Bahan baku surfaktan Surfaktan

Tabel 1 Kebutuhan surfaktan nonionik Indonesia Tahun Bobot kg Nilai US 2005 16 735 515 29 790 690 2006 15 408 042 26 659 130 2007 14 865 928 28 353 164 2008 17 168 473 42 172 772 2009 18 176 494 38 617 994 Jan-Agust 2010 17 016 995 38 878 278 Sumber : BPS 2010 Negara Jerman telah menyatakan bahwa surfaktan APG, merupakan surfaktan nomor satu dalam masalah keramahan lingkungan Indrawanto 2008. Hill et al. 2000 menyatakan bahwa proses produksi APG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1 secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa gula turunan pati dan alkohol lemak fatty alcohol dan 2 dengan cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol lemak fatty alcohol. Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh surfaktan APG. Penggunaan pati sebagai bahan dasar dalam sintesis surfaktan APG dua tahap, selain ketersediaan pati yang banyak juga biaya bahan baku lebih murah. Namun APG yang dihasilkan berwarna lebih gelap yang diakibatkan oleh proses pencoklatan karena kandungan furfuraldehid pada pati. Borsotti dan Pellizzon 1996 menyatakan bahwa APG merupakan surfaktan yang baik, karena bahan baku pembuatannya dapat diperoleh dari sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui dan juga merupakan bahan yang 100 biodegradable. Wuest et al. 1992 telah mematenkan sintesis surfaktan APG dengan reaksi dua tahap berbahan baku pati. Tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama butanol dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan alkohol rantai lebih panjang C 8 sampai C 22 terutama C 12 sampai C 18 dengan bahan baku alami. Rosen 2004, mengatakan pada umumnya produk-produk komersial yang berupa detergen ataupun produk-produk perawatan diri menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12 , karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik. Tahap butanolisis dilakukan pada suhu diatas 125 C, sebaiknya pada 140- 150 C. Tekanan pada reaktor sebesar 4-10 bar, sebaiknya 4.5-7 bar dalam zona reaksi tertutup. Tahap transasetalisasi dilakukan pada suhu 100-140 C, namun sebaiknya pada 110-120 C dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua rasio mol senyawa sakarida dan air sekitar 1:5 sampai 1:12, sebaiknya 1:6 sampai 1:12, lebih baik 1:6 sampai 1:9, dan lebih khusus lagi dengan ratio mola1:8. Campuran ratio mol pati dan alkohol rantai panjang sekitar 1:1.5 sampai 1:7 atau 1:2.5 sampai 1:7, namun lebih baik lagi dengan ratio mol 1:3 sampai 1:5 Wuest et al. 1992. Putri 2010 telah melakukan penelitian terhadap karakteristik surfaktan APG dengan menggunakan pati tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati dan alkohol lemak fatty alcohol dengan panjang rantai atom C 10 I adalah 1:4.7 dan ratio mol pati tapioka dengan butanol sebesar 1:8.5. Dibawah ini merupakan gambar sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap Gambar 1, sedangkan diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2. Pati Butanol Butil Glikosida Air II Butil Glikosida Air Alkohol lemak Alkil Poliglikosida Butanol Air Keterangan : I. Reaksi pada proses butanolisis II. Reaksi pada proses transasetalisasi Gambar 1 Sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap Schick 1987.