Pengujian kelarutan mineral Santoso et al. 2006 Pengujian kelarutan protein Apriyantono et al. 1989

ditambahkan ke dalam sampel. Sampel masih tetap diatas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua lalu berubah lagi menjadi kuning muda, biasanya memakan waktu ±1 jam. Sampel kemudian dipindahkan, didinginkan, dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl. Sampel dipanaskan kembali selama ±15 menit agar larut, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan kertas Whatman no.42 sampai didapatkan larutan yang jernih. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer AAS merk Shimadzu 7000 dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko, dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral. Perhitungan kadar mineral dalam sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut. kadar mineral g basis basah = Keterangan : fp = faktor pengenceran w = bobot sampel

3.3.5 Pengujian kelarutan mineral Santoso et al. 2006

Sebanyak 20 gram sampel yang sudah dicacah ditambahkan dengan akuades, asam asetat 2,5, asam sitrat 2,5, dan asam format 2,5 yang sudah diukur nilai pH nya terlebih dahulu. Sampel kemudian direndam selama 30 menit menggunakan stirrer pada kecepatan 5000 rpm untuk menghasilkan fraksi terlarut. Setelah proses perendaman selesai, dilakukan proses pengukuran pH akhir. Sampel selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 9000 rpm, suhu 2 ºC selama 10 menit. Hasil yang didapatkan disaring dengan kertas Whatman no.42, dan diambil supernatannya untuk dilanjutkan proses analisis mineral terlarut 21 dengan menggunakan alat AAS merk Shimadzu 7000 dengan panjang gelombang yang sesuai dengan masing-masing jenis mineral.

3.3.6 Pengujian kelarutan protein Apriyantono et al. 1989

Pengujian kelarutan protein dilakukan menggunakan supernatan yang dihasilkan setelah proses sentrifugasi dengan metode Lowry. Metode ini memiliki prinsip adanya reaksi antara Cu 2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan merupakan residu protein akan mengahsilkan warna biru. Warna yang terbentuk terutama dari hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang terbentuk tegantung pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Metode Lowry mempunyai keuntungan karena 100 kali lebih sensitif dari metode Biuret. Cara kerja uji kelarutan protein dilakukan dengan membuat larutan standar bovine serum albumin sebanyak 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 ml di dalam tabung reaksi. Akuades ditambahkan ke dalam masing-masing tabung sampai volume total 4 ml. Untuk mengetahui nilai kelarutan protein yang dihasilkan pada penelitian, supernatan yang dihasilkan pada proses sebelumnya disiapkan sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades hingga volumenya 4 ml. Kedalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan pereaksi yang terdiri dari natrium karbonat 2 dalam larutan NaOH 0,1 N dan tembaga sulfat 0,5 dalam larutan NaK tartarat 1 sebanyak 5,5 ml. Larutan dicampur merata dan dibiarkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Pereaksi Folin Ciocalteau selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 0,5 ml, dan kocok merata dengan cepat menggunakan vortex. Larutan dibiarkan selama 30 menit hingga warna biru terbentuk. Larutan standar dan contoh lalu dialirkan ke dalam Spektrofotometer UV-VIS merek LW UV-200-RS dengan panjang gelombang 650 nm kemudian diukur absorbansi yang dihasilkan.

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data