Kondisi Terumbu Karang Study Spatial and Temporal of Coral Reef State and Reef Fish Community after Tsunami In Weh and Aceh Islands Waters

Gambar 11 Persentase tutupan karang keras, alga, pasir, karang lunak dan lain- lain rata-rata ±SE di setiap kawasan. Dari data di atas dapat terlihat bahwa rata-rata persentase tutupan karang keras pada Pulau Aceh dan daerah pemanfaatan terendah terjadi pada tahun 2006 dan cendrung meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Hal ini disebabkan substrat pada tahun 2006 sangat dominan ditutupi oleh alga. Alga merupakan saingan utama dalam hal ruang hidup bagi karang di terumbu karena dapat menutupi substarat tempat tumbuhnya karang. Alga dapat berkembang lebih cepat dari pada karang Nybakken 1997. Peristiwa tsunami di Aceh pada akhir tahun 2004 juga mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang di pulau Aceh dan daerah pemanfaatan. Menurunnya persentase alga dan biota lain pada tahun berikutnya memberikan ruang pertumbuhan terhadap karang keras di Pulau Aceh dan daerah pemanfaatan. Hal ini dapat dilihat dengan terjadi peningkatan persantase tutupan karang keras pada setiap tahun pengamatan. Pada kawasan taman wisata alam laut dan Kawasan konservasi laut daerah dampak tsunami tidak terlalu berpengaruh terhadap ekositem terumbu karang. Pada kedua kawasan ini dapat dilihat bahwa kenaikan persentase tuutpan karang keras tidak signifikan yang terjadi pada setiap tahun pengamatan. Rendahnya persentase karang keras di taman wisata alam laut lebih disebabkan kegiatan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2006 2008 2009 2011 2006 2008 2009 2011 2006 2008 2009 2011 2006 2008 2009 2011 P e rs e nt a se T ut upa n Karang Keras Alga Pasir Karang Lunak Lain-Lain pengembangan ekowisata belum optimal dan masuknya sedimen dari daratan ke daerah terumbu karang akan menyebabkan tingginya penutupan alga dan timbunan sedimen yang menghambat pertumbuhan karang dan mengurangi laju pemulihan karang. Rendahnya persentase alga dan biota lain disetiap tahun pada kawasan konservasi laut daerah berdampak peningkatan persentase karang keras pada setiap tahun pengamatan. Hal lain yang menyebabkan tingginya persentase karang keras adalah rendahnya dampak terjadinya tsunami di kawasan ini selain dari peraturan perlindungan laut sebagai sumber daya yang tak dapat diperbaharui telah menjaga terumbu karang dari praktek perusakan sehingga meningkatkan ketahanan terumbu terhadap ancaman yang tidak berhubungan dengan perikanan. Secara umum kondisi terumbu karang di kawasan konservasi laut daerah Pulau Weh lebih baik dibandingkan dengan Pulau Aceh. Terumbu karang Pulau Weh memiliki penutupan karang yang tinggi dan penutupan alga yang rendah, sementara terumbu di Pulau Aceh secara kontras memiliki penutupan alga yang tinggi, penutupan karang yang rendah. Gangguan bagi terumbu mepengaruhi struktur terumbu karang karena terumbu karang adalah ekosistem yang dinamis secara alamiah. Selama pemulihan, jenis biota berinteraksi dan merubah kelimpahan serta peranan dalam struktur komunitasnya. Hasilnya pertumbuhan karang menjadi komunitas yang berbeda dari sebelumnya secara substansial akibat gangguan dan tetap dalam ekosistem yang berkembang dan beragam Westmacott et al. 2000. Dilihat dari segi pemulihan karang setelah tsunami selama tahun 2006, 2008, 2009 dan 2011 menunjukkan bahwa di Pulau Aceh dan daerah pemanfaatan menunjukkan tingkat pemulihan yang sangat tinggi dibandingkan dengan taman wisata alam laut dan kawasan konservasi laut daerah. Hal ini disebabkan dampak tsunami tidak terlihat lagi, turunnya persentase alga pada setiap tahun dan tekanan penangkapan ikan secara tidak ramah lingkungan telah berkurang. Kemampuan pemulihan terumbu karang adalah kemampuan dari suatu koloni individual atau suatu sistem terumbu karang untuk mempertahankan diri dari dampak lingkungan serta menjaga kemampuan untuk pulih dan berkembang Moberg dan Folke 1999. Faktor penting bagi ketahanan terumbu karang tergantung dari faktor internal dan eksternal yang saling mempengaruhi terumbu karang. Populasi pembebasan larva menciptakan keragaman genetika tinggi yang sangat penting untuk pemulihan dari gangguan Nystrom dan Folke 2000.

4.4 Komposisi koloni karang keras

4.4.1 Pulau Aceh

Berdasarkan kehadiran karang keras di Pulau Aceh waktu pengamatan pada tahun 2006, di peroleh 16 jumlah genus karang keras, kemudian terjadi peningkatan sebasar 21 jumlah genus karang keras pada tahun 2008. Pada tahun 2009 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan sebesar 33 jumlah genus karang keras dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 menurun menjadi 23 genus karang keras hal ini di sebabkan dengan substrat yang kosong untuk penempelan larva karang sudah berkurang dan terjadinya kenaikan suhu permukaan laut di daearah perairan Pulau Weh dan Pulau Aceh. Sepuluh besar persentase koloni karang keras di Pulau Aceh pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Gambar 12. Dari hasil pengamatan menggunakan PIT di peroleh persentase koloni karang keras pada tahun 2006, 2008, 2009 dan 2011 yang terbanyak ditemukan selama pengamatan adalah koloni Acropora sebesar 13, 23, 32 dan 39, Porites sebesar 43, 30, 17 dan 15 dan Pocillopora 3, 25, 22 dan 10. Tingginya jumlah koloni dari koloni Acropora, Porites dan Pocillopora hal ini disebabkan kondisi perairan antara lain substrat sangat mendukung dan larva karang yang tersedia. Jumlah koloni karang keras di Pulau Aceh disajikan pada lampiran 5. Setiap tahunnya terjadi peningkatan dan penurunan persentase koloni karang secara keseluruhan. Penurunan tersebut terjadi akibat adanya penambahan koloni baru pada lokasi penelitian setiap tahunnya akibat pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang setelah peristiwa tsunami. Gambar 12 Persentase koloni karang keras di Pulau Aceh. Pada pengamatan tahun 2006 genus montipora belum ditemukan di lokasi pengamatan. Genus Montipora memiliki daya tahan yang rendah terhadap perubahan lingkungan. Hal inilah yang mungkin menyebabkan lambatnya pemulihan genus ini setelah terjadinya tsunami. Pada tahun berikutnya mengalami perubahan dengan terdapatnya genus Montipora di Pulau Aceh ini menunjukkan ada kecendrungan kenaikan jumlah koloni yang ditemukan karena kondisi perairan yang semakin baik.

4.4.2 Daerah Pemanfaatan

Berdasarkan hasil pengamatan di daerah pemanfaatan pada tahun 2006, diperoleh 33 jumlah genus karang keras, kemudian pada tahun 2008 dan 2009 jumlah genus menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 41 dan 43 genus karang keras. Hal ini menunjukkan adanya pemulihan ekosistem terumbu karang setelah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004. Pada tahun 2011 terjadi penurunan jumlah genus karang keras sebesar 31 genus karang keras, hal ini