Latar Belakang Bapak Bachtiar Hamzah, S.H.,M.Hum, selaku selaku Dosen Wali penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang orang perseorangan dan badan hukum yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang lain yang lazimnya dituangkan dalam suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Orang yang meminjamkan uang disebut kreditur, sedangkan yang meminjam uang disebut debitur. Debitur wajib membayarkan utangnya kepada kreditur sebagaimana yang diperjanjikan. Apabila debitur ingkar janji, kreditur dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga agar debitur dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. 1 Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan financial distress dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudiaan hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurtor dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk 1 Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia Jakarta : Tatanusa, 2012, hlm.1. 1 membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur. 2 Setelah putusan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum maka putusan itu menjadi mengikat secara hukum. Pernyataan pailit mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan. Ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya oleh UUK-PKPU sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka yang berhak membagi harta debitur pailit dan melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan terhadap harta debitur tersebut adalah kurator sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut UUK-PKPU. Pemberesan harta pailit merupakan fase yang paling ditunggu-tunggu oleh Kreditur. Pemberesan dilakukan setelah harta pailit berada dalam kedaan insolvensi. Pemberesan harta pailit dari debitur pailit yang mempunyai perusahaan sudah dapat dilakukan apabila telah ada kepastian bahwa perusahaan debitur pailit tidak akan dilanjutkan atau apabila kelanjutannya sudah dihentikan. Pemberesan harta pailit yang menjadi tugas dan tanggungjawab kurator dilakukan dengan cara menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan dari debitur pailit. Penjualan dapat dilakukan secara lelang maupun dibawah tangan. Hasil 2 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip,Norma dan Praktik di Peradilan Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008,hlm.1. penjualannya dibagikan secara proporsional atau secara seimbang kepada kreditur. 3 Pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh pihak kurator dan diawasi oleh hakim pengawas, tidak selamanya berjalan dengan baik dan benar. Hal ini selalu disertai dengan adanya kendala atau hambatan eksternal yang terjadi dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit tersebut, seperti: 1. Lambatnya penetapan tentang pernyataan pailit debitur yang dikirimkan oleh pengadilan niaga kepada kurator; 2. Ketidakcermatan pengadilan niaga dalam memeriksa harta kekayaan dari debitur pailit; 3. Tidak kooperatifnya instansi lain terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit; 4. Debitur tidak kooperatif terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit. 4 Didalam UUK-PKPU ruang lingkup debitur beritikad tidak baik adalah debitur pailit yang dengan sengaja tanpa suatu alasan tidak sah tidak memenuhi kewajiban hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 98, Pasal 110, atau Pasal 121 ayat 1 dan ayat 2 UUK-PKPU, yakni kewajiban pengamanan terhadap semua harta pailit, panggilan untuk memberikan keterangan atau menghadiri rapat pencocokan piutang. Sedangkan ruang lingkup yang dimaksud dengan debitur beritikad tidak baik dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000 3 Syamsudin M.Sinaga, Op.Cit, hlm. 203. 4 Sarifani Simanjuntak,”Prinsip Transparansi dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit oleh B alai Harta Peninggalan di Kota Medan” Tesis, Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan,2009, hlm.76. Tentang Lembaga Paksa Badan selanjutya disebut Perma No.1 Tahun 2000 adalah debitur, penanggung atau penjamin utang yang mampu tetapi tidak mau memenuhi kewajibannya untuk membayar utang-utangnya. Debitur pailit yang tidak kooperatif dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dapat dilakukan penahanan gijzeling. Dalam UUK-PKPU tujuan diterapkannya gijzeling adalah semata-mata untuk menekan debitur pailit agar kooperatif dalam proses kepailitan seperti harus hadir dalam rapat pencocokan piutang serta memberikan keteragan yang diperlukan. Sedangkan tujuan gijzeling dalam HIR adalah untuk menekan debitur dengan cara memaksa agar debitur membayar utangnya meskipun si debitur tersebut sudah tidak memiliki harta dengan harapan kerabatya ikut membayar utang tersebut. Adapun tujuan gijzeling dalam Perma No 1 Tahun 2000 adalah lebih ditujukan kepada debitur atau penjamin utang yang mampu akan tetapi tidak mau membayar utang-utangnya. Adapun pihak yang berhak mengajukan permohonan paksa badan ini adalah atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas. Permohonan diajukan kepada Pengadilan Niaga. Sedangkan pelaksana dari paksa badan ini adalah jaksa yang ditujuk oleh hakim pengawas. Pelaksanaan paksa badan ini dilakukan baik ditempatkan di rumah tahanan negara maupun dirumahnya sendiri, dibawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. 5 Terhadap perbuatan debitur pailit yang tidak kooperatif atau dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur dapat dilakukan pembatalan yaitu dengan 5 Hadi Shuban, Op.Cit., hlm .180. mengajukan gugatan actio pauliana. Actio pauliana diatur dalam Pasal 41 – 47 UUK-PKPU. Actio pauliana diajukan oleh kurator atas persetujuan hakim pengawas. Gugata actio pauliana dalam kepailitan disyaratkan bahwa debitur da pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Pengajuan actio pauliana diajukan ke Pengadilan Niaga. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 UUK-PKPU yang menyatakan bahwa putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan danatau diatur dalam undang-undang ini diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. 6 Berdasarkan uraian tersebut, hal mengenai akibat hukum perbuatan tidak kooperatif debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.

B. Perumusan Masalah