Kesimpulan Jumlah minimum utang debitur yang beritikad tidak baik yang dapat ditahan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap permasalahan yang dirumuskan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum yang secara umum mengakibatkan debitor kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya dan kepailitan itu meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Namun debitor pailit masih tetap memiliki hak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai suami, orang tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Selain itu akibat hukum pailit terhadap debitor antara lain adalah perikatan- perikatan yang diadakan oleh debitor pailit dapat dimintakan kepastian pelaksanaannya kepada kurator. Sedangkan terhadap tuntutan hukum yang menyangkut harta pailit gugur demi hukum. 2. Tindakan debitur pailit yang tidak kooperatif dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit berdasarkan Pasal 95 UUK-PKPU adalah debitur yang dengan sengaja tanpa alasan yang sah melanggar kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 98 yaitu yang berkaitan dengan pengamanan harta pailit, Pasal 110 yaitu debitur pailit wajib menghadap hakim pengawas, 105 curator maupun panitia kreditur apabila dipanggil dan Pasal 121 yaitu debitur pailit wajib menghadiri rapat pencocokan piutang. Namun selain ketentuan Pasal diatas, seorang debitur pailit dapat dikatakan tidak kooperatif apabila dengan sengaja menghambat tugas kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang mana perbuatan tidak kooperatif debitur pailit tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. 3. Akibat hukum perbuatan tidak kooperatif debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah dilakukannya penahanan terhadap debitur tersebut. Ketentuan normatif mengenai penahanan debitur pailit tidak kooperatif terdapat pada UUK-PKPU dan Perma No. 1 tahun 2000. Terdapat perbedaan ketentuan penahanan debitur pailit diantara UUK-PKPU dan Perma No. 1 Tahun 2000. Menurut UUK-PKPU tidak ada ketentuan mengenai jumlah minimum utang yang dimiliki debitur pailit yang tidak kooperatif yang dapat dikenakan penahanan, sedangkan dalam Perma No. 1 Tahun 2000 dinyatakan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan pada debitur yang beritikad tidak baik yang mempunyai utang sekurang-kurangnya Rp.1.000.000.000,-. UUK-PKPU menentukan jangka waktu penahanan debitur tidak kooperatif paling lama 30 hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan dan dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu paling lama 30 hari, sedangkan dalam Perma No. 1 Tahun 2000 bahwa peahanan ditetapkan untuk 6 bulan lamanya dan dapat diperpanjang setiap 6 bulan dengan keseluruhan maksimum selama 3 tahun. Dalam UUK-PKPU tidak ditentukan batas maksimum usia debitur yang dapat ditahan, sedangkan Perma No. 1 Tahun 2000 menentukan bahwa paksa badan tidak dapat dikenakan terhadap debitur yang beritikad tidak baik yang telah berusia 75 tahun. Dalam UUK-PKPU ruang lingkup yang dimaksud dengan debitur yang beritikad tidak baik adalah debitur pailit yang dengan sengaja tanpa suatu alasan yang tidak sah tidak memenuhi kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 98, Pasal 110 dan Pasal 121 UUK-PKPU. Sedangkan ruang lingkup yang dimaksud dengan debitur beritikad tidak baik menurut Perma No. 1 Tahun 2000 adalah debitur, penanggung atau penjamin utang yang mampu tetapi tidak mau memenuhi kewajibannya untuk membayar utang- utangnya. Namun meskipun terdapat perbedaan mengenai ketentuan penahanan debitur pailit tidak kooperatif, untuk penahanan debitur pailit berlaku ketentuan UUK-PKPU dan dalam hal UUK-PKPU tidak mengatur mengenai suatu hal dan hal tersebut diatur didalam Perma No. 1 tahun 2000, maka peraturan tersebut dapat diberlakukan, dengan alasan bahwa UUK- PKPU merupakan peraturan perundang-undangan yang hierarkinya dalam urutan hierarki peraturan perundang-undangan lebih tinggi dari pada Perma No. 1 Tahun 2000 dan UUK-PKPU merupakan peraturan perundang- undangan yang bersifat khusus lex specialis dibandingkan dengan Perma No.1 tahun 2000 yang berlaku bukan saja terbatas pada debitur pailit, tetapi berlaku pula bagi debitur lainnya lex generali.

B. Saran