Akibat Hukum Pernyataan Pailit Terhadap Harta Kekayaan Debitur

yang mendasasri putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 25

C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit Terhadap Harta Kekayaan Debitur

Dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan pengurusan harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit Kepailitan mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit di ucapkan, kecuali : 26 a. Benda termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan, pekerjaannya perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, yang terdapat ditempat itu. b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari perkerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim pengawas. c. Atau uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberikan nafkah menurut Undang-Undang. Akibat kepailitan secara umum. Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasasi dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak yanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Tanggal putusan sebagaimana dimaksud diatas dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat. 25 Ibid., Pasal 11-13. 26 Ibid., Pasal 22. 2. Akibat kepailitan terhadap harta perkawinan suamiistri debitur pailit Pasal 23 UUK-PKPU menentukan bahwa apabila seseorang dinyatakan pailit, maka pailit tersebut termasuk juga isteri atau suaminya yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan Pasal ini membawa konsekwensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan suami atau isteri yang kawin dengan persatuan harta. Artinya bahwa seluruh harta isteri atau suami yang termasuk dalam persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepailitan dan otomatis masuk kedalam boedel pailit. Meskipun Pasal 23 menentukan bahwa kepailitan itu meliputi seluruh harta persatuan perkawinan, namun Pasal 62 mengatur beberapa hal yang cukup penting yang berkaitan dengan barang-barang yang tidak jatuh dalam persatuan harta. Ketentuan tersebut ialah : a. Apabila suami atau isteri dinyatakan pailit maka isteri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari isteri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. b. Jika benda milik isteri atau suami telah dijual oleh suami atau isteri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka isteri atau suami berhak mengambil kembali uang hasil tersebut. c. Untuk tagihan yang bersifat pribadi terhadap isteri atau suami maka kreditur terhadap harta pailit adalah suami atau isteri. Kepailitan suami atau isteri yang kawin dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut. Dengan tidak mengurangi pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 maka kepailitan tersebut meliputi semua benda yang termasuk dalam persatuan, sedangkan kepailitan tersebut adalah untuk kepentingan semua kreditur yang berhak meminta pembayaran dari harta persatuan. Bila suami atau isteri yang dinyatakan pailit mempunyai benda yang tidak termasuk persatuan harta maka benda tersebut termasuk harta pailit, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk membayar utang pribadi suami atau isteri yang dinyatakan pailit . 27 3. Akibat kepailitan terhadap seluruh perikatan yang dibuat debitur pailit Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit. 28 Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajuakan oleh atau terhadap kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang diajukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan. 29 4. Akibat kepailitan terhadap seluruh perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 27 Sunarmi, Hukum Kepailitan Jakarta : Softmedia, 2010, hlm .106. 28 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ,Pasal 25. 29 Jono, Op. Cit., hlm. 108. Pasal 41 ayat 1 UUK-PKPU menyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan kepada pengadilan. Kemudian dalam Pasal 42 UUK-PKPU diberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum debitur tersebut, antara lain : a. Bahwa perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit. b. Bahwa perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya; c. Bahwa debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur; d. Bahwa perbuatan hukum itu dapat berupa : 1 Merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat. 2 Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo danatau belum atau tidak dapat ditagih. 3 Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau untuk kepentingan : a Suami atau isteri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga. b Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1. adalah anggota Direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50 dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. 4 Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan: a Anggota Direksi atau pengurus dari debitur, suami atau isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari angggota direksi atau pengurus tersebut. b Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50 dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. c Perorangan yang suami atau isteri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50 dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. 5 Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila : a Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama. b Suami atau isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus debitur juga merupakan anggota Direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya. c Perorangan anggota Direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami, atau isteri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya. d Debitur adalah anggota Direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya. e Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak dengan suami atau isterinya, danatau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50 dari modal yang disetor. 6 Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana debitur adalah anggotanya. 7 Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan oleh debitur dengan atau untuk kepentingan : a Anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau isteri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebut. b Perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 41 dan 42 UUK-PKPU, dapat diketahui bahwa sistem pembuktian yang dipakai adalah sistem pembuktian terbalik, artinya beban pembuktian terhadap perbuatan hukum debitur sebelum putusan pernyataan pailit tersebut adalah berada pada pundak debitur pailit dan pihak ketiga yang melakukan perbuatan hukum dengan debitur apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit yang membawa kerugian bagi kepentingan kreditur. Jadi, apabila kurator menilai bahwa ada perbuatan hukum tertentu dari debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit merugikan kepentingan kreditur, maka debitur dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit. Berbeda, apabila perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu lebih dari satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur dan harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah kurator. 30 5. Akibat kepailitan terhadap perjanjian timbal balik Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari bahasa Belanda kedalam bahasa Indonesia, yaitu “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan defenisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditur. Masing- masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri atas satu atau lebih badan hukum. Pasal 1314 KUH Perdata berbunyi : 30 Ibid.,hlm. 108. a. Suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. b. Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. c. Suatu perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Pasal 36 ayat 1 UUK-PKPU menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal-balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut , kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren. Apabila kurator menyatakan kesanggupannya atau pelaksanaan perjanjian tersebut, kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Pelaksanaan perjanjian tersebut tidak meliputi perjanjian yang prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitur misalnya debitur adalah seorang penyanyi atau seorang pelukis, dimana debitur diwajibkan untuk melukis wajah pihak tersebut, dalam hal tersebut tidak mungkin bagi kurator untuk melaksanakan perjanjian. 31 31 Ibid., hlm. 111. 6. Akibat kepailitan terhadap berbagai jenis perjanjian a. Terhadap perjanjian sewa Pasal 38 ayat 1 UUK-PKPU menentukan bahwa dalam hal debitur telah menyewa suatu benda maka baik kurator atau pihak yang menyewakan benda, dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Pasal 38 ayat 2 mensyaratkan dalam hal melakukan penghentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, harus diindahkan jangka waktu pemberitahuan penghentian menurut perjanjian. Apabila dalam perjanjian sewa tersebut tidak ditentukan jangka waktunya, Pasal 38 ayat 2 tersebut menentukan paling singkat adalah 90 hari karena jangka waktu tersebut menurut kelaziman merupakan jangka waktu yang dianggap patut. Pasal 38 ayat 3 menentukan dalam hal uang sewa telah dibayar dimuka maka perjanjian sewa tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar uang sewa tersebut. Dengan kata lain, hanya perjanjian sewa-menyewa yang uang sewanya belum dibayar dimuka yang dapat dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 1. Apabila uang sewa yang telah dibayar atau masih harus dibayar uang sewa yang belum diterima oleh debitur, misalnya uang sewa tersebut dibayar bulanan, menurut Pasal 38 ayat 4 sejak tanggal putusan peryataan pailit diucapkan, uang sewa tersebut merupakan utang harta pailit. 32 32 Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang NO.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,2009, hlm. 198. b. Terhadap perjanjian kerja Pasal 39 ayat 1 UUK-PKPU menentukan pekerja yang bekerja pada debitur pailit dapat memutuskan hubungan kerjanya dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan pekerja tersebut, namun kurator harus mengindahkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam persetujuan perjanjian kerja atau sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam perjanjian kerja tersebut tidak ditentukan jangka waktu minimal untuk memberitahukan maksud dari salah satu pihak untuk mengakhiri perjanjian kerja tersebut maka baik pekerja maupun kurator hanya dapat memutuskanmengakhiri hubungan kerja tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya. Sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat 1, berkenaan dengan pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1, kurator harus tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Pasal 39 ayat 2 menentukan, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit. Sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat 2, yang dimaksud dengan “upah” adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atas jasa yang akan atau telah dilakukan. Upah tersebut adalah yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan. Termasuk didalamnya adalah tunjangan bagi pekerja dan keluarga. 33 Mahkamah Agung berpendapat undang-undang harus memberikan jaminan perlindungan untuk dipenuhinya hak pekerja karena hak itu telah dijamin Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan secara sosial ekonomi kedudukan buruh lebih lemah dibandingkan pengusaha. Upah buruh harus dibayar „sebelum kering keringatnya‟. Kewajiban terhadap negara berada pada tingkat setelah upah pekerja. Negara masih punya sumber penghasilan lain di luar boedel pailit, sedangkan buruh menjadikan upah satu-satunya sumber mempertahankan hidup diri dan keluarganya. 34 c. Terhadap warisan Pasal 40 ayat 1 UUK-PKPU menyebutkan warisan yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh kurator tidak boleh diterima, kecuali apabila menguntungkan harta pailit. Logika ketentuan-ketentuan Pasal 40 ayat 1 dapat dimengerti karena tidak mustahil debitur pailit bukan menerima warisan berupa piutang tetapi menerima warisan utang. Apabila debitur pailit menerima warisan berupa piutang tagihan maka warisan tersebut akan menguntungkan harta pailit. Akan tetapi, apabila debitur pailit menerima warisan berupa utang, maka warisan tersebut akan membebani harta pailit. Sudah tentu hak tersebut bukan saja akan merugikan debitur pailit, tetapi juga para krediturnya. 33 Ibid., hlm. 198. 34 http:www.hukumonline.comberitabacalt5412a9f00ba43upah-buruh-harus- didahulukan-dalam-kepailitan diakses pada 27 November 2014. Pasal 40 ayat 2 UUK-PKPU menentukan bahwa untuk tidak menerima suatu warisan, kurator memerlukan izin dari hakim pengawas. Ketentuan Pasal 40 ayat 2 terkesan kontradiktif dengan ketentuan Pasal 40 ayat 1. Disatu pihak Pasal 40 ayat 1 menentukan, kurator tidak boleh menerima warisan yang jatuh kepada debitur pailit dengan kata lain kurator harus menolak selama debitur berada dalam kepailitan kecuali warisan tersebut menguntungkan harta pailit namun dipihak lain untuk tidak menerima suatu warisan dengan demikian berarti menolak, kurator memerlukan izin dari hakim pengawas. Apabila tujuan ketentuan Pasal 40 ayat 2 adalah untuk memastikan tindakan kurator tidak merugikan harta pailit, sebaiknya bukan saja dalam hal kurator tidak menerima atau menolak tetapi juga apabila kurator menerima suatu warisan yang jatuh kepada debitur pailit. Dengan demikian baik penerimaan atau penolakan warisan yang dilakukan oleh kurator itu tidak sampai merugikan harta pailit karena kekeliruan pertimbangan kurator atau karena kurator beritikad tidak baik. 35 7. Akibat kepailitan terhadap kerditor pemegang hak jaminan dan hak istimewa Pada saat ini, sistem hukum jaminan Indonesia mengenal 4 empat macam jaminan, antara lain : a. Hipotek Hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Bab XXI KUH Perdata, yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk 35 Ibid, hlm. 199. kapal laut yang berukuran minimal 20 meter kubik dan sudah terdaftar di Syahbandar dan pesawat terbang. b. Gadai Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Bab XX KUH Perdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak. c. Hak Tanggungan Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat diatas tanah. d. Fidusia Hak fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda- benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotik, dan hak tanggungan. 36 Pasal 55 ayat 1 UUK-PKPU menentukan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi hak nya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun dalam Pasal 56 UUK-PKPU menentukan, hak eksekusi kreditur pemegang hak 36 Jono, Op.Cit., hlm. 121. jaminan itu ditangguhkan tidak dapat seketika dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan peryataan pailit diucapkan. 8. Akibat kepailitan terhadap hak retensi kreditur Menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan atau hak retentive pada umumnya adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si pemegang mengenai benda tersebut telah lunas. UUK-PKPU mengakui eksistensi hak retensi atau hak menahan. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 61 UUK-PKPU, antara lain : “ kerditor yang mempunyai hak untuk menahan benda milik debitur, tidak kehilangan hak karena ada putusan pernyataan pailit”. Kemudian dalam bagian penjelasan Pasal 61 UUK- PKPU dikatakan : “ hak untuk menahan atas benda milik debitur berlangsung sampai utangnya dilunasinya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun adanya putusan kepailitan, kreditur yang mempunyai hak retensi atau hak menahan terhadap benda milik debitur pailit tetap diakui keberadaan hak retensiya, sepanjang utangnya debitur pailit belum dibayar lunas. UUK-PKPU mewajibkan kurator untuk menebus benda yang ditahan oleh kreditur tersebut dengan membayar piutang kreditur tersebut. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 185 ayat 4 UUK-PKPU, antara lain bahwa kurator berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit. 37 37 Jono, Op. Cit., hlm.134. 9. Akibat kepailitan terhadap tuntutan hukum oleh pihak lain terhadap debitur Suatu tuntutan hukum dipengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Ketentuan yang demikian ini, merupakan konsekuensi berlakunya asas bahwa dengan kepailitan debitur maka harta debitur berada dibawah sita umum dan harta debitur harus dibagi untuk kepentingan para krediturnya. Berkenaan dengan gugatan tersebut, dengan dinyatakan debitur, penggugat harus mengajukan tagihannya untuk dicocokkan dalam rapat pencocokan piutang bersama-sama dengan para kreditur lain. 10. Akibat kepailitan terhadap transfer dana dan trasaksi efek Tidak mustahil ketika putusan pailit diucapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga, terdapat transfer dana oleh debitur pailit kepada pihak lain, baik yang dilakukan melalui bank atau lembaga lain yang melakukan misalnya kegiatan kiriman uang. Tidak mustahil pula ketika itu telah menjadi transaksi efek di bursa efek yang mengakibatkan beralihnya saham atau obligasi yang dimiliki oleh debitur kepada pihak lain. Mengenai transaksi-transaksi tersebut, Pasal 24 ayat 3 UUK-PKPU menentukan bahwa dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, transfer tersebut wajib diteruskan. Sementara itu, Pasal 24 ayat 4 menentukan bahwa dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di bursa efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Penjelasan Pasal 24 ayat 3 mengemukakan bahwa transfer dana melalui bank perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian sistem transfer melalui bank. Sementara itu, penjelasan Pasal 24 ayat 4 mengemukakan bahwa transaksi efek di bursa efek perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal. Sebagaimana halnya dengan transfer dana, demikian pula kiranya argumentasi hukum yang harus dianut berkaitan dengan transaksi efek di bursa efek. Artinya, efek milik debitur yang sudah ditransaksikan itu beralih kepemilikannya kepada pembeli efek pada saat penjualan efek disetujui oleh debitur dan transaksi itu terjadi sekalipun secara administrative dan akutansi belum tercatat direkening atau dibuku pembeli efek. Masalah lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan ketentuan Pasal 24 ayat 3 dan ayat 4 UUK-PKPU, adalah berlakunya ketentuan actio pauliana dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 UUK-PKPU. Tujuan diadakannya ketentuan-ketentuan mengenai actio pauliana didalam UUK-PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 tetap harus ditegakkan. Artinya, terhadap pelaksana transfer dana dan transaksi efek di bursa efek yang bukan terlaksana karena debitur wajib melakukannya berdasarkan perjanjian danatau karena undang-undang sedangkan debitur megetahui, sebagaimana hal itu dapat dibuktikan, bahwa perbuatannya tersebut diketahui akan mengakibatkan kerugian bagi debitur atau pihak dengan siapa debitur bertransaksi mengetahui bahwa perbuatan itu akan merugikan para kreditur, ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 UUK-PKPU tetap berlaku. Dengan pendirian yang demikian itu, maka transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 3 dan transaksi efek di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 4 tersebut tetap dilangsungkan tetapi peralihan kepemilikan karena terjadinya transaksi tersebut dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan Niaga sepanjang terpenuhi syarat-syarat actio pauliana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 UUK-PKPU. 38 Apabila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka Pengadilan atas usul Hakim pengawas berdasarkan Pasal 18 UUK-PKPU memberikan peluang untuk dicabutnya kepailitan meskipun kepailitan tersebut sedang diproses di Pengadilan. Putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Majelis Hakim yang memerintahkan pencabutan pailit menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan kepada debitur. Biaya dan imbalan jasa tersebut harus didahulukan terhadap semua utang yang tidak dijamin dengan agunan. Penetapan Majelis Hakim mengenai biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum. Untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, ketua pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi atas permohonan kurator yang diketahui oleh Hakim pengawas. 39 38 Ibid., hlm. 201. 39 Jono, Op.Cit., hlm.198.

D. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit