Teori Gagne Teori Belajar

respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif bisa berupa teguran, peringatan, atau sanksi hukuman edukatif.

2.3.3 Teori Ausubel

Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima, selain itu juga membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Makna dibangun ketika guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan yang lain sehingga belajarnya lebih dimengerti Suherman, 2003:32. Teori ini mendukung siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, yakni dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin diperlukan ide yang ditemukan sendiri atau pengalaman yang sudah diperoleh sebelumnya.

2.3.4 Teori Gagne

Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan. Dalam pemecahan masalah, biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan yaitu: a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas; b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional; c. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik; d. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya; e. Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh. Dalam penelitian ini, akan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa, berdasarkan teori gagne pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi, karena lebih kompleks dengan lima langkah yang biasanya dilakukan, adanya keterkaitan dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya. 2.4 Pendekatan Behavioristik Pendekatan belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan stimulans yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif respon berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R stimulus-respons. Penekanan pendekatan Behavioristik ini adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi proses belajar dalam diri siswa. Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pendekatan Behavioristik ini lebih menekankan atau mementingkan pada: 1. Mementingkan faktor lingkungan 2. Menekankan pada faktor bagian 3. Menekankan pada tingkah laku yang Nampak dengan mempergunakan metode obyektif 4. Sifatnya mekanis 5. Mementingkan masa lalu.

2.5 Materi Trigonometri

Dokumen yang terkait

KOMPARASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X MATERI TRIGONOMETRI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN MMP DAN PAIRS CHECK

0 10 423

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) PADA MATERI SEGI EMPAT KELAS VII

0 16 263

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP N SATU ATAP 6 PAKKAT HUMBAHAS.

2 9 21

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (Air) Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Prestasi Belajar Matematika Si

0 1 15

model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

1 2 52

KEEFEKTIFAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK BERITA SISWA KELAS VIII SMPN 1 MINGGIR.

0 1 221

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA.

4 12 95

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI WAKTU, JARAK, DAN KECEPATAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) PADA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan pemecahan masalah matematika - PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII G SMP NEGERI 1 PADAMARA - repository perpustakaan

0 0 11