diminta oleh hakim pengawas mengenai sebab-musabab kepailitan dan keadaan harta pailit dan kreditur dapat meminta keterangan dari debitur pailit mengenai
hal-hal yang dikemukakan melalui hakim pengawas. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada debitur pailit dan jawaban-jawaban yang diberikan olehnya harus
dicatat dalam berita acara. Jika yang dimohonkan kepailitan adalah suatu badan hukum maka segala kewajiban yang dibebankan kepada debitur pailit menjadi
tanggungjawab pengurus badan hukum tersebut. Dengan demikian apabila debitur pailit tidak hadir dalam rapat verifikasi utang atau debitur pailit tidak mau
memberikan keterangan kepada kreditur, maka dapat dimohonkan penahanan atau paksa badan terhadap debitur pailit tersebut.
62
C. Perbuatan Tidak Kooperatif Debitur yang Memenuhi Unsur Perbuatan
Melawan Hukum
Pasal 93 ayat 1 UUK-PKPU menyebutkan “ pengadilan dengan putusan
pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu, atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih dan setelah
mendengarkan hakim pengawas, dapat memerintahkan supaya debitur pailit ditahan, baik ditempatkan di rumah tahanan Negara maupun dirumahnya sendiri,
dibawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas.”
63
Pasal tersebut secara implisit menjelaskan bahwa kurator dapat memintakan penahanan terhadap
debitur pailit yang tidak kooperatif diluar alasan penahanan debitur yang
62
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit Jakarta : Forum Sahabat, 2009, hlm.112.
63
Republik Indonesia, Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 93 .
disebutkan dalam Pasal 95 UUK-PKPU. Alasan penahan terhadap debitur yang tidak kooperatif dalam Pasal 93 UUK-PKPU bersumber dari adanya celah hukum
yang terdapat dalam ketentuan Pasal 93 UUK-PKPU tersebut yang isinyanya masih belum dapat mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya tindakan untuk
menghindari maksud dari ketentuan tersebut tanpa melanggar materi dari ketentuannya. Hal ini dapat memungkinkan adanya ruang lingkup perbuatan tidak
kooperatif debitur pailit yang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum yang dapat mengalangi atau menghambat kurator dalam melaksanakan tugasnya dalam
pengurusan dan pemberesan harta pailit. Perbuatan tidak kooperatif debitur tersebut dapat dilihat dari adanya hubungan hukum antara kurator dengan debitur
pailit. Hubungan hukum dikenal pula dengan istilah rechtsverhouding atau
rechtsbetrekking. Hubungan hukum adalah hubungan yang terjadi antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum lainnya dan atau antara subyek hukum
dengan obyek hukum yang terjadi dalam masyarakat dimana hubungan tersebut diatur oleh hukum dan karenanya terdapat hak dan kewajiban diantara pihak-
pihak dalam hubungan hukum. Hubungan dalam kehidupan sehari-hari diciderai oleh sikap dan tindakan yang merugikan atau melukai perasaan seseorang baik
karena ingkar janji atau ketersinggungan akibat perilaku seseorang tidak akan menimbulkan akibat hukum kecuali bila didalamnya terdapat tindakan melanggar
ketentuan dalam hukum publik, seperti perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang luas. Perbuatan
melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang pidana saja tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum
yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan. “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang-
undang, sehingga sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum adalah tidak demikian. Undang-undang hanya menetukan satu Pasal
umum, yang memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.”
64
Perbuatan melawan
hukum dalam
bahasa Belanda
disebut denganonrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu
sendiri sebenarnya hanya berarti salah wrong. Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti
kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang
kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris
praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribueresemboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain,
dan memberikan orang lain haknya.
64
https:ninyasmine.wordpress.com20120531perbuatan_melawan_hukum diakses
pada 6 maret 2015.
Onrechtmatigedaad perbuatan melawan hukum, pada Pasal 1365 dan Pasal 1401 KUHPerdata, yang menetapkan:
“Elke onrecthamatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om
dezelve te vergoeden”. Soebekti da
n Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut: “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Para pihak yang melakukan perbuatan hukum itu disebut
sebagai subjek hukum yaitu bisa manusia sebagai subjek hukum dan juga badan hukum sebagai subjek hukum.
Semula, banyak pihak meragukan, apakah perbuatan melawan hukum memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan
keranjang sampah, yakni merupakan kumpulan pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah satu bidang hukum yang sudah
ada, yang berkenaan dengan kesalahan dalam bidang hukum perdata. Baru pada pertengahan abad ke 19 perbuatan melawan hukum, mulai diperhitungkan sebagai
suatu bidang hukum tersendiri, baik di negara-negara Eropa Kontinental, misalnya di Belanda dengan istilah Onrechmatige Daad, ataupun di negara-negara Anglo
Saxon, yang dikenal dengan istilah tort. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365-1380 KUH
Perdata. Pasal 1365 menyatakan, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. Menurut ajaran Legisme abad 19, suatu perbuatan melawan hukum diartikan sebagai beruat atau tidak
berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat atau melanggar hak orang lain. Sehingga menurut ajaran Legistis suatu perbuatan
melawan hukum harus memenuhi salah satu unsur yaitu: melanggar hak orang lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat yang telah diatur dalam
undang-undang.
65
Pada tahun 1919, Hoge Raad merumuskan pandangan luas mengenai perbuatan melawan hukum. Pada rumusannya, Hoge Raad mempergunakan
rumusan yang terdapat dalam rancangan Heemskerk yang mana yang dimaksud perbuatan melawan hukum tidak sama dengan melawan undang-undang tetapi
perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai “berbuat” atau “tidak berbuat” yang memperkosa hak oranglain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si
pembuat atau bertentangan dengan asas kesusilaan dan kepatuhan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain.
66
Dari Pasal yang dikemukakan diatas bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam
melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur antara lain :
1. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara Obyektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal
65
http:www.umnaw.ac.idwp-contentuploads201312Kultura-Volume-14-No.-1- September-2013.pdf
diakses pada 27 Februari 2015.
66
Ibid
dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat. Subyektif
yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya
2. Harus ada kerugian yang ditimbulkan, dalam pengertian bahwa kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
a. Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian hanya untuk kerugian yang nyata-
nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh. b. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat
menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan , sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Pihak yang dirugikan berhak untuk
menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah diderita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada
waktu yang akan datang. 3. Adanya hubungan causal antara perbuatan dengan kerugian.
Untuk memecahkan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian terdapat dua teori yaitu :
a. Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika
perbuatannya condition sine qua non yang menimbulkan kerugian yang
dianggap sebagai sebab daripada suatu perubahan adalah semua syarat- syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat.
b. Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan
untuk sebagai akibat daripada perbuatan melawan hukum.
67
Hubungan hukum mengakibatkan adanya hak dan kewajiban para pihak didalamnya. Hubungan hukum tesebut merupakan hubungan yang diatur dan
diakui oleh hukum sehingga apabila terjadi pertentangan di dalam hubungan hukum terdapat akibat-akibat hukum dan prosedur penyelesaian sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Demikian halnya bahwa dalam hubungan sehari- hari suatu perjanjian antara seseorang dengan seseorang yang lain hanya bergerak
dalam lapangan moral dan mungkin hanya akan sampai pada sanksi sosial jika dianggap merugikan kepentingan umum. Hubungan hukum tidak terbatas pada hal
tersebut, karena hubungan dalam hukum telah diikat suatu perjanjian yang karena ingkar atau pelanggaran terhadap perjanjian tersebut akan mengakibatkan suatu
konsekuensi hukum atau akibat hukum
.
68
Kurator dan debitur masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari peristiwa kepailitan. Kurator berkewajiban mengurus dan membereskan harta
debitur pailit dan debitur wajib bertindak kooperatif dengan memberikan informasi yang sebenarnya untuk mempermudah tugas kurator.
67
http:www.umnaw.ac.idwp-contentuploads201312Kultura-Volume-14-No.-1- September-2013.pdf
diakses pada 27 Februari 2015.
68
http:statushukum.comhubungan-hukum.html diakses pada 2 April 2015.
Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitur pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat
menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan
pailit karena permohonan kreditur. Pada situasi ini, debitur akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditur dan
tidak memperhatikan kerugian yang diderita oleh si debitur. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri. Pada hal ini
kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitur pailit. Kerjasama yang dimaksud antara lain :
1. Memberikan seluruh data dan informasi seluruh harta pailit secara lengkap dan akurat.
2. Menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri.
3. Jika diminta, membantu curator dalam menjalankan tugasnya. 4. Tidak menghalangi baik sengaja maupun tidak sengaja pelaksanaan tugas
kurator.
69
Dilihat dari tugas dan wewenang kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dapat dikatakan bahwa tindakan debitur yang tidak
kooperatif dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum seperti apabila debitur dengan sengaja tidak
memberikan seluruh data dan informasi seluruh harta pailit secara lengkap dan
69
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Jakarta: Rajawali Pers, 2004, hlm. 93-94.
akurat yang mana perbuatannya tersebut mengakibatkan kerugian bagi harta pailit, dan kerugian yang ditimbulkan memiliki hubungan causal dengan perbuatan
debitur yang tidak memberikan data mengenai seluruh harta harta pailit. Selain itu, Pasal 97 UUK-PKPU menentukan selama kepailitan debitur pailit tidak boleh
meninggalkan domisilinya tempat tinggalnya tanpa izin dari hakim pengawas. Dapat diberi pandangan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 97 UUK-
PKPU itu dapat dijadikan alasan bagi diajukannya permohonan penahanan terhadap debitur pailit yang memenuhi perbuatan melawan hukum, karena
memenuhi unsur perbuatan melawan hukum antara lain adanya kesalahan yang disengaja yaitu meninggalkan domisilinya tanpa sepengetahuan hakim pengawas
yang menyebabkan kerugian bagi pihak kurator untuk mencari informasi mengenai keberadaan semua harta pailit.
BAB IV AKIBAT HUKUM PERBUATAN TIDAK KOOPERATIF
DEBITUR PAILIT DALAM PENGURUSAN DAN PEBERESAN HARTA PAILIT
Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki
hukum. Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap
obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian- kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau
dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi
subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut
yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Dan
begitu sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan
barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum.
75
Akibat hukum itu dapat berujud:
70
A. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum. Contoh:
1. Usia menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap hukum menjadi cakap hukum, atau
2. Dengan adanya pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan tindakan hukum.
B. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu
berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Contoh:
A mengadakan perjanjian jual beli dengan B, maka lahirlah hubungan hukum antara A dan B. Setelah dibayar lunas, hubungan hukum tersebut
menjadi lenyap. C. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.
Contoh: Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu akibat hukum dari
perbuatan si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang lain tanpa hak dan secara melawan hukum.
Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian darurat oleh hukum yang bersangkutan telah diakui atau dianggap sebagai akibat
hukum, meskipun dalam keadaan yang wajar tindakan-tindakan tersebut
70
http:ahmad-rifai-uin.blogspot.com201304akibat-hukum.html diakses pada 3
April 2015.
mungkin terlarang menurut hukum. Misalnya dalam keadaan kebakaran dimana seseorang sudah terkepung api, orang tersebut merusak dan
menjebol tembok, jendela, pintu dan lain-lain untuk jalan keluar menyelamatkan diri.
Perbuatan hukum itu merupakan perbuatan yang akibat diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja bersegi satu maupun yang
dilakukan dua pihak bersegi dua. Apabila akibat hukumnya rechtsgevolg timbul karena satu pihak saja, misalnya membuat surat wasiat diatur dalam
Pasal 875 KUH Perdata, maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum satu pihak. Kemudian apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak,
seperti jual beli, tukar menukar maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum dua pihak. Akibat hukum perbuatan tidak kooperatif debitur pailit timbul dari
adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur pailit, yang mana perbuatan hukum tersebut merugikan krediturnya.
71
A. Actio Pauliana Sebagai Sarana Pembatalan Terhadap Perbuatan Tidak