Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Kesempatan Kerja Lulusan Siswa SMK Negeri Di Kota Medan

(1)

TERHADAP KESEMPATAN KERJA LULUSAN SISWA SMK

NEGERI DI KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

SUSI SUSILAWATI HARAHAP

077003054/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A

H P

A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGARUH PENERAPAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

TERHADAP KESEMPATAN KERJA LULUSAN SISWA SMK

NEGERI DI KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

(PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUSI SUSILAWATI HARAHAP

077003054/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENERAPAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA LULUSAN SISWA SMK NEGERI DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Susi Susilawati Harahap Nomor Pokok : 077003054

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D) Ketua

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 06 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Aldwin Surya, SE.M.Pd. Ph.D Anggota : 1. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS

2. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE 3. Kasyful Mahalli, SE. M.Si


(5)

ABSTRAK

SUSI SUSILAWATI HARAHAP. NIM. 077003054. Judul penelitian

“Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan terhadap Kesempatan Kerja

Lulusan Siswa SMK Negeri di Kota Medan”, Komisi Pembimbing: Prof. Aldwin

Surya, SE, M.Pd, Ph.D (Ketua), Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS (Anggota), dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Anggota).

Tantangan menghadapi era globalisasi menuntut adanya kesiapan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang berbeda dari keadaan sebelumnya. Untuk itu pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan SDM. Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menciptakan lulusan yang siap bekerja dan bersaing di pasar tenaga kerja. Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas tersebut diperlukan kebijakan pemerintah melalui Penerapan Standar Nasional Pendidikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang merupakan kebijakan pemerintah yang di dalamnya mengatur standar guru, kurikulum, sarana dan prasarana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum, guru, sarana dan prasarana pada SMK Negeri di Kota Medan dengan Standar Nasional Pendidikan serta untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah penerapan standar nasional pendidikan terhadap kesempatan kerja lulusan SMK Negeri di Kota Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah lulusan SMKN 2 Medan, SMKN 4 Medan dan SMKN 5 Medan yang tamat tahun 2005 s.d 2006. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Chi-Square (chi kuadrat). Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan lulusan SMK Negeri dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan peneltian ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualifikasi akademik guru yang mengajar di SMK Negeri di Kota Medan masih belum seluruhnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan, sedangkan kurikulum dan sarana dan prasarana telah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Faktor yang berpengaruh terhadap kesempatan kerja lulusan adalah kurikulum, sedangkan sesudah penerapan faktor yang mempengaruhi adalah sarana prasarana dengan tingkat signifikansi 0,1% atau tingkat kepercayaan 99 persen dan kurikulum dengan tingkat signifikansi 0,5 atau tingkat kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa kurikulum yang baik dan sarana prasarana yang memadai sangat mendukung terhadap kesempatan kerja siswa. Sedangkan faktor guru pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesempatan kerja lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kota Medan, baik sebelum dan sesudah penerapan standar nasional pendidikan.

Kata Kunci: Standar Nasional Pendidikan, Sekolah Menengah Kejuruan, Kesempatan Kerja.


(6)

ABSTRACT

SUSI SUSILAWATI HARAHAP. NIM. 077003054. The tittel of Research

“The Effect Implemetation of National Standard of Education for Employment of the

Graduates of State Vocational Intermediate School in Medan City”. The Consulting

Commission: Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D (Chairman), Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS (Member), dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Member).

The challenge in dealing with globalization era requires the readiness of manpower with qualification which is different to that previously. For that reason, education palys an important role in improving human resources. Vocational Intermediate School (SMK) is one of the educational intitutions that produce quality graduates that are ready to work and compete in manpower market. In order to produce the quality gradutes, the governmental policy is required to improve the education based on the Governmental Rule number 19 of 2005 of the governmental policy governing the standard of teacher, curriculum, facility and infrastructure.

This research intends to know compliance of curriculum, teacher, facility and infrastructure of the State Vocational Intermediate School in Medan to the National Standard of Education and in order to know the effect of pre and post-implementation of the national standard of education for employment of the graduates of the State Vocational Intermediate School in Medan. The samples in this research is graduates of SMKN 2 Medan, SMKN 4 Medan and SMKN 5 Medan who graduated within 2005 to 2008. The methodology of research included Chi-Square. The data included primary one collected by interview with the graduates of State Vocational Intermediate School using the questioner and the secondary data collected from some institution related to the research.

The result of research showed that academic qualification of teachers who tough the State Vocational Intermediate School in Medan City still not completely adjusted to the recommended standard, whereas the curriculum and facility and the infrastructure have referred to the Government Rule number 19 of 2005 regarding the National Standard of Education. The influencing factors on the employment of the graduates included curriculum, whereas the influencing factor post- implementation included the facility and infrastructure with the significance rate of 0.1% or confidence interval 99%. It means that the adequate curriculum, facility and infrastrucrure have significant support to the employment of students. Wheareas the factor of teachers has no significant effect on the employment of the graduates of State Vocational High School in Medan City, either pre or post-implementation of the National Standard of Education.

Keywords: National Standart of Education, Vocational Intermediate School, Employment.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan limpahan rahmat Nyalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan terhadap Kesempatan Kerja Lulusan Siswa SMK Negeri Kota di Medan”, dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas terselesaikannya penulisan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD);

2. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini; 3. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini; 4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini;

5. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

6. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tesis ini berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009;


(8)

7. Ayahanda dan ibunda tercinta, terima kasih atas doa dan dukungannya sehingga ananda diberikan kekuatan untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, begitu juga dengan saudara-saudaraku, Juar, Ronggur dan Ali serta seluruh keponakan; 8. Khususnya kepada ananda tersayang, Bella, Syakirah dan Sultan, yang

merupakan pemacu semangat bagi penulis;

9. Special thanks to Mr. Adiwijaya, Ph.D, Ir which is has supported and

contribution to success writing this thesis.

10.Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan PWD USU khususnya teman-teman yang di jurusan Perencanaan Pendidikan yang telah banyak membantu memberikan masukan dan dorongan dalam penulisan tesis ini.

Akhirnya dengan mengucapkan alhamdulillahirobbil’alamin, tesis ini

dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya, dengan harapan dapat memberikan koreksi dan masukan yang bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.

Medan, 06 Juli 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Susi Susilawati Harahap dilahirkan di Medan pada tanggal 03 Agustus 1976, Putri Sulung dari empat bersaudara atas perkawinan Abu Rahim Harahap dan Khairani Siregar. Menyelesaikan pendidikan SDN 066057 di Medan tahun 1988, SMPN 15 Medan tahun 1991, SMAN 8 Medan tahun 1994, memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi UISU tahun 1999 dan mendapat beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ke STIA LAN-RI kampus Bandung tahun 2000 dan memperoleh gelar sarjana sosial tahun 2001.

Pada tahun 2007 mendapat beasiswa kembali untuk melanjutkan jenjang pendidikan strata-2 (S2) di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Diklat Provinsi Sumatera Utara.


(10)

Halaman DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

RIWAYAT HIDUP ………. v

DAFTAR ISI ……….………. vi

DAFTAR TABEL ………viii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………..……...……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 10

1.3 Batasan Masalah …....………...…... 10

1.4 Tujuan Penelitian ..……...………... 10

1.5 Manfaat Penelitian …...………... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 12

2.1Konsep Pendidikan ... 12

2.1.1 Pentingnya Arti Pendidikan ... 12

2.1.2 Profil Pendidikan Nasional ... 13

2.1.3 Perencanaan Pendidikan ... 15

2.2 Standar Nasional Pendidikan ... 17

2.2.1 Standar Guru Sebagai Tenaga Pendidik ... 22

2.2.2 Standar Kurikulum Pendidikan ... 31

2.2.3 Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 37

2.3 Pendidikan Kejuruan... 39

2.3.1 Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan ... 39

2.3.2 Program Pengembangan Pembelajaran (Life Skills) ... 47

2.4 Aspek-aspek Ketenagakerjaan ………... 51

2.4.1 Sumber Daya Manusia... 51

2.4.2 Lapangan Kerja dan Kesempatan Kerja... 52

2.5Keterkaitan antara Pendidikan, Ketenagakerjan dengan Pengembangan Wilayah... 55

2.5.1 Pengembangan Wilayah dan Perencanaan Wilayah... 55

2.5.2 Pendidikan dan Ketenagakerjaan dalam Konteks Pengembangan Wilayah ... 58


(11)

2.6 Kerangka Berpikir... 62

2.7 Hipotesis Penelitian ... 64

BAB III METODE PENELITIAN ... 65

3.1 Lokasi Penelitian ... 65

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 65

3.3 Populasi dan Sampel ... 66

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 68

3.5 Teknik Analisis Data ... 68

3.6 Defenisi Operasional dan Batasan Penelitian ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

4.1 Gambaran Umum Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kota Medan... 72

4.2 Kondisi Pendidikan dan Ketenagakerjaan di Kota Medan ... 74

4.3 Kondisi Guru, Kurikulum, Sarana Prasarana pada SMK Negeri di Kota Medan……….. 77

4.3.1 Guru ………... 77

4.3.2 Kurikulum ……….. 79

4.3.3 Sarana dan Prasarana ………. 81

4.4 Karakteristik Lulusan SMK Negeri di Kota Medan ……… 85

4.5 Kesesuaian Guru, Kurikulum dan Sarana Prasarana pada SMK Negeri di Kota Medan dengan Standar Nasional Pendidikan... 87

4.5.1 Guru ……… 87

4.5.2 Kurikulum ……….. 90

4.5.3 Sarana dan Prasarana ……….. 92

4.6. Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan dengan Kesempatan Kerja Lulusan Siswa SMK Negeri Medan ... 93

4.6.1 Keterserapan Lulusan Sebelum dan Sesudah Penerapan Standar Nasional Pendidikan ………. 93

4.6.2 Standar Nasional Pendidikan yang Paling Berpengaruh terhadap Kesempatan Kerja Lulusan ……… 100

4.7. Perencanaan SMK Negeri Kota Medan di Masa yang Akan Datang………...106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Saran ... 111


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Pencari Kerja pada Tingkat Pendidikan SLTA/SMK yang Terdaftar Menurut Jenis Kelamin Tahun 2005 – 2007 (Orang)...

5 1.2. Jumlah Lulusan SMK Negeri Medan Tahun 2005 – 2007 (Orang).. 5 2.1. Perbandingan SMK dengan SMU... 42 2.2. Struktur Kurikulum Sekolah Kejuruan ... 45 2.3. Perbedaan Pasar Tenaga Kerja Terdidik dan Tidak Terdidik ... 55 3.1. Jumlah Alumni SMK Negeri 2 dan SMK Negeri 5 Medan Mulai

Tahun Pelajaran 2004/2005 – 2007/2008... 66 3.2. Sebaran Responden Berdasarkan Tahun Pelajaran... 67 4.1. Kelompok Keahlian dan Program Keahlian Masing-masing Tiap

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kota Medan... 72 4.2. Jumlah Guru SMK Negeri Kota Medan Berdasarkan Tahun

Pendidikan (Orang)... 74 4.3. Indikator Angkatan Kerja di Kota Medan Tahun 2006-2007... 75 4.4. Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota

Medan ... 75 4.5. Lowongan Pekerjaan yang Terdaftar dan Telah Dipenuhi Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2006-2007 (Persentase)... 76 4.6. Jumlah Guru berdasarkan Tingkat Pendidikan Mulai TP. 2004/

2005 – 2007/2008 (Orang)... 78 4.7. Jumlah Guru Berdasarkan Rumpun Mata Pelajaran TP. 2004/

2005-2007/2008 (Orang)... 79 4.8. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kota


(13)

4.9. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kota

Medan Tahun Pelajaran 2008/2009... 80 4.10 Sarana dan Prasarana pada SMK Negeri yang Menjadi Sampel... 82 4.11. Rekapitulasi Responden Berdasarkan Program Keahlian (Orang)... 86 4.12. Persentase Jumlah Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan mulai

TP. 2006/2007 dan 2007/2008 (%)... 87 4.13. Daya Serap dan Peluang Kesempatan Kerja Lulusan SMK Negeri

(Orang) ... 94 4.14. Daya Serap dan Peluang Kesempatan Kerja Lulusan SMK Negeri

Berdasarkan Program Keahlian (Orang) ... 95 4.15. Kesesuaian Jenis Pekerjaan dengan Program Keahlian Sebelum

dan Sesudah Penerapan Standar Nasional Pendidikan ... 96 4.16. Kesesuaian Membuka Usaha Sendiri dengan Kompetensi

Keahlian... 98 4.17 Jumlah Lulusan yang Langsung Bekerja pada Tempat Praktik

Setelah Menamatkan Sekolah (Orang) ... 99 4.18. Crosstab Guru* Lulusan Sebelum dan Sesudah Penerapan Standar

Nasional Pendidikan (Persentase)... 100 4.19. Crosstab Kurikulum* Lulusan Sebelum dan Sesudah Penerapan

Standar Nasional Pendidikan (Persentase)... 102 4.20. Crosstab Sarana dan Prasarana* Lulusan Sebelum dan Sesudah

Penerapan Standar Nasional Pendidikan (Persentase)... 103 4.21. Program Keahlian dan Jumlah Rombongan Belajar... 107 4.22. Keterserapan Lulusan dalam Memperoleh Kesempatan Kerja

dan Kesesuaian Pekerjaan dengan Kompetensi Lulusan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Terinci Life Skills... 49 2.2. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam,

Sumber Daya Manusia dan Teknologi... 57 2.3. Skema Kerangka Berfikir ... 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I. Kuesioner Penelitian...117

II. Hasil Jawaban Responden ... 125

III. Uji Validitas ... 127

IV. Tabel Frekwensi dan Hasil Chi Square ... 132

V. Dokumentasi Penelitian ...139

VI. Peta Kota Medan ...147

VII. Contoh Lowongan Pekerjaan...148

VIII. Izin Penelitian... 159


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses belajar-mengajar yang dilakukan dengan sengaja, sadar dan berencana yang membiasakan para warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, mengenal, memahami, menyadari, menguasai, menghayati serta mengamalkan nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai terpuji, dikehendaki serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu pokok masalah yang dihadapi bangsa ini untuk memasuki era globalisasi adalah kondisi Sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah yang dicermati dari pemilikan latar pendidikannya. Peningkatan kualitas SDM menjadi perhatian semua pihak, terlebih dalam suasana krisis multidimensi yang terjadi saat ini, masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menghadapi persaingan bebas. Untuk itu pendidikan memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini para peraku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu pendidikan Indonesia agar dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja dengan menyesuaikan pembangunan pendidikan itu sendiri.


(17)

adalah sebuah sistem formal yang mengajarkan tentang pengetahuan, nilai-nilai dan pelbagai keterampilan.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan dari pembangunan adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu dalam pembangunan tersebut pendidikan memegang peranan penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerintah mempunyai kewajiban dalam melaksanakan setiap kebijakan pendidikan yang diambil untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari upaya dalam melaksanakan amanat yang terkandung dalam UUD 1945.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan salah satunya seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya mencakup dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk wajib belajar, penjamin kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dibuat untuk menghasilkan Pendidikan Indonesia yang baik dan lulusan berkualitas di sektor jenjang pendidikan. Untuk mendukung hal tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sebagai badan yang menentukan 8 (delapan) standar dan kriteria pencapaian penyelenggraaan pendidikan.


(18)

Adapun standar-standar yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut yaitu: 1) Standar Isi, 2) Standar Proses, 3) Standar Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan, 7) Standar Pembiayaan dan, 8) Standar Penilaian Pendidikan.

Namun pada tulisan ini yang menjadi bahasan penulis adalah standar isi (kurikulum), Standar Pendidik dan Tenaga Pendidik (guru) dan standar sarana dan prasarana, yang diterapkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dengan kelompok keahlian tehnik dan industri, khususnya program keahlian yang berbasis teknik di Kota Medan.

Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan Nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan tenaga kerja nasional yang terampil. Karena setiap lulusan SMK memang ditempah untuk menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika mereka telah menyelesaikan sekolahnya lulusan SMK tersebut dapat menerapkan ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah.

Tantangan era globalisasi saat ini menuntut adanya kesiapan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang berbeda dengan keaadaan sebelumnya. Dengan jumlah angkatan tenaga kerja yang besar, diharapkan benar-benar mampu menyesuaikan diri agar dapat memiliki keunggulan yang kompetitif.


(19)

oleh Sidi (2001: 137) bahwa pendidikan kejuruan model lama memiliki kelemahan yaitu, penyelenggaraan pendidikan secara sepihak sehingga anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha/dunia industri (DU/DI), tidak jelas kompetensi yang dicapai, tidak mengakui keahlian yang diperoleh di luar sekolah.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), H. Hasanuddin Rachman mengatakan “struktur pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2002 adalah tingkat

pendidikan SD dan SD kebawah 3,22 juta orang (35%), SMP 2,15 juta orang (15,24%). SMU 2,14 juta orang (23%), SMK 1,11 juta orang (12%), Diploma/Akademi 0,23 juta orang (3%), Universitas 0,26 juta orang (3%) (apindo.or.id).

Dari data di atas tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas tamatan di Indonesia masih rendah, termasuk kualitas tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data ini membuktikan masih tingginya tingkat pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tamatan SMK yaitu sebesar 1,11 juta orang (12%), padahal tamatan SMK seharusnya memiliki kompetensi yang mampu bersaing di pasar tenaga kerja karena “dalam perspektif Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) yang dasarnya life skills, telah menempati prioritas sebagaimana yang tertuang dalam tujuan SMK itu sendiri”

(Priowirjanto, republika.or.id).

Berikut ini jumlah pencari kerja di Kota Medan menurut jenis kelamin dan jumlah lulusan pada tingkat pendidikan SLTA/SMK, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1.1 di bawah ini:


(20)

Tabel 1.1. Jumlah Pencari Kerja pada Tingkat Pendidikan SLTA/SMK yang Terdaftar Menurut Jenis Kelamin Tahun 2005 – 2007 (Orang)

No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase

1. 2005 2.000 4.982 6.982 23,06

2. 2006 5.604 5.807 11.411 37,69

3. 2007 4.712 7.170 11.882 39,25

Jumlah 12.316 17.959 30.275 100,00

Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, 2008

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah pencari kerja pada tingkat pendidikan SLTA/SMK setiap tahun meningkat. Dalam 3 tahun berturut-turut mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, menunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah pencari kerja sebanyak 6.982 orang (23,06 %), tahun 2006 sebanyak 11.411 orang (37,69%) dan tahun 2007 sebanyak 11.882 (39,25). Berikut ini jumlah lulusan SMK Negeri Medan yang tammat mulai dari tahun 2005 sampai dengan 2008.

Tabel 1.2. Jumlah Lulusan SMK Negeri Medan Tahun 2005 – 2008 (Orang)

No. Tahun Jumlah

1. 2005 6.597

2. 2006 6.900

3. 2007 7.226

4. 2008 7.447

Jumlah 28.167

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Medan, 2008

Dengan jumlah lulusan yang begitu besar yaitu hingga tahun 2008 mencapai jumlah 28.167 orang lulusan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.2 di atas, pendidikan kejuruan harus mampu mengakomodasikan permintaan pasar tenaga kerja yang terus berubah mengikuti tuntutan perkembangan ekonomi dunia. Untuk itu Departemen Pendidikan Nasional menghadapi banyak tantangan dalam


(21)

mengembangkan pendekatan demand driven dalam kebijakan pendidikan kejuruan yang terkait erat dengan penyediaan tenaga kerja yang terampil.

Keadaan yang ada saat ini, sistem pendidikan kita masih menekankan fungsinya sebagai pemasok tenaga kerja terdidik dari pada sebagai penghasil tenaga penggerak pembangunan (driving force). Tenaga kerja yang dihasilkan belum mampu melakukan pembaharuan dan penciptaan gagasan baru dalam rangka menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Lulusan pendidikan kita lebih cenderung meminta pekerjaan (job seeker) daripada berinisiatif menciptakan pekerjaan atau kegiatan baru (job creator).

Untuk itu, pemerintah terus mengusahakan peningkatan jumlah siswa SMK sehingga mencapai perbandingan 70% SMK dan 30% adalah siswa SMU. Oleh karena itu, kurikulum yang ditekankan pada Sekolah Kejuruan tersebut adalah mata pelajaran yang akan berguna untuk mencari pekerjaan. Kurikulum SMK harus lebih mengutamakan mata pelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan dan lapangan pekerjaan atau yang sering disebut dengan Model Link and Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang dapat menunjang pekerjaan. Namun pada kenyataannya (Kunandar, 2007: 1 dikutip dalam Kompas, 4 Desember 2004) menyatakan lembaga pendidikan lebih sering terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan kreatif sehingga minimnya kompetensi yang dimiliki.

Untuk menghasilkan tamatan SMK yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (du) dan dunia industri (di), yang secara nyata terus berkembang dari waktu ke waktu, maka kurikulum SMK harus dirancang dan dilaksanakan untuk menyesuaikan


(22)

dengan kompetensi yang sedang berkembang, khususnya di era pasar bebas Asean

Free Labour Area (AFLA) 2003.

Menurut Tilaar (2006: 167), dalam proses belajar dan mengajar walaupun kurikulum yang telah ditetapkan bagus dengan menentukan standar isi yang tinggi, tetapi apabila tidak tersedia guru yang profesional maka tujuan kurikulum tersebut akan sia-sia, begitu juga dengan sarana dan prasarana yang mencukupi tetapi tenaga guru tidak profesional, maka akan sia-sia juga.

Selain kurikulum, guru juga sangat berperan sekali dalam menciptakan lulusan yang berkualitas sehingga dituntut profesionalnya dalam mengajar. Profesionalisme guru sangat dibutuhkan karena merosotnya mutu pendidikan nasional yang disebabkan keberadaan guru yang tidak profesional. Untuk itu kualifikasi akademik seorang guru harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, karena bagaimana mungkin seorang guru mengajarkan ilmu yang tidak dikuasainya. Tidak jarang kita lihat munculnya guru-guru baru yang sebenarnya jiwa dan talentanya bukan sebagai seorang pendidik. Namun karena tuntutan zaman dan sulitnya mencari pekerjaan tidak ada pilihan selain menjadi guru sebagai lapangan pekerjaan, karena profesi ini lebih besar peluangnya dibandingkan profesi yang lain. Jika kondisi seperti ini yang terjadi bagaimana mungkin guru dapat bekerja secara profesional, sebab kemampuan guru SMK dituntut untuk memiliki kompetensi yang tidak hanya menguasai materi-materi teoritis saja, namun juga harus ahli dalam praktek di lapangan.


(23)

Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas tamatan SMK adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek, laboratorium, balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum terpenuhi bagaimana para siswa dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari guru. Untuk itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK terutama fasilitas laboraturium praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak sekolah dapat mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas akses dan kemudahan bagi siswa SMK.

Jumlah program keahlian pada SMK yang ada di Indonesia sebanyak 109 sedangkan program keahlian SMK di Kota Medan hanya berjumlah 38 yang tersebar di beberapa SMK Negeri maupun SMK Swasta di Kota Medan. Kota Medan memiliki 12 unit SMK Negeri yang terbagi kedalam 30 program keahlian. Namun dalam penerapan standar Nasional Pendidikan masing-masing sekolah masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari kurikulum, kualitas guru maupun sarana dan prasarana yang dimiliki masih kurang sehingga berpengaruh kepada jumlah lulusan SMK yang memperoleh kesempatan bekerja baik di instansi pemerintah, swasta ataupun membuka usaha sendiri.

Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui pengaruh penerapan standar pendidikan tersebut terhadap serapan lulusan siswa SMK Negeri di Kota Medan dalam memperoleh peluang kesempatan kerja, karena berdasarkan pengamatan masih


(24)

terdapat sekolah kejuruan yang belum tepat dalam pemilihan kurikulum untuk mata pelajaran kejuruan, sehingga terjadi ketidak-sesuaian (educational mismatch) antara apa yang dihasilkan oleh sistem pendidikan dengan permintaan pasar tenaga kerja. Hal ini disebabkan jumlah mata pelajaran yang lebih humoria lebih banyak dibandingkan dengan jam mata pelajaran yang berkaitan langsung dengan kejuruan bahkan mata pelajaran yang seharusnya tidak dibutuhkan pada Sekolah Kejuruan tersebut ikut dipelajari. Selain itu, masih terdapat SMK yang belum mempunyai balai latihan kerja, sehingga masih menumpang pada sekolah kejuruan lainnya dan masih belum memadainya ruang laboratorium dan alat peraga atau praktek. Hal ini tentunya proses belajar dan mengajar berjalan tidak efektif. Fenomena lain yang ditemui adalah masih kurangnya kompetensi guru pada sekolah kejuruan, baik profesionalismenya maupun pendidikan akademiknya, sehingga guru kejuruan tidak memiliki pengalaman kerja industri, dalam praktek kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan pasar kerja, membiarkan siswa menghasilkan mutu kerja asal jadi, membiarkan bekerja tanpa pengawasan dan bimbingan serta tanpa memperhatikan keselamatan kerja.

Dari uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penerapan standar pendidikan yang sesuai dengan ketentuan pemerintah diharapkan akan menghasilkan Sumber Daya Manusia Indonesia berkualitas yang dapat bersaing pada pangsa pasar tenaga kerja, untuk itu penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan terhadap Kesempatan Kerja


(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti mencoba mengemukakan beberapa permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1. Apakah kurikulum, guru, sarana dan prasarana pada SMK di Kota Medan telah sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional?

2. Bagaimanakah pengaruh sebelum dan sesudah penerapan standar nasional pendidikan terhadap kesempatan kerja lulusan siswa SMK Negeri di Kota Medan?

1.3. Batasan Masalah

Pada kajian ini, Standar Nasional Pendidikan yang dibahas akan dibatasi pada 3 (tiga) standar saja, yaitu: Standar Isi (Kurikulum), Standar Tenaga Pendidik (Guru), dan Standar Sarana dan Prasarana pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dengan Kelompok Keahlian Tehnik dan Industri.

1.4. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesesuaian kurikulum, guru, sarana dan prasarana pada SMK Negeri di Kota Medan dengan Standar Nasional Pendidikan.

2. Untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah penerapan standar nasional pendidikan terhadap kesempatan kerja lulusan SMK Negeri di Kota Medan.


(26)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian diharapkan berguna untuk:

1. Sebagai bahan masukan kepada semua pihak yang membutuhkan sehubungan dengan dunia Pendidikan di Indonesia sehingga SDM Indonesia dapat bersaing pada era globalisasi khususnya masalah ketenagakerjaan.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Pusat (Depdiknas) maupun daerah (Dinas Pendidikan Kota Medan) untuk mengambil kebijakan dalam dunia pendidikan terutama yang berkaitan dengan standar pendidikan.

3. Sebagai bahan masukan bagi Sekolah Menengah Kejuruan agar materi/pelajaran relevan dengan kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga bermanfaat bagi siswa dalam menggeluti dunia kerja.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pendidikan

2.1.1. Pentingnya Arti Pendidikan

Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia di masa depan, yang dimulai sejak manusia mulai dilahirkan sampai akhir hayat. Sumber daya manusia berkualitas merupakan modal pembangunan. Oleh sebab itu, kemajuan pembangunan bidang pendidikan menjadi penting. Berbagai hal berkaitan dengan pembangunan pendidikan sebagai salah satu aspek peningkatan mutu sumber daya manusia perlu dipersiapkan agar jendela kesempatan (Window of Opportunity) dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Pendidikan sangat penting bagi setiap umat manusia, dalam masyarakat primitif pendidikan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri, orang tua memandang bahwa anak-anak mereka perlu dipersiapkan untuk hidup dalam masyarakat atau lingkungan yang menjadi tempat mereka hidup. Kondisi ini tentu saja mengandung makna bahwa adalah tidak mungkin anak manusia dibiarkan hidup dengan hanya potensi bawaan tanpa ada suatu intervensi apapun dari orang dewasa, di samping itu potensi manusia untuk berfikir menjadikannya sebagai mahluk yang mampu berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya dalam melanjutkan dan mengembangkan kehidupannya.


(28)

Selanjutnya Sa’ud & Makmun (2005: 6), menyatakan bahwa pendidikan

merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengembangkan tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat didik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral serta keimanan dan ketakwaan manusia. Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, maka diperlukan fondasi yang kuat sebagai dasar berpijak bagi pembangunan pendidikan dengan memperbaiki sistem pendidikan yang ada sehingga dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing dalam era globalisasi.

2.1.2. Profil Pendidikan Nasional

Dalam konteks Indonesia sejak awal kemerdekaan, Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Pancasila memuat nilai- niali luhur yang harus menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara termasuk dalam bidang pendidikan. Butir-butir Pancasila juga tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 dan ini menggambarkan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus menjadi pedoman dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pendidikan nasionalpun harus merupakan upaya mewujudkan nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila.


(29)

Secara konstitusional, para pendiri bangsa sejak awal telah menyadari pentingnya pencerdasan kehidupan bangsa, hal ini terlihat dari pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang berbunyai sebagai berikut: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Dari pembukaan UUD 1945 tersebut nampak jelas bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan bangsa Indonesia akan diisi salah satunya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan hal ini berarti bahwa pendidikan menjadi alat utama dalam upaya tersebut.

Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah mempunyai kewajiban meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu setiap kebijakan pendidikan yang diambil oleh pemerintah harus selalu berupaya mencapai apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari upaya melaksanakan UUD 1945.


(30)

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya merupakan landasan idil/dasar pokok bagi pembangunan bangsa dalam berbagai bidangnya termasuk bidang pendidikan, oleh karena itu diperlukan perangkat legal lainnya yang merupakan penjabaran dari landasan/dasar tersebut. Dalam rangka menjabarkan dan melaksanakan amanat dari dasar pokok tersebut, pemerintah mengeluarkan/membuat Undang-Undang dan ketentuan lainnya yang secara khusus mengatur penyelenggaraan pendidikan nasional.

2.1.3. Perencanaan Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan faktor kunci efektivitas keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional, maupun lokal, karena perencanaan merupakan unsur penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki.

Menurut Sa’ud & Makmun (2005: 4), pada hakikatnya perencanaan adalah

suatu rangkaian proses kegiatan penyiapan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi dan sebagainya).

Sedangkan perencanaan pendidikan menurut Coombs (1982) dalam Sa’ud &

Makmun (2005: 8), bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan


(31)

agar pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Selanjutnya Dror (1975) dalam Sa’ud & Makmun (2005: 9) mengatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah “As the process of preparing a set of decisions

for action in the future for the overall economic and social development of country”.

(Perencanaan pendidikan adalah sebagai suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh dari suatu negara).

Dalam perencanan pendidikan ada berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk menentuan kebijakan yang akan diambil dalam pelaksanaan perencanan tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan kebutuhan ketenagakerjaan. Pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (Guruge dalam Sa’ud &

Makmun, 2005: 240).

Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan. Oleh karena tujuannya untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik, maka penekanan utama terhadap pendidikan tersebut adalah relevansi program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan. Untuk memenuhi tuntutan relevansi tersebut, kurikulum pendidikan harus dikembangkan sedemikian rupa agar lulusan yang merupakan output dari sistem pendidikan dapat siap pakai di lapangan.


(32)

Implementasi pendekatan ini harus berorientasi kepada pekerjaan yang mungkin diperlukan di pasaran kerja, baik jenis pekerjaan, tingkat atau level pekerjaan, persyaratan kerja, mobilitas kerja harus dijabarkan hingga educational attainment cocok dengan karakteristik berbagai persyaratan kerja tersebut.

2.2. Standar Nasional Pendidikan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa Standar Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu yang bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 3 dan 4).

Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 PP No. 19 Tahun 2007) untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan pengukuran kualitas pendidikan. Standar tersebut bukan merupakan ukuran yang statis yang tidak berubah, tetapi semakin lama semakin ditingkatkan. Selain itu standar pendidikan juga berfungsi sebagai pemetaan pendidikan yang bermutu.

Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (3), yang menyatakan perlunya pemerintah mengusahakan suatu sistem pendidikan nasional yang mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri, maka disusun Undang-Undang yang


(33)

disusun pada tahun 1989 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang pendidikan, kemudian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang merupakan perbaikan dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Tahun 1989.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang terdiri dari 22 Bab dan 77 Pasal. Di dalamnya mencakup dari mulai dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk Wajib Belajar, Penjamin kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional.

Dalam undang-undang ini secara tegas disebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, ini berarti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pengaturan pendidikan dalam tataran praktis harus mengacu pada dua landasan tersebut. Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3).

Dengan memperhatikan pasal tersebut nampak jelas bahwa segala upaya pendidikan harus merupakan kegiatan yang dapat mencapai tujuan tersebut, sudah


(34)

tentu hal itu memerlukan ketentuan-ketentuan lainnya yang dapat menjadikan pencapaian tersebut dapat berjalan dengan baik dan efektif.

Dalam rangka melaksanakan dan menjabarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pemerintah mengeluarkan peraturan ini agar penyelenggaraan pendidikan dapat sesuai dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 yakni pendidikan yang baik dan berkualitas. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan pada tataran messo dan mikro, dalam hubungan ini Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya ke arah pencapaian hal tersebut. Suatu hal yang cukup penting dalam PP ini adalah perlunya dibentuk suatu Badan yang bernama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan yang menentukan standar dan kriteria pencapaian dalam penyelenggaraan pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pada dasarnya hanya merupakan standar umum penyelenggaraan pendidikan, sehingga diperlukan operasionalisasi dalam berbagai aspek pendidikan. Hal ini tercantum dalam PP tersebut tentang lingkup standar yang harus ada seperti standar isi, standar proses, standar lulusan dan standar lainnya, di samping masalah standarisasi penyelenggaraan pendidikan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan. Adapun secara lebih jelas, standar- standar yang harus menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, mencakup: 1) Standar isi, 2) Standar proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) Standar pendidik


(35)

dan tenaga kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7) Standar pembiayaan, dan, 8) Standar penilaian pendidikan.

Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang

dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan

prajabatan, dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboraturium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lainnya, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.

Standar Pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.


(36)

Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya

biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Dalam hal tersebut di atas, sampai saat ini yang telah terbit petunjuk pelaksanaan terhadap standar tersebut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), sementara standar lainnya masih dalam proses.

Kriteria Penentuan kedelapan standar di atas ditetapkan oleh Lembaga Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga independen terlepas


(37)

mengembangkan, memantau pelaksanaan dan mengevaluasi standar pendidikan nasional.

2.2.1. Standar Guru Sebagai Tenaga Pendidik

Pendidikan merupakan suatu proses yang hasilnya dapat ditunjukkan secara langsung maupun tidak langsung. Output/keluaran pendidikan merupakan hasil pendidikan yang dapat diukur secara langsung setelah berlangsungnya suatu sistem pendidikan pada jenjang tertentu. Output atau hasil yang diperoleh dengan adanya proses pendidikan, misalnya jumlah atau persentase siswa menurut pendidikan yang ditamatkan.

Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai kemajuan pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan kualifikasi para pendidik atau tenaga pengajar yang dinilai masih rendah. Sebagian guru bahkan mengajar di luar bidang keahliannya. Rendahnya kualitas tenaga pengajar akan berdampak pada rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan. Selain itu, sistem penilaian dan pengujian serta akreditasi, ditambah dengan kurikulum turut menentukan mutu anak didik.

Ada beberapa pengertian guru berikut ini untuk memberikan gambaran betapa pentingnya peranan seorang guru yang profesional serta kompetensi di bidangnya.

Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut Roestiyah, (1982: 182) dalam Nurdin (2005: 6): Teacher is a


(38)

person who causes a person to know or be able to do something or give a person

knowladge or skill”.

Menurut Sutadipura (1983: 54) dalam Nurdin (2005: 6), bahwa: “Guru adalah

orang yang layak digugu dan ditiru”. Pendapat tersebut dikuatkan lagi sebagaimana yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1985: 65) dalam Nurdin (2005: 7): “Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaik-baiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan.

Kunandar (2007: 54), guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 39 ayat (2) bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik


(39)

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat (1)).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya di depan kelas, namun merupakan seseorang yang memiliki profesionalisme dalam menjalankan perannya sebagai seorang guru yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.

Kualifikasi guru turut menentukan keberhasilan pendidikan oleh karena itu rendahnya kualifikasi tenaga pengajar atau guru dapat menunjukan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas tenaga pengajar akan berdampak pada kualitas siswa yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu para lulusan. Hal ini tentunya akan menghambat keberhasilan pembangunan nasional, karena keberhasilan pembangunan nasional tergantung dari keberhasilan dalam mengelola pendidikan nasional.

Oleh karena itu, seorang pendidik (guru) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 36 ayat (1), bahwa tenaga kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini dikuatkan lagi dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional


(40)

Nomor 16 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa profesionalisme seorang guru dapat diukur melalui kualifikasi dan kompetensinya sebagai tenaga kependidikan. Alat pengukurnya adalah sertifikat profesional yang dimiliki tenaga pendidik melalui sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Jadi, ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

2.2.1.1.Kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik guru dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan uji kelayakan dan kesetaraan. Kualifikasi akademik guru melalui pendidikan formal dapat diperoleh melalui program studi keguruan baik jenjang Diploma maupun Sarjana. Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa seorang tenaga pendidik pada sekolah menengah kejuruan/sederajat harus memiliki kualifikasi akademi yaitu: minimum Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1), latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, memiliki sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi (Pasal 29 ayat (4)).

Sedangkan kualifikasi akademik guru melalui uji kelayakan dan kesetaraan merupakan kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan oleh Perguruan Tinggi. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi


(41)

2.2.1.2.Standar kompetensi guru

Menurut Kunandar (2007: 55), kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi: 1) Kompetensi pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi profesional dan; 4) Kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

1) Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang tenaga pendidik yang diharapkan mampu memberikan informasi kepada anak didiknya. Kompetensi tersebut membutuhkan keahlian serta kemampuan sebagai tenaga pendidik. Kompetensi pedagogik yang dimiliki seorang guru sesuai dengan Permendagri Nomor 16 Tahun 2007 adalah: (a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual, (b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (c) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu, (d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (g) Berkomunikasi


(42)

secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik, (h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, (j) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2) Kompetensi Kepribadian

Seorang guru dituntut memliki kepribadian yang baik. Baik dalam bertutur kata maupun santun dalam bersikap. Oleh karena guru merupakan contoh tauladan lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat yang sosoknya digugu dan ditiru, dipercaya dan dijadikan panutan. Selain itu seorang guru juga harus memiliki kepribadian yang menyenangkan sehingga siswa yang diajarkan merasa tertarik dengan kepribadian tersebut. Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, yaitu: (a) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia, (b) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (c) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, (d) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri, (e) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3) Kompetensi Profesional

Guru merupakan jabatan profesi yang membutuhkan keprofesionalismean seorang guru, maka layaknya seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus


(43)

pendidikan untuk waktu yang lama bahkan seumur hidup, memiliki pengetahuan dan kecakapan/keahlian, memiliki kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif, memiliki kode etik atau norma-norma sebagai pegangan atau pedoman sebagai seorang pendidik.

Profesionalisme yang dibutuhkan oleh seorang guru dalam mendidik siswa adalah kemampuan untuk merangsang potensi anak didik dan mengajarkan supaya mau belajar. Guru hanya memberikan peluang agar potensi itu dikemukakan dan dikembangkan. Untuk hal-hal yang erat kaitannya dengan profesional, seorang guru harus mampu: (1) menguasai bahan/materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2) menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu, (3) mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, (4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif, (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri (Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007).

Salah satu indikator keberhasilan guru dalam pelaksanaan tugas adalah kemampuan seorang guru untuk menjabarkan, memperluas, menciptakan relevansi kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dalam perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Nurdin (2005: 78) menyatakan bahwa profesi sebagai seorang guru dituntut untuk dapat mengemban tugas secara profesional, untuk itu seorang guru minimal harus memiliki:


(44)

Pertama, menguasai Silabus atau GBPP serta petunjuk pelaksanaannya.

Seorang guru harus memahami aspek-aspek dari materi yang disampaikannya, yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) isi/materi bahan pelajaran dari setiap pokok bahasan /topik pembelajaran, (3) alokasi waktu untuk setiap topik pembelajaran/bahan pelajaran, dan (4) alat dan sumber belajar yang akan digunakan.

Kedua, seorang guru harus mampu menyusun program pembelajaran, dalam

hal ini guru harus terampil dalam mengemas dan menyusun serta merumuskan bahan pengajaran itu ke dalam Satuan Acara Pembelajaran (SAP), yang dimulai dari merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sampai pada teknik evaluasi yang akan digunakan untuk menilai hasil belajar siswa.

Ketiga, harus mampu mengelola proses belajar mengajar yaitu mampu

mengimplementasikan kurikulum dengan mengaktualisasikan SAP dalam proses

belajar mengajar di kelas kepada peserta didik.

Keempat, harus jeli dalam menilai hasil belajar siswa, yaitu mengevaluasi

sejauhmana siswa dapat menguasai pelajaran dalam proses belajar mengajar yang telah disampaikan kepada siswa.

4) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial dibutuhkan bagi seseorang yang memiliki profesi sebagai seorang guru karana interaksinya kepada masyarakat di lingkungannya yaitu baik dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal, sekolah maupun dengan orang tua murid. Oleh karena itu seorang guru harus mampu beradaptasi dengan lingkungan


(45)

sosialnya karena merupakan sosok yang ditiru, selain itu kontak sosial terhadap orang tua murid juga dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan belajar siswa di rumah.

Adapun kompetensi sosial seorang guru, meliputi: (a) bersifat inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, (b) berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat, (c) beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya, (d) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

2.2.1.3.Sertifikasi bagi guru dalam jabatan

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan yang diikuti oleh guru yang telah memiliki kualifikasi akademik yang telah ditetapkan yaitu sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi sebagai penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Sertifikasi ini dilakukukan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik dengan penilaian dalam bentuk portofolio, yaitu pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang menggambarkan: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanan dan pelaksanaan pembelajaran,


(46)

(5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial dan, (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan, dinyatakan bahwa: guru yang terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi guru pada tahun 2006 dan telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional sebelum Oktober 2007 memperoleh tunjangan profesi pendidik terhitung mulai 1 Oktober 2007 (Pasal 7).

Jadi jelas dapat kita lihat bahwa tuntutan terhadap profesionalisme guru tidak hanya merupakan kebijakan yang dipaksakan kepada seluruh guru yang ada di Indonesia namun kompensasi dari tuntutan tersebut adalah peningkatan penghasilan bagi guru agar citra guru tidak lagi diremehkan dan merasa lebih rendah dari profesi lainnya.

2.2.2. Standar Kurikulum Pendidikan

Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di akademi yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai sesuatu tingkatan atau ijazah (Nurdin, 2005: 32). Sedangkan menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan


(47)

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan aktivitas yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka mempengaruhi siswa dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya kegiatan belajar mengajar strategi dalam proses belajar mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya.

Jadi kurikulum merupakan pedoman dalam menyampaikan materi pelajaran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pendidikan itu sendiri. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Lie, dkk (2005: 83), yang menyatakan bahwa kurikulum selalu dipengaruhi dan ditentukan oleh gagasan yang melatarbelakangi tentang manusia dan pendidikan. Kurikulum akan dipengaruhi oleh gagasan penyusun kurikulum tentang makna pendidikan yang dipikirkannya.

Namun pada kenyataannya kurikulum tidak dapat mengikuti dinamika yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan, hal ini didukung oleh pendapat Buchori (2004: 295) yang menyatakan bahwa ketidakjelasan dalam menyusun kurikulum Nasional disebabkan karena ketidakjelasan tentang manusia Indonesia yang diharapkan akan terbentuk dalam pendidikan formal.

Bila dikaitkan pada hal-hal yang praktis dan bersifat aplikatif, maka kurikulum cenderung berkenaan dengan usaha perencana kurikulum dalam menyusun bidang-bidang studi apa saja yang harus dipelajari oleh anak didik pada jenjang/ tingkatan sekolah tertentu. Misalnya pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), bidang studi apa saja yang akan disajikan karena kurikulum pada Sekolah kejuruan harus lebih mengutamakan mata pelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan


(48)

dan lapangan pekerjaan atau yang sering disebut dengan Model Link and Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang dapat menunjang pekerjaan.

Dalam penyusunan kurikulum tersebut harus dimuat tujuan yang harus dicapai, uraian materi secara ringkas, teknik/metode yang mungkin dipakai, alat dan sumber, kelas, lamanya waktu yang diperlukan/jam dan sebagainya yang biasanya termuat dalam satu model penyusunan program yang disebut Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi; d) kelompok mata pelajaran estetika; e) kelompok mata pelajaran jasmani, oleh raga dan kesehatan (Pasal 6 ayat (1)).

Menurut Nurdin (2005: 33), dikatakan bahwa ada 3 hal pokok yang menjadi landasan dalam pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan kurikulum, yakni: (a) landasan Filosofis, (b) landasan Sosial Budaya, dan, (c) landasan Psikologis. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada uraian berikut ini.

(a) Landasan Filosofis

Filsafat dapat diartikan sebagai cara berfikir yang mengkaji tentang objek secara mendalam melalui 3 pokok persoalan, yakni: hakikat benar – salah (logika),


(49)

hakikat baik buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika) dan hakikat pandangan hidup manusia mencakup ketiga hal tersebut.

Kaitannya dengan kurikulum dari ketiga pandangan tersebut sangat diperlukan terutama dalam menetapkan arah dan tujuan pendidikan. Dengan pengertian lain bahwa kemana arah pendidikan itu akan dibawa tergantung dari cara pandang hidup manusia atau yang lebih luasnya lagi cara pandang dari suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara mempunyai tatanan dan pandangan hidup masing-masing dan berbeda-beda sesuai dengan ideologi yang dianut.

Pendidikan sebagai upaya dalam membina manusia (anak didik) tidak terlepas dari pandangan hidup, oleh karena itu segala upaya yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didiknya harus mampu menjadikan manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, kerja kelarsa, tangguh bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

(b) Landasan Sosial Budaya

Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa dan rasa manusia menuju peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia ynag berbudaya. Kurikulum pendidikan sudah sewajarnya pula disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini, bahkan harus dapat mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi pada masa yang akan datang. Untuk itu pula guru dituntut untuk dapat membina dan melaksanakan kurikulum, agar


(50)

apa yang diberikan kepada anak didiknya berguna dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat.

(c) Landasan Psikologi

Pada dasarnya pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan unsur-unsur psikologi, sebab pendidikan adalah menyangkut perilaku manusia itu sendiri. Mendidik berarti merubah tingkah laku anak menuju kedewasan. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori perubahan tingkah laku anak.

Beberapa teori belajar yang dikenal, antara lain: behaviorisme, psikologi daya, perkembangan kognitif, teori lapangan, teori kepribadian.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa memahami dan mempelajari teori belajar merupakan faktor penting yang harus dipelajari dan dikuasai oleh guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran, karena sebaik apapun kurikulum yang diciptakan, namun jika guru tersebut tidak mampu menguasai psikologi dari anak didiknya maka akan sulit terjadi komunikasi yang efektif. Jadi, guru harus memiliki strategi belajar – mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.


(51)

Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (b) beragam dan terpadu, (c) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (d) relevan dengan kebutuhan kehidupan, (e) menyeluruh dan berkesinambungan, (f) belajar sepanjang hayat, (g) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Dalam pelaksanannya kurikulum disetiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama, pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan

kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.

Kedua, Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,

yaitu (a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.


(52)

Ketiga, Pelaksanan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat

pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan dan kondisi peserta didik dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

Keempat, Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan

pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.

Kelima, Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

Keenam, Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,

sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

Ketujuh, Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata

pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

2.2.3. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana adalah alat bantu yang dibutuhkan baik langsung maupun tidak langsung oleh siswa dan guru ataupun penyelenggaraan pendidikan


(53)

menunjang keefektifan dan efisiensi pengajaran karena dapat mempengaruhi tingkat laku siswa.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 42 dinyatakan bahwa: (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjnag proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satiuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Dari uraian di atas, jelas dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan harus memiliki sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar dan mengajar. Standar sarana dan prasarana ini diatur dalam Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 tentang Sarana dan Prasarana untuk SMK/MAK. Oleh karena Permendiknas ini baru diberlakukan maka dalam tulisan ini standar sarana dan prasarana SMK merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.


(54)

Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007, diatur tentang jumlah satuan pendidikan, luas lahan minimum, luas bangunan gedung minimum dan kelengkapan sarana dan prasarana.

Bangunan gedung sekolah yang sesuai dengan standar harus memenuhi ketentuan tata bangunan yaitu rancangan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan gedung harus dilakukan secara profesional dan dapat bertahan minimum 20 Tahun, memenuhi persyaratan keselamatan, memenuhi persyaratan kesehatan, letak bangunan tersebut menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat, bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan, dilengkapi fasilitas instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt.

Kelengkapan sarana dan prasarana yang harus dilengkapi sekurang- kurangnya adalah sebagai berikut: a) ruang kelas, b) ruang perpustakan, c) laboraturium, d) ruang pimpinan, e) ruang guru, f) ruang tata usaha, g) tempat beribadah, h) ruang konseling, i) ruang UKS, j) ruang organisasi kesiswaan, k) jamban, l) gudang, m) ruang sirkulasi, n) tempat bermain/berolahraga, dan o) ruang Praktik Kerja/bengkel kerja (khusus untuk sekolah kejuruan).

2.3. Pendidikan Kejuruan

2.3.1. Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan

Evans (1978) dalam Djojonegoro (1999: 33), mendefinisikan pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kualifikasi akademik guru yang mengajar di SMK Negeri 2, SMK Negeri 4 dan SMK Negeri 5 masih belum seluruhnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan karena masih terdapat guru yang mengajar dengan kualifikasi pendidikan Diploma-III (D-III) dan Diploma-II (D-II), sedangkan kurikulum dan sarana dan prasarana telah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

2. Bahwa sebelum penerapan standar nasional pendidikan faktor yang berpengaruh terhadap kesempatan kerja lulusan adalah kurikulum, sedangkan setelah penerapan faktor yang mempengaruhi adalah sarana dan prasarana dengan tingkat signifikansi 0,1% atau tingkat kepercayaan 99 persen dan kurikulum dengan tingkat signifikansi 0,5 atau tingkat kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa kurikulum yang baik dan sarana prasarana yang memadai sangat mendukung terhadap kesempatan kerja siswa. Sedangkan faktor guru pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesempatan kerja lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kota Medan, baik sebelum dan sesudah penerapan standar nasional pendidikan.


(2)

5.2. Saran

1. Berdasarkan dari hasil survei yang dilakukan bahwa kualifikasi akademik guru yang mengajar pada SMK Negeri di Kota Medan masih belum sesuai dengan standar nasional pendidikan, untuk itu Pemerintah Kota Medan khususnya Dinas Pendidikan agar lebih memperhatikan guru sebagai tenaga pendidik untuk mengembangkan pengetahuannya dengan memberikan bantuan pendidikan atau bea siswa kepada guru maupun pemberdayaan guru dengan memberikan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan oleh guru sehingga wawasan, pengalaman dan kompetensi guru dapat bertambah dalam mendidik siswa. 2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa kurikulum dan sarana

prasarana sangat berpengaruh terhadap kesempatan kerja lulusan SMK Negeri, untuk itu pengembangan kurikulum pada program keahlian teknik mekanik otomotif yang merupakan program keahlian paling banyak menyerap tenaga kerja hendaknya lebih ditingkatkan terutama pada praktek kerja yang lebih disesuaikan dengan perkembangan studi, selain itu pihak sekolah juga diharapkan mampu menjalin kerjasama dengan studi agar siswa dapat melakukan praktek kerja yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga dapat menambah keahlian dan kompetensinya untuk bekal dalam mencari pekerjaan. Begitu juga dengan sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor yang sangat mendukung kemampuan siswa dalam belajar, untuk itu pihak sekolah dapat mengajukan anggaran biaya kepada Dinas Pendidikan Kota Medan, untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sekolah terutama laboratorium, penambahan referensi buku-buku


(3)

perpustakaan yang lebih up to date dan bengkel tempat praktek, selain itu ruang kelas yang sesuai dengan jumlah siswa serta sarana olah raga yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Ary, Subroto 1999, dalam Buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah, Peranan

Sumberdaya Manusia dalam Pengembangan Wilayah di Indonesia, Jakarta:

BPPT.

Abbas, M.S dan Suyanto, 2001, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Djojonegoro, Wardiman, 1999, Pengembangan Sumberdaya Manusia: Melalui

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).

Hamalik, Oemar, 2000, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen

Pelatihan Ketenagakerjaan: Pendekatan Terpadu, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Harahap, Susi, 2001, Fungsi Perencanaan terhadap Efektivitas Pelaksanaan

Kegiatan pada Badan Diklat Provinsi Sumatera Utara, Skripsi S1 pada

STIA-LAN RI, Bandung.

Hasibuan, Malayu S.P, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hadeli, 2006, Metode Penelitian Kependidikan, Jakarta: Quantum Teaching.

Judisseno, Rimsky.K, 2008, Jadilah Pribadi yang Kompeten di Tempat Kerja, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Prasetya I, Suryani Motik & Sri Wahyu, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: STIA-LAN Press.


(4)

Kuncoro, Mudrajad, 2001, Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

Ekonomi, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.

---, 2003, Metode Riset untuk Bisinis dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga. ---, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Jakarta: Erlangga.

Kunandar, 2007, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: Rajawali

Press.

Lie, Anita, dkk, 2005, Pendidikan Nasional dalam Reformasi Politik dan

Kemasyarakatan,Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Nazir, Moh, 1988, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nachrow,D & Suhandojo, 1999, Dalam Buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah :

Analisis Sumber Daya Manusia, Otonomi Daerah dan Pengembangan Wilayah, Jakarta: CV. Cahaya Ibu.

Ndraha, Taliziduhu, 2002, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurdin, Syafruddin, 2005, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta: Quantum Teaching.

Robbins, Stephen P, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Kesepuluh, PT. Indeks. Ramli, 2007, Kinerja Aparatur dan Pengembangan Wilayah, Medan: USU Press. Riduan, 2007, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung:

ALFABETA.

Sudjana, 1992, Metode Statistika, Bandung: Tarsito

Suryadi, Ace dan Tilaar, H.A.R, 1993, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu

Pengantar, BAndung, Remaja Rosdakarya Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Sumarsono, Sonny, 2003, Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia &


(5)

Sedarmayanti, 2003, Sumberdaya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung: Mandar Maju.

Surya, Aldwin 2006, Perubahan Sosial Masyarakat Kota Metropolitan, Medan: Kopertis Wilayah I NAD-SUMUT.

---, 2007, Pembentukan Kelas Menengah Kota: Cermin Kemapanan

Ekonomi Masyarakat Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Universitas Prima Indonesia, Medan.

Sa’ud, Syaefudin & Makmun, Syamsuddin Abin, 2007, Perencanaan Pendidikan

Suatu Pendekatan Komprehenshif, Bandung: Kerjasama Program

Pascasarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya

Tilaar, H.A.R, 2006, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Zen, M.T, 2001, dalam Buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah , Falsafah Dasar

Pengembangan Wilayah: Memberdayakan Manusia, Jakarta: BPPT.

Peraturan-peraturan

Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

---, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang Guru dan Dosen ---, 2003, Pedoman Penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan

Hidup (Life Skills), Bidang Kepemudaan Melalui Lembaga Kepemudaan.

Jakarta: Direktorat Kepemudaan.

---, Peraturan Pemerintah 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

---, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah.

---, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

---, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi


(6)

---, Permeniknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam

Jabatan.

---, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

---, Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK/MAK.

Artikel dan Katalog

BPS, 2006, Medan Dalam Angka 2006, Medan.

BPS, 2007, Medan Dalam Angka 2007, Medan BPS, 2008, Medan Dalam Angka 2008, Medan

Departemen Pendidikan Nasional, Teropong Wajah Sekolah Menengah Kejuruan

di Indonesia: Buklet Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta: Direktoral

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

PWD, 2003, Pedoman Penulisan Proposal dan Tesis, Medan: USU.

Artikel dari Internet, situs (http://www.workshopsince.com/manual/overview.html,