kadmium pada kerang darah sebesar 0,10 mg100 g bk, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kadmium pada Chamelea gallina, yaitu sebesar
0,04 mg100 g. Wardiatno et al. 2012 menjelaskan bahwa komposisi mineral pada hewan
invertebrata laut dipengaruhi oleh kebiasaan makan, umur, jenis kelamin, iklim, dan kondisi habitat. Pernyataan ini juga didukung oleh Amiard et al. 2008 yang
menyebutkan bahwa kebiasaan makan suatu organisme dapat mempengaruhi kemampuan menyerap mineral yang terdapat pada lingkungan. Umumnya
makanan yang berasal dari laut merupakan sumber vitamin dan mineral yang sempurna Ersoy dan Ozeren 2009.
4.3 Kelarutan Mineral
Santoso et al. 2006 menjelaskan bahwa kandungan mineral dalam bahan pangan merupakan salah satu parameter awal untuk menilai kualitas suatu bahan
pangan, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi nutrisi dalam
makanan yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tubuh normal. Mineral yang bersifat bioavailable harus dalam bentuk terlarut, walaupun tidak semua
mineral terlarut bersifat bioavailable. Pada penelitian ini diamati kelarutan mineral makro natrium, kalium,
kalsium, fosfor, dan magnesium, mineral mikro besi, seng, dan tembaga, serta logam berat timbal dan kadmium dari kerang darah dalam berbagai pelarut yang
digunakan yaitu akuades, asam asetat 2,5; asam sitrat 2,5; dan asam format 2,5. Kelarutan mineral adalah kemampuan suatu mineral untuk larut solute
dalam suatu pelarut solvent.
4.3.1 Kelarutan mineral makro
Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari Almatsier 2009. Proses perendaman menggunakan berbagai
media asam memberikan nilai berbeda terhadap kelarutan kalsium kerang darah. Kelarutan kalsium tertinggi yaitu 7,98 diperoleh dengan menggunakan pelarut
asam format, sedangkan kelarutan kalsium terendah terdapat pada perendaman 31
menggunakan akuades yaitu sebesar 3,06. Kelarutan kalsium pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Rata-rata kelarutan mineral makro kerang darah; huruf yang berbeda
adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata p0,05.
Hasil analisis ragam kelarutan kalsium kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke menunjukkan bahwa dengan perendaman menggunakan asam
organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium Lampiran 1. Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara
media perendaman akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, dan akuades dengan asam format Lampiran 2.
Idris 2010 menjelaskan penggunaan asam asetat 0,5 sebagai media perebusan dapat melarutkan kalsium pada udang mantis sebanyak 23,26 pada
udang mantis asal Jambi, dan 22,11 pada udang mantis asal Cirebon. Mineral pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan-bahan organik alami
maupun bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus karboksilat yaitu,
misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain Palar 2008. 32
Asam merupakan salah satu jenis sekuestran zat pengikat logam. Menurut Tranggono 1990 sekuestran dapat mengikat mineral dan logam dalam bentuk
ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan makanan. Kemampuan asam dalam mengikat ion-ion logam
juga dapat menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi dalam daging. Sifat-sifat asam organik yang penting dalam pelarutan mineral ditentukan
oleh gugus karboksil COO
-
dan gugus hidroksil OH
-
fenolat, serta tingkat disosiasinya. Jumlah gugus karboksil menentukan jumlah proton yang mungkin
dapat dilepas. Contohnya asam asetat hanya ada satu proton yang mungkin dapat dilepaskan, tetapi pada asam oksalat dan juga asam suksinat dan malat ada dua
proton yang mungkin dapat dilepaskan, demikian pada asam sitrat mungkin dapat melepaskan tiga proton. Selain menghidrolisis suatu senyawa melalui anionnya,
COO
-
juga dapat membentuk ikatan kompleks dengan logam penghubung kerangka mineral, misalnya Fe, Al, Ca, dan Mg, dan mengakibatkan terlepasnya
mineral tersebut dari jaringan suatu bahan, dan terbentuklah senyawa kompleks Ismangil dan Hanudin 2005.
Penelitian yang dilakukan Ismangil dan Hanudin 2005 terhadap kelarutan mineral pada batuan menunjukkan kemampuan asam humat pH 2,5 dalam
melarutkan mineral Si dan Al lebih besar dibandingkan dengan asam fulfat pH 7,0. Hal ini terjadi karena asam fulfat pada pH 7,0 disosiasinya tidak
sempurna, sehingga pelepasan ion H menjadi menurun yang juga berakibat pada kelarutannya. Adanya asam organik misalnya asam oksalat dan asam sitrat
mampu mempercepat kelarutan mineral dengan adanya ion H yang berasal dari disosiasi asam, reaksi tersebut adalah asidolisis Ismangil dan Hanudin 2005.
Hubungan antara nilai pH dengan kelarutan mineral juga dijelaskan pada penelitian Sariningrum 2009 mengenai penanganan masalah karies gigi pada
anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen mineral gigi tersusun atas hidroksiapatit Ca
10
PO
4 6
OH
2
. Hidroksiapatit bersifat reaktif terhadap ion hidrogen ketika lingkungan berada dalam kondisi pH dibawah 5,5 pH kritis.
Ketika hal ini terjadi, ion PO
4 3-
akan berubah menjadi HPO
4 2-
karena penambahan ion H
+
. Akibatnya HPO
4 2-
yang terbentuk ini tidak mampu menjaga hidroksiapatit dalam kondisi seimbang sehingga akhirnya kristal hidroksiapatit terlarut.
33
4.3.2 Kelarutan mineral mikro