung vitamin K yang berhubungan dengan proses penjendalan darah dan memperbaharui regenerasi sel-sel darah. Kandungan kimianya adalah alkaloid, tonin saponin, polifenol, minyak atsiri dan flavonoid. 3. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Kegunaan dari tanaman ini adalah untuk mengobati demam, memperbaiki pencernaan, obat infeksi pada kulit (koreng), radang telinga, tonsilitas dan masuk angin. Berdasarkan aktivitas biologi yang diteliti, sambiloto emiliki potensi sebagai antiradang dan antibakteri (Santoso dan Didik, 2003).

4. Pegagan (Centella asiatica Urb)

Mulyani dan Didik (2002) menyatakan bahwa kegunaan dari tanaman ini adalah sebagai peluruh air seni, pembersih darah, obat disentri, sakit perut, radang usus, batuk, demam, sariawan, obat kompres luka, obat lepra, obat luka


(35)

bekas sayatan dan kehilangan nafsu makan. Efek farmakologinya adalah antiinfeksi, antidemam, diuretikum, dan kerafolitik dan anti keloid. Dewasa ini di apotik telah dijual salep ekstak pegagan (Medicazol) yang digunakan untuk mencegah terjadinya keloid sehabis operasi.

5. Tapak Liman (Elephanthopus scaber L.)

Menurut Santoso dan Didik (2003) kegunaan dari tanaman ini adalah untuk mengobati batuk sariawan, panas dalam, diare, bisul, eksim, keputihan, pelembut kulit pada kaki, mengobati gigitan binatang berbisa dan

menghilangkan pembengkakan. Berdasarkan aktivitas biologi yang diteliti, tanaman sebagai antiradang, menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (Andida albicans) serta antipiretik (obat turun panas).

2.1.3 Pengembangan dan Budidaya Tanaman Obat

Pengembangan tanaman obat melalui budidaya, dilakukan terutama melalui pola swadaya, mengingat kebutuhan konsumsinya yang terbatas. Dalam pola ini pengembangan melalui pola pekarangan dipandang paling sesuai. Pola ini paling cocok karena:

1. Sifat kebutuhan bahan obat dari tanaman yang relatif rendah volume/ dosis pemakaiannya.

2. Pengembangan di lahan pekarangan sejalan dengan pola pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOBGA) dan program PKK.

Pola tanam yang dapat dikembangkan di lahan ini adalah pola

tumpangsari, tanaman sela, campuran juga pola tanaman berjenjang atau


(36)

adalah di lahan pekarangan, sehingga perempuan memiliki partisipasi nyata dalam budidaya tanaman obat.

2.1.4 Rumah Tangga Petani di Pedesaan

Definisi umum dari rumahtangga adalah bahwa orang berbagi tempat masak dan dapur, serta tidur dibawah satu atap (Handayani dan Sugiarti, 2001). Saptari dan Holzner (1997) menyatakan bahwa rumahtangga sebagai pranata budaya dan sosial yang paling dasar dalam masyarakat dan sebagai pranata ekonomi paling kecil dengan fungsi- fungsi menjalankan kegiatan produksi, penggabungan penghasilan (income-pooling) dan konsumsi bersama, serta bertempat tinggal bersama (co-residence).

BPS (1993) menyatakan bahwa rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan,

melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian/seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan/ keuntungan atas resiko sendiri. Ditambahkan dalam hal rumahtangga

pertanian di Indonesia, sensus pertanian 1993 mencatat bahwa lebih dari 21,7 juta rumah tangga pertanian, 97 persen terdiri dari petani pengguna lahan dan 3 persen sisanya rumah tangga bukan pengguna lahan.


(37)

Menurut White (1990) rumah tangga di pedesaan sebagai unit ekonomi yang bersifat serabutan (merangkap fungsi banyak) yaitu rumahtangga yang harus membagi curahan waktunya diantara berbagai jenis kegiatan yang tidak semuanya menghasilkan pendapatan secara langsung. Pekerjaan tersebut adalah: (1) Mengurus rumah tangga yang meliputi mengasuh anak, memasak, mencuci, mengambil air, mencari kayu bakar dan memperbaiki rumah; (2) Pekerjaan wajib yang merupakan kewajiban sebagai anggota masyarakat (kerja bakti, gotong royong, sambatan, dan lain- lain); (3) Pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. Ditambahkan Mugniesyah. bahwa semakin berat beban kerja wanita dalam keluarga atau rumah tangga karena faktualnya wanita melakukan pekerjaan apapun (serabutan menurut istilah White) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga (survival strategy).

Menurut Scoones (1998) dikutip Dharmawan (2001) mengemukakan empat tipe sumber nafkah yang perlu untuk mendukung strategi yang berbeda yaitu: (1) Modal alam dalam bentuk sumber daya alam seperti tanah dan air; (2) modal ekonomi atau finansial yang sangat penting untuk mengejar strategi nafkah; (3) Modal manusia dalam bentuk pendidikan dan ketrampilan atau ilmu pengetahuan; dan (4) Modal sosial dan (politik) dalam bentuk hubungan sosial dan jaringan kerja. Ditambahkan Scoones (1998) dikutip Dharmawan (2001) strategi nafkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat pedesaan adalah: (1) intensifikasi atau diversifikasi pertanian; (2) pola nafkah ganda (keragaman nafkah); dan (3) migrasi.

White (1990) menyatakan bahwa pola penghasilan ganda


(38)

dalam lebih dari satu kegiatan pencarian nafkah. Pola ini tidak terbatas pada individu atau rumah tangga yang tidak bertanah atau yang miskin saja, tetapi dapat juga pada semua golongan agraris termasuk golongan pemilik tanah yang luas. Ditambahkan bahwa di sektor produksi, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi

ekonomi. Di dalam pola itu sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh.

2.1.5 Industri Rumah Tangga

Menurut BPS (1996) sektor industri pengelolaan dikelompokkan menjadi industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu mempergunakan tenaga mesin atau tidak serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu. Kelompok industri rumah tangga adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja antara 1-4 orang.

Sedangkan menurut BPS (1994) dikutip oleh Zarida (2000) pada umumnya, usaha kecil banyak diisi oleh wanita, baik dalam kegiatan produksi maupun jasa. Pada usaha yang berskala rumah tangga 26 persen pengusahanya adalah wanita. Berdasarkan klasifikasi industri pengolahan menurut kode industri tahun 1996, usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman


(39)

obat termasuk dalam kode 39 yaitu termasuk ke dalam klasifikasi pengolahan lainnya (BPS, 1996).

Saith (1987) dikutip Saptari dan Holzner (1997) menggolongkan industri pedesaan menurut potensi relatif hasil produksi mereka pada ekonomi yang sedang berubah. Ia membedakan tiga kelompok industri pedesaan yaitu industri proto, industri inferior dan industri kerajinan pedesaan yang diubah.

Ditambahkan Saptari dan Holzner (1997) berdasarkan hubungan produksi, industri rumah tangga kadang-kadang merupakan perusahaan seluruh

keluarga. Maka industri ini dapat digolongkan sebagai self employment. Di sini modal dan kerja terkumpul dalam satu rumah tangga atau satu orang. Berdasarkan observasi yang dilakukannya Velzen (1990) dikutip Saptari dan Holzner (1997) mengemukakan adanya kecenderungan bahwa

pengembangan perusahaan berskala kecil berjalan seiring dengan perubahan pada kekuasaan gender. Lelaki mengambil alih tugas perempuan yang berkaitan dengan manajemen dan kontak dengan orang luar. Ditambahkan Saptari dan Holzner (1997) proses ini secara umum disebabkan oleh ideologi gender yang terus menerus menempelkan peran ganda pada perempuan yaitu tanggung jawab rumah tangga, pengasuhan anak dan ruang gerak sosial yang terbatas.

2.1.6 Konsep Gender

Gender dan sex didalam kamus bahasa Inggris sebenarnya sama-sama diartikan sebagai jenis kelamin. Tetapi dalam perkembangannya sex diartikan sebagai pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat


(40)

pada jenis kelamin tertentu, bersifat kodrati dan tidak dapat saling

dipertukarkan. Sedangkan gender lebih diartikan sebagai suatu sifat yang diberikan kepada kaum laki- laki dan perempuan yang merupakan konstruksi atau bentukan sosial dan budaya (Fakih, 1999).

Sedangkan Saptari dan Holzner (1997) menyatakan bahwa gender adalah perbedaan laki- laki dan perempua n karena adanya bentukan sosial dan budaya yang ada di suatu sistem sosial budaya di suatu masyarakat. Hal ini berarti sifat yang melekat baik pada perempuan dan laki- laki dapat saling

dipertukarkan satu dengan yang lainnya.

Handayani dan Sugiarti (2001) menambahkan bahwa gender adalah konsep sosial yang memisahkan peran antara laki- laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki- laki dan perempuan itu tidak

ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing- masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Sumber pembeda pada gender adalah manusia (masyarakat) dengan unsur pembeda adalah

kebudayaan (tingkah laku) dan memiliki sifat yaitu harkat dan martabat yang dapat dipertukarkan.

2.1.7 Ketidakadilan Gender (Gender Inqualities)

Perbedaan gender yang dibentuk dan disosialisasikan oleh keluarga, diperkuat dan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran agama maupun bukan agama. Sampai pada akhirnya perbedaan gender dianggap sebagai ketentuan Tuhan, dipahami sebagai kodrat perempuan yang tidak bisa


(41)

diubah. Perbedaan tersebut akan menjadi masalah jika akhirnya melahirkan ketidakadilan gender (Fakih,1999). Handayani dan Sugiarti (2001)

menambahkan bahwa mitos-mitos yang melahirkan ketidakadilan gender disebabkan adanya hukum hegemoni patriarki dan sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal yang besar itulah yang menang.

Menurut Fakih (1999) ada lima manifestasi dari ketidakadilan gender yang tidak bisa dipisah-pisahkan karena saling berkaitan dan berhubungan serta saling mempengaruhi secara dialektis, yaitu:

1. Marginalisasi

Yaitu proses pemiskinan ekonomi yang bisa disebabkan oleh berbagai kejadian seperti pengangguran, bencana alam atau proses eksploitasi. Menurut Scott (1986) dikutip Saptari dan Holzner (1997) ada empat bentuk

marginalisasi, yaitu:

a. Pengucilan, yaitu perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja upahan tertentu.

b. Pergeseran perempuan ke pinggiran (margins), yaitu terdapat kecenderungan bagi perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaaan yang mempunyai kelangsungan hidup yang tidak stabil, upah rendah dan dinilai tidak terampil.

c. Feminisasi atau segregasi, yaitu pemusatan tenaga kerja perempuan ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu menyebabkan pekerjaan tersebut sudah terfeminisasi sehingga terjadi pemisahan (segregasi) kegiatan tertentu atas dasar jenis kelamin.


(42)

d. Ketimpangan ekonomi yang makin meningkat, yaitu ketimpangan ekonomi antara laki- laki dan perempuan yang diindikasikan oleh perbedaan upah serta ketidaksamaan akses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk akses terhadap program-program pelatihan untuk pengembangan karier.

2. Subordinasi

Yaitu anggapan tidak penting dalam keputusan politik. Menurut Handayani dan Sugiarti (2001) subordinasi terhadap perempuan yang paling menonjol adalah bahwa semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai

reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki- laki.

3. Pembentukan Stereotip atau Pelabelan Negatif

Yaitu pelabelan terhadap suatu kelompok atau pekerjaan tertentu. Handayani dan Sugiarti (2001) menambahkan akibat adanya stereotip banyak hal- hal yang seolah-olah sudah merupakan kodrat.

4. Kekerasan

Yaitu serangan atau invansi (assault) terhadap fisik maupun mental psikologis seseorang. Kekerasan yang bersumber dari anggapan gender dinamakan gender-related violence yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan.


(43)

Yaitu beban kerja yang harus ditanggung. Semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan dan bertambah ketika perempuan bekerja apalagi di kalangan keluarga miskin. Hal ini dinamakan peran ganda

perempuan. Menurut Zarida (2000) masalah utama pada kemitra sejajaran dan pola pengambilan keputusan wanita pedagang kecil dalam pengelolaan usaha adalah peran ganda wanita, sehingga perlu dilihat alokasi waktu dalan hal ini adalah curahan waktu yang digunakan untuk mengelola usaha tersebut dan penggunaan waktu luang

Saptari dan Holzner (1997) menambahkan manifestasi dari ketidakadilan gender adalah domestifikasi dan pengiburumahtanggaan (Housewifization). Domestifikasi menurut Rogers (1980) dikutip Saptari dan Holzner (1997) adalah suatu ideologi yang disosialisasikan melalui ajaran moral tentang tempat perempuan yang semestinya di rumah. Sedangkan pengiburumahtanggaan menurut Mies (1986) dikutip Saptari dan Holzner (1997) merupakan proses pendefinisian sosial perempuan sebagai ibu rumah tangga terlepas apakah me reka memang ibu rumah tangga atau bukan. Saptari dan Holzner (1997) menambahkan definisi ini berimplikasi kepada timbulnya anggapan perempuan yang tergantung secara ekonomis kepada laki- laki (suami).

Sedangkan Priyono (1996) dikutip Zarida (2000) menyatakan bahwa konsep kesetaraan pria dan wanita mengandung makna, tidak ada pihak yang menguasai dan yang dikuasai, tidak ada yang mengeksploitasi dan


(44)

2.1.8 Analisis Gender

Analisis Gender merupakan suatu analisis sosial yang melihat perbedaan antara laki- laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dilihat dari segi keadaan (kondisi) dan kedudukan (posisi) di masyarakat dan di dalam keluarga. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, aktivitas tetapi juga hubungan. Terdapat lima alat analisis yaitu teknik analisis Harvard, teknik analisis Moser, teknik analisis Longwe, teknik analisis Munro dan teknik analisis CVA (Handayani dan Sugiarti, 2001).

Teknik analisis Harvard sering disebut sebagai Gender Framework Analysis (GFA), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu: profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et. al. dikutip oleh Handayani dan Sugiarti, 2001).

2.1.8.1 Pembagian Pekerjaan

Pekerjaan menurut Magnis (1978) dikutip Wungu (1986) adalah segala kegiatan yang direncanakan, jadi memerlukan pemikiran yang khusus dan tidak dapat dijalankan oleh binatang, yang dilakukan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan melainkan karena kita mau, dengan sungguh-sungguh, mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri, atau sebagai benda, karya, tenaga, dan sebagainya, atau sebagai pelayanan terhadap masyarakat, termasuk dirinya sendiri. Kegiatan ini dapat berupa pemakaian tenaga jasmani atau rohani. Sedangkan menurut Moore


(45)

(1988) dikutip Saptari dan Holzner (1997) kerja didefinisikan sebagai segala hal yang dikerjakan oleh seorang individu baik untuk substensi, untuk dipertukarkan atau diperdagangkan, untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga atau masyarakat.

Menurut Saptari dan Holzner (1997) ada tiga pengkategorian kerja perempuan, yaitu:

1. Produksi/Reproduksi

Perbedaan kerja ini didasarkan oleh hasil yang diberikan dari pekerjaan yang dilakukan.

2. Domestik/Bukan-domestik

Perbedaan kerja ini didasarkan atas tempat dilakukannya kegiatan tersebut. 3. Kerja Upahan/Bukan-Upahan

Batasan perbedaan kerja ini tidak terlalu tajam seperti pada kedua kerja diatas. Dalam hal ini hubungan vertikal dan horizontal yang terjadi antara orang yang melakukan pekerjaan tersebut dengan orang lain sering dipengaruhi oleh dibayar tidakanya ia, yang hal ini dilihat oleh ahli studi perempuan, kerja dilihat atas dasar diupah atau tidaknya pekerja.

Hal senada diungkapkan oleh Gleason (1991) dikutip Prasetyaningsih (2004) yang mengkategorikan kerja wanita menjadi: (1) bekerja sebagai tenaga kerja untuk upah; (2) bekerja sebagai tenaga kerja yang tidak dibayar; dan (3) bekerja untuk keluarga dalam aktivitas ekonomi subsisten. Tomada (1986) dikutip Prasetaningsih (2004) menambahkan kategori keempat yaitu


(46)

yang berkaitan dengan aktivitas produksi rumahtangga seperti mengasuh anak, membersihkan rumah dan memasak.

Kerja wanita seringkali tidak tampak (invisible) karena di sebagian masyarakat, keterlibatan wanita seringkali pada pekerjaan yang tidak mendatangkan upah atau tidak dilakukan di luar rumah walaupun

mendatangkan penghasilan. Seperti pendapat Pigou (1984) dikutip Saptari dan Holzner (1997) bahwa perempuan tidak dianggap sebagai orang yang bekerja atau sebagai penghasil nafkah dan dengan demikian dianggap tidak produktif. Hal ini justru disebabkan kerja rumah tangga bukan merupakan kerja upahan, dengan demikian tidak diakui sebagai kerja. Sedangkan Chank (1991) dikutip Zarida (2000) berpendapat bahwa kecenderungan wanita untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan bersamaan dengan tugas domestik atau tidak bekerja sama sekali.

Pudjiwati Sayogyo (1981) dikutip Prasetyaningsih (2004)

mengungkapkan pokok-pokok dari perumusan bekerja yang meliputi lima hal yaitu: (1) Para pelaku yang mempunyai peranan itu mengeluarkan energi; (2) Para pelaku memberikan sumbangan dalam produksi barang maupun jasa; (3) Para pelaku menjalin suatu pola interaksi dngan lingkungannnya dan

memperoleh status; (4) Para pelaku mendapatkan hasil berupa ‘cash’ atau berbentuk ‘natura’; dan (5) Para pelaku mendapatkan hasil yang mempunyai nilai waktu.

Profil pembagian kerja dalam kegiatan digunakan untuk melihat: siapa melakuan kegiatan, berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan


(47)

tersebut dan kapan serta berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut. Kegiatan dalam analisis gender didefinisikan sebagai:

1. Kegiatan Produktif

Yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, kerajinan tangan, dan lain- lain.

2. Kegiatan Reproduktif

Yaitu kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, misalnya pekerjaan rumahtangga.

3. Kegiatan Sosial

Yaitu kegiatan yang tidak terbatas pada pengaturan rumahtangga, tetapi yang menyangkut kegiatan masyarakat, misalnya berorganisasi dalam kelompok.

Secara implisit Saptari dan Holzner (1997) mengemukakan bahwa nilai- nilai atau ideologi yang terdapat di masyarakat berpengaruh terhadap pembagian kerja seksual. Bentuk nilai-nilai yang umum terdapat di berbagai negara di Asia adalah:

1. Nilai pemingitan (Seclusion) yaitu nilai yang memberi batasan kebebasan ruang gerak kaum perempuan sekaligus menentukan bagaimana mereka bertingkah laku.

2. Nilai pengucilan dari bidang-bidang tetentu (Exclusion) yaitu nilai yang menutup kemungkinan bagi perempuan untuk melakukan pekerjaan tertentu, namun batasan kebebasan bergerak tidak seketat pada masyarakat yang mengenal seclusion.


(48)

3. Nilai feminitas perempuan yaitu nilai yang mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan karakteristik perempuan dalam bentuk yang ideal seperti kerendahhatian dan ketaatan perempuan (modest dan submissive) atau tentang ketrampilan tangan perempuan (numble fingers).

2.1.8.2 Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya dan Manfaat Akses adalah peluang yang bisa diperoleh wanita dan pria untuk melakukan sesuatu, memilki sesuatu, atau menikmati sesuatu (kegiatan, barang, jasa dan sebagainya). Sedangkan kontrol adalah sejauh mana wanita dan pria mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam merencanakan, melakukan/memiliki atau menikmati sesuatu. Seseorang yang memiliki akses belum tentu memiliki kontrol atas sesuatu tersebut. Sebaliknya kontrol mencirikan bahwa seseorang memiliki kekuasaan dalam menentukan sesuatu untuk diakses atau tidak (Handayani dan Sugiarti, 2001).

Handayani dan Sugiarti (2001) menambahkan bahwa perbedaan gender berhubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan dalam hal ini perempuan terpengaruh lebih besar. Di dalam akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya juga perlu dilihat siapa yang mendapat manfaat dari penggunaan sumber-sumber daya tersebut. Akses dan kontrol tersebut berkaitan dengan:

1. Lahan, umumnya perempuan secara adat mempunyai akses ke pertanian namun perempuan jarang memiliki hak hukum.


(49)

2. Sumber daya alam lainnya, seringkali perempuan mempunyai pengetahuan setempat dan keahlian yang luas, namun proyek-proyek untuk pembangunan sumber daya alam dan konservasi seringkali mengabaikan perempuan.

3. Kredit dan kapital, pinjaman untuk laki- laki seringkali lebih besar dan lebih berjangka panjang daripada yang diberikan untuk perempuan. Hal ini didasarkan pada asumsi tak tertulis bahwa pendapatan perempuan hanya sebagai tambahan dari hasil yang diperoleh kepala keluarga laki- laki.

4. Buruh, beban kerja dan waktu, sebagian besar perempuan tidak memiliki waktu yang banyak atau bahkan tidak memiliki waktu luang karena pada umumnya perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang sehingga beban kerja mereka lebih berat dan seringkali mereka adalah buruh keluarga yang tidak dibayar.

5. Pekerjaan formal, akses perempuan terhadap peluang bekerja di sektor formal seringkali menujukkan ketidaksetaraan kesempatan kerja antara laki- laki dan

perempuan. 6. Teknologi dan training, dengan mengenalkannya teknologi hemat buruh dan

inovasi lainnya sebagai tugas laki- laki, tanpa memberi perhatian yang sama terhadap pekerjaan yang dilakukan perempuan akan menyebabkan terciptanya suatu ‘kesenjangan’ teknologi antara laki- laki dan perempuan.

Menurut Saptari dan Holzner (1997) bentuk-bentuk pengambilan keputusan perempuan pedesaan yang menyangkut produksi pertanian dapat digunakan sebagai indikator pengaruh mereka di dalam rumah tangga. Untuk Jawa, White dan Hastuti (1980) dikutip Saptari dan Holzner (1997) telah


(50)

mendokumentasikan bahwa pengambilan keputusan berkenaan dengan gender bervariasi dari satu rumah tangga ke rumah tangga yang lain.

Zarida (2000) menambahkan sepanjang lingkungan sosial yang ada belum memahami sepenuhnya mengenai makna dari mitra sejajar maka peran wanita dalam pembangunan nasional akan sulit untuk diperhitungkan. Adanya kondisi tersebut pada gilirannya akan mendorong wanita untuk sulit

mengambil keputusan terutama dengan hal- hal yang berkaitan dengan pengelolaan usaha. Mereka terbiasa atau bahkan kurang percaya diri untuk mengambil keputusan sendiri, karena berpandangan (terutama untuk masyarakat yang kurang berpendidikan) bahwa suami adalah yang paling berhak untuk menentukan segalanya. Sedangkan menurut Tan (1995,b) dikutip Zarida (2000) kemitraan pada masyarakat golongan bawah

(berpendidikan kurang) dalam arti kerjasama antara suami dan istri terjadi secara alamiah.

Pendapat diatas berkaitan dengan wanita tani. Menurut Departemen Pertanian (1997) dikutip Allegina (2003) wanita tani adalah kaum wanita dalam keluarga petani dan masyarakat pertanian yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan usaha tani dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesejaheraan keluarganya. Ditambahkannya meskipun wanita tani menunjukkan tanggung jawab dan peranan yang besar, namun secara umum masih terdapat berbagai kendala seperti: (1) Wanita tani masih memperoleh kesempatan untuk berperan serta dalam pembangunan; (2) Pendidikan wanita tani pada umumnya masih rendah; (3) Wanita tani kur ang diberikan akses dengan


(51)

berbagai pelayanan di sektor pertanian; (4) Terdapat kesenjangan dalam struktur upah antara pria dan wanita di sektor pertanian, dan kurangnya penghargaan terhadap kemampuan wanita.

Kerangka Pemikiran

Pada masyarakat Desa Pasir Gaok dan Ranca Bungur, petani menerapkan strategi pola nafkah ganda. Di dalam pola ini sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di sektor pertanian maupun non pertanian. Di sektor pertanian rumah tangga berusahatani dibudidaya tanaman obat sedangkan di sektor non pertanian rumah tangga berusaha melalui industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat.

Pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan pada rumah tangga petani tanaman obat juga berdasarkan keragaman nafkah yang dilakukan. Budidaya tanaman obat dikerjakan oleh dominan laki- laki sedangkan pengolahan hasil tanaman obat dikerjakan oleh dominan perempuan. Pembagian kerja ini juga dipengaruhi oleh nilai feminitas perempuan yaitu berbagai hal yang berkaitan dengan karakteristik perempuan dalam bentuk yang ideal. Pengolahan hail tanaman obat berkaitan dengan ketrampilan tangan perempuan (Numble Fingers)

yaitu memasak sebagai kegiatan reproduksi.

Pembagian kerja antara perempuan dan laki- laki berpengaruh terhadap akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Sumberdaya tersebut mencakup sumberdaya fisik (lahan, modal, dan peralatan baik untuk budidaya tanaman obat maupun pengolahan hasil tanaman obat), sumberdaya pasar (pasar komoditi untuk membeli dan menjual hasil tanaman obat) dan sumberdaya sosio-budaya


(52)

(informasi, pelatihan, penyuluhan pengembangan tanaman obat). Selain itu pembagian kerja juga mempengaruhi akses dan kontrol terhadap manfaat. Manfaat bagi perempuan ada 2 yaitu, manfaat praktis (penghasilan, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan) dan manfaat strategis (bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang pengembangan tanaman obat dan status kerja perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat baik di rumahtangga maupun di masyarakat).

Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat tersebut berpengaruh terhadap potensi perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat. Potensi tersebut termasuk kapasitas diri perempuan (pendidikan, ketrampilan, dan pengalaman) dan kapasitas relasi gender. Sedangkan yang termasuk dalam peluang perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat adalah pasar dan program pengembangan tanaman obat yang pada akhirnya dapat meningkatkan status perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat


(53)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Strategi Pola Nafkah Ganda :

- Sektor Pertanian : Budidaya

Tanaman Obat

- Sektor Non Pertanian :

Pengolahan Hasil Tanaman Obat

Pembagian Kerja Rumah Tangga Usahatani Tanaman Obat:

- Budidaya Tanaman Obat:

Dominan Laki- laki

- Pengolahan Tanaman Obat :

Dominan Perempuan

Akses dan Kontrol Terhadap Sumber Daya:

- Fisik - Pasar

- Sosio Budaya

Akses dan Kontrol Terhadap Manfaat:

- Manfaat praktis - Manfaat Strategis

Nilai Feminitas Perempuan (Berbagai hal yang berkaitan dengan karakteristik perempuan dalam bentuk yang ideal) Usaha pengolahan tanaman obat berkaitan dengan ketrampilan tangan perempuan (Numble Fingers)

Potensi dan Peluang Perempuan dalam Pengembangan Tanaman Obat:

- Potensi diri perempuan - Potensi relasi gender - Peluang pasar


(54)

Hipotesa Pengarah

Diduga bahwa perempuan dalam rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat mempunyai akses dan kontrol lebih besar dibanding rumahtangga petani tanaman obat.

Definisi Konseptual

1. Rumah tangga adalah sekelompok orang (laki- laki dan perempuan) yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan bersama dari satu dapur. Sedangkan orang-orang yang tinggal disebut anggota rumah tangga.

2. Pola nafkah ganda adalah pola yang diambil sebagai strategi nafkah rumah tangga, terbagi 2 yaitu:

§ Sektor pertanian : budidaya tanaman obat

§ Sektor non pertanian : pengolahan hasil tanaman obat

3. Budidaya tanaman obat adalah tahapan dari pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen. Sedangkan pasca panen (pembersihan, pengelompokan/sortasi, pengepakan dan pengangkutan),

4. Pengolahan Tanaman Obat adalah proses pembuatan obat terbagi atas:

§Jamu dalam bentuk sederhana (rajangan) : prosesnya dimulai dari pengangkutan, pencucian, pengirisan, penjemuran dan pengemasan.

§Jahe instan prosesnya dimulai dari pengangkutan, pencucian, pemarutan, pemisahan sari dengan ampas, perebusan, pengemasan (jahe instan). 5. Industri rumah tangga pengolahan tanaman obat adalah industri yang

mempekerjakan tenaga kerja antara 1-4 orang dengan tenaga kerja adalah anggota rumah tangga dan modal serta kerja terkumpul dalam satu rumah


(55)

tangga atau satu orang yang mengolah tanaman obat menjadi obat yang bisa dikonsumsi baik secara langsung atau tidak langsung.

6. Petani tanaman obat terbagi atas:

§ Petani tanaman obat yaitu petani budidaya, pengolah, dan pedagang tanaman obat

§ Pengrajin olahan hasil tanaman obat yaitu pengolah dan pedagang tanaman obat

7. Nilai feminitas perempuan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan karakteristik perempuan dalam bentuk yang ideal termasuk usaha pengolahan tanaman obat berkaitan dengan ketrampilan tangan perempuan (numble fingers).

8. Akses adalah peluang untuk menggunakan sumber daya baik sumber daya untuk kegiatan produktif (fisik, pasar dan sosio-budaya yang berkaitan dengan pengembangan tanaman obat) maupun kegiatan reproduktif serta sosial. tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut.

9. Kontrol adalah kewenangan penuh untuk mengambil keputusan di dalam rumah tangga baik dalam kegitan produktif (pengolahan hasil tanaman obat) maupun kegiatan reproduktif serta sosial.

10.Manfaat adalah hal- hal yang dapat diperoleh perempuan, dapat dibagi dua yaitu praktis (penghasilan, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan) dan strategis (bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang budidaya dan pengolahan hasil tanaman


(56)

obat dan status kerja perempuan di usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat. baik di rumahtangga maupun di masyarakat).

11.Peralatan/teknologi adalah prasarana (alat-alat) yang digunakan oleh pengrajin tanaman obat baik dalam kegiatan pra pengolahan (pemanenan tanaman obat) maupun pengolahan tanaman obat.

12.Potensi perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat mencakup potensi diri perempuan dan potensi relasi gender.

§ Potensi diri perempuan: pendidikan, ketrampilan, dan pengalaman pengolahan tanaman obat. Hal ini disebut kapasitas diri perempuan.

§ Potensi relasi gender: jaringan hubungan baik antara laki- laki maupun perempuan.

14 Peluang perempuan dalam usaha industri rumahtangga pengolahan hasil tanaman obat mencakup :

§ pasar budidaya dan pengolahan hasil tanaman obat: tempat menjual bahan baku dan hasil pengolahan tanaman obat.

§ program budidaya dan pengolahan hasil tanaman obat: beragam program yang diintroduksikan oleh pemerintah/swasta yang berhubungan dengan kegiatan produktif, reproduktif maupun kegiatan sosial pada rumah tangga di Kecamatan Rancabungur selama satu tahun terakhir.


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Pasir Gaok dan Desa Rancabungur, keduanya berada di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan sebagian rumah tangga petani di lokasi tersebut berbudidaya


(58)

tanaman obat dan berusaha di bidang industri rumah tangga pengolahan hasil tanaman obat. Penelitian dilakukan pada tanggal 6 – 28 Februari 2006.

Desa Pasir Gaok terdapat satu kasus pada tipe rumahtangga petani tanaman obat yaitu kasus B dan tiga kasus pada tipe rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat yaitu kasus I, kasus Y dan kasus R. Sedangkan Desa Ranca Bungur terdapat satu kasus tipe rumahtangga petani tanaman obat yaitu kasus S. Pada tipe ini tanaman obat yang diolah berasal dari budidaya tanaman obat.

3.2Strategi Penelitian

Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Strategi ini digunakan karena masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah analisis gender pada budidaya dan pengolahan hasil tanaman obat.

Oleh karena itu dikaji lebih lanjut pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan pada rumahtangga petani tanaman obat, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dalam pengolahan hasil tanaman obat serta potensi dan peluang perempuan dalam industri pengolahan hasil tanaman obat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan diharapkan mampu untuk mencapai tujuan penelitian.

3.3Penentuan Subyek Kasus

Subyek kasus yang dipilih adalah rumahtangga petani tanaman obat yang berusaha di industri rumah tangga pengolahan tanaman obat. Pemilihan subyek kasus dilakukan secara purposive. Jumlah subyek kasus adalah lima rumahtangga, jumlah ini dianggap unik karena mampu menggambarkan gender pada


(59)

rumahtangga usahatani tanaman obat. Subyek kasus dipilih berdasarkan tipologi kasus, yaitu tipe rumahtangga petani tanaman obat dan rumahtangga pengrajin olahan hasil tanaman obat.

Pada tipe rumah tangga petani tanaman obat terdapat dua kasus yaitu kasus B dan kasus S. Pada awalnya jumlah petani yang khusus berbudidaya tanaman obat adalah dua puluh lima orang. Jumlah ini diperoleh dari catatan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT). Ternyata setelah ditelusuri jumlah tersebut tinggal dua rumah tangga karena beberapa petani tidak melanjutkan usaha tersebut. Dua rumahtangga tersebut dianggap unik karena selain berbudidaya juga sekaligus mengolah tanaman obat menjadi tanaman obat rajangan sebagai bahan baku jamu. Selain itu salah satu rumahtangga pada tipe petani tanaman obat sudah menjadikan usaha ini sebagai mata pencaharian utama.

Pada tipe pengrajin hasilolahan tanaman obat terdapat tiga kasus yaitu kasus I, kasus Y dan kasus R. Ketiga kasus ini mengolah tanaman obat yang bahan bakunya tidak berasal dari budidaya tanaman obat tetapi bahan baku diperoleh dengan membeli dari pasar. Subyek kasus dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Subyek Kasus Menurut Tipologi Rumahtangga

No Tipologi Kasus

1. Petani tanaman obat B (rumahtangga Beben)

S (rumahtangga Sarti)

2. Pengrajin hasil tanaman obat I (rumahtangga Iyus)

Y (rumahtangga Yoyoh) R (rumahtangga Rodiah) Sumber: Dikumpulkan oleh penulis


(60)

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini didahului dengan pengumpulan data sekunder yaitu hasil analisis dokumen monografi kecamatan dan literatur lain yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Data primer dikumpulkan melalui observasi langsung dan wawancara mendalam dengan subyek kasus dan informan dengan menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data. Data ya ng diperoleh disortir, dikatagorikan dan direduksi. Hasil pengolahan kemudian dianalisis dengan cara deskriptif, disertai kutipan sebagai fakta dengan menggunakan analisa Harvard. Metode pengumpulan, pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Topik Penelitian Data yang akan dikumpulkan

Metode Pengumpulan

Data Sumber Data

Gambaran umum tempat penelitian Keadaan wilayah, karakteristik tempat dan lingkungan sekitar, keadaan sosial ekonomi Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung) Informan (aparat pemerintah kecamatan, ketua KWT, ketua KPK dan warga sekitar) Pembagian Kerja

Rumah Tangga Usahatani Tanaman Obat

Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produksi (budidaya tanaman obat dominan laki-laki dan pengolahan tanaman obat dominan perempuan), Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung) Subyek kasus (petani pengolah tanaman obat)


(61)

reproduksi dan sosial Akses dan kontrol

terhadap sumberdaya

Sumber daya fisik, pasar, dan sumber daya sosio Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung) Subyek kasus (petani pengolah tanaman obat) dan Informan (dinas -dinas terkait, ketua KWT dan ketua KPK)

Akses dan kontrol terhadap manfaat Manfaat praktis (penghasilan, pemilikan aset-aset pribadi dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan) dan manfaat strategis (bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang pengembangan tanaman obat dan status kerja perempuan di pengembangan tanaman obat baik di rumahtangga maupun di masyarakat). Kualitatif (dokumen, wawancara dan pengamatan langsung) Subyek kasus (petani pengolah tanaman obat) dan Informan (dinas -dinas terkait, ketua KWT dan ketua KPK)

Sumber: Dikumpulkan oleh penulis

BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di dua desa yaitu Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur. Desa Pasir Gaok dan Desa Ranca Bungur pada awalnya termasuk dalam Kecamatan Kemang. Namun setelah adanya pemekaran wilayah kedua desa ini termasuk dalam Kecamatan Ranca Bungur.


(62)

4.1. Gambaran Umum Desa Pasir Gaok

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Alam Desa Pasir Gaok

Jarak Desa Pasir Gaok ke pusat pemerintahan kecamatan sekitar 3 km, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten sekitar 32 km. Desa ini relatif mudah dilalui oleh transportasi darat dengan menggunakan angkutan kota.

Desa Pasir Gaok memiliki ketinggian 500 meter diatas permukaan laut dan termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi, yaitu 1.500 mm/ tahun dengan suhu udara rata-rata 30ºC. Desa ini mempunyai curah hujan tinggi, namun ketersediaan air menjadi permasalahan utama saat musim kemarau. Sejak tahun 1975, Desa Pasir Gaok selalu kekurangan air sehingga sawah yang semula ditanami padi kini lebih banyak ditanami palawija. Secara administratif Desa Pasir Gaok berbatasan dengan empat desa lain, Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pabuaran. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cikarawang. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ranca Bungur. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bantar Jaya.

Luas Desa Pasir Gaok 784,620 Ha. Peruntukan lahan sebagian besar digunakan untuk sawah yaitu 82,63 persen sawah tadah hujan dan hanya 7,5 Ha atau 7,44 persen yang beririgasi dan sekitar 10 Ha atau 9,93 persen yang beririgasi setengah teknis. Peruntukan lahan di Desa Pasir Gaok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas dan Pe rsentasi Peruntukan Lahan di Desa Pasir Gaok Tahun

2005

No. Peruntukan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Perkebunan Negara 300,000 38,24

2. Pemukiman 165,000 21,03

3. Ladang 163,500 20,84

4. Sawah 100,776 12,84

5. Jalan 50.000 6,37

6. Kuburan 3,000 0,38

7. Empang 1,000 0,13

8. Tanah Wakaf 0,500 0,06

9. Tanah desa lainnya 0,409 0,05

10. Tanah bengkok 0,335 0,04


(63)

Jumlah 784,620 100,00 Sumber: Monografi Desa Pasir Gaok Tahun 2005

4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya 4.1.2.1 Kependudukan

Desa Pasir Gaok pada awalnya merupakan satu desa yang dipisah. Sehingga data di desa ini kurang begitu lengkap. Salah satunya belum ada data jumlah penduduk di Desa Pasir Gaok berdasarkan penggolongan usia dan jenis kelamin. Jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah 11.938 orang atau 2.684 KK, yang terdiri dari 6.142 orang laki- laki dan 5.796 orang perempuan. Jumlah penduduk menurut kelompok usia pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan di Desa Pasir Gaok Tahun 2005

No. Kelompok Usia Pendidikan

(tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 00-03 1.260 11,51

2. 04-06 1.037 9,81

3. 07-12 1.087 9,62

4. 13-15 97 0,86

5. 16-18 871 7,70

6. 19 tahun keatas 6949 61,49

Jumlah 11.301 100,00

Sumber: Monografi Desa Pasir Gaok Tahun 2005

Sedangkan berdasarkan pembagian penduduk Desa Pasir Gaok menurut usia kerja, terlihat bahwa sebagian besar kelompok tenaga kerja berada pada usia 27- 40 tahun (23,67 persen) dan 41-56 tahun (23,08 persen). Keseluruhan jumlah penduduk menurut kelompok tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Tenaga Kerja di Desa Pasir Gaok Tahun 2005

No. Kelompok Tenaga Kerja (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 10-14 1.334 15,76

2. 15-19 1.250 14,23

3. 20-26 1.235 14,06

4. 27-40 2.079 23,67

5. 41-56 2.027 23,08

6. 57 tahun keatas 808 9,20

Jumlah 8783 100,00


(64)

4.1.2.2 Tingkat Pendidikan

Sebagian besar penduduk (61,54 persen) penduduk Desa Pasir Gaok hanya menamatkan pendidikannya hingga SD. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Desa Pasir Gaok Tahun 2005

No. Tingkat Pendidikan Yang

Ditamatkan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Taman Kanak-kanak 112 2,34

2. Sekolah Dasar 2.943 61,54

3. SMP/SLTP 1.185 24,78

4. SMA/SLTA 516 10,79

5. Akademi/D1-D3 9 0,19

6. Sarjana (S1-S3) 17 0,36

Jumlah 4.782 100,00

Sumber: Monografi Desa Pasir Gaok Tahun 2005

4.1.2.3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Pasir Gaok adalah di bidang jasa (54,40 persen), yang kedua adalah bertani (22,28 persen). Pada awalnya tanaman yang dibudidayakan petani adalah palawija, setelah mendapatkan informasi dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman obat tetapi budidaya tanaman obat tidak bisa berkembang dan banyak petani yang kemudian kembali menekuni budidaya tanaman palawija karena menurutnya budidaya tanaman obat kurang berhasil. Yang termasuk dalam petani tanaman obat berada di desa Pasir Gaok.

Aktivitas ekonomi lokal banyak digerakkan oleh penduduk yang bekerja di sektor jasa seperti: ojeg, pembantu rumahtangga, maupun penjaga toko. Jumlah penduduk menurut mata pencahariannnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Desa Pasir Gaok Tahun 2005

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)


(1)

4. Imas Anak 20 P Belum kawin

SD Pelayan toko di pasar (buruh)

5. Jumadi Anak 18 L Belum

kawin

SD Buruh bangunan

6. Mulyati Anak 14 P Belum

kawin

Tamat Stanawiyah

Membantu pekerjaan rumah dan prosesing tanaman obat(mencuci dan mengiris)

7. Inah Anak 11 P Belum

kawin

Kelas 5 SD Sekolah, membantu prosesing tanaman obat setelah sekolah.

8. Anwar Anak 10 L Belum

kawin

Kelas 3 SD Sekolah 9. Nurjanah Anak 2,5 L Belum

kawin

Belum sekolah

balita

§ Aktivitas Rumahtangga Sarti

Pengolahan tanaman obat ini merupakan usaha yang ke 5. Sebelumnya usaha yang dikelola atau kerja yang dilakukan adalah ternak kambing, sawah palawija. Ukuran keberhasilan menurut rumahtangga ini adalah harga umbi Dewa yang rendah dijual dengan harga tinggi.

Proses pembentukan usaha pengolahan tanaman obat diawali dengan diajaknya Pak Saman oleh temannya untuk menanam tanaman obat yang diberi bibitnya. Setelah menjadi petani tanaman obat dirasakan keuntungan menjual tanaman obat basah semakin menurun, padahal dulunya cukup tinggi lalu merosot. Akhirnya selain menanam tanaman obat menjalankan pengolahan tanaman obat. Usaha ini dikelola atas inisiatif sendiri berdasarkan masukan dari beberapa konsumen.

Pak Saman menjadi anggota KWT. Sedangkan anak laki- lakinya, Mawi menjadi anggota Bina Taruna. Faktor- faktor yang menurut rumahtangga ini menyebabkan rendahnya harga jual pengolahan tanaman obat ini baik basah maupun kering.


(2)

Lampiran 3. Pro fil dan Aktivitas Rumahtangga Iyus

§ Profil Rumahtangga Iyus Nama Hub dg

KK Usia Jenis

Kel

Status kawin

Pengalaman

pendidikan Pengalaman pekerjaan 1. Zaenudin AS KK 45 L Kawin SLTA PNS

2. Iyus Rustiyati Istri 41 P Kawin SLTA Membuat renggining dan pengolah jahe instan

3. Pramita Anak 19 P Belum kawin

Kelas 4 Analisis SMAKBO

sekolah

4. Zaenia Anak 16 P Belum kawin

Kelas 2 SMA 5

sekolah


(3)

kawin Al Azhar 6. Zella Anak 10 P Belum

kawin

Kelas 4 SD sekolah

§ Aktivitas Rumahtangga Iyus

Pengolahan jahe instan ini merupakan usaha yang ke 6. Sebelumnya usaha yang dikelola adalah: jual beli baju dengan sistem kredit, simpan pinjam uang, pembuatan kripik singkong, pembuatan nata de coco, kemudian pengolahan renggining dan jahe instan sampai dengan sekarang.

Proses pembentukan usaha diawali dengan penyuluhan PPL untuk bekerja di bidang home industri salah satunya adalah bahan makanan atau obat.

Lampiran 4. Profil dan Aktivitas Rumahtangga Yoyoh

§ Profil Rumahtangga Yoyoh

Nama Hub dg

KK Usia

Jenis Kel

Status kawin

Pengalaman

pendidikan Pengalaman pekerjaan

1Marsan KK 45 L Kawin SLTA PNS di kantor

Penghubung Riau

2. Yoyoh Istri 41 P Kawin SLTA Membuat renggining

dari beras dan mengemas dan

memasarkan jahe instan

3. Maman H Anak 22 L Belum

kawin

SLTA Cleaning service di Ekalokasri Plaza


(4)

3. Maria Ulfa Anak 19 P Belum kawin

Kelas 4 Analisis SMAKBO

sekolah

4. Irfan Budiman Anak 16 P Belum kawin

Kelas 2 SMA 5

sekolah

§ b. Aktivitas Rumahtangga Yoyoh

Pengolahan jahe instan ini merupakan usaha yang ke 5. Sebelumnya usaha yang dikelola adalah: buka warung makan, usaha toko, membuat keripik, pembuatan nata de coco dan terakhir pembuatan jahe instan sampai dengan sekarang.

Proses pembentukan usaha diawali dengan penyuluha n PPL untuk bekerja di bidang home industri salah satunya adalah bahan makanan atau obat.

e. Lampiran 5. Profil dan Aktivitas Rumahtangga Rodiah

§ Profil Rumahtangga Rodiah

Nama Hub dg

KK Usia

Jenis Kel

Status kawin

Pengalaman pendidikan

Pengalaman pekerjaan 1. Bp. Usup KK 75 L Kawin Tidak tamat SD Petani 2. Ibu Rodiah Istri 66 P Kawin Tidak tamat SD Pengrajin

home industri

3. Supriyadi Anak 37 L Kawin SD petani

4. Rustiana(alm) Anak P Kawin SD

5. Nurhayati Anak 32 P Kawin SD Ibu

Rumahtangga

6. Iwan Anak 29 L Kawin STM proyek


(5)

8. Dedi Anak 23 L Belum kawin

SMEA Masih

nganggur

§ Aktivitas Rumahtangga Rodiah

Pengolahan tanaman jahe (jahe instan) ini merupakan usaha yang ke-10. Sebelumnya usaha yang dikelola atau kerja yang dilakukan adalah karyawan lepas perkebunan karet (sebelum menikah), usahatani (tanaman kangkung darat), berjualan nasi di terminal Cimulang, usaha tani (tanaman palawija) dan tanaman obat (umbi dewa dan jahe), ternak ayam aksas yang dimodali Pt. Anwar Sirad (bibit ayam, pakan, vaksin dan pembuatan renggining singkong. pembuatan renggining beras pembuatan jahe instan (th. 2004)

Semua usaha diatas yang masih bertahan hanya sawah yang ditanami palawija. Sedangkan usaha renggining dan jahe instan hanya sesekali karena harga jahe mahal dan tidak seimbang dengan hasil penjualan. Sehingga usaha jahe instan menurut ibu Rodiah belum berhasil karena menurut ukuran keberhasilannya dia tidak akan memproduksi jahe instan ini secara kontinyu, sehingga keuntungan bisa didapat untuk menambah pendapatan keluarga.

Proses pembentukan usaha pengolahan jahe instan diawali dengan diajaknya mengikuti pelatihan pembuatan jahe instan di KPK Teratai. Jadi usaha ini bukan merupakan inisiatif sendiri melainkan dari Pemerintah (Dinas Pertanian dan Kehutanan ). Status usha pengolahan jahe instan ini merupakan industri rumahtangga. Sedangkan status pekerja dalam usaha Ibu Rodiah adalah anggota keluarga. Karena dalam pembuatan jahe instan ini hanya dibantu anak perempuannya.

Partisipasi anggota rumahtangga dalam lembaga sosial, ekonomi dan politik cukup rendah. Karena di dalam keluarga hanya Ibu Rodiah yang mengikuti lembaga sosial dan ekonomi yaitu KPK Teratai, itupun sekarang sudah tidak aktif dan tidak pernah menghadiri kegiatan rutin kecuali jika diajak ketua kelompok bahwa akan ada pelatihan. Ibu Rodiah mengikuti lembaga tersebut berdasarkan keputusan yang diambil sendiri. KPK teratai merupakan bentukan dari atas yaitu dari Kelompok Wanita Tani(KWT) Anggrek. Didalam KPK ini Ibu Rodiah


(6)

sebagai anggota. Alasan mengikuti lembaga ini karena ajakan tetangga/ anggota yang lain.