12 Adanya peningkatan jumlah nelayan cukup menggembirakan karena
menunjukkan bahwa sektor perikanan tangkap terus membuka lapangan kerja. Namun di sisi lain, hal ini juga menjadi fakta yang patut mendapat perhatian
bersama karena jika dibandingkan dengan produksi perikanan maka perbandingan jumlah nelayan dengan skala produksinya menjadi sangat kecil. Sebagai contoh,
pada tahun 2003 produktivitas nelayan hanya 1,36 ton per orang. Artinya, jumlah tangkapan nelayan per hari hanya sekitar 3,73 kg saja. Gambaran selengkapnya
tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Produktivitas nelayan tahun 1999 – 2003
Uraian 1999 2000
2001 2002
2003
Produksi ton 4.010.071
4.125.525 4.276.720 4.521.400 4.728.320
Jumlah Nelayan orang 2.890.054
3.104.861 3.286.500 3.326.930 3.476.200
Produktivitas Tontahunorang 1,39
1,33 1,30
1,36 1,36
Nelayan Kghariorang 3,80
3,64 3,57 3,72 3,73
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2005 Fakta pada Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa diperlukan beberapa upaya
agar jumlah nelayan mencapai titik yang optimal. Upaya-upaya tersebut antara lain: 1 Relokasi nelayan dari wilayah yang lebih tangkap ke wilayah yang
underutilized ; 2 Meningkatkan kemampuan nelayan artisanal menjadi nelayan
modern melalui modernisasi alat tangkap dan peningkatan daya jelajah kapal; 3 Mengalihkan sebagian nelayan penangkap ke pembudidaya ikan; dan 4
Mengalihkan sebagian nelayan di bidang penangkapan ikan ke pekerjaan lain, terutama yang masih terkait dengan sub sektor perikanan, misalnya bidang
pengolahan dan pemasaran.
2.4 Potensi dan Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Berdasarkan hasil kajian Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan pada tahun 1998, yang kemudian dikukuhkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No.
995KptsIK.210999 tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan JTB, potensi sumberdaya ikan di Perairan Indonesia adalah
sebesar 6,258 juta ton pertahun, dengan rincian 4,400 juta ton pertahun berasal dari perairan territorial dan perairan wilayah, serta 1,858 juta ton pertahun dari
13 perairan ZEEI. Karena manajemen perikanan menganut azas kehatian-hatian
precautionary approach, maka JTB Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan
ditetapkan sebesar 80 dari potensi tersebut atau sebesar 5,006 juta ton pertahun, dengan rincian 3,519 juta ton pertahun berasal dari perairan territorial dan
perairan wilayah serta 1,487 juta ton pertahun dari perairan ZEEI. Pada Tabel 5,
disajikan data Potensi dan JTB menurut kelompok SDI
Ditjen Perikanan Tangkap, 2004.
Tabel 5. Potensi dan JTB menurut kelompok SDI, berdasarkan Kepmen Pertanian No. 995KptsIK.210999
Satuan : Ribu TonTahun
No Kelompok SDI
Potensi JTB
1. Ikan Pelagis Besar
1.053,5 842,8
2. Ikan Pelagis Kecil
3.253,8 2.588,7
3. Ikan Demersal
1.786,4 1.429,1
4. Ikan Karang
76,0 60,7
5. Udang Penaeid
73,8 58,9
No Kelompok SDI
Potensi JTB
6. Lobster 4,8
3,8 7. Cumi-Cumi
28,3 22,7
Jumlah 6.258,6 5.006,7
Sumber :
Departemen Pertanian, 1999
Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air
dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contoh jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan kembung, alu-alu, layang, selar,
tetengkek, daun bambu, sunglir, julung-julung, teri, japuh, tembang, lemuru,
parang-parang, terubuk, ikan terbang, belanak, dan kacang-kacang. Kedua adalah ikan demersal,
yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan dan terdiri atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung, beloso, biji nangka,
kurisi, swanggi, gulamah, bawal, layur, senanginkuro, lencam, kakap merah, kakap putih, pari, sembilang, buntal landak, kuwe, gerot-gerot, bulu ayam,
kerong-kerong, payus, etelis, dan remang. Ketiga adalah ikan pelagis besar,
yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran besar, yang terdiri atas spesies antara lain : tuna mata besar,
madidihang, albakora, tuna strip biru selatan, cakalang, tongkol, setuhukmarlin,
14
tenggiri, layaran, ikan pedang, cucuthiu dan lemadang. Keempat adalah ikan karang,
yaitu kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, yang terdiri atas spesies antara lain : ekor kuning, pisang-pisang, kerapu, baronang, kakak tua,
napoleon, dan kerondong morai. Kelima adalah udang penaid, yaitu kelompok
udang yang terdiri atas spesies antara lain : penaeid, kepiting, rajungan, rebon dan udang kipas. Berikutnya atau yang potensinya paling kecil adalah kelompok
cumi-cumi dan lobster
Ditjen Perikanan Tangkap, 2005.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut khususnya bidang perikanan tangkap bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya tanpa merusak
kelestarian sumberdaya ikan dengan biaya operasi yang serendah mungkin Grofit, 1980.
Setiadi 2003 menyatakan bahwa secara vertikal nilai densitas ikan pelagis kecil ikan1000 m
3
pada setiap strata kedalaman kecenderungannya semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Dari hasil kajian di Pulau
Belitung, ikan paling banyak terdeteksi pada strata kedalaman 5-13 meter. Secara horizontal, ikan pelagis kecil lebih banyak terdeteksi pada sebelah barat dan timur
dari perairan utara Pulau Belitung dengan kecenderungan lebih dominan ditemukan di perairan sebelah timur.
Daerah perkiraan produktivitas tinggi dan sedang ikan pelagis spesies layang dan tongkol di Laut Cina Selatan cenderung tersebar pada perairan bagian
utara di atas 0
O
Laut Cina Selatan dan jauh dari perairan pantai, sedangkan daerah perkiraan produktivitas tinggi dan sedang spesies selar di Laut China
selatan cenderung tersebar pada perairan pantai dan di bagian selatan di bawah
O
perairan Laut Cina Selatan Almuas dan Jaya, 2003. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak merata untuk setiap Wilayah
Pengelolaan Perikanan, bahkan di beberapa wilayah pengelolaan telah terjadi over fishing
seperti di Perairan Selat Malaka 176,29 , Laut Jawa dan Selat Sunda 171,72 serta Laut Banda 102,74 . Tingkat pemanfaatan di wilayah
pengelolaan lainnya berturut-turut adalah Laut Flores dan Selat Makassar sebesar 88,12 , Samudera Hindia 72,41 , Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik 46,84
, Laut Natuna dan Cina Selatan 44,92 , Laut Arafura 42,67 dan Laut
15 Maluku, Teluk Tomini dan Seram 41,83 . Adapun Tingkat Pemanfaatan
menurut Kelompok sumberdaya ikan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
No Kelompok SDI
Potensi TonTh
JTB TonTh
Produksi Ton
Tingkat Pemanfaatan
1 Ikan Pelagis Besar
1.165.360 932.288
736.170 78,97
2 Ikan Pelagis Kecil
3.605.660 2.884.528
1.784.330 61,86
3 Ikan Demersal
1.365.090 1.092.072
1.085.500 99,40
4 Ikan Karang
145.250 116.200
156.890 135,02
5 Udang Penaeid
94.800 75.840
259.940 342,75
6 Lobster 4.800
3.840 4.080
106,25 7 Cumi-Cumi
28.250 22.600
42.510 188,10
Jumlah 6.409.210 5.127.368
4.069.420 79,37
Sumber : BRKP – DKP 2001 Dari data tingkat pemanfaatan sebagaimana pada Tabel 6, bahwa peluang
pengembangan masih dapat dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan : - Laut Cina Selatan dan Natuna untuk SDI pelagis besar, pelagis kecil dan
demersal; - Laut Flores dan Selat Makasar untuk SDI pelagis besar dan pelagis kecil;
- Laut Banda untuk SDI pelagis besar; - Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram untuk SDI pelagis besar, pelagis
kecil dan demersal; - WPP Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik untuk SDI pelagis kecil dan
demersal; - Laut arafura untuk SDI pelagis kecil;
- Samudera Hindia untuk SDI pelagis kecil dan pelagis besar. Demikian pula dari sisi permintaaan atau demand side, potensi dan
peluang pasar hasil laut dan ikan relatif baik. Pada tahun 1994, impor dunia hasil perikanan sekitar 52.493 juta ton. Indonesia termasuk peringkat ke-8 dalam
produksi ikan peringkat ke-5 untuk udang, dan peringkat ke-2 untuk tuna; peringkat ke-9 untuk ekspor ikan peringkat ke-4 untuk udang, dan peringkat ke-1
untuk tuna. Permintaan ikan tahun 2010, diperkirakan akan mencapai 105 juta ton. Potensi pasar dalam negeri juga relatif masih baik; total konsumsi ikan dalam
16 negeri tahun 2001 diperkirakan sekitar 4,6 juta ton dengan konsumsi rata-rata
21,71 kgkaptahun. Sementara itu konsumsi ikan yang direkomendasikan dalam Lokakarya Nasional Widya Karya Pangan dan Gizi untuk mencukupi kebutuhan
gizi sekitar 26,55 kgkaptahun. Jadi masih jauh dari yang direkomendasikan Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001.
Pemanfaatan sumberdaya pelagis kecil salah satunya adalah dengan menggunakan alat tangkap bagan rambo yang merupakan perkembangan terakhir
dari bagan apung di Indonesia. Jumlah tangkapan dan keragaman spesies dengan menggunakan bagan rambo pada bulan terang dan bulan gelap menunjukkan
perbedaan yang signifikan Baskoro, et.al., 2002. Untuk mengefektifkan penangkapan ikan pelagis besar nelayan sekarang
cenderung untuk menggunakan rumpon sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan agar lebih mudah, efektif dan lebih efisien. Dalam pengoperasian pole and
line dan tonda di sekitar rumpon perlu diperhatikan mengenai pola waktu makan ikan dan jenis umpan yang disenangi cakalang. Sedangkan dalam pengoperasian
purse seine, drift gill net perlu memperhatikan faktor jalar ruaya dan tingkah laku
schooling cakalang terhadap rumpon Simbolon, 2004.
2.5 Permasalahan dalam Pengembangan Perikanan Tangkap