didapat pada pelarut asam format sebesar 35,73, sementara kelarutan terendah diperoleh pada pelarut akuades sebesar 22,47. Hasil analisis ragam kelarutan
kadmium menunjukkan bahwa proses perendaman asam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan kadmium.
Houlbrèque et al. 2011 menjelaskan bahwa proses pengolahan dapat mempengaruhi ketersediaan kadmium pada Mytilus chilensis. Ketersediaan
kadmium terserap melalui proses pemasakan menggunakan air jeruk sebanyak 42 dari total kandungan kadmium sehingga dapat mengurangi dampak yang
ditimbulkan terhadap kesehatan akibat mengkonsumsi makanan yang tercemar kadmium. Hasil serupa juga didapatkan oleh Yulianda 2010, yang menyebutkan
bahwa kandungan kadmium pada kerang darah berkurang hingga 55,95 setelah mengalami proses perebusan dalam larutan jeruk nipis selama 1 menit.
Apabila dibandingkan antara kelarutan logam berat kerang darah pada berbagai media asam organik, perendaman kerang darah pada asam format dapat
melarutkan kadmium hingga 35,73 0,36 ppm bobot kering dari total kadmium kerang segar sebanyak 1,00 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa asam format
memiliki sifat mengikat logam kadmium pada kerang darah. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan 2005, hasil kelarutan ini masih berada dibawah
batas maksimum penetapan cemaran kimia dalam makanan. Batas maksimum kadmium yang diizinkan terdapat dalam kerang-kerangan bivalvia yaitu sebesar
1,00 ppm. Daging, unggas, dan ikan mempunyai kadar Cd yang relatif rendah,
sedangkan kadar dalam hati, ginjal, dan kerang-kerangan jauh lebih tinggi. Kadar Cd dalam lingkungan meningkat karena peleburan dan penggunaannya dalam
industri. Efek akut Cd terutama mengakibatkan iritasi lokal. Setelah termakan Cd akan menimbulkan gejala klinis berupa mual, muntah-muntah, dan nyeri perut.
Dampak pada sistem pernapasan terjadi akibat adanya Cd yang terhirup Lu 2006.
4.4 Kelarutan Protein
Kelarutan protein adalah persen dari total protein yang terdapat dalam bahan pangan yang dapat diekstrak oleh atau larut dalam air pada kondisi tertentu. Jenis-
37
jenis protein seperti albumin, globulin, prolamin, dan glutein dapat larut dalam air, larutan garam encer, 60-80 alkohol alifatik, dan 0,2 NaOH
Andarwulan et al. 2011. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kelarutan protein dari daging kerang darah dalam berbagai pelarut diantaranya
akuades, asam asetat 2,5, asam asetat 2,5, dan asam format 2,5. Kelarutan protein tertinggi diperoleh pada media pelarut asam format sebesar 0,022,
sementara kelarutan protein terendah diperoleh pada perendaman menggunakan media pelarut akuades sebesar 0,017. Diagram batang kelarutan protein kerang
darah disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Rata-rata kelarutan protein kerang darah; huruf yang berbeda adalah
hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata p0,05.
Hasil analisis ragam kelarutan protein menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap
kelarutan protein pada kerang darah Lampiran 7. Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan protein pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda
nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, dan akuades dengan asam format Lampiran 8.
38
Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Sifat kelarutan protein
juga tergantung pada jenis protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, dan suhu Andarwulan et al. 2011. Penurunan pH menyebabkan denaturasi
protein. Akibat denaturasi protein, maka terjadi penurunan kelarutan protein. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Denaturasi protein dapat
disebabkan oleh berbagai cara, yaitu panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap denaturasi protein Winarno 2008. Menurut Finger dan Smith 1987, kelenjar pencernaan hewan laut yaitu
cepalopoda memiliki sejumlah sifat yang mirip dengan logam dan mampu berikatan dengan metallotionin. Soto et al. 2007 diacu dalam Kurnia et al.
2010, menjelaskan bahwa protein metallotionin protein MT adalah protein sistein dengan berat molekul rendah, mudah larut, tahan terhadap terhadap suhu
tinggi protein termofilik, kaya akan unsur belerang lebih dari 30 serta memiliki afinitas yang kuat dengan ikatan logam. Dalam organisme air, protein
MT bertanggungjawab untuk menjaga konsentrasi logam tetap pada tingkat rendah. Protein MT khusus berikatan dengan logam seperti Cd, Cu, Hg, dan ion
Zn. Kenaikan tingkat protein MT terkait dengan peningkatan kapasitas sel untuk mengikat ion logam berat yang meningkat seiring perlindungan terhadap
toksisitas logam berat.
4.5 Hubungan antara Kelarutan Mineral dengan Protein terhadap Perubahan Nilai pH