penutupan oleh vegetasi dari pepohanan yang tumbuh di tepi Brehm Meijering, 1990
dalam Barus,
1996.
Hutapea 1990
dalam
Azwar 2001, menyatakan bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni: 1 variasi jumlah panas yang
diserap, 2 pengaruh konduksi panas 3 pertukaran tempat massa air secara lateral oleh arus dan 4 pertukaran air secara vertikal. Menurut Soetjipta 1993
dalam
Azwar 2001, bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30°C, selanjutnya Isnansetyo Kurniastuti 1995 mengatakan
suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30°C, sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15 - 35°C.
b. Penetrasi cahaya
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini
sangat penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentifikasikan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih
berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan
Barus, 2001; Sunin, 2002. Menurut Haerlina 1987, penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik fitoplankton dan juga penetrasi cahaya
mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.
c. Arus
Arus terutama berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti gas maupun mineral yang terdapat dalam air. Arus juga mempengaruhi penyebaran
organisme Michael, 1994
dalam
Barus, 2001. Adanya arus pada suatu ekositem akuatik membawa plankton khusus fitoplankton yang menumpuk pada suatu tempat
Universitas Sumatera Utara
tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya blooming pada lokasi tertentu jika tempat baru tersebut kaya akan nutrisi yang menunjang pertumbuhan fitoplankton
dengan faktor abiotik yang mendukung bagi perkembangan kehidupan plankton Basmi, 1992.
d. Oksigen terlarut DO =
Dissolved Oxygen
Kandungan oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh
faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0°C, yaitu sebesar 14,16 mgl O
2
. Konsentrasi menurun sejalan dengan meningkatkanya suhu air. Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya
suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut Barus, 2001.
Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan suhu juga dipengaruhi oleh
aktifatas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen Schworbel, 1987
dalam
Barus 2001. Sanusi 2004, mengatakan bahwa nilai DO yang berkisar di antara 5,45-7,00 mgl cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Barus 2001,
menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6,3 mgl, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem
perairan tersebut. Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan
untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping
mengukur konsentrasi oksigen dalam mgl, diperlukan pengukuran suhu contoh air tersebut. Menurut Barus 2001, nilai kejenuhan oksigen dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan =
100
2 2
x t
O u
O
dimana O
2
u = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O
2
t = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tabel sesuai dengan besarnya suhu.
e. Kebutuhan Oksigen Biologis BOD =