4.3.2 Kelarutan mineral mikro
Pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke, proses perendaman menggunakan asam organik memberikan nilai berbeda terhadap kelarutan besi.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi pada kerang darah
Lampiran 3. Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan besi pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades
dengan asam sitrat, akuades dengan asam format, dan asam asetat dengan asam format Lampiran 4.
Kelarutan besi tertinggi diperoleh pada media pelarut asam format sebesar 1,25, sementara kelarutan besi terendah diperoleh pada perendaman
menggunakan media pelarut akuades sebesar 0,38. Kelarutan besi pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Rata-rata kelarutan mineral mikro kerang darah; huruf yang berbeda
adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata p0,05.
Gambar 6 juga menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan proses perendaman terhadap kelarutan tembaga. Perendaman menggunakan larutan asam
format memberikan nilai kelarutan tembaga tertinggi yaitu 1,47, sedangkan kelarutan tembaga terendah terdapat pada proses perendaman menggunakan
34
media akuades sebesar 0,82. Proses penanganan dan pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi peningkatan maupun penurunan kandungan mineral.
Ersoy dan Ozeren 2009 menjelaskan adanya perubahan tembaga pada ikan African catfish setelah dimasak yang berkisar antara 9,30-21,5 g100 g.
Hasil analisis ragam kelarutan tembaga menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap
kelarutan tembaga pada kerang darah Lampiran 5. Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan tembaga pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang
berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, akuades dengan asam format, asam asetat dengan asam sitrat, dan
asam sitrat dengan asam format Lampiran 6. Santoso et al. 2006 menjelaskan bahwa mineral pada makanan dapat
berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Greffeuille et al. 2011 menjelaskan bahwa proses
pengolahan berupa penggilingan pada tepung jagung menyebabkan penurunan mineral yang cukup besar dimana presentase ketersediaan besi menurunkan
sebanyak 1,4. Mineral umumnya adalah senyawa anorganik yang berupa padatan dan
berbentuk kristal. Apabila mineral tersebut mengalami pelarutan, maka reaksi yang berlangsung adalah difusi. Reaksi ini merupakan reaksi antara atom-atom
pada lapisan permukaan kristal yang terikat kuat oleh atom di lapisan bagian dalamnya dengan air atau larutan yang reaktif yang berada di luar kristal.
Hasilnya, pada permukaan mineral terjadi penyingkiran atom penyusun yang kemudian masuk ke dalam air atau larutan. Selanjutnya dalam lapisan tersebut
mencari kesetimbangan baru dan pada bagian larutan terjadi penambahan atom ion atau peningkatan konsentrasi Ismangil dan Hanudin 2005.
Jumlah proton yang terlepas juga ditentukan oleh pH lingkungan. Santoso et al. 2006 melaporkan bahwa kelarutan mineral Fe pada tiga jenis rumput laut
yang berasal dari Jepang, yaitu Porphyra yezoensis, Enteromorpha intestinalis dan Hiziki fusiformis pada pH 2 lebih tinggi dibandingkan pada pH 6. Sementara
itu Porsepwandi 1998 menjelaskan pada konsisi pH asam yang berkisar antara 1,5-3,0 mampu melarutkan kandungan logam berat pada kerang hijau Mytilus
35
viridis lebih dari 25. Hal ini terjadi karena protein kerang hijau terdenaturasi dengan perlakuan asam. Denaturasi akibat perlakuan asam diduga dapat
menyebabkan ikatan komplek logam keluar dari daging kerang hijau, bersama dengan cairan tubuh.
4.3.3 Kelarutan logam berat