keseragaman tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis seragam atau merata.
Lebih spesifik lagi dengan kriteria menurut Michael 1984 : 0 E 0,4 : Keseragaman rendah
0,4 E 0,6 : Keseragaman sedang E 0,6 : Keseragaman tinggi
Menurut Sastrawijaya 1991 bahwa kondisi yang seimbang adalah jika nilai indeks keanekaragaman H’ dan nilai indeks keseragaman E tinggi. Ketersediaan nutrisi
dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman yang bervariasi.
IV.4. Nilai Indeks Similaritas IS
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Similaritas IS plankton pada msing- masing stasiun penelitian dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Nilai Indeks Similaritas IS Plankton antar Stasiun Penelitian di Danau Siais Tapanuli Selatan
Stasiun 1
2 3
4 5
1 -
63,76 37,14
77,77 75,60
2 -
- 38,59
51,94 75,36
3 -
- -
66,66 57,14
4 -
- -
- 43,33
5 -
- -
- -
Dari tabel 4.4 dapat dilihat Indeks Similaritas IS antar stasiun berdasarkan kriteria dari Michael 1984 :
IS = 75 -100 : sangat mirip 50 -75
: mirip 25
– 50 : tidak mirip
25 : sangat tidak mirip
Universitas Sumatera Utara
Stasiun 1 dengan stasiun 4, stasiun 1 dengan stasiun 5, dan stasiun 2 dengan 5 mempunyai Nilai Indeks Similaritas 77,77, 75,60, 75,36 digolongkan kategori
sangat mirip. Hal ini menunjukkan kondisi habitat pada stasiun ini dapat mendukung kehidupan plankton. Menurut Barbour 1987
dalam
Setiadi 2005 kondisi mikrositus yang relative homogen akan ditempati oleh individu dari jenis yang sama
karena spsesies tersebut secara alami telah mengembangkan mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap habitatnya. Suin 2002 mengatakan bahwa kesamaan tertinggi
yang dapat dicapai antara dua habitat adalah 100 jika pada kedua habitat itu hidup jenis yang sama. Menurut Krebs 1985 semakin besar nilai indeks similaritas maka
jenis yang sama pada lokasi yang berbeda semakin banyak.
IV.5. Pengukuran Parameter Lingkungan Fisika Kimia Air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun penelitian di Danau Siais Tapanuli Selatan diperoleh nilai rata-rata faktor fisika kimia air pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Nilai Rata-Rata Sifat F isika Kimia Air pada 5 Stasiun Penelitian Parameter
Satuan Stasiun
1 2
3 4
5
1. Suhu C
28,5 29
29 30,5
29 2. Intensitas cahaya
candella 1991
1424 1447
1375 1615
3. Penetrasi cahaya meter
2 1,9
2,2 2
2 4. TDS
mgl 151
156 142
163 147
5. TSS mgl
32 34
32 34
32 6. pH
unit pH 6,3
5,7 6,4
6,7 7,4
7. BOD
5
mgl 0,3
0,6 0,4
0,6 0,2
Universitas Sumatera Utara
8. COD mgl
3,55 3,15
5,13 5,52
4,73 9. DO
mgl 7,50
7,50 7,30
7,15 7,30
10. Fosfat PO
4 3-
mgl 0,12
0,14 0,21
0,19 0,09
11. Nitrat NO
3 -
mgl 0,03
0,03 0,05
0,05 0,04
12. Substrat Organik 4,67
0,43 0,81
0,57 5,26
13. Total Coliform jlh100 ml
23 21
150 43
IV.5.1. Suhu C
Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh
permukaan perairan berbeda, maka suhu jumlah panas yang dimiliki oleh perairan tersebutpun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan suhu pada perairan
Danau Siais berkisar antara 28,5-30,5°C. Suhu perairan pada stasiun 430,5 C lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu yang terukur pada keempat stasiun lainnya, sementara itu suhu pada stasiun 128,5
C lebih rendah. Suhu pada stasiun 4 lebih tinggi karena pengaruh berbagai aktivitas manusia
seperti adanya pemukiman, dan dermaga. Pola suhu perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti limbah
serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan suhu. Hilangnya
pelindung berupa pohon-pohon di pinggiran Danau Siais karena di konversi sebagai areal wisata, perikanan dan pelabuhan. Di Stasiun 1 lebih rendah suhunya karena
berada pada areal yang masih relatif alami, banyak vegetasi teresterial berupa pohon- pohon yang tinggi sehingga membuat suhu permukaan air lebih rendah.
Walaupun terdapat perbedaan suhu tetapi suhu yang dimiliki perairan tersebut jika dihubungkan dengan kehidupan plankton masih termasuk dalam kisaran suhu
yang relatif optimum. Menurut Isnansetyo Kurniastuty 1995 kisaran suhu yang optimum bagi kehidupan plankton adalah 22-30
C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulushidupan organisme yang berada di dalamnya termasuk
plankton. Menurut Barus 2004 hal itu terjadi karena suhu suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen yang sangat diperlukan organisme akuatik untuk
Universitas Sumatera Utara
metabolismenya. Semakin tinggi suhu suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun.
IV.5.2. Intensitas Cahaya
Pada Tabel 4.5 hasil pengukuran diperoleh bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 1991 candela terdapat pada stasiun 1 dan terendah sebesar 1375 candela
terdapat pada stasiun 4. Perbedaan yang terjadi disebabkan adanya perbedaan lintang pengukuran pada lokasi pengambilan sampel. Faktor cahaya matahari yang masuk ke
dalam perairan akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan,
dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan mengalami perubahan yang significant baik secara kualitatif maupun kuantitatifBarus, 2004.
IV.5.3. Penetrasi Cahaya
Berdasarkan hasil pengamatan di perairan pada lima stasiun penelitian rata- rata penetrasi cahaya adalah 1,9-2,2 m, sehingga sampel plankton diambil pada
kedalaman 0 m dan 2 m. Kelimpahan keberadaan plankton pada 0 m dan 2 m bervariasi. Ini disebabkan kemampuan dari masing-masing spesies untuk beradaptasi
terhadap faktor lingkungannya. Pada perairan Danau Siais kedalaman 2 m penetrasi cahaya masih efektif sehingga fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis.
IV.5.4.
Total Dissolved Solid
TDS
Jumlah padatan tersuspensi pada perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi
cahaya ke dalam perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap penurunan aktivitas dari fotosintesis oleh organisme berhijau daun yang terdapat pada perairan
semisal hydrophita dan fitoplanktoan. Dari pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut pada perairan Danau Siais berkisar antara 142mgl -
163 mgl.
Universitas Sumatera Utara
Padatan terlarut pada Stasiun 4163mgl lebih tinggi dibandingkan pada empat stasiun pengamatan lainnya, sedangkan yang terkecil terdapat pada stasiun
3142mgl. Padatan terlarut pada stasiun 4 lebih tinggi karena lokasi stasiun 4 yang berada pada area yang dekat dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan
limbah yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 muara memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena partikel
terlarut diduga menyebar memencar pada perairan akibat adanya arus air dari anak Sungai Batangtoru dan Rianiate.Jika dihubungkan dengan baku mutu air kelas I , nilai
padatan terlarut yang diperoleh pada perairan Danau Siais masih tergolong rendah Kelas I max 1000 mgl yang berarti perairan Danau Siais masih belum tercemar.
IV.5.5.
Total Suspended Solid
TSS
Umumnya tingkat kekeruhan dan kecerahan suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan zat padat suspensi. Pada perairan Danau Siais kekeruhan air
dipengaruhi oleh kontribusi suspensi dari anak sungai Batangtoru dan Rianiate yang di bawa arus sampai ke badan perairan.
Kandungan zat padat tersuspensi yang tinggi banyak mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan, sehingga panas yang diterima air permukaan
tidak cukup untuk proses fotosintesis. Namun kandungan zat padat tersuspensi di Danau Siais belum menyebabkan terhalangnya transfer energi dari matahari ke
permukaan air, sehingga energi matahari yang diterima masih mampu melaksanakan fotosintesis, ditandai dengan suhu terukur sebesar 28,5
C – 30,5
C. Tabel 4.5.
Hasil pengukuran total zat padat tersuspensi TSS pada lima stasiun penelitian di perairan Danau Siais berkisar antara 32-34 mgl. Kandungan ini masih
sesuai dengan nilai ambang batas berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, yaitu TSS untuk kelas 1 Air Minum maksimum 50 mgl.
Universitas Sumatera Utara
IV.5.6. pH
Derajat keasaman pH merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan sebagai faktor pembatas pada perairan Michael, 1984. Dalam hal ini sebagian besar
biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH. Hasil pengamatan menunjukkan, nilai pH perairan Danau Siais berkisar 5,7
– 7,4. pH terendah ditemukan pada Stasiun 2, sedangkan tertinggi pada Stasiun 5.
pH di Stasiun 57,4 tinggi diakibatkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar perairan diduga mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikkan nilai
pH. Stasiun 2 nilai pH lebih rendah juga dapat di hubungkan dengan nilai BOD
5
yang lebih tinggi. Adanya kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada Stasiun 2 akan
menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penurunan nilai pH. pH Perairan Danau Siais masih tergolong pH yang layak bagi kehidupan organisme akuatik, sebab menurut Prescod 1979 pH yang
layak bagi organisma akuatik berkisar 6,20-8,50. Wetzel dan Likens 1979 menambahkan, efek letal atau mematikan dari kebanyakan asam terhadap organisma
akuatik tampak ketika pH perairan lebih kecil dari 5 lima. Derajat keasaman pH maksimum untuk air kelas I adalah 6-9, dan hasil
pengukuran 5,7-7,4 dengan demikian perairan Danau Siais masih layak digunakan untuk air kelas I.
IV.5.7.
Biological Oxygen Demand
BOD
5
Nilai rata-rata BOD
5
perairan Danau Siais pada lima stasiun penilitian berkisar 0,2 -0,6 mgl. BOD
5
tertinggi sebesar 0,6 mgl diperoleh pada Stasiun 2 dan 4 sedangkan yang terendah sebesar 0,2 mgl diperoleh pada Stasiun 5. Nilai BOD
5
yang diperoleh pada prinsipnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD
5
merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik didalam air sehingga secara
tidak langsung juga menunjukkan keberadaan bahan organik didalam air. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian maka kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi pengamatan berkisar 0,2
– 0,6 mgl. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan nilai kelarutan oksigen yang diperoleh pada stasiun penelitian yang berkisar
antara 7,15 -7,50 mgl. Nilai BOD ini menunjukkan bahwa belum terjadi pencemaran limbah organik yang berat pada perairan Danau Siais.
Tingginya nilai BOD
5
pada Stasiun 2 dan 4 mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di Stasiun 2 dan 4 lebih tinggi dari pada Stasiun 1,3 dan 5.
Bahan organik ini kemungkinan berasal dari limbah ikan penyalehan pada stasiun 2 dan limbah domestik pada stasiun 4 yang terlarut di dalam air. Menurut Barus,
2001 nilai BOD
5
merupakan parameter indikator pencemaran zat organik,dimana semakin tinggi angkanya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan
sebaliknya.
IV.5.8.
Chemical Oxygen Demand
COD
Nilai rata-rata COD perairan Danau Siais sewaktu penelitian berkisar 3,15 –
5,52 mgl. COD tertinggi diperoleh pada stasiun 4 sedangkan terendah pada stasiun 2. Nilai COD menunjukkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi
yang berlangsung secara kimiawi. Dengan demikian umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai BOD
5
, karena BOD
5
terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan secara biologis saja, sementara nilai COD
menggambarkan kebutuhan oksigen untuk total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan
secara biologis.
Nilai COD yang diperoleh stasiun penelitian perairan Danau Siais tergolong baik, sebab baku mutu air kelas I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD
maksimal 10 mgl.
IV.5.9.
Dissolved Oxygen Demand
DO
Universitas Sumatera Utara
Kandungan oksigen terlarut
Dissolved Oxygen
sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisma perairan. Oksigen dalam hal ini
diperlukan organisma akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis
organisma akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfir ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin.
Menurut Wetzel dan Likens 1979 tinggi-rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor suhu, tekanan dan konsentrasi berbagai
ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut perairan Danau Siais berkisar 7,15 - 7,50 mgl. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada
Stasiun 1 dan 2 yang terendah pada Stasiun 4. Tingginya nilai DO pada Stasiun 1 dan 2 berkaitan erat dengan melimpahnya jenis vegetasi akuatik yang terdapat disana.
Oksigen yang ada di perairan berasal dari hasil fotosintesis hidrofita serta fitoplankton yang berada di dalamnya. Di Stasiun 1 dan 2 ini jumlah dan jenis
vegetasi akuatik relatif banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada Stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat
menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air.
Nilai DO terendah berada pada Stasiun 4 Dermaga yang tidak ditumbuhi oleh vegetasi akuatik. Kandungan oksigen terlarut pada stasiun 4 hanya berasal dari
hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat disana sehingga nilai DO nya rendah. Kandungan oksigen terlarut pada perairan Danau Siais masih tergolong sangat layak
dalam mendukung kehidupan organisma, sebab menurut Sastrawijaya 1991 kehidupan organisma akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen
terlarutnya minimal 5 mgl. Berdasarkan Baku Mutu Air kelas I PP No. 822001 batas minimum DO adalah 6 mgl.
Kadar DO pada stasiun penelitian lebih besar 7,15-7,50 mgl daripada kadar DO baku mutu air, maka perairan Danau Siais layak digunakan sebagai air kelas I.
Universitas Sumatera Utara
IV.5.10. Fosfat
Fosfat yang terukur pada perairan Danau Siais sewaktu penelitian berkisar antara 0,0897-0,2125 mgl. Fosfat tertinggi ditemukan pada stasiun 3muara sebesar
0,2125mgl kadar ini sedikit telah melampaui Baku Mutu Air Kelas I maks 0,2mgl . Tingginya kadar fosfat ini berasal dari limbah industri dan domestik yang
dibawa oleh anak sungai Batangtoru dan Rianiate. Menurut Alaerts
et al.,
1987 terjadinya penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan
limbah industri, penduduk, pertanian, dan aktifitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi kedalam air tanah
dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka badan perairan. Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk kedalam sistem
perairan Barus, 2001.
Secara keseluruhan kadar fosfat hasil pengukuran di 4 stasiun penelitian masih dibawah Baku Mutu Air kelas I yaitu 0,20 mgl dengan demikian perairan ini
layak untuk kelas I kecuali stasiun 3 digolongkan tercemar ringan karena kadar fosfatnya sebesar 0,21 mgl sedikit diatas Baku Mutu.
IV.5.11. Nitrat
Besarnya kandungan rata-rata nitrat di perairan Danau Siais berkisar 0,0319- 0,0544 mgl. Nilai nitrat tertinggi dijumpai pada Stasiun 4 sedangkan terendah di
Stasiun 1. Nitrat pada Stasiun 4 lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Stasiun 4
berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat menjadi
lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat di Stasiun 1 lebih rendah karena Stasiun 1 berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air
menurut metode Storet PP No.82 tahun 2001, kandungan nitrat Perairan Danau
Universitas Sumatera Utara
Siais tergolong cukup rendah artinya tidak melampau batas maksimal yang diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mgl.
IV.5.12. Substrat Organik
Nilai kandungan organik substrat yang didapatkan lima stasiun penelitian berkisar antara 0,42-5,26 . Kandungan organik substrat tertinggi didapatkan pada
stasiun 5 sebesar 5,26, dan terendah pada stasiun 3 sebesar 0,42. Secara keseluruhan nilai kandungan organik substrat yang didapatkan dari lima stasiun
penelitian perairan Danau Siais tergolong sangat rendah stasiun 2, 3 dan 4 dan sangat tinggi stasiun 1 dan 5. Hal ini berdasarkan pada Pusat Penelitian Tanah
1983
dalam
Djaenuddin
et al.,
1994, kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut :
1 = Sangat rendah
1 - 2 = Rendah
2,01 - 3 = Sedang 3 - 5
= Tinggi 5,01
= Sangat tinggi
Kandungan organik substrat bila dihubungkan dengan tingkat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan planktonnya, maka perairan Danau Siais adalah
perairan yang subur dengan tipe eutrofik yaitu perolehan plankton diatas 15.000 indl.
IV.5.13. Total Coliform
Hasil uji parameter biologis berupa
coliform
pada lima stasiun penelitian di Danau Siais dapat dilihat pada Tabel 4.5. Berdasarkan data yang terlihat pada Tabel
4.5 dapat dikemukakan bahwa jumlah
coliform
tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 yakni dermaga yang berada di dekat pantai dan pemukiman penduduk dan juga
sebagai daerah bersandarnya kapal-kapal sedangkan jumlah terendah ditemukan pada Stasiun 2 daerah penyalehan ikan dengan kondisi yang relatif alami. Tingginya
coliform
pada suatu perairan menunjukkan bahwa perairan tersebut mendapat
Universitas Sumatera Utara
buangan ataupun limbah organik berupa feses dari sekitar ataupun sekeliling badan perairan.
Jumlah
coliform
yang relatif tinggi pada Stasiun 4 mungkin erat kaitannya dengan adanya masukan berbagai buangan ataupun limbah organik yang berasal dari
penduduk sekitar maupun dari kapal-kapal yang bersandar padanya. Sementara itu tidak adanya 0
coliform
pada Stasiun 2 mungkin karena lokasi stasiun tersebut yang relatif jauh di tengah pantai sehingga kurang memungkinkan masuknya buangan
organik ke daerah tersebut. Ditinjau dari baku mutu air kelas I sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001, jumlah fecal coli yang terdapat pada lima stasiun penelitian di Danau
Siais tidak melampaui ambang batas oleh karena itu tergolong tidak tercemar, dan layak digunakan sebagai air kelas I Air Minum.
IV.6. Sifat Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Danau Siais Tapanuli Selatan berdasarkan Metode Storet
Sifat fisika, kimia dan biologi air yang terdapat di perairan danau Siais dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal
dengan metode Storet dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Danau Siais Menurut Metode Storet
No Parameter
Satuan Hasil Pengukuran
Baku Mutu Air Kelas I
Skor Min
Max Rata-
rata 5 sts
Min Max Rata-
rata Total
1 Suhu
C 28,5
30,5 29,2
Deviasi 3 2
TDS mgl
142 163
151,8 1000
3 TSS
mgl 32
34 32,8
50 4
pH unit pH
5,7 7,4
6,5 6
– 9 5
BOD
5
mgl 0,2
0,6 0,42
2 6
COD mgl
3,15 5,55
4,42 10
7 DO
mgl 7,15
7,50 7,35
6 8
PO
4 3-
mgl 0,09
0,21 0,15
0,2 -2
-2 9
NO
3 -
mgl 0,03
0,05 0,04
10 10 Total Coliform jlh100 ml
150 47,4
1000
Total Skor -2
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Barus 2004 Lampiran IV Pengantar Limnologi
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji kualitas air menurut metode storet bahwa semua parameter Fisika, Kimia dan Biologi yang diamati tidak ada yang melebihi baku mutu air kelas I
Air Minum yaitu dengan jumlah skor 0 kecuali pada stasiun 3 kadar fosfat0,21 mgl yang sedikit melebihi baku mutu0,2mgl dengan jumlah skor -2 dengan
kategori tercemar ringan. Hal ini menggambarkan mulai adanya indikasi pencemaran sehingga perlu perhatian dan penanganan pemerintah dan masyarakat setempat.
IV.7. Analisis Korelasi Pearson r Antara Faktor Fisika Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Plankton
H’
Menurut Sugiyono 2005 Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor, adalah sebagai berikut
Tabel 4.7 Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar F aktor No
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1. 0,00
– 0,199 Sangat rendah
2. 0,20 - 0,399
Rendah 3.
0,40 - 0,599 Sedang
4. 0,60
– 0,799 Kuat
5. 0,80
– 1,000 Sangat kuat
Berdasarkan pengukuran faktor fisik – kimia perairan yang telah dilakukan pada
setiap stasiun penelitian, dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman H’ maka diperoleh nilai indeks korelasi seperti terlihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Nilai Analisis Korelasi Pearson r antara Keanekaragaman dan
Kelimpahan Plankton H’ dengan Sifat Fis
ika
–
Kimia Perairan Danau Siais Tapanuli Selatan
Parameter r
H’ suhu
-0,381 p.cahaya
-0,058 i.cahaya
0,245 TDS
-0,469 TSS
-0,526 pH
0,695
Universitas Sumatera Utara
BOD
5
-0,779 COD
-0,017 DO
0,036 PO
4
-0,746 NO
3
-0,333 Substrat
0,754 E.Coli
-0,269 + Korelasi Searah ; - Korelasi Berlawanan
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi Pearson antara beberapa faktor fisika
– kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks diversitas. Selanjutnya diuraikan mulai dari tingkat hubungan yang
sangat rendah sampai ke tingkat hubungan yang sangat kuat dengan arah negatif. Nilai indeks korelasi antara keanekaragaman plankton dengan COD adalah -0.017,
penetrasi cahaya-0,058 dengan tingkat hubungan sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa COD dan penetrasi cahaya berpengaruh negatif terhadap indeks
keanekaragaman plankon. Nilai indeks korelasi antara keanekaragaman plankton dengan
E. coli
-0,269 NO
3
-0,333 dan suhu -0,381 adalah dengan tingkat hubungan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
E. coli
, NO
3
dan suhu berpengaruh negatif terhadap indeks keanekaragaman plankton sehingga peningkatan
kadar suhu, NO
3
dan
E. coli
dapat mengakibatkan semakin rendahnya nilai indeks keanekaragaman plankton. Nilai indeks korelasi antara keanekaragaman plankton
terhadap penetrasi TDS -0,469 dan TSS -0,526 dengan tingkat hubungan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa TDS dan TSS berpengaruh negatif terhadap indeks
keanekaragaman plankton, sehingga peningkatan kadar penetrasi TDS dan TSS dapat mengakibatkan semakin rendahnya nilai indeks keanekaragaman plankton. Nilai
indeks korelasi antara keanekaragaman plankton terhadap BOD
5
-0,779, PO
4
-0,746 dengan tingkat hubungan kuat. Hal ini menunjukkan bahwa BOD
5
dan PO
4
berpengaruh negatif terhadap indeks keanekaragaman plankton sehingga peningkatan kadar BOD
5
dan PO
4
dapat mengakibatkan semakin rendahnya nilai indeks keanekaragaman plankton.
Universitas Sumatera Utara
Parameter yang mempunyai arah positif terhadap indeks keanekaragaman plankton pada penelitian ini adalah DO, pH, substrat organik dan intensitas cahaya.
Selanjutnya diuraikan mulai dari hubungan yang terendah sampai ke hubungan yang kuat, nilai indeks korelasi antara keanekaragaman plankton dengan DO 0,036
dengan tingkat hubungan sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa DO berpengaruh positif terhadap indeks keanekaragaman plankton sehingga peningkatan
kadar DO dapat mengakibatkan semakin tingginya nilai indeks keanekaragaman plankton. Nilai indeks korelasi antara keanekaragaman plankton terhadap intensitas
cahaya 0,245 dengan tingkat hubungan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya berpengaruh positif terhadap indeks keanekaragaman plankton
sehingga peningkatan kadar intensitas cahaya dapat mengakibatkan semakin tingginya nilai indeks keanekaragaman plankton.Nilai indeks korelasi antara
keanekaragaman plankton terhadap pH 0,695 dan substrat organik 0,754 dengan tingkat hubungan kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pH dan substrat organik
berpengaruh positif terhadap indeks keanekaragaman plankton sehingga peningkatan kadar pH dan substrat organik dapat mengakibatkan semakin tingginya nilai indeks
keanekaragaman plankton.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan