Teori Thorndike Teori Belajar

a. uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak, dan b. uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Psikologi Mengajar atau Teori Mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar. Pada pelaksanaannya kedua teori tersebut tidak dapat dipisahkan, seperti halnya kata belajar dan mengajar. Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar, ada guru yang mengajar maka haruslah ada pula siswa yang belajar. Tetapi jika dibalik, ada siswa yang belajar belum tentu ada guru yang mengajar, sebab belajar bisa dilakukan secara sendiri. Jadi dalam peristiwa belajar mengajar, siswa merupakan subjek dan bukan objek. Selanjutnya peristiwa belajar mengajar ini, sesuai dengan istilah dalam kurikulum akan disebut pembelajaran, yang berkonotasi pada proses kinerja yang sinergi antara setiap komponennya. Dengan menguasai psikologi pembelajaran, guru bisa mengetahui kemampuan yang telah dimiliki siswa dan bagaimana menciptakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pengajaran. Teori belajar yang mendukung Aliran Psikologi Tingkah Laku yaitu Teori Thorndike, Teori Skinner, Teori Ausubel, dan Teori Gagne Suherman, 2003.

2.3.1 Teori Thorndike

Edward L. Thorndike, sebagaimana dikutip oleh Suherman 2003: 28 mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of Effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat tiga dalil atau hukum, hukum kesiapan law of readiness, hukum latihan law of exercise dan hukum akibat law of effect. Hukum kesiapan menyatakan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus dan respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon digunakan, maka akan makin lemah hubungan yang terjadi. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalaman yang diperoleh dalam waktu sebelumnya. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan yang tidak membosankan, dan kegiatan disajikan dengan cara yang menarik. Hukum akibat menjelaskan bahwa kepuasaan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak. Selain itu banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya konsep diingat anak. Makin sering pengulangan dilakukan akan makin kuat konsep tertanam dalam ingatan anak. Dengan demikian dalam penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Thorndike, yaitu dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran AIR terdiri dari tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap pelatihan, dan tahap meyampaikan hasil.

2.3.2 Teori Skinner

Dokumen yang terkait

KOMPARASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X MATERI TRIGONOMETRI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN MMP DAN PAIRS CHECK

0 10 423

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) PADA MATERI SEGI EMPAT KELAS VII

0 16 263

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP N SATU ATAP 6 PAKKAT HUMBAHAS.

2 9 21

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (Air) Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Prestasi Belajar Matematika Si

0 1 15

model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

1 2 52

KEEFEKTIFAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK BERITA SISWA KELAS VIII SMPN 1 MINGGIR.

0 1 221

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA.

4 12 95

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI WAKTU, JARAK, DAN KECEPATAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) PADA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan pemecahan masalah matematika - PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII G SMP NEGERI 1 PADAMARA - repository perpustakaan

0 0 11