Surfaktan Alkil Poliglikosida APG

Tahap butanolisis dilakukan pada suhu diatas 125 C, sebaiknya pada 140- 150 C. Tekanan pada reaktor sebesar 4-10 bar, sebaiknya 4.5-7 bar dalam zona reaksi tertutup. Tahap transasetalisasi dilakukan pada suhu 100-140 C, namun sebaiknya pada 110-120 C dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua rasio mol senyawa sakarida dan air sekitar 1:5 sampai 1:12, sebaiknya 1:6 sampai 1:12, lebih baik 1:6 sampai 1:9, dan lebih khusus lagi dengan ratio mola1:8. Campuran ratio mol pati dan alkohol rantai panjang sekitar 1:1.5 sampai 1:7 atau 1:2.5 sampai 1:7, namun lebih baik lagi dengan ratio mol 1:3 sampai 1:5 Wuest et al. 1992. Putri 2010 telah melakukan penelitian terhadap karakteristik surfaktan APG dengan menggunakan pati tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati dan alkohol lemak fatty alcohol dengan panjang rantai atom C 10 I adalah 1:4.7 dan ratio mol pati tapioka dengan butanol sebesar 1:8.5. Dibawah ini merupakan gambar sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap Gambar 1, sedangkan diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2. Pati Butanol Butil Glikosida Air II Butil Glikosida Air Alkohol lemak Alkil Poliglikosida Butanol Air Keterangan : I. Reaksi pada proses butanolisis II. Reaksi pada proses transasetalisasi Gambar 1 Sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap Schick 1987. Diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2. Air BUTANOLISIS Butanol TRANSASETALISASI NETRALISASI NaOH Alkohol lemak PELARUTAN PEMUCATAN APG PTSA Alkohol lemak dan air DISTILASI PTSA Pati Butanol dan air Gambar 2 Diagram alir sintesis surfaktan Alkil Poliglikosida APG Hill et al. 2000. Buchanan dan Wood 2000, menyatakan tahapan proses APG dengan dua tahap meliputi langkah-langkah dasar sebagai berikut 1 reaksi glikosidasi reaksi pada butanolisis menggunakan katalis asam dari sumber monosakarida dengan butanol untuk membentuk butil glikosida, dengan pemisahan gugusan air selama reaksinya, 2 transglikosidasi reaksi pada transasetalisasi dari butil glikosida dengan alkohol rantai panjang C 8 sampai C 20 menjadi APG, pada proses ini terjadi pemisahan butanol selama reaksinya, 3 netralisasi dari katalis asam, 4 distilasi untuk memisahkan alkohol rantai panjang yang tidak bereaksi, 5 pemucatan untuk meningkatkan warna dan bau dari produk dan 6 isolasi alkil poliglikosida. Reaksi glikosidasi dan transglikosidasi dikendalikan pada keadaan seimbang sampai katalis dinetralkan, sedangkan untuk proses sintesis APG tahap tunggal meliputi semua langkah dari proses dua tahap, dengan pengecualian langkah 1 dan 2 dengan mereaksikan glukosa secara langsung dengan alkohol rantai panjang. Beberapa formula pun telah dipatenkan pada beberapa kantor paten Amerika USPTO dan Eropa ep. Espacenet. Beberapa aplikasi pemanfaatan surfaktan APG dalam industri produk perawatan diri Faber 2002 antara lain industri sampo dan kosmetik L’Oreal, Paris Cauwet dan Dubief 1999, untuk mengurangi dan perawatan rambut rontok Duranton dan Hansenne 2001, industri sabun transparan White dan Kinsman 1999, industri tekstil pada proses pemucatan kain untuk meningkatkan keindahan warna kain Francois et al. 1998, industri pestisida dan herbisida yang ramah lingkungan Lachut 1996, industri detergen Balzer dan Luders 1994 dan industri lainnya. Surfaktan Alkil Poliglikosida APG ini telah melalui pengujian di laboratorium toksikologi dan ekologi dengan hasil yang sangat memuaskan. Surfaktan APG tidak membuat iritasi di mata, kulit dan membran mukosa serta dapat mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan karena penggunaan surfaktan lain. Selain itu, APG telah diakui sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. Jerman telah mengklasifikasikan surfaktan APG ini, sebagai surfaktan kelas I dalam the German Water Hazard Classification WGK I, sehingga keamanan surfaktan ini dalam lingkungan tidak perlu diragukan Hill et al. 2000.

2.1.3 Katalis

Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan APG sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan APG meliputi : 1. Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. 2. Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosuksinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll. 3. Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosuccinat, alkil naphthalena sulfonat, dll. Dari katalis tersebut diatas, dipilih katalis organik asam p-toluena sulfonat para-toluene sufonic acidPTSA. Hal ini dikarenakan katalis tersebut cenderung bersifat dapat terurai oleh lingkungan dan merupakan jenis asam lemah sehingga tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel Hill et al. 2000. Jika menggunakan asam kuat, kemungkinan asam akan bereaksi dengan menghidrolisis glukosa. 2.2 Produksi surfaktan APG 2.2.1 Bahan baku surfaktan APG

2.2.1.1 Alkohol Lemak Fatty Alcohol

Alkohol lemak fatty alcohol merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alkohol lemak alami, sedangkan turunan dari petrokimia parafin dan etilen dikenal sebagai alkohol lemak sintetik Hill et al. 2000. Pada minyak kelapa sawit, alkohol lemak diperoleh dari minyak inti sawit Palm Kernel OilPKO. Alkohol lemak termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar yang merupakan jenis alkohol alifatik rantai panjang, yang memiliki panjang rantai atom karbon C antara 8 sampai 22 C 8 sampai C 22 McCurry et al. 1996 menyatakan bahwa alkohol lemak rantai panjang yang diperkenankan dalam sintesis APG adalah dengan panjang rantai atom C . Pada umumnya alkohol lemak, bersifat mudah terurai oleh lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran biodegradable. 8 -C 22 , namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai alkohol lemak C 8 -C 18 . Rosen 2004, mengatakan bahwa umumnya produk-produk komersial yang menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12 , karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik. Karakteristik jenis alkohol lemak C 10 dan C 12 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik alkohol lemak C 10 dan C Nama Nama Rumus Densitas Bobot Titik didih 12 umum IUPAC molekul gcm C Titik 3 molekul kondisi kondisi leleh normal vakum Dekanol Alkohol C C 10 H 21 kaprat OH 0.8297 158.3 233 158.8 7 Dodekanol Alkohol C 12 H 25 lauril OH 0.8309 186.3 259 185.5 24 Sumber : Wikipedia 2009 Alkohol lemak memiliki gugus hidroksil –OH, dimana sifat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Semakin panjang rantai karbon maka sifat kepolaran gugus hidroksil akan semakin menurun. Hal ini mengakibatkan alkohol lemak yang berat molekul rendah cenderung lebih larut dalam air, sedangkan alkohol lemak yang berat molekul tinggi lebih cenderung bersifat non polar. Alkohol lemak merupakan bahan baku industri produk perawatan tubuh personal care product , sabun mandi, sampo, kondisioner, detergen, makanan, plastik, farmasi, pelumas, dan berbagai produk industri lainnya. Alkohol lemak yang digunakan sebagai bahan baku surfaktan mampu bersaing dengan produk turunan petroleum, seperti alkil benzena. Persaingan ini lebih disebabkan karena sifat dari surfaktan yang lebih stabil dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan surfaktan turunan petroleum Kirk dan Othmer 1963. Suryani et al. 2002 mengatakan bahwa, alkohol lemak diturunkan dari asam lemak dan metil ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metil ester kemudian dihidrogenasi menjadi alkohol lemak. 2. Minyak nabati dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian dihidrogenasi menjadi alkohol lemak. Pada umumnya, alkohol lemak yang berasal dari industri oleokimia berbasis minyak kelapa dan minyak inti sawit PKO. Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang diperdagangkan di dunia baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kontribusi minyak kelapa dalam perdagangan dunia sebesar 2.98, nilai ini jauh lebih kecil dibanding minyak sawit dan minyak kedelai yang masing-masing hampir mencapai 30. Meskipun dalam jumlah yang relatif kecil,