Perumusan Masalah Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor Provinsi Jawa Barat

7 tersebut akan menimbulkan peluang kejadian yang dapat mendatangkan kerugian bagi perusahaan atau yang sering disebut dengan risiko usaha. Kurang optimalnya proses pasca panen tanaman obat ini dapat menimbulkan risiko seperti berkurangnya kualitas simplisia yang dihasilkan dan tidak dapat memenuhi standar dari Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk diolah menjadi obat herbal adalah 10 persen. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama dan tempat penyimpanan yang tidak baik menyebabkan simplisia busuk atau rusak dan akhirnya simplisia tidak dapat diproduksi. Salah satu startegi manajemen risiko yang dapat mengurangi risiko yang ada, dapat dilakukan diversifikasi usaha. Berbeda dengan usaha spesialisasi yang hanya mengusahakan satu unit usaha satu komoditi maka usaha diversifikasi dilakukan dengan menggabungkan beberapa unit usaha yang ada dalam perusahaan sehingga apabila terjadi kegagalan salah satu unit usaha maka tidak akan menghabiskan komoditi yang ada atau mengurangi risiko yang dihadapai perusahaan.

1.2 Perumusan Masalah

Setiap kegiatan dalam usaha tanaman obat biofarmaka akan mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan. Salah satu kegiatan yang menentukan hasil produksi obat herbal adalah pengolahan bahan baku obat herbal. Kegiatan pasca panen pada tanaman obat umumnya sama, namun memiliki perbedaan pada beberapa perlakuan pada setiap jenisnya. Pada simplisia yang berasal dari daun pegagan dan buah mahkota dewa tidak dilakukan perajangan seperti yang dilakukan terhadap rimpang temulawak. Salah satu yang mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan adalah keadaan cuaca. Perubahan cuaca yang tidak menentu sangat mempengaruhi proses pengeringan tanaman obat karena, cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses pengeringan tanaman obat tidak maksimal. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya standar yang ditetapkan oleh Badan POM yaitu simplisia kering yang baik untuk diolah menjadi obat herbal adalah memiliki kadar air dibawah 10 persen. Selain itu, proses pencucian yang tidak benar juga sangat mempengaruhi kualitas tanaman obat yang akan diolah menjadi obat herbal. Pencucian tanaman 8 obat dengan air yang tidak bersih akan menambah bakteri dan dapat menambah kontaminasi pada tanaman obat tersebut. Ketika pencucian dilakukan dalam waktu yang lama akan mengurangi zat yang bermanfaat dalam tanaman obat tersebut. Perhitungan waktu dan keadaan penyimpanan tanaman obat yang akan diolah menjadi obat herbal atau sering disebut simplisia juga mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan. Pada kebun UKBB bak pencucian hanya terdapat satu buah, sedangkan banyak bak pencucian yang baik untuk simplisia basah minimal tiga bak pencucian. Dengan adanya kendala ini, proses pencucian berlangsung lama sehingga akan menyebakan simplisia akan cepat kehilangan kandungan yang dibutuhkan. Ukuran perajangan sangat berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Jika perajangan terlalu tipis dapat menambah kemungkinan berkurangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Sebaliknya, jika terlalu tebal maka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pengeringan. Simplisia yang berasal dari daun lebih cepat kering dari simplisia yang berasal dari buah dan rimpang. Apabila simplisia sulit dikeringkan atau hanya kering di permukaan simplisia maka akan mudah rusak atau busuk Wardana, et al, 2002. Kegiatan pasca panen khususnya kegiatan penyortiran yang dilakukan oleh kebun UKBB hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat simplisia basah atau pada saat pencucian simplisia. Pada saat simplisia sudah kering tidak dilakukan penyortiran lagi, sehingga ada kemungkinan simplisia bercampur dengan bahan- bahan lain seperti pasir atau tanah pada saat penjemuran. Selain itu, dengan tidak adanya kepastian permintaan simplisia pada kebun UKBB dapat berpengaruh pada proses penyimpanan simplisia yang ada di kebun UKBB. Semakin lama simplisia disimpan maka akan semakin berkurang kualitas simplisia tersebut. Berbagai faktor penyebab risiko tersebut, membuat rendemen dari simplisia basah ke simplisia kering tidak sama setiap produksinya. Salah satu alternatif untuk mengatasi risiko yang ada tersebut, kebun UKBB telah melakukan diversifikasi usaha yaitu dengan melakukan pengolahan pasca panen beberapa jenis simplisia tanaman obat. Kebun UKBB telah mengusahakan 310 jenis tanaman obat yang terdiri dari tanaman komersial dan tanaman koleksi. Menurut pihak kebun UKBB sendiri, dengan melakukan 9 diversifikasi ini telah dapat mengurangi risiko yang dihadapi dalam pasca panen tanaman obat. Temulawak curcumae xanthoriza rhizoma, Pegagan guazumae folium , dan Mahkota Dewa phaleria macrocarpa merupakan komoditi utama pada setiap jenisnya di kebun UKBB. Salah satunya faktor indicator risiko pada ketiga komoditi tersebut adalah rendemen dari setiap komoditi yang cukup berfluktuatif. Pada Lampiran 1 dapat dilihat, bahwa rendemen dari simplisia basah ke simplisia kering setiap komoditi berfluktuasi setiap bulannya selama setahun. Rendemen yang menjadi acuan adalah rendemen hasil pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari. Hal ini dikarenakan, pengeringan dengan menggunakan sinar matahari tidak optimal sehingga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari simplisia tersebut. Berdasarkan informasi di lapangan, kualitas simplisia yang memanfaatkan sinar matahari kurang baik dan akan membutuhkan proses lain untuk meningkatkan kualitas simplisia tersebut. Kuantitas simplisia yang memanfaatkan sinar matahari lebih berat dari kuantitas simplisia yang memanfaatkan alat pengeringan oven, karena masih memiliki kadar air yang lebih banyak dari simplisia yang memanfaatkan oven. Selain faktor sinar matahari, ada beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi rendemen dari setiap komoditi tersebut seperti ketebalan perajangan, proses pencucian, dan proses penyimpanan. Selain itu, ketiga tanaman obat ini menjadi komoditi utama untuk kebun UKBB dikarenakan Pusat Studi Biofarmaka IPB dan kebun UKBB telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu dan kuantitas untuk simplisia yang diproduksi terutama simplisia temulawak. Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka IPB dan kebun UKBB adalah mengikuti berbagai seminar atau talkshow mengenai tanaman obat dan melakukan kerjasama dengan pihak luar seperti dalam memasarkan produk untuk diekspor. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini : 1. Apakah diversifikasi pasca panen untuk tiga jenis simplisia tanaman obat dapat menurunkan risiko pada kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka UKBB? 10 2. Bagaimana manajemen risiko yang dilakukan oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka UKBB untuk menangani risiko yang dihadapi ?

1.3 Tujuan Penelitian