Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Sifat kelarutan protein
juga tergantung pada jenis protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, dan suhu Andarwulan et al. 2011. Penurunan pH menyebabkan denaturasi
protein. Akibat denaturasi protein, maka terjadi penurunan kelarutan protein. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Denaturasi protein dapat
disebabkan oleh berbagai cara, yaitu panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap denaturasi protein Winarno 2008. Menurut Finger dan Smith 1987, kelenjar pencernaan hewan laut yaitu
cepalopoda memiliki sejumlah sifat yang mirip dengan logam dan mampu berikatan dengan metallotionin. Soto et al. 2007 diacu dalam Kurnia et al.
2010, menjelaskan bahwa protein metallotionin protein MT adalah protein sistein dengan berat molekul rendah, mudah larut, tahan terhadap terhadap suhu
tinggi protein termofilik, kaya akan unsur belerang lebih dari 30 serta memiliki afinitas yang kuat dengan ikatan logam. Dalam organisme air, protein
MT bertanggungjawab untuk menjaga konsentrasi logam tetap pada tingkat rendah. Protein MT khusus berikatan dengan logam seperti Cd, Cu, Hg, dan ion
Zn. Kenaikan tingkat protein MT terkait dengan peningkatan kapasitas sel untuk mengikat ion logam berat yang meningkat seiring perlindungan terhadap
toksisitas logam berat.
4.5 Hubungan antara Kelarutan Mineral dengan Protein terhadap Perubahan Nilai pH
Mineral agar dapat dipecah dan direduksi menjadi bentuk molekul-molekul yang mudah diserap oleh tubuh membutuhkan faktor pendorong daya larut. Faktor
yang menjadi pendorong tersebut adalah suhu dan kondisi pH asam Sediaoetama 1993. Selama penelitian dilakukan juga pengukuran terhadap
perubahan pH pada masing-masing pelarut yang digunakan sebelum dan sesudah proses perendaman. Hasil rata-rata pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 5, dan
diagram batang hubungan antara kelarutan mineral dengan protein terhadap perubahan nilai pH larutan perendam kerang darah dilihat pada Gambar 9.
39
Tabel 5 Pengukuran nilai pH pada proses perendaman
Kalsium Besi
Tembaga Protein
pH K
el ar
u ta
n m
in er
al
2 4
6 8
10
K el
ar u
ta n
p ro
te in
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030
N il
ai p
H
1 2
3 4
5 6
7
Akuades Asam asetat
Asam asetat Asam format
Keterangan:
Gambar 9 Hubungan antara kelarutan mineral dengan protein terhadap perubahan nilai pH larutan perendam kerang darah; huruf yang berbeda adalah
hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata p0,05.
Hasil analisis ragam terhadap pengukuran nilai pH menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam organik yang berbeda memberikan pengaruh nyata
terhadap perubahan nilai pH terukur pada proses perendaman kerang darah Lampiran 9. Uji lanjut Duncan terhadap pengukuran nilai pH larutan setelah
proses perendam kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat,
Pelarut Nilai pH
Sebelum perendaman Setelah perendaman
Akuades 7,18
6,22 Asam asetat
2,13 3,16
Asam sitrat 1,79
2,36 Asam format
1,58 2,08
40
akuades dengan asam format, asam asetat dengan asam sitrat, asam asetat dengan asam format, dan asam sitrat dengan asam format Lampiran 10. Diagram batang
pengukuran nilai pH larutan perendam disajikan pada Gambar 9. Penelitian yang dilakukan menghasilkan rata-rata kelarutan mineral
terbanyak diperoleh pada media asam format. Hal ini dapat dikarenakan asam format memiliki nilai pH yang paling rendah jika dibandingkan dengan nilai pH
pada jenis asam yang lain, sehingga kemampuannya dalam melarutkan mineral semakin baik. Nilai pH untuk asam format berkisar antara 1,5 hingga 2. Menurut
Santoso et al. 2006, pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Hal ini juga disampaikan oleh Shi et al. 2012 yang menjelaskan bahwa pada percobaan
laboratorium ditemukan sejumlah besi yang dapat larut pada nilai pH lebih rendah dari 4.
Sugiarto et al. 2009 menyebutkan bahwa pada kisaran pH 5,5-7,0 tidak mempengaruhi banyaknya besi yang terikat pada natrium kaseinat, sedangkan
dalam kisaran keasaman pH berkisar 5,0-3,0 menyebabkan penurunan sejumlah besi yang ditandai dengan adanya besi yang terikat whey protein isolate.
Suzuki et al. 1992 diacu dalam Idris 2010 menjelaskan, asam organik dan lignin dapat memberikan kelarutan besi yang lebih tinggi pada kisarah pH 2,5-3,1
dibandingkan dengan pH 5,5. Wang 2011 melaporkan pengaruh pH pada absorbsi ion Cd
2+
terhadap asam metakrilik PMAA. pH memiliki pengaruh yang besar terhadap absorbsi
ion Cd
2+
, dimana kapasitas absorbsi bervariasi pada berbagai pH, pada pH 7 kapasitas absorbsi meningkat, sementara pengukuran pH 7 menyebabkan
kemampuan absorbsi menurun. Protein secara keseluruhan merupakan polipeptida yang tersusun oleh
serangkaian asam-asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar. Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa.
Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Adanya ion H
+
menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida terputus. Pada suasana asam, ion H
+
akan bereaksi dengan gugus COO
–
membentuk COOH sedangkan sisanya asam akan berikatan dengan gugus amino NH
2
membentuk NH
3 +
, sehingga apabila larutan peptida 41
dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan dalam air.
Kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula
bemuatan netral menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik
isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah Darmawan 2008. 42
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan