Ruang Lingkup Perbuatan Tidak Kooperatif Debitur menurut Undang-

tidak lagi menjalankannya sendiri, menolak jika diminta membantu tugas kurator dalam menjalankan tugasnya 55 Tidak jarang pula debitur tidak kooperatif terhadap Balai Harta Peninggalan selaku kurator pailit dalam menginventarisir harta pailit. Hal ini mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam menelusuri keberadaan dari harta pailit tersebut. Disamping itu, berkaitan dengan hal tersebut sering juga dijumpai debitur yang melarikan diri pada saat permohonan pailit sedang di proses di Pengadilan Niaga, maupun setelah keluarnya putusan pailit. Dalam hal jika terjadi hal seperti itu, maka hakim pengadilan niaga berhak untuk mengeluarkan putusan permohonan pernyataan pailit serta penetapan untuk penahanan sementara bagi debitur pailit sampai proses kepailitan berakhir atau sering disebut sebagai paksa badan gijzeling. Gizjeling merupakan suatu upaya hukum yang disediakan untuk memastikan bahwa debitur pailit benar-benar membantu tugas kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. 56

B. Ruang Lingkup Perbuatan Tidak Kooperatif Debitur menurut Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Kepailitan mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai hartanya. Pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit tersebut beralih ke tangan kurator. Sejak mula pengangkatannya, kurator harus melaksanakan upaya pengamanan harta pailit dan menyimpan semua surat 55 http:www.kesimpulan.com200903hambatan-pelaksanaan-eksekusi-kepailita.html diakses pada 27 November 2014. 56 http:andryawal.blogspot.com201108teknik-beracara-pengurusan-dan.html , diakses pada 18 Maret 2015. dokumen dan semua surat berharga lainnya. Pada hakikatnya, seorang debitur pailit memiliki kewajiban membantu tugas seorang kurator dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tetapi dalam praktiknya tidak sedikit debitur pailit yang sengaja mempersulit tugas kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. 57 Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitur pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditur. Pada situasi ini, debitur akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditur dan tidak memperhatikan kerugian yang diderita oleh si debitur. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri. Dalam hal ini kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitur pailit. 58 Tindakan debitur yang mempersulit tugas kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan tidak kooperatif, karena dilihat dari defenisi perbuatan tidak kooperatif yang pada intinya adalah perbuatan yang dengan sengaja tidak menunjukkan adanya kerja sama atau melakukan pertentangan terhadap individu atau golongan tertentu yang menimbulkan adanya kerugian bagi mitra janjinya ataupun kepentingan umum, dalam hal ini perbuatan tidak kooperatif debitur pailit tersebut 57 http:andryawal.blogspot.com201108teknik-beracara-pengurusan- dan.html,diakses pada 13 Maret 2015. 58 Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia. No. 343 angka 01. dapat mendatangkan kerugian bagi para krediturnya. Dalam UUK-PKPU ruang lingkup bagi debitur yang tidak kooperatif dalam pemenuhan kewajibannya terkait pengurusan dan pemberesan harta pailit secara eksplisit diatur dalam Pasal 95 UUK-PKPU dan secara implisit diatur dalam Pasal 93 UUK-PKPU. Pengaturan mengenai perbuatan tidak kooperatif debitur pailit secara implisit pada Pasal 93 UUK-PKPU mengakibatkan adanya celah hukum yang artinya adalah celah yang terdapat dalam ketentuan atau peraturan yang isinya masih belum sepenuhnya dapat mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya tindakan untuk menghindari maksud dari ketentuan tersebut tanpa melanggar materi ketentuannya. 59 Oleh karena UUK-PKPU tidak menentukan alsan-alasan yang bersifat eksplisit dalam hal apa saja seorang debitur pailit dapat diputuskan oleh pengadilan untuk ditahan, maka hakim bebas untuk mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Dengan kata lain dapat saja hakim mengabulkan permohonan tersebut sekalipun tidak melanggar kewajiban debitur pailit yang ditentukan dalam Pasal 98, Pasal 110 dan Pasal 121 UUK-PKPU. Pasal 95 UUK- PKPU menyatakan permintaan untuk menahan debitur pailit harus dikabulkan, apabila permintaan tersebut didasarkan atas alasan bahwa debitur pailit dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, Pasal 110, atau Pasal 121 ayat 1 dan ayat 2. Yang mana kewajiban hukum tersebut antara lain: 60 59 http:www.mediabpr.comkamus-bisnis-bankcelah_hukum.aspx diakses pada 2 april 2015. 60 Sarifani simanjuntak, “Prinsip Transparansi dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pai lit oleh Balai Harta Peninggalan di Kota Medan”, Tesis, Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan,2009, hlm. 84. 1. Pengamanan terhadap semua harta pailit Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 98 UUK-PKPU, sejak dimulai pengangkatannya, kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya dan memberikan tanda terima. Ketentuan Pasal 95 UUK- PKPU yang merujuk pada Pasal 98 bukan berisi kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur pailit, tetapi kewajiban oleh kurator. Oleh karena itu, bagaimana mungkin debitur pailit dapat melanggar Pasal 98 UUK-PKPU untuk dijadikan alasan bagi penahannya. Perlu dicatat bahwa keharusan bagi pengadilan untuk mengabulkan permintaan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 UUK-PKPU diatas, yaitu dalam hal debitur pailit tidak memenuhi kewajiaban Pasal 110 dan Pasal 121 UUK-PKPU adalah apabila dapat dibuktikan bahwa debitur pailit dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam kedua Pasal tersebut. Namun demikian, apabila tidak dipenuhinya kewajiban debitur pailit tersebut bukan karena sengaja, bukan berarti pengadilan harus menolak permohonan penahanan tersebut. Oleh karena UUK-PKPU tidak menentukan alasan-alasan yang bersifat eksplisit dalam hal apa saja seorang debitur pailit dapat diputuskan oleh pengadilan untuk ditahan, maka hakim bebas untuk mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Dengan kata lain, dapat saja hakim mengabulkan permohonan tersebut sekalipun tidak melanggar kewajiban debitur pailit yang ditentukan dalam Pasal 110 dan Pasal 121 UUK- PKPU, tetapi memutuskan untuk menahan debitur pailitkarena pertimbangan lain. 2. Pemanggilan untuk memberikan keterangan Pasal 110 UUK-PKPU menyatakan bahwa debitur pailit wajib menghadap hakim pengawas, kurator atau panitia kreditur apabila dipanggil untuk memberikan keterangan dan dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit, istri atau suami yang dinyatakan pailit wajib memberikan keterangan mengenai semua perbuatan yang dilakukan oleh masing-masingterhadap harta bersama. Dengan demikian, apabila debitur pailit tidak memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan kepada hakim pengawas, kurator atau panitia kreditur dapat dimohonkan untuk dilakukan penahanan atau paksa badan. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa sidang pemeriksaan dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 20 dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan dan pemangggilan dilakukan paling lambat 7 tujuh hari sebelumnya. Pengadilan Niaga juga diwajibkan oleh Pasal 6 ayat 1 UUK-PKPU untuk melakukan pemanggilan terhadap debitur bila permohonan pailit diajukan oleh kreditur atau kejaksaan, paling lambat 7 tujuh hari sebelum sidang pemeriksaan pertama. Sementara pada voluntary petition, pemanggilan tersebut baru dilakukan bila masih terdapat keraguan akan pemenuhan persyaratan Pasal 1 ayat 1 UUK-PKPU dari permohonan pailit yang diajukan. Pasal 6 ayat 1 UUK-PKPU tidak menjelaskan untuk keperluan apa debitur tersebut dipanggil dan hak apa diberikan kepada mereka sehubungan dengan pemanggilan tersebut. Ketentuan tersebut merupakan perubahan terhadap Pasal 6 ayat 1 Peraturan Kepailitan yang lama, diamana justru jelas disebutkan bahwa Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya si berutang dipanggil untuk didengar. Sehingga dapat ditelusuri saling referensi antara permohonan kreditur dengan kedudukan utang yang dimaksudkan. Jika dilihat secara harifiah maka UUK-PKPU telah membatasi peran termohon sebatas hanya untuk mengetahui adanya permohonan pailit yang diajukan terhadapnya, tidak diperlukan respon apapun dari debitur terhadap proses permohonan yang sedang berlangsung. Beberapa pakar cenderung untuk memakai interpretasi yang berbeda, pemanggilan debitur dapat diartikan juga kesempatan untuk memberikan keterangan. Namun bagaimanapun juga pendapat tersebut bersifat interpretative dan merujuk pada ketentuan Pasal 6 ayat 1 UKK-PKPU, maka posisi debitur termohon dalam suatu proses kepailitan menjadi amat lemah dan seolah-olah kreditur memiliki kekuasaan yang luar biasa terhadap debitur, sehingga menjadi agak janggal, karena dengan demikian Undang-Undang justru tidak memberikan perlindungan yang cukup bagi debitur terhadap kreditur yang mungkin memiliki itikad buruk. Berdasarkan HIR, setelah perkara didaftarkan dan mendapatkan nomor register perkara dari panitera, pemanggilan sidang perkara perdata dilakukan oleh juru sita. Sementara itu dalam perkara kepailitan, Pasal 6 ayat 2 UUK-PKPU mengatur bahwa pemanggilan sidang perkara kepailitan dilakukan oleh panitera. Sehingga, dalam perkara kepailitan, panitera memiliki tugas untuk menerima, mendaftarkan, mencatat serta melakukan pemanggilan. Perbedaan pengaturan di HIR dan UUK-PKPU adalah HIR cukup jelas mengatur teknis pelaksanaan pemanggilan sidang, sementara UUK-PKPU tidak mengatur lebih lanjut mengenai teknis pemanggilan yang dilakukan oleh panitera. Dalam perkara perdata, juru sita memiliki kewajiban untuk memastikan surat samppai ketangan tergugat. Seandainya tidak menemukan si tergugat, surat pemanggilan diberikan kepada Lurah atau Kepala Desa untuk segera disampaikan kepasa si tergugat. Dalam keadaan domisili si tergugat tidak terlacak, dilakukan pemanggilan umum yang ditempel pada pintu umum kamar persidangan oleh pemerintah daerah setempat Bupati atau dilakukan pemanggilan umum melalui surat kabar. Sementara itu, meski panitera memiliki tanggungjawab terhadap pemanggilan tersebut, dalam prakteknya teknis pelaksanaan pemangggilan dilakukan oleh staff dibagian kepaniteraan, juru sita atau melalui kurir. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga tidak mengatur tata cara pemanggilan sidang tersebut apabila domosili si termohon pailit atau debitur tidak terlacak. Dalam perkara perdata, bila pemanggilan sidang telah dilakukan secara patut tetapi debitur tetap tidak hadir dalam persidangan, maka majelis hakim dapat melanjutkan pemeriksaan dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran si tergugat verstek. Atas putusan verstek tersebut, si tergugat yang dapat mengajukan perlawanan verzet. Peraturan kepailitan yang lama pada Pasal 8 ayat 2 membuka upaya hukum perlawanan verzet bagi termohon pailit atau debitur yang dinyatakan pailit tanpa ia telah didengar di Pengadilan. Akan tetapi, dalam UUK-PKPU, upaya hukum yang tersedia bagi debitur dalam proses pemeriksaan perkara kepailitan adalah kasasi dan PK. Sehingga, upaya hukum banding maupun verzet ditutup. 2. Menghadiri rapat pencocokan piutang Pencocokan piutang dilakukan dalam rapat panitia kreditur yang dipimpin oleh Hakim pengawas. Hal ini akan dilakukan bila nilai harta kepailitan yang dapat dibayarkan kepada kreditur yang diistimewakan dan kreditur konkuran ternyata melebihi jumlah piutang terhadap harta kepailitan. Bila hal inilah yang terjadi, paling lambat dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan pernyataan kepailitan mempunyai kekuatan hukum tetap, hakim pengawas dapat menetapkan: a. Batas akhir pengajuan piutang; b. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat panitia kreditur untuk mengadakan pencocokan utang-piutang. 61 Tenggang waktu antara tanggal batas akhir pengajuan tagihan dan tanggal batas akhir verifikasi pajak adalah paling singkat 14 hari. Dalam hal demikian kurator dalam jangka waktu paling lambat 5 hari setelah penetapan tersebut kepada semua kreditur yang alamatnya diketahui dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2 surat kabar harian yang termaktub dalam Pasal 15 ayat 4 UUK-PKPU. Segala tagihan yang ada harus diserahkan kepada kurator dengan memajukan suatu perhitungan atau suatu keterangan tertulis lainnya, yang menentukan sifat dan jumlah piutang, disertai dengan surat bukti atau salinannya, beserta suatu pernyataan mengenai ada tidaknya suatu hak istimewa, gadai, jaminan fidusia, hipotik, hak tanggungan, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau hak untuk menahan benda. Kreditur yang menyerahkan piutangnya kepada 61 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 88. kurator berhak untuk meminta suatu tanda terima dari kurator. Dalam hal demikian kurator berkewajiban untuk : a. Mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh kreditur dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur pailit; b. Berunding dengan kreditur jika terdapat keberatan terhadap tagihan yang diterima. Kurator berhak meminta kepada kreditur agar memasukkan surat yang belum diserahkan, termasuk memperlihatkan catatan dan surat bukti asli. Setelah itu kurator harus memilah-milah antara piutang yang disetujui dan dibantah. Seluruh piutang-piutang yang disetujuinya dimasukkan dalam daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang-piutang yang dibantah dimasukkan dalam suatu daftar tersendiri yang memuat alasan-alasan pembantahannya. Dalam daftar tersebut dicantumkan pula catatan ada tidaknya hak-hak yang diistimewakan yang melekat pada piutang tersebut termasuk didalamnya ada tidaknya pejaminan dengan dengan hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak retensi yang dapat dilaksanakan. Jika kemudian kurator hanya membantah adanya hak untuk didahulukan atau adanya hak retensi pada suatu piutang-piutang tersebut, maka piutang tersebut harus dimasukkan dalam daftar piutang yang untuk sementara diakui, berikut catatan kurator tentang bantahan serta alasan-alasannya. Kewajiban hukum debitur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 121 ayat 1 dan ayat 2 UUK-PKPU adalah menyatakan bahwa debitur pailit wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang, agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim pengawas mengenai sebab-musabab kepailitan dan keadaan harta pailit dan kreditur dapat meminta keterangan dari debitur pailit mengenai hal-hal yang dikemukakan melalui hakim pengawas. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada debitur pailit dan jawaban-jawaban yang diberikan olehnya harus dicatat dalam berita acara. Jika yang dimohonkan kepailitan adalah suatu badan hukum maka segala kewajiban yang dibebankan kepada debitur pailit menjadi tanggungjawab pengurus badan hukum tersebut. Dengan demikian apabila debitur pailit tidak hadir dalam rapat verifikasi utang atau debitur pailit tidak mau memberikan keterangan kepada kreditur, maka dapat dimohonkan penahanan atau paksa badan terhadap debitur pailit tersebut. 62

C. Perbuatan Tidak Kooperatif Debitur yang Memenuhi Unsur Perbuatan