58
5.3 Tinjauan Aspek Finansial
Tinjauan aspek finansial dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelayakan pengembangan usaha armada penangkapan dilihat dari sudut pandang
investasi. Parameter penilaian kelayakan didasarkan pada 3 kriteria yaitu NPV, IRR dan Net BC ratio. Nilai NPV menunjukkan rata-rata keuntungan bersih yang
diperoleh selama 10 tahun ke depan 2007-2017 pada tingkat diskonto tertentu. Ketika nilai NPV 0 maka disimpulkan bahwa kegiatan pengembangan layak
dilaksanakan. Nilai IRR menggambarkan tingkat diskonto yang mampu dibayar oleh usaha sehingga keuntungan yang diperoleh sama dengan nol. Ketika nilai
IRR tingkat diskonto yang ditetapkan maka kegiatan pengembangan dinyatakan layak dilakukan. Adapun nilai net BC ratio merujuk pada besaran keuntungan
yang diperoleh dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 1. Perubahan kondisi perekonomian yang sangat dinamis belakangan ini
menyebabkan terjadinya peningkatan harga bahan bakar solar sebesar 104. Peningkatan harga solar tersebut diperkirakan menyebabkan kenaikan komponen
biaya sebesar 20. Dari hasil analisis, saat penerimaan tetap dengan DF Discount Factor 18 maka pengembangan usaha penangkapan baik dengan
rawai hanyut maupun jaring insang hanyut tetap layak dilakukan. Berdasarkan hasil analisis, secara umum kegiatan penangkapan ikan
pelagis dengan menggunakan alat tangkap rawai hanyut dan jaring insang hanyut baik ukuran kapal 5 GT maupun 5 - 10 GT layak dikembangkan Lampiran 1,
2, 3, dan Lampiran 4. Nilai NPV pada alat tangkap pancing ulur dengan ukuran kapal 5 GT
tercapai pada kondisi awal yaitu sebesar Rp 190.922.071,-. Pada kondisi tersebut, usaha dapat mengembalikan bunga pinjaman pada tingkat diskoto hingga
134.11. Rasio benefit-cost yang diperoleh yaitu 5.93. Kondisi serupa juga terjadi pada alat tangkap rawai hanyut dengan ukuran kapal 10 GT dimana nilai NPV
tertinggi tercapai pada kondisi awal, yaitu sebesar Rp 338.143.549,-. Kemampuan pengembalian bunga pinjaman pun hanya mencapai 159,55. Besarnya nilai Net
BC ratio usaha yaitu sebesar 7.05. Sementara itu nilai NPV tertinggi pada alat tangkap jaring insang hanyut
dengan ukuran kapal 5 GT yaitu sebesar Rp 136.778.324,-. Pada kondisi
59 tersebut, usaha dapat mengembalikan bunga pinjaman pada tingkat diskoto hingga
100.50 . Rasio benefit-cost yang diperoleh pun relatif tinggi yaitu 4.44. Kondisi serupa juga terjadi pada alat tangkap jaring insang hanyut dengan ukuran kapal
10 GT dimana nilai NPV yaitu sebesar Rp 283.999.802,-. Kemampuan pengembalian bunga pinjaman pun sangat tinggi mencapai 136.68 .
Kemampuan pengembalian bunga yang sangat tinggi diindikasikan pula dengan besarnya nilai Net BC ratio usaha yaitu sebesar 6.03.
Dari hasil perhitungan yang didapat maka keuntungan yang didapat tidak sebanyak disaat harga BBM belum meningkat sebesar 104. Tidak hanya harga
BBM yang naik tapi dengan meningkatnya harga BBM maka berpengaruh terhadap harga barang yang lain sehingga biaya operasional naik hingga 60.
Ditinjau dari struktur penerimaan nelayan dari bagi hasil, maka upah yang diterima nelayan baik rawai hanyut maupun jaring insang hanyut relatif tinggi.
Pada alat tangkap rawai hanyut dengan ukuran kapal 5 GT, nelayan menerima bagi hasil sebesar Rp 27.256.000,- tiap tahun, sementara itu untuk kapal ukuran
10 GT nelayan menerima bagi hasil sebesar Rp 51.448.000,-. Jika diasumsikan jumlah nelayan dengan ukuran kapal 5 GT adalah 4 orang, maka setiap nelayan
akan menerima upah sekitar Rp 6.814.000,- per tahun atau rata-rata Rp 560.000,- per bulan. Sementara itu untuk nelayan rawai hanyut dengan ukuran kapal 10
GT adalah 6 orang maka nelayan menerima upah sekitar Rp 8.574.666,- per tahun atau rata-rata Rp 714.000,- per bulan.
Untuk alat tangkap jaring insang hanyut dengan ukuran kapal 5 GT bagi hasil yang diterima nelayan lebih tinggi yaitu Rp 32.070.000,- per tahun. Dengan
asumsi jumlah nelayan sebanyak 4 orang maka setiap nelayan rata-rata memperoleh upah Rp 8.017.500,- per tahun atau rata-rata Rp 668.000,- per bulan.
Sementara itu untuk jaring insang hanyut dengan ukuran kapal 10 GT bagi hasil yang lebih tinggi yaitu : Rp 79.645.000,- per tahun. Dengan asumsi jumlah
nelayan 6 orang maka setiap nelayan rata-rata memperoleh upah Rp 1.106.180,-. Meskipun pendapatan yang diterima nelayan relatif tinggi namun realitasnya
kehidupan nelayan ABK yang ada di wilayah ini masih penuh dengan keterbatasan. Berdasarkan hasil wawancara, masih banyak nelayan ABK
60 khususnya yang muda memiliki gaya hidup hedonisme yaitu menghabiskan uang
yang diterima untuk berfoya-foya.
5.4 Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Pelagis