Jenis-Jenis Propaganda Konseptualisasi Propaganda 1. Pengertian Propaganda

mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita dalam tahap-tahap yang merupakan suatu rangkaian. Biasanya propaganda jenis ini diisi dengan sejumlah doktrin bahkan upaya “cuci otak” guna mendapatkan loyalitas dari target atau sasaran propaganda. Misalnya, dengan menyuntikkan gagasan seputar „jihad‟ atau revolusi dalam konteks yang keliru. Dalam konteks inilah operasi propaganda kerapkali disebut sebagai operasi non perang. Dalam khazanah politik ada dua jenis operasi, yakni operasi militer dalam perang dan operasi non perang berbentuk propaganda yang biasanya dilakukan secara intensif. Sebagaimana yang diungkapkan Arifin bahwa Agitasi juga berarti hasutan kepada orang banyak yang biasanya dilakukan ileh tokoh atau aktivis politik untuk mengadakan gerakan politik, seperti unjuk rasa demonstrasi, huru-hara atau pemeberontakan. Herbert Blamer, menyatakan bahwa agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan, terutama gerakan politik dengan kata lain, agitasi adalah suatu upaya untuk menggerakkan massa secara lisan atau tulisan, dengan cara merayu dan bahkan merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Selanjutnya, Blamer menyatakan bahwa agitasi dimulai dengan cara membuat kontradiksi atau pertentangan dalam masyarakat. Rakyat digerakkan untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini ketidakpastian dan penderitaan dengan tujuan menimbulkan kegelisahan dikalangan massa. Kemudian sebagai solusinya, rakyat harus bergerak untuk mendukung gagasan baru atau ideologi politik baru dengan menciptakan keadaan yang baru. 16 Para agiator politik selalu berupaya agar khalayak bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung dan bersedia mengorbankan jiwa untuk mewujudkan sebuah cita- cita politik. Melalui agitasi politik, seorang pemimpin mempertahankan kegairahan para pengikutnya untuk memperoleh kemenangan, yang akan diikuti oleh usaha-usaha selanjutnya dalam serangkaian tujuan. 17 4. Propaganda Integrasi Menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Melalui propaganda ini orang mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu bertahun-tahun. Propaganda ini biasanya berorientasi pada loyalitas jangka panjang. Propaganda ini mirip jenis propaganda sosial yang bekerja tidak dalam hitungan hari atau minggu melainkan dalam suatu rentang yang panjang dan bertahap. 18 5. Propaganda Vertikal 16 Anwar Arifin, Komunikasi Politik, Jogjakarta: Graha Ilmu, 2011, edisi kedua, h. 131. 17 Ibid., h. 131. 18 G un Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 119. Bentuk propaganda ini adalah representasi propaganda satu-ke- pada-banyak one-to-many. Seorang atau sekelompok propagandis yang menjalankan skema kegiatan sistematis berupaya memaksimalkan saluran-saluran yang dalam waktu cepat dan mudah bisa menjangkau khalayak atau sasaran propaganda. Misalnya melalui media massa, propagandis menyebarkan isu sehingga isu tersebut diterima secara massif dan serentak. Propaganda ini memang tidak semata identik dengan media massa, bisa juga melalui sebuah struktur organisasi yang memungkinkan dalam waktu singkat seluruh komponen organisasi terpengaruh. Masalanya propaganda ini dijalankan lewat orang atau sekelompok orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi. 19 6. Propaganda Horizontal Propaganda ini berlangsung lebih banyak di antara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok. Artinya, propaganda ini lebih banyak menggunakan komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi, ketimbang melalui komunikasi massa. Ini yang membedakan dengan jenis propaganda vertical yang sifatnya massif dan linear. Propaganda horizontal justru lebih tertarik mengembangkan jejaring dengan sesama teman, kolega dan sejumlah organisasi lainnya. Dalam pandangan Ellul sebagaimana dikutip Nuruddin bahwa propaganda 19 G un Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 119-120. horizontal adalah propaganda yang dilakukan seorang pemimpin suatu organisasi atau kelompok pada anggota organisasi atau kelompok itu melalui tatap mukakomunikasi antarpersonal dan biasanya tidak mengandalkan media massa. Contohnya, kegiatan silaturahmi yang diadakan partai politik, mengadakan anjangsana, temu kader, dan lain-lain. 20

4. Teknik-Teknik Propaganda

Dalam Praktik komunikasi politik, sejumlah teknik propaganda kerapkali digunakan bahkan diandalkan dalam upaya mengubah cara pandang. 1. Name Calling Memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak suatu tanpa menguji kenyataannya. Misalnya, menuduh lawan pemilihan sebagai penjahat, teroris, fundamentalis, koruptor. Propaganda dengan cara memberikan label buruk ini bukan sekali dua kali dilakukan. Hampir setiap hari dalam setahun jenis propaganda ini dilakukan. Salah satu ciri yang melekat pada teknik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk pada lawan yang dituju. Misalnya, menuduh lawan pemilihan sebagai “penjahat”. Hal ini dimaksudkan untuk menjatuhkan ataua menurunkan derajat seseorang atau kelompok tertentu. Teknik ini sering digunakan dalam propaganda lisan. Contoh lain teknik name calling ini, di zaman Orde Baru, setiap kelompok 20 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 120. atau orang yang menentang rezim akan disebut sebagai PKI. Propaganda ini berhasi l dengan merebaknya ketakutan di masyarakat. 21 2. Glittering Generalities Menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu. Misal AS menyebut operasi mereka ke Afganistan beberapa waktu lalu sebagai “Operasi Keadilan Tak Terhingga”, dengan misi “hukum tanpa batas” begitu juga saat merencanakan serangan ke Irak, AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari terror senjata pemusnah massal. Contoh lain Amerika senantiasa menunjukkan negaranya sebagai negara demokrasi terbesar, super power atau Dunia Pertama. Semua label positif ini tidak alamiah melainkan dikonstruk. Nurudin menjelaskan, Glittering Generalities adalah mengasosiasikan sesuatu dengan suatu “kata bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Misal, AS menyebut operasi mereka ke Afganistan beberapa waktu lalu sebagai “Operasi Keadilan Tak Terhingga”, dengan misi “hokum tanpa batas” begitu juga saat merencanakan serangan ke Irak, AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari terror senjata pemusnah massal. Teknik propaganda ini digunakan untuk menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan segala apa yang serba luhur dan 21 G un Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1., h. 120-121. agung. Dengan kata lain, propagandis berusaha menyanjung dirinya mewakili sesuatu yang luhur dan agung. Un gkapan kalimat “demi keadilan dan kebenaran” menjadi salah satu ciri teknik propaganda ini. Nurudin menyontohkan dalam teks pidato, “Demi keadilan dan kebenaran, maka demokrasi harus ditegakkan dalam semua bentuknya” yang pernah sangat marak ketika era reformasi tiba dan banyak diteriakkan oleh mahasiswa. Teknik ini muncul untuk mempengaruhi persepsi masyarakat agar mereka ikut serta mendukung gagasan propagandis. Hanya kelemahannya, kadang sang propagandis sangat menonjolkan dirinya dengan sebutan agung dan luhur serta menganggap dirinya paling benardan orang lain salah. Sanjungan itu mempunyai kelemahan jika sang propagandis termasuk orang yang tak mau kompromi dan mempunyai tujuan terselubung pada setiap tindakannya. Akibatnya dapat terjadi klaim kebenaran sepihak. 22 3. Card Stacking Nurudin menjelaskan card stacking adalah memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis dan sebagainya untuk membangun suatu kasus. Misalnya kata-kata “pembunuhan terhadap pemimpin kita, benar-benar menunjukkan penghinaan terhadap partai kita”. Dalam konteks propaganda ini yang dibidik sesungguhnya adalah efek domino dari sebuah pernyataan. Jika kita analogikan seperti kita menyusun kartu, setelah tersusun maka jika ada kartu yang jatuh maka biasanya akan menimbulkan dampak pada 22 G un Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 121-122.