Teknik-Teknik Propaganda Di Twitter Pasangan Jokowi-Ahok Dan Foke-Nara Pada Pemilukada Dki Jakarta

(1)

TEKNIK-TEKNIK PROPAGANDA DI TWITTER PASANGAN

JOKOWI-AHOK DAN FOKE-NARA PADA PEMILUKADA

DKI JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Ryan Rifqi Nugroho

NIM: 109051000133

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 15 September 2013


(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK Ryan Rifqi Nugroho (109051000133)

Teknik-Teknik Propaganda Di New Media Tim Media Center Pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara Pada Pemilukada DKI Jakarta

Pemilukada DKI Jakarta beberapa saat yang lalu berjalan sangat menarik. Tim media center kedua pasangan berjuang keras untuk memanfaatkan sektor-sektor media mainstream dan new media (Facebook, Twitter, Blog) demi meraih

vote getter. Tidak hanya kampanye yang dilakukan tetapi kedua Tim Media Center juga memainkan propaganda. Pertanyaan mayornya adalah bagaimana teknik-teknik propaganda yang dilakukan Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua? Kemudian minornya adalah bagaimana etika komunikasi dalam propaganda kedua pasangan di

Twitter? Dan bagaimana kelebihan dan kekurangan implementasi teknik-teknik propaganda di Twitter pada Pemilukada DKI?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam, terhadap suatu organisasi, lembaga atau masyarakat mengenai gejala-gejala tertentu. Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik (intrinsic case study). Jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu.

Propaganda sangat identik dengan satu aktivitas komunikasi yang berupaya memanipulasi psikologis khalayak. Dalam politik, propaganda memainkan peran yang sangat penting karena merupakan satu di antara pendekatan persuasi politik selain periklanan dan retorika. New Media adalah teknologi komunikasi yang melibatkan komputer di dalamnya (baik mainframe, PC maupun notebook) yang memfasilitasi penggunanya untuk berinteraksi antar sesama pengguna ataupun dengan informasi yang diinginkannya. Twitter adalah layanan micro-blogging yang mendistribusikan potongan ukuran teks di beberapa

platform, termasuk ponsel, instant messaging dan email.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan teknik-teknik propaganda yang dilancarkan kedua Tim Media Center masing-masing pasangan yakni name calling, glittering generalities, card stacking, band wagon, plain folks, dan

testimonial melalui strategi yang telah mereka rencanakan. Berikutnya peneliti mengungkap beberapa teknik propaganda yang bertentangan dengan UU ITE dan hukum Islam. Terakhir, peneliti menemukan kelebihan dan kekurangan implementasi teknik propaganda di Twitter dari kedua pasangan.

Kesuksesan Cagub-Cawagub dalam memenangkan Pemilukada tidak luput dari kinerja Tim Media Centernya. Penggunaan new media Twitter dalam aktivitas politik menjadi hal baru di Negara ini. Twitter juga menjadi media untuk melancarkan propaganda. Yang perlu diperhatikan oleh para stake holder politik bahwa penggunaan propaganda dalam new media harus sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia yakni Undang-undang dan juga sebagai muslim perlu memperhatikan syariat Islam sehingga atmosfir perpolitikan di Indonesia dapat berjalan secara sehat, jujur, dan tidak saling merugikan.

Keyword: Pemilukada, DKI, Tim Media Center, Propaganda, New Media,


(6)

ii

ميحَرااانَمحَرل ﷲمــــــــــــــــــسبا

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan, rahmat, hidayah serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan panutan kita semua umat Islam.

Karya tulis ini patut penulis syukuri dan banggakan karena penulis berusaha menyajikan dengan sebaik-baiknya supaya karya tulis ini dapat berguna bagi dunia akademis. Namun, penulis juga menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki dalam karya tulis ini.

Dalam proses penyusunan, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Drs. Study Rizal L.K, M.A.

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(7)

iii

3. Bapak Zakaria, M.Ag selaku Penasehat Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis untuk berdiskusi.

4. Bapak Dr. Gun Gun Heryanto M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta yang telah mewariskan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang bapak ibu berikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat serta menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir tanpa putus.

6. Kartika Djoemadi sebagai Ketua Jokowi Ahok Social Media Volunteer (JASMEV) dan Kahfi Siregar sebagai ketua Tim Media Center Foke-Nara. 7. Keluarga di Jogjakarta. Mama Eny Kushartuti yang selalu mensupport dan

berdoa tanpa henti demi kesuksesan anak-anaknya. Mas Virghi Akbar Kurniawan, Adikku Melati Rahmaningtyas dan Ilham Sakti Darussalam. Harapan khusus untuk Papa Askur Susanto semoga disadarkan dan diberi jalan terbaik dalam menjalani kehidupan.

8. Desima Swakisari Kartika, wanita pemberi semangat yang telah setia menanti dan sangat sabar.

9. Keluarga HB Studio Harry Budiman, Irsan Ramadhianta beserta keluarga, Faisal Affandi, Suryanto, Marzuki, Deny Djatnika, Adhit Element, Mumu, Rusdi, dan Herman.


(8)

iv

Bintang, Tika, Tari, Fitri, Fajrin, Ririn, Yuli, Dina, Rina, Bowo, Eko, Noflim, Okta, Ana, Yudid, Zakiyah, Nofal, Fadli, Rijal, Ridwan, Rikza, Angga, Yusuf, M. Reza, dan Devi terima kasih atas segala dukungan dan perhatian yang luar biasa kepada penulis.

11.Kawan-kawan “KKN SERSAN” Klaten.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Jakarta, 13 September 2013


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR . ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka . ... 12

F. Sistematika Penulisan . ... 14

BAB II KERANGKA TEORI A. Konseptualisasi Propaganda ... 15

1. Pengertian Propaganda . ... 15

2. Perbedaan Propaganda Dengan Kampanye . ... 21

3. Jenis-Jenis Propaganda . ... 23

4. Teknik-Teknik Propaganda . ... 28

5. Prinsip Propaganda Melalui Media Massa . ... 34

B. Konseptualisasi New Media . ... 36

1. Pengertian New Media . ... 36

2. Karakteristik New Media . ... 39

3. Kelebihan dan Kekurangan New Media . ... 42

4. Web 1.0 dan 2.0 . ... 44

5. Sosial Media . ... 49

6. Sosial Media dan Politik . ... 51

BAB III GAMBARAN TIM MEDIA CENTER JOKOWI-AHOK DAN FOKE-NARA A. Tim Media Center Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama . ... 56

B. Tim Media Center Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli . ... 59

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Teknik-Teknik Propaganda dalam Pemilukada DKI Jakarta Putaran Kedua . ... 61

B. Etika Komunikasi di New Media Twitter dalam propaganda Pemilukada DKI Putaran Kedua . ... 76

C. Kelebihan dan Kekurangan Implementasi Teknik Propaganda di Twitter dalam Pemilukada DKI Jakarta . ... 81


(10)

vi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Perbedaan Kampanye Dengan Propaganda………...21

Tabel 2: Perbedaan Antara Web 1.0 Dengan Web 2.0……….49 Tabel 3: Interview Dengan Tim Media Center Masing-Masing Pasangan Mengenai

Pengaruh Twitter………73

Tabel 4: Interview Dengan Tim Media Center Masing-Masing Pasangan Mengenai

Strategi di New Media………74

Tabel 5: Interview Dengan Tim Media Center Masing-Masing Pasangan Mengenai

Time To Tweet di Twitter………...75 Tabel 6: Interview Dengan Tim Media Center Masing-Masing Pasangan Mengenai

Twitter Account………..76 Tabel 7: Komparasi Statement Tim Media Center Kedua Pasangan Terhadap


(12)

viii

Gambar 2 : Data PoliticaWave Tentang Social Media Monitoring Periode 19-25 Mei 2012 ... 5 Gambar 3 : Contoh Teknik Propaganda Name Calling Tim Media Center

Jokowi-Ahok ... 61 Gambar 4 : Contoh Teknik Propaganda Glittering Generalities Tim Media

Center Jokowi-Ahok ... 62 Gambar 5 : Contoh Teknik Propaganda Card Stacking Tim Media Center

Jokowi-Ahok ... 63 Gambar 6 : Contoh Teknik Propaganda Plain Folks Tim Media Center

Jokowi-Ahok ... 64 Gambar 7 : Contoh Teknik Propaganda Band Wagon Tim Media Center

Jokowi-Ahok ... 65 Gambar 8 : Contoh Teknik Propaganda Testimonial Tim Media Center

Jokowi-Ahok ... 66 Gambar 9 : Contoh Teknik Propaganda Name Calling Tim Media Center

Foke-Nara... ... 67 Gambar 10 : Contoh Teknik Propaganda Glittering Generalities Tim Media

Center Foke Nara ... 68 Gambar 11 : Contoh Teknik Propaganda Card Stacking Tim Media Center

Foke-Nara ... 69 Gambar 12 : Contoh Teknik Propaganda Plain Folks Tim Media Center

Foke-Nara ... 70 Gambar 13 : Contoh Teknik Propaganda Band Wagon Tim Media Center

Foke-Nara ... 71 Gambar 14 : Contoh Teknik Propaganda Testimonial Tim Media Center Foke


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua telah berlangsung beberapa saat yang lalu dan terpilihlah pemimpin yang baru. Tidak bisa dimungkiri bahwa Pemilukada kemarin berjalan sangat menarik dan persaingan kedua pasangan cagub-cawagub begitu ketat. Tim sukses maupun tim media center dari masing-masing pasangan berjuang keras untuk memanfaatkan sektor-sektor media mainstream (televisi, radio, surat kabar) dan new media (Facebook,

Twitter, Blog) demi meraih vote getter. Kalau melihat dan mendengar gaya-gaya kampanye di media mainstream untuk meraih suara tentunya kita sudah biasa. Yang jarang dan mungkin belum kita ketahui yaitu mengenai propaganda yang terdapat di new media (Twitter). Seperti contoh permasalahan banjir dan macet. Di Twitter, tim media center dari Jokowi-Ahok mengklaim bahwa dua hal tersebut menjadi masalah yang belum terselesaikan. Tidak setuju dengan pendapat tersebut tim media center Foke-Nara segera melakukan counter dengan mengatakan bahwa banjir dan macet sudah berkurang. Pertarungan tersebut merupakan pertarungan propaganda

bandwagon dan masih banyak lagi propaganda yang terdapat di Twitter saat pemilukada DKI kemarin.

Masih terekam dimemori kita saat seorang “Raja Dangdut” Tanah Air Rhoma Irama menghimbau agar masyarakat jangan memilih pemimpin yang


(14)

kafir. Pernyataan ini beliau ucapkan di tengah forum atau majelis yang hadir pula Fauzi Bowo kala itu. Di satu sisi ini merupakan dukungan terhadap pasangan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli, di sisi lain ini adalah serangan terhadap pasangan Jokowi – Ahok. Pernyataan Rhoma Irama mengandung dua teknik propaganda sekaligus yakni name calling dan testimonial.

Gambar 1

Pengaruh Isu Sara Terhadap Pilihan Responden Hasil Survei Majalah TEMPO dan LSI Pada 3-7 September 20121

Propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi. Lasswell melihat propaganda membawa masyarakat dalam

1

http://politik.kompasiana.com/2012/09/24/siapa-bilang-sara-tidak-berpengaruh-di-pilkada-dki-jakarta-495988.html diakses pada 12 Maret 2013.


(15)

3

situasi kebingungan, ragu-ragu, dan terpaku pada sesuatu yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka.2

Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan politik, kampanye, krisis, atau perang. Tujuan propaganda adalah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.3

Mengawali masa kampanye, di beberapa daerah bermunculan black

propaganda atau propaganda gelap, baik melalui aneka selebaran gelap, layanan singkat (SMS), e-mail dan berbagai diskusi dalam komunitas tertentu untuk menjatuhkan dan menyudutkan pasangan calon kepala daerah. Black

propaganda dalam literatur politik, terutama dalam komunikasi politik sebenarnya adalah sesuatu yang baru.4

Media baru disebut-sebut sebagai “second media age”, dimana media tradisional seperti radio, koran, dan televisi telah banyak ditinggalkan oleh khalayak. Internet sebagai media baru yang dioperasikan dengan seperangkat alat komputer berjaringan merupakan tonggak dari perkembangan teknologi interaksi global di akhir dekade abad ke-20.5

2

Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h. 332.

3

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 112.

4

Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama & Budaya dan Fajar Pustaka, 2007) cet ke-1, h.217.

5

Rulli Nasrullah. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta. Kencana Pernada Media group. h: 61.


(16)

Pada masa new media seperti internet berpotensi lebih banyak dipandang sebagai alat yang banyak bernilai negatif. Hal tersebut memungkinkan masyarakat memanfaatkan media baru hanya untuk pemenuhan kebutuhan institusi tertentu yang tidak memikirkan efek negatif untuk masyarakat luas karena pada saat ini banyak orang yang mengikatkan atau melabelkan dirinya pada suatu lembaga khusunya dalam bidang politik yang memanfaatkan media baru untuk mempengaruhi khalayak. Mereka menjalankan arus informasi untuk mengubah tindakan, opini, pola pikir bahkan pandangan hidup orang banyak.

New Media kini dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk menjalankan kepentingan karena media memiliki kekuatan dalam mempengaruhi masyarakat. Media sangat efektif dalam menjalankan usaha partai politik untuk mempersuasikan atau melakukan propaganda dalam.

Peneliti memilih Pemilukada DKI karena menurut peneliti Pilkada tersebut mampu menarik perhatian semua kalangan baik muda maupun tua, bahkan anak-anak. Pemilukada DKI tidak hanya menjadi perhatian warga Jakarta namun juga seluruh masyarakat Indonesia. Menariknya lagi adalah kehebohan Pemilukada DKI ini tidak hanya terdapat pada ruang publik dan media


(17)

5

Gambar 2

Data PoliticaWave Tentang Social Media Monitoring Periode 19-25 Mei 20126

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Twitter

Foke-Nara

Jokowi-Ahok

Chart diatas menunjukkan media trend dari kedua pasangan Jokowi-Ahok dan Foke Nara di jejaring sosial Twitter. Hasil survey PoliticaWave tersebut terlihat Foke-Nara unggul terhadap pasangan Jokowi-Ahok pada periode 19-25 Mei 2012.

Peneliti memilih putaran kedua karena di putaran kedua ini muncul dua pasangan cagub-cawagub yang memiliki presentase pemilih terbanyak hasil dari putaran pertama. Tentu peneliti akan lebih fokus meneliti dua pasangan ini dari pada mengamati lima pasangan yang ada di putaran pertama.

Selanjutnya mengapa peneliti memilih propaganda karena tema ini masih sangat jarang diangkat khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Banyak dari kita juga yang masih berpandangan bahwa propaganda adalah kampanye. Padahal jelas propaganda dengan kampanye itu

6

http://giewahyudi.com/perang-sosial-media-jauh-sebelum-kampanye-politik diakses pada 12 Maret 2013.


(18)

sangat berbeda. Oleh karena itu penelitian ini akan menjelaskan mengenai propaganda khususnya dalam kasus Pemilukada DKI.

Alasan mengapa peneliti memilih Twitter karena menurut peneliti Twitter

merupakan jejaring sosial yang masih baru dan sedang hype saat ini serta penggunanya adalah kalangan menengah terdidik yang notabene familiar dengan sosial media. Selain itu, menurut peneliti di dalam Twitter terdapat seni retorika yaitu bagaimana dengan 140 karakter huruf dapat terbentuk twitt

yang singkat, padat, jelas, dan menarik. Lain halnya dengan Facebook yang karakternya tak terbatas sehingga akan panjang lebar dan terkadang membuat kita malas untuk membacanya.

Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua berlangsung sangat menarik. Kedua pasangan memanfaatkan media baru sebagai peluang utama mendapatkan pemilih yang potensial. Namun di sisi lain mereka menyusupkan kesan propaganda dalam media baru ketika kampanye berlangsung. Perang isu politik dan janji-janji para kandidat disebarluaskan ke khalayak dalam bentuk propaganda guna memperoleh pengaruh langsung berupa tindakan dan efek sesuai tujuan propagandis. Dalam studi kasus pemilukada ini yang menggunakan media baru adalah para juru kampanye profesional. Mereka ini yang berperan aktif merespon setiap isu propaganda yang berkembang di masyarakat. Ketika isu negatif muncul terhadap kandidatnya maka tim suksesnya akan langsung memutarbalikkan fakta dengan menggunakan data yang tidak akurat kepada tim sukses lawan. Inilah yang terjadi antara kedua pasangan tersebut dalam masa kampanye. Media baru dijadikan cara pandang


(19)

7

lembaga politik dalam berkampanye. Namun mengapa isu yang diangkat oleh para kandidat berkesan tidak akurat dan hanya untuk memanipulasi pikiran khalayak? Apakah hal itu menjadi strategi politikus dalam memperoleh suara dalam pemilihan umum? Tim sukses manakah dari kedua pasangan calon gubernur DKI yang berhasil menjalankan penyebaran arus informasi berlatar belakang propaganda melalui media perantara jejaring sosial dalam hal ini

Twitter? Strategi apa yang akan digunakan mereka ketika kampanye pada media baru berlangsung? Hal-hal tersebut yang membuat peneliti memberi judul skripsi “Teknik-Teknik Propaganda Di New Media Tim Media Center Pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara Pada Pemilukada DKI Jakarta”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari banyaknya masalah yang ada dan mengacu pada latar belakang di atas, maka peneliti membatasi penelitian ini yaitu:

a. Penelitian ini dilakukan pada new media Twitter.

b. Timeline yang diteliti dari tanggal 1 hingga 20 September 2012 (Sebelum putaran kedua).

c. Twitt yang diteliti adalah tweet dari tim media center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Terutama Jokowi-Ahok (@KartikaDjoemadi,

@datuakrajoangek) dan Foke-Nara (@Kahfi_Siregar, @bangfauzibowo). 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :


(20)

a. Bagaimana teknik-teknik propaganda yang dilakukan Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua?

b. Bagaimana etika komunikasi dalam propaganda pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di new media (Twitter)?

c. Bagaimana kelebihan dan kekurangan implementasi teknik-teknik propaganda di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui teknik-teknik propaganda yang digunakan kedua pasangan di Twitter dalam pemilukada DKI putaran kedua.

b. Untuk mengetahui etika komunikasi dalam propaganda pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di new media (Twitter).

c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan implementasi teknik-teknik propaganda di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua. 2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan penelitian guna memperkaya kajian ilmu komunikasi khususnya komunikasi politik hubungannya dengan pemanfaatan media baru.

b. 1. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang praktik propaganda di media baru.


(21)

9

2. Menjadi data awal untuk penelitian sejenis bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji media baru.

3. Masukkan untuk konsultan komunikasi politik dan para politisi terkait penggunaan sosial media.

D. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam, terhadap suatu organisasi, lembaga atau masyarakat mengenai gejala-gejala tertentu.7

Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik (intrinsic case study). Jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu. Jenis ini ditempuh bukan karena suatu kasus mewakili kasus-kasus lain atau karena menggambarkan sifat atau problem tertentu, namun karena, dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaannya, kasus itu sendiri menarik minat.8

Hal terpenting bagi seorang peneliti kualitatif yang menggunakan pendekatan studi kasus adalah sebagai berikut:

a. Membingkai kasus dan mengonseptualisasikan objek penelitian

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2006), Cet.XIII, hlm. 142.

8Robert E. Stake, “Studi Kasus”, dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds

), Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009), hlm. 301.


(22)

b. Memilih fenomena (gejala), menentukan tema-tema atau isu-isu yang menjadi fokus pertanyaan riset

c. Melacak pola-pola data untuk memperkaya isu-isu dalam penelitian d. Menghadirkan beberapa alternatif penafsiran

e. Merumuskan pernyataan sikap atau generalisasi tentang kasus.9 2. Subjek dan Objek

Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian disini adalah Tim Media Center pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Dengan alasan untuk mengetahui strategi di twitter masing-masing pasangan. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah tweet yang mengandung unsur propaganda yang dilancarkan oleh kedua Tim Media Center di timeline Twitter.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data, penulis menggunakan metode yang bersumber pada penelitian lapangan (field research) yaitu sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek.10 Pengumpulan data dengan observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

9Robert E. Stake, “Studi Kasus”, dalam N

orman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds), Handbook of Qualitative Research, hlm. 313.

10


(23)

11

keperluan tersebut.11 Dalam observasi ini, penulis mengikuti timeline dari kedua Tim Media Center masing-masing pasangan.

b. Wawancara

Lexy J. Moleong mengartikan wawancara (interview) adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu interviewer (pewawancara) sebagai pengaju pertanyaan dan

interviewee (terwawancara) sebagai pemberi jawaban. Tujuan dari metode interview ini adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, kepedulian, dan lain sebagainya.12 Pendapat itu senada dengan Muhammad Ali, Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu.

Teknik yang digunakan dalam wawancara adalah dengan wawancara terstruktur yaitu wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.13 Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan Ketua Tim Media Center masing-masing pasangan.

c. Dokumentasi

Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperoleh dari Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara serta foto-foto

11

Moh. Nadzir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indah, 2005), cet. Ke-VI, hlm. 193-194.

12

Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi), (Bandung: Rosdakarya, 2005), Cet. XXI, hlm. 186.

13


(24)

yang berkaitan dengan penelitian, dan hasil rekaman dengan nara sumber.

E. Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti melihat dan mencari judul skripsi yang ada di perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, peneliti menemukan ada beberapa skripsi yang membahas tentang komunikasi politik. Namun yang diteliti mahasiswa sebelumnya sangat berbeda dengan yang diteliti oleh peneliti. Oleh karena itu untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti menjiplak karya orang lain, maka peneliti mempertegas perbedaan antara masing-masing judul, isi maupun konten. 1. Skripsi yang pertama berjudul Komunikasi Politik Dewan Pimpinan

Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC – PPP) Kabupaten Bogor Dalam Pilkada Bupati Tahun 2009 oleh Teedy Khumaedi berisikan tentang pesan politik DPC PPP Kabupaten Bogor, komunikator DPC PPP Kabupaten Bogor dalam Pilkada bupati Bogor, dan saluran politik yang digunakan oleh DPC PPP Kabupaten Bogor pada Pilkada Kabupaten Bogor. Persamaannya terletak pada kajian ilmu yaitu komunikasi politik, sedangkan perbedaannya yaitu pada subjek, objek, permasalahan, dan lokasi penelitian. Teedy Khumaedi meneliti strategi komunikasi politik dalam Pilkada sedangkan peneliti meneliti teknik-teknik propaganda. Subjeknya pun lain, kalau Teedy PPP maka peneliti meneliti Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara.


(25)

13

2. Skripsi yang kedua dengan judul Strategi Komunikasi dalam Pembentukan Opini Publik Partai Persatuan Pembangunan pada Pemilu Legislatif 2009 oleh Yuswita Lailah berisikan tentang strategi DPP PPP dalam pembentukan opini publik pada Pemilu Legislatif dan program pembangunan citra PPP pada Pemilu legislatif 2009. Persamaan dengan permasalahan yang peneliti teliti adalah kajian ilmunya yaitu komunikasi politik, sedangkan perbedaannya adalah pada subjek penelitiannya, jika Yuswita mengambil PPP maka penulis meneliti Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Perbedaan berikutnya pada objek penelitiannya, jika Yuswita meneliti strategi komunikasi dalam pembentukan opini maka penulis meneliti tentang teknik-teknik propaganda.

3. Skripsi yang ketiga dengan judul Ekspresi Afeksi Dalam Twitter Studi Pada Remaja Followers Di Akun @SOALCINTA oleh Arbitya Pradiza Putra berisikan tentang bagaimana pengguna Twitter yang sebagian besar adalah remaja dengan kisaran usia 12-25 tahun membuat Twitter menjelma menjadi sebuah lifestyle. Persamaan dengan permasalahan yang peneliti teliti adalah mengenai media yang digunakan. Yaitu media baru (Twitter). Sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek, objek, dan permasalahan.


(26)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam lima bab, setiap bab dirinci kedalam sub-sub sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

Bab II Kerangka Teori

Bab ini akan menguraikan pengertian propaganda yang terdapat pada politik. Kemudian menjelaskan tentang pengertian new media.

Bab III Gambaran Umum Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara Bab ini membahas tentang sejarah singkat, visi dan misi Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Sarana dan Prasarana di badan Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara.

Bab IV Temuan dan Analisis Data

Bab ini berisikan teknik-teknik propaganda yang dilakukan Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di new media (Twitter). Lalu strategi pemenangan kedua pasangan melalui new media (Twitter).

Bab V Kesimpulan dan Saran


(27)

15

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Konseptualisasi Propaganda 1. Pengertian Propaganda

Kini istilah propaganda sangat identik dengan satu aktivitas komunikasi yang berupaya memanipulasi psikologis khalayak. Dalam politik, propaganda memainkan peran yang sangat penting karena merupakan satu di antara pendekatan persuasi politik selain periklanan dan retorika. Dalam praktiknya, propaganda mengelaborasi pesan politik guna mendapatkan pengaruh secara persuasif. Biasanya digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang terorganisir yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan individu-individu masyarakat yang dipersatukan melalui manipulasi psikologis. Sementara itu, tak dapat dimungkiri bahwa hampir seluruh pendekatan persuasi kepada khalayak di era informasi ini menempatkan media massa sebagai instrumen saluran yang mesti digunakan. Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.1

Di antara bahasan yang menonjol dalam kajian Komunikasi Politik adalah menyangkut isi pesan. Bahasan ini sama pentingya dari bahasan komunikator, media, khalayak, dan efek komunikasi politik. Dalam beberapa literature disebutkan, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh. Urgensinya dalam suatu sistem

1

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 109-110.


(28)

politik tak diragukan lagi, karena komunikasi politik terjadi saat keseluruhan fungsi dari sistem politik lainnya dijalankan.

Menurut Dan Nimmo ada tiga pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan, dan retorika. Semuanya serupa dalam beberapa hal yakni bertujuan (purposive), disengaja (intentional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik antara orang-orang semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai, dan pengharapan pribadi. Tentu saja ketiganya juga memiliki kekhususan yang membedakan satu dengan lainnya.

Banyak ahli mendefinisikan persuasi, salah satunya adalah Erwin P. Bettinghaus. Menurut dia, persuasi tidak lain adalah usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau prilaku orang melalui transmisi pesan. Bisa saja, banyak definisi yang dikemukakan, tapi diantara karakteristik umumnya persuasi selalu melibatkan tujuan melalui pembicaraan. Sifatnya juga dialektis dan merupakan proses timbal balik. Dalam hal ini dengan sengaja atau tidak menimbulkan perasaan responsif pada orang lain. Selain dia juga bercirikan kemungkinan.

Dan ketiga pendekatan persuasi seperti di atas, propaganda memiliki catatan konseptual dan historis yang menarik untuk diamati. Menurut Jacques Ellul dalam Dan Nimmo, propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas


(29)

individu-17

individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi.2

Harrold D. Lasswell mendefinisikan propaganda dengan formulasi, “Propaganda semata merujuk pada kontrol opini, dengan simbol-simbol penting, atau berbicara lebih konkrit dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya. “Lasswell dalam Arifin kemudian memberikan definisi yang agak berbeda dengan definisi beberapa tahun sebelumnya yaitu “Propaganda dalam arti yang paling luas adalah teknik memengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (penyajian). “Representasi bias berbentuk lisan, tulisan, gambar, atau musik, sehingga periklanan dan publisitas ada di dalam wilayah propaganda.

Lasswell melihat propaganda membawa masyarakat dalam situasi kebingungan, ragu-ragu dan terpaku pada sesuatu yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka. Propaganda diartikan sebagai proses disemasi informasi untuk memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan motif indoktrinasi ideologi.3

Herbert Blumer mengemukakan bahwa propaganda dapat dianggap sebagai suatu kampanye politik yang dengan sengaja mengajak dan membimbing untuk memngaruhi, membujuk atau merayu banyak orang guna menerima suatu pandangan, idiologi atau nilai.4 Leonardo W.Dobb (1966)

2

Ibid., h. 110-111. 3

Hafid Cangara, Komunikasi Politik:Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta), 2011, cet-3, h. 270.

4


(30)

propaganda dipahami sebagai suatu usaha individu atau individu-individu yang berkepentingan untuk mengontrol sikap kelompok individu lainnya dengan jalan menggunakan sugesti.5

Pakar psikologi Roger Brown dalam Saverin dan Tankard menyatakan bahwa usaha-usaha persuasif adalah propaganda, jika bermanfaat bagi yang melakukan dan merugikan bagi yang menerima. Sementara di Indonesia, istilah propaganda antara lain diartikan sebagai penyampaian pesan benar atau salah dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatau aliran, sikap atau arah suatu tindakan tertentu yang biasanya disertai dengan janji yang muluk-muluk.6 Propaganda sendiri memiliki banyak tipe, diantaranya propaganda politik, propaganda non politik, bahkan ada propaganda antipolitik, meski pada akhirnya menghasilkan konsekuensi politis.7

Istilah propaganda ini dapat ditelusuri hingga masa Paus Gregorius XV yang membentuk suatu komisi para kardinal, Congregatio de propaganda Fide, untuk menumbuhkan keimanan kristiani diantara bangsa-bangsa lain. Namun pada perkembangannya, propaganda meluas ke wilayah politik, yakni diperuntukkan untuk memperoleh pengaruh dan pada akhirnya kekuasaan. Praktek propaganda misalnya pernah dilakukan Partai Nazi, Hitler. Dengan memanipulasi lambang dan oratori yang penuh emosi, Hitler mambangkitkan rasa identifikasi, komitmen dan kesetiaan khalayak. Kata-kata yang sangat

5

Ibid., h. 133. 6

Hafid Cangara, Komunikasi Politik:Konsep, Teori, dan Strategi, h. 270. 7

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 111.


(31)

19

popular waktu itu “Ein Volk, ein Reich, ein Fuhrer” (satu bangsa, satu

imperium, satu pemimpin).8

Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan politik, kampanye, krisis, atau perang. Penggunaan propaganda sebagai senjata persuasi bukan barang baru dalam komunikasi sebab kegiatan propaganda sudah ada sejak manusia ada di bumi ini, meskipun istilah propaganda baru dikenal pada pertengahan abad ke-17 ketika gereja mulai mempraktikkan penyebaran agama Kristen. Propaganda mulai membawa pengaruh negatif ketika dipraktikkan dalam Perang Dunia II. Pada waktu itu, Menteri Propaganda Jerman Dr. Joseph Gobbels mengatakan bahwa “propaganda tidak mengenal aturan dan etika. Tujuannya ialah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. “Doktrin politik Machiavelli yang mengabaikan relevansi moral, dimana ketidakjujuran dibenarkan dalam mencari dan mempertahankan kekuatan politik.9

Edward Barnays justru melihat propaganda bukan sebuah usaha yang patut dicela dalam meracuni pikiran orang dengan penuh kebohongan, melainkan lebih dari itu yakni suatu usaha yang terkelola untuk menyebarluaskan sesuatu untuk mendapat kepercayaan atau opini.

8

Ibid., h. 112.

9

Hafid Cangara, Komunikasi Politik:Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta), 2011, cet-3, h. 270-271.


(32)

Propaganda menurut Barnays sangat dibutuhkan bagi peradaban umat manusia.10

Seperti yang dikutip Arifin peran Gobbels dalam melakukan propaganda dinamakan propagandis politik. Pada umumnya propagandis politik adalah politikus atau aktivis politik yang memiliki kemampuan dalam melakukan kegiatan propaganda, dan mampu merayu atau membujuk publik dalam upaya membangun citra dan membentuk opini publik yang positif dengan cara menjangkau khalayak yang lebih besar. Propagandis politik harus mampu menciptakan suasana yang mudah kena sugesti sehingga khalayak itu sendiri dengan mudah bisa mengalami sugesti. Hal ini berarti propaganda politik mampu merayu opini publik sehingga sampai sekarang masih sering digunakan oleh para politikus, meskipun bertentangan dengan moralitas, nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan.

Untuk meningkatkan efektivitas propaganda, seorang juru kampanye perlu mengetahui tipe atau bentuk propaganda, yakni:11

1. Propaganda putih, yaitu propaganda yang menyebarkan informasi idiologi dengan menyebut sumbernya.

2. Propaganda kelabu, yaitu propaganda yang dilakukan oleh kelopmpok yang tidak jelas. Biasanya ditujukan untuk mengacaukan pikiran orang lain, seperti adu domba, intrik, dan gosip.

3. Propaganda hitam, yaitu propaganda yang menyebarkan informasi palsu untuk menjatuhkan moral lawan, tidak mengenal etika dan cenderung

10

Hafid Cangara, Komunikasi Politik:Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta), 2011, cet-3, h. 271.

11


(33)

21

berpikir sepihak. Misalnya CIA dan KGB saling menyebarkan berita palsu untuk sekadar menggertak atau menakut-nakuti lawan.

2. Perbedaan Propaganda dengan Kampanye

Ada beberapa perbedaan mendasar antara kampanye dengan propaganda meski kedua-duanya juga kerap bersinggungan dalam level praktis. Perbedaan tersebut mulai dari waktu, sifat gagasan, tujuan, modus penerimaan, modus tindakan dan sifat kepentingan. Kalau aktivitas kampanye hampir selalu bisa diperdebatkan propaganda sebaliknya kerap berorientasi linear meski dalam praktiknya berinteraksi dengan banyak pihak. Jika kita memosisikan propaganda dalam gradasi intensitas komunikasi, maka propaganda masuk kategori komunikasi yang berupaya menyampaikan pesan kepada pihak lain, kemudian menjelaskan dan memersuasi khalayak agar mengikuti frame berpikir propagandis serta kerap menyisipkan fakta dan non fakta secara bersamaan. Secara lebih jelas ada sejumlah faktor yang bisa kita komparasikan antara propaganda dengan kampanye. Perbedaan tersebut meliputi.

Tabel 1

Perbedaan Kampanye dengan Propaganda (sumber: Venus, 2004:6)

ASPEK PEMBEDA KAMPANYE PROPAGANDA

Sumber Selalu jelas Cenderung

samar-samar

Waktu Terikat dan dibatasi

waktunya

Tak terikat waktu Sifat gagasan Terbuka dan diperdebatkan

khalayak

Tertutup dan dianggap sudah mutlak

Tujuan Tegas, spesifik dan variatif Umum dan ditunjukkan

untuk mengubah

system kepercayaan Modus Penerimaan

Pesan

Kesukarelaan/persuasi Tidak menekankan kesukarelaan dan melibatkan


(34)

paksaan/koersif Modus Tindakan Diatur kode bertindak/etika Tanpa aturan etis Sifat kepentingan Mempertimbangkan

kepentingan kedua belah pihak

Kepentingan sepihak

Dari tabel di atas, nampak jelas bahwa dari aspek sumber kampanye biasanya sumbernya jelas, atau ada yang bertanggungjawab atas aktivitas kampanye yang dilakukan, sementara propaganda seringnya samar-samar bahkan terkadang tidak ketahuan siapa sumbernya.12

Dari sudut waktu kampanye dibatasi dari tanggal sekian bulan sekian dan berakhir tanggal sekian bulan sekian. Dengan demikian terikat dengan waktu kapan sebuah kampanye dilakukan. Sementara propaganda kapan saja bisa dilakukan.

Dari sudut gagasan, kampanye biasanya terbuka untuk diperdebatkan karena terdokumentasikan dalam paparan janji-janji baik dalam teks pidato/kampanye, script naskah iklan, talkshow televisi atau radio maupun pemberitaan di media massa.

Dari sudut modus penerimaan pesan, kampanye itu berlangsung penuh kesukarelaan artinya khalayak diajak untuk mengikuti keinginan lembaga/kandidat tanpa memaksanya. Sementara propaganda sebaliknya tak menekankan pada kesukarelaan bahkan kerapkali juga terjebak dengan paksaan atau koersif. Kampanye memiliki kode etik yang disepakati dalam mengimplementasikan program-program atau janji-janji sementara propaganda tanpa aturan etis, dengan demikian kerapkali menyebabkan konflik dalam

12

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 114-115.


(35)

23

penyelenggaraan Pemilu. Sementara menyangkut sifat kepentingan, kampanye lebeih mementingkan kedua belah pihak sementara propaganda mementingkan sepihak yakni kepentingan propagandis.13

3. Jenis-Jenis Propaganda 1. Propaganda Sosial

Tipe propaganda ini berlangsung secara berangsur-angsur, sifatnya merembes ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial, dan politik. Melalui propaganda orang disuntik dengan suatu cara hidup atau ideology. Hasilnya, suatu konsepsi umum tentang masyarakat yang dengan setia dipatuhi oleh setiap orang kecuali beberapa orang yang dianggap sebagai “penyimpang” (deviants). Misalnya propaganda melalui produk-produk budaya seperti film-film hollywood. Secara terus-menerus penduduk dunia secara perlahan tapi berkepanjangan dipengaruhi oleh cara pandang, trend

life style bahkan cara pandang tentang politik melalui film-film dan isi siaran televisi dan media cetak dan buku yang menanamkan pengaruh yang tidak serta merta melainkan perlahan-lahan.14

2. Propaganda Politik

Beroprasi melalui imbauan-imbauan khas berjangka pendek. Biasanya melibatakan usaha-usaha pemerintah, partai atau golongan berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis dan taktis. Misalnya dalam jangka pendek partai politik bermaksud

13

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1,, h. 116.

14


(36)

menaikkan legitimasinya sekaligus mendelegitimasi pihak lawan, maka partai tersebut membuat beragam bentuk propaganda yang dalam jangka pendek diharapkan berpengaruh secara langsung pada persepsi dan perilaku politik khalayak yang menjadi target.

Sebagaimana yang dikutip Arifin, Jacquas ellul menyatakan bahwa propaganda politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, partai politik dan kelompok kepentingan untuk membentuk dan membina opini publik dalam mencapai tujuan politik (strategis atau taktis) dengan pesan-pesan khas yang lebih berjangka pendek. Dengan begitu dapat kita tarik kesimpulan bahwa propaganda politik dapat merupakan kegiatan komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistematik dengan menggunakan sugesti (mempermainkan emosi) untuk memengaruhi, membentuk, atau membina opini publik. Hal ini dilakukan dengan cara memengaruhi seseorang atau kelompok orang, khalayak atau komunitas yang lebih besar (bangsa), agar melaksanakan atau menganut suatu ide (ideology, definisi sampai sikap) dan atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa atau merasa terpaksa.15

3. Propaganda Agitasi

Propaganda agitasi berusaha agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung,

15

Anwar Arifin, Komunikasi Politik, (Jogjakarta: Graha Ilmu), 2011, edisi kedua h. 133-134.


(37)

25

mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita dalam tahap-tahap yang merupakan suatu rangkaian. Biasanya propaganda jenis ini diisi dengan sejumlah doktrin bahkan upaya “cuci otak” guna mendapatkan loyalitas dari target atau sasaran propaganda. Misalnya, dengan menyuntikkan gagasan seputar „jihad‟ atau revolusi dalam konteks yang keliru. Dalam konteks inilah operasi propaganda kerapkali disebut sebagai operasi non perang. Dalam khazanah politik ada dua jenis operasi, yakni operasi militer dalam perang dan operasi non perang berbentuk propaganda yang biasanya dilakukan secara intensif.

Sebagaimana yang diungkapkan Arifin bahwa Agitasi juga berarti hasutan kepada orang banyak yang biasanya dilakukan ileh tokoh atau aktivis politik untuk mengadakan gerakan politik, seperti unjuk rasa (demonstrasi), huru-hara atau pemeberontakan. Herbert Blamer, menyatakan bahwa agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan, terutama gerakan politik dengan kata lain, agitasi adalah suatu upaya untuk menggerakkan massa secara lisan atau tulisan, dengan cara merayu dan bahkan merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Selanjutnya, Blamer menyatakan bahwa agitasi dimulai dengan cara membuat kontradiksi atau pertentangan dalam masyarakat. Rakyat digerakkan untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini (ketidakpastian dan penderitaan) dengan tujuan


(38)

menimbulkan kegelisahan dikalangan massa. Kemudian sebagai solusinya, rakyat harus bergerak untuk mendukung gagasan baru atau ideologi politik baru dengan menciptakan keadaan yang baru.16

Para agiator politik selalu berupaya agar khalayak bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung dan bersedia mengorbankan jiwa untuk mewujudkan sebuah cita-cita politik. Melalui agitasi politik, seorang pemimpin mempertahankan kegairahan para pengikutnya untuk memperoleh kemenangan, yang akan diikuti oleh usaha-usaha selanjutnya dalam serangkaian tujuan.17

4. Propaganda Integrasi

Menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Melalui propaganda ini orang mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu bertahun-tahun. Propaganda ini biasanya berorientasi pada loyalitas jangka panjang. Propaganda ini mirip jenis propaganda sosial yang bekerja tidak dalam hitungan hari atau minggu melainkan dalam suatu rentang yang panjang dan bertahap.18

5. Propaganda Vertikal

16

Anwar Arifin, Komunikasi Politik, (Jogjakarta: Graha Ilmu), 2011, edisi kedua, h. 131. 17

Ibid., h. 131. 18

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 119.


(39)

27

Bentuk propaganda ini adalah representasi propaganda satu-ke-pada-banyak (one-to-many). Seorang atau sekelompok propagandis yang menjalankan skema kegiatan sistematis berupaya memaksimalkan saluran-saluran yang dalam waktu cepat dan mudah bisa menjangkau khalayak atau sasaran propaganda. Misalnya melalui media massa, propagandis menyebarkan isu sehingga isu tersebut diterima secara massif dan serentak. Propaganda ini memang tidak semata identik dengan media massa, bisa juga melalui sebuah struktur organisasi yang memungkinkan dalam waktu singkat seluruh komponen organisasi terpengaruh. Masalanya propaganda ini dijalankan lewat orang atau sekelompok orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi.19

6. Propaganda Horizontal

Propaganda ini berlangsung lebih banyak di antara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok. Artinya, propaganda ini lebih banyak menggunakan komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi, ketimbang melalui komunikasi massa. Ini yang membedakan dengan jenis propaganda vertical yang sifatnya massif dan linear. Propaganda horizontal justru lebih tertarik mengembangkan jejaring dengan sesama teman, kolega dan sejumlah organisasi lainnya. Dalam pandangan Ellul sebagaimana dikutip Nuruddin bahwa propaganda

19

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 119-120.


(40)

horizontal adalah propaganda yang dilakukan seorang pemimpin suatu organisasi atau kelompok pada anggota organisasi atau kelompok itu melalui tatap muka/komunikasi antarpersonal dan biasanya tidak mengandalkan media massa. Contohnya, kegiatan silaturahmi yang diadakan partai politik, mengadakan anjangsana, temu kader, dan lain-lain.20

4. Teknik-Teknik Propaganda

Dalam Praktik komunikasi politik, sejumlah teknik propaganda kerapkali digunakan bahkan diandalkan dalam upaya mengubah cara pandang.

1. Name Calling

Memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak suatu tanpa menguji kenyataannya. Misalnya, menuduh lawan pemilihan sebagai penjahat, teroris, fundamentalis, koruptor. Propaganda dengan cara memberikan label buruk ini bukan sekali dua kali dilakukan. Hampir setiap hari dalam setahun jenis propaganda ini dilakukan.

Salah satu ciri yang melekat pada teknik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk pada lawan yang dituju. Misalnya, menuduh lawan pemilihan sebagai “penjahat”. Hal ini dimaksudkan untuk menjatuhkan ataua menurunkan derajat seseorang atau kelompok tertentu. Teknik ini sering digunakan dalam propaganda lisan. Contoh lain teknik name calling ini, di zaman Orde Baru, setiap kelompok

20

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 120.


(41)

29

atau orang yang menentang rezim akan disebut sebagai PKI. Propaganda ini berhasi l dengan merebaknya ketakutan di masyarakat. 21

2. Glittering Generalities

Menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu. Misal AS menyebut operasi mereka ke Afganistan beberapa waktu lalu sebagai “Operasi Keadilan Tak Terhingga”, dengan misi “hukum tanpa batas” begitu juga saat merencanakan serangan ke Irak, AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari terror senjata pemusnah massal. Contoh lain Amerika senantiasa menunjukkan negaranya sebagai negara demokrasi terbesar, super power atau Dunia Pertama. Semua label positif ini tidak alamiah melainkan dikonstruk.

Nurudin menjelaskan, Glittering Generalities adalah mengasosiasikan sesuatu dengan suatu “kata bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Misal, AS menyebut operasi mereka ke Afganistan beberapa waktu lalu sebagai “Operasi Keadilan Tak Terhingga”, dengan misi “hokum tanpa batas” begitu juga saat merencanakan serangan ke Irak, AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari terror senjata pemusnah massal.

Teknik propaganda ini digunakan untuk menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan segala apa yang serba luhur dan

21

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1., h. 120-121.


(42)

agung. Dengan kata lain, propagandis berusaha menyanjung dirinya mewakili sesuatu yang luhur dan agung. Ungkapan kalimat “demi keadilan dan kebenaran” menjadi salah satu ciri teknik propaganda ini. Nurudin menyontohkan dalam teks pidato, “Demi keadilan dan kebenaran, maka demokrasi harus ditegakkan dalam semua bentuknya” yang pernah sangat marak ketika era reformasi tiba dan banyak diteriakkan oleh mahasiswa. Teknik ini muncul untuk mempengaruhi persepsi masyarakat agar mereka ikut serta mendukung gagasan propagandis. Hanya kelemahannya, kadang sang propagandis sangat menonjolkan dirinya dengan sebutan agung dan luhur serta menganggap dirinya paling benardan orang lain salah. Sanjungan itu mempunyai kelemahan jika sang propagandis termasuk orang yang tak mau kompromi dan mempunyai tujuan terselubung pada setiap tindakannya. Akibatnya dapat terjadi klaim kebenaran sepihak.22

3. Card Stacking

Nurudin menjelaskan card stacking adalah memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis dan sebagainya untuk membangun suatu kasus. Misalnya kata-kata “pembunuhan terhadap pemimpin kita, benar-benar menunjukkan

penghinaan terhadap partai kita!”. Dalam konteks propaganda ini yang dibidik sesungguhnya adalah efek domino dari sebuah pernyataan. Jika kita analogikan seperti kita menyusun kartu, setelah tersusun maka jika ada kartu yang jatuh maka biasanya akan menimbulkan dampak pada

22

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 121-122.


(43)

31

susunan kartu-kartu lainnya. Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya saja, sehingga publik hanya melihat dari satu sisi saja. Program Pak Harto adalah “Bapak Pembangunan” yang pernah dicanangkan oleh Ali Moertopo seolah mengklaim hanya dialah pelopor dan penggerak pembangunan di Indonesia dengan menafikan sisi buruknya.23

4. Plain Folks

Imbauan yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayaknya dalam usaha bersama yang kolaboratif. Misalnya “saya salah seorang dari anda, hanya rakyat biasa”. Peryataan tersebut disampaikan misalnya oleh seorang politisi. Bisa jadi pernyataannya secara faktual benar dan hanya dramatugi dalam konteks politik citra. Tetapi terlepas dari apapun motifnya propaganda jenis ini selalu berupaya menyerap empati publik.

Dalam Nurudin Plain Folks juga merupakan propaganda dengan menggunakan cara member identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikkan yang dipropagandakan milik atau mengabdi pada komunikan. Misalanya dengan kata-kata “milik rakyat, atau dari rakyat.”Golkar pernah mempropagandakan Soeharto sebagai milik rakyat

serta dikehendaki rakyat (meskipun rakyat yang mana, tidak begitu jelas) dan ia kembali terpilih pada SU MPR tahun 1998. PDI juga pernah mengklaim sebagai partai “wong cilik”. Seolah hanya partai tersebutlah

23

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 122-123.


(44)

yang bisa mewakili kelas tersebut. Begitupun dengan PPP mengklaim diri sebagai partai yang mewakili aspirasi Islam dan seolah menganggap partai lain tidak Islami. Terlebih, saat kampanye, PPP sering menggunakan ayat-ayat Al-Quran.

Dalam Nurudin Sifat “merakyat” juga sering muncul dalam propaganda ini. Richard Nixon menggunakan secara halus dan cerdik selama menjadi presiden, terutama dalam melawan tuduhan Watergate. Selama melakukan perjalanan ke Houston, dia minum kopi di sebuah

counter makanan ringan di dalam took obat dan ngobrol dengan pelayan. Potert dari pemandangan itu dipublikasikan ke seluruh penjuru dunia. Cara yang dilakukan Nixon ini (basa basi politik) seolah menunjukkan bahwa ia milik rakyat, bagian dari mereka dana akan berada di depan dalam memperjuangkan kepentingan mereka pula.24

5. Band Wagon

Band Wagon adalah usaha untuk meyakinkan khalayak agar gagasan besarnya bisa diterima dan banyak orang akan turut serta ke dalam gagasan tersebut. Misalnya, Orde Baru menyusun propaganda pembangunan sehingga hampir seluruh rakyat Indonesia masuk ke dalam dimensi pembangun yang diusung Orde Baru. Persuasi model ini terus dilakukan sehingga rakyat mengidentifikasikan diri menjadi bagian dari anggota Orde Baru. Jenis propaganda ini bukan pada tujuan jangka pendek, melainkan pada aktivitas jangka panjang. Konsep yang ditawarkan

24

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 123-124.


(45)

33

biasanya adalah konsep atau gagasan besar yang tidak akan tercapai tujuannya dalam jangka pendek. Dalam penjelasan Nurudin, Band wagon

merupakan teknik propaganda yang dilakukan dengan menggembar-gemborkan kesuksesan yang dicapai oleh seseorang, suatu lembaga, atau suatu organisasi. Di bidang politik, Golkar sering menggembar-gemborkan propaganda kesuksesan pembangunan nasional.25

6. Testimonial

Memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Kita mengenalnya dalam dukungan politik yang digunakan oleh tokoh terkenal, dll. Misalnya guna mengukuhkan dukungan, propaganda ini terwujud dalam bentuk kutipan kalimat menguntungkan posisinya. Tetapi bukan ucapan orang biasa yang dijadikan sandaran melainkan tokoh atau public figure yang sudah dikenal luas di masyarakat. Pola yang sama dengan menggunakan kutipan atau kalimat orang terkenal bisa juga menyerang atau melemahkan pihak lawan propagandis.

Pengertian yang dikemukakan Nurudin, testimonial berisi perkataan manusia yang dihormati atau dibenci bahwa idea tau program/produk adalah baik atau buruk. Propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial meskipun juga bisa digunakan untuk kegiatan politik.

Dalam teknik ini, digunakan nama seseorang terkemuka yang mempunyai otoritas dan prestis sosial tinggi di dalam menyodorkan dan

25

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 124.


(46)

meyakinkan sesuatu hal dengan jalan menyatakan bahwa hal tersebut didukung oleh orang-orang terkemuka tadi. Dalam kampanye politik John Wayne pernah berbicara untuk calon presiden Richard Nixon dan Paul Neuman yang tampil atas nama calon lain yakni George MCGovern.26 5. Prinsip Propaganda Melalui Media Massa

Dalam Dan Nimmo tentu saja untuk mengefektifkan propaganda politik di media mass juga sangat perlu memperhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang diturunkan dari riset mengenai pengaruh komunikator dalam keberhasilan usaha persuasif: 27

1. Status Komunikator. Artinya setiap peran membawa status atau prestise tersendiri. Secara umum, semakin tinggi posisi atau status seseorang di tengah masyarakat, maka akan semakin mampu dia melakukan persuasi. Dengan demikian pemilihan propagandis terutama dalam media massa yang diorientasikan mencapai khalayak yang heterogen membutuhkan mereka yang punya status kuat. Misalanya Orde Baru, Soeharto merupakan propagandis konsep developmentalism, sementara era Orde Lama Soekarno menjadi propagandis dari tujuan revolusi.

2. Kredibilitas Komunikator. Sasaran propaganda mempersepsi para komunikator dengan beberapa cara. Sejauh mereka mempersepsi bahwa propagandis itu memiliki keahlian, dapat dipercaya dan memiliki otoritas, mereka menganggap bahwa komunikator itu

26

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2010, cet-1, h. 124-125.

27


(47)

35

kredibel. Memang pada perkembangannya, khalayak media dalam menerima pesan juga membedakan antara apa yang dikatakan dengan kredibilitas sumbernya.

3. Daya tarik komunikator, hal ini meningkatkan daya tarik persuasive. Hal ini terutama berlaku pada homofili, yakni tingkat kesamaan usia, latar belakang dll seperti dipersepsi orang. Persuasi itu sebagian besar berhasil bila orang mempersepsi komunikator seperti dirinya sendiri secara gamblang.

Karena persuasi dalam hal ini propaganda politik merupakan upaya penyebaran informasi dan pengaruh satu-kepada-banyak maka instrumen teknologi yang dapat menyebarkan pesan kepada anggota kelompok merupakan hal yang tepat dilakukan. Salah seorang ahli propaganda Goebbels, dalam memikirkan strategi kampanye persuasifnya membedakan antara haltung dan Stimmung. Haltung merupakan upaya mempengaruhi prilaku, sikap dan perbuatan orang. Sementara stimmung

merupakan morel mereka, penerimaan dan retensi imbauan persuasif. Berbagai pesan propagandis berhubungan dengan efektif tidaknya dua hal. Pertama isi pesan, hal ini menyangkut model pilihan isi yang dikemukakan dalam propaganda di media massa. Bisa jadi isi yang mengancam orang (isi membangkitkan rasa takut) akan mempersuasi khalayak dalam kondisi tertentu. Kedua struktur pesan, bisa jadi karena media yang dipakai adalah media massa yang memiliki keterbatasan waktu atau tempat menyebabkan penyusunan struktur pesan yang efekti dan


(48)

efisien. Namun terlepas dari segala keterbatasan waktu dan tempat, propaganda di media massa bisa dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi suatu terpaan (exposure). Misalnya, propaganda AS melawan terorisme disampaikan lewat media-media global yang berpengaruh secara internasional. MIsalnya CNN, NBC, VOA, FOX dll. Hal itu juga dilakukan dengan membuat agenda setting di media-media seluruh dunia, mengukuhkan (reinforcement) kalau terorisme itu memang penggeraknya adalah orang-orang Timur Tengah dan penganut Islam.

B. Konseptualisasi New Media 1. Pengertian New Media

Ron Rice mendefinisikan media baru sebagai teknologi komunikasi yang melibatkan komputer di dalamnya (baik mainframe, PC maupun notebook) yang memfasilitasi penggunanya untuk berinteraksi antar sesama pengguna ataupun dengan informasi yang diinginkannya.28

Menurut McQuail, media baru adalah tempat dimana saluran pesan komunikasi terdesentralisasi; distribusi pesan lewat satelit meningkat penggunaan jaringan kabel dan komputer; keterlibatan audiens dalam proses komunikasi yang semakin meningkat; semakin seringnya terjadi komunikasi interaktif (dua sisi); dan juga meningkatnya derajat fleksibilitas untuk menentukan bentuk dan konten melalui digitalisasi dari pesan.29

28

Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone. Introduction to the Updated Student Edition. Dalam Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone (Ed.). The Handbook of New Media. London: Sage Publications Ltd, 2006, page. 21

29

Nicholas W. Jankowski. Creating Community with Media. Dalam Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone (Ed.). The Handbook of New Media. London: Sage Publications Ltd, 2006, page. 56


(49)

37

Marshall McLuhan menyatakan bahwa media yang lebih lama (older media) sering kali menjadi isi dari media yang lebih baru.30

Salah satu definisi dari new media adalah teknologi-teknologi informasi dan komunikasi dan konteks-konteks sosial yang terkait, serta infrastruktur yang terdiri dari tiga komponen, yakni: alat-alat yang akan digunakan untuk berkomunikasi atau menyampaikan informasi, aktivitas-aktivitas dimana orang-orang terlibat untuk berkomunikasi atau membagikan informasi dan pengaturan sosial atau bentuk-bentuk organisasional yang berkembang melalui alat-alat dan aktivitas-aktivitas tersebut.31

Selain itu new media ini juga dapat dipahami sebagai media digital. Media digital ini merupakan suatu bentuk dan isi dari media yang menggabungkan data, teks, suara, dan gambar dalam bentuk digital dan didistribusikan melalui network.32

Adapun ciri-ciri media baru adalah sebagai berikut:33

1. Pesan individual dapat dikirimkan ke sejumlah orang yang tak terbatas, secara bersamaan, dan

2. Setiap orang yang terlibat dalam suatu isi media dapat mengontrol timbal balik atas konten tersebut.

30

Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone. Introduction to the Updated Student Edition. Dalam Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone (Ed.). The Handbook of New Media. London: Sage Publications Ltd, 2006, page. 1

31

Ibid., page 2.

32

Terry Flew. New Media An Introduction. 2005. Oxford University Press. UK. 2005. Page 2.

33

Vin Crosbie. 2002. What is New Media?. Diakses pada 28 Juli 2010. Terarsip di http://www.sociology.org.uk/as4mm3a.doc


(50)

Hadirnya media baru secara konsekuensi membuatnya berbeda dengan sistem media massa, proses komunikasi massa maupun massa audiens yang telah ada sebelumnya. Setidaknya ada dua konsekuensi yang timbul dari hadirnya media, yaitu ubiquitas dan interaktivitas.34

Ubiquitas (ubiquity), menurut McLuhan adalah kenyataan bahwa teknologi yang dibawa oleh media baru mempengaruhi setiap orang di masyarakat di mana mereka bertempat tinggal, walau tentunya tidak semua orang di tempat tersebut benar-benar menggunakan teknologi tersebut. Kemajuan teknologi perbankan, sistem militer, pendidikan sampai transportasi hari ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kemajuan teknologi komunikasi berbasis komputer (ICT) yang telah berkembang.

Sedangkan, interaktivitas (interactivity) bermakna hadirnya media baru membuat para penggunannya secara otonom dapat menyeleksi dari mana saja sumber informasi yang akan dia pilih dan juga dengan siapa saja dia akan berinteraksi langsung. Bahkan pengguna media baru juga dapat membuat content tersendiri untuk kemudian dibagikan ke khalayak ramai. Dalam berbagai hal, seperti kehadiran sosial (social presence) dan kesegeraan dalam melontarkan tanggapan balik, media baru secara substantif benar-benar menawarkan pengalaman yang amat berbeda ketimbang media massa sebelumnya. Walaupun tentu di sana ada debat yang berkepanjangan tentang kualitas interaksi interpersonal yang mampu dihadirkan oleh media baru.

34

Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone. Introduction to the Updated Student Edition.


(51)

39

Kesemua konsekuensi yang lahir dari media baru sejalan dengan tesis

technological determinism yang melihat bahwa teknologi secara tidak terelakkan mendorong manusia untuk melakukan tindakan dan juga perubahan sosial.

a. Pengertian Twitter

Micro-blogging adalah alat yang menggabungkan unsur blogging

dengan instant messaging dan jaringan sosial.

Twitter adalah layanan micro-blogging yang mendistribusikan potongan ukuran teks di beberapa platform, termasuk ponsel, instant messaging dan email. Pesan sering digunakan untuk update status tentang apa yang dilakukan oleh pengguna.

Pengguna twitter dapat mengirim pesan sampai 140 karakter langsung ke berbagai platform. 90% dari interaksi twitter tidak dibuat melalui situs twitter, tetapi melalui pesan teks ponsel, pesan instan, atau aplikasi desktop seperti twitterific. Fleksibilitas lebih ditingkatkan oleh kemampuan untuk berlangganan update melalui RSS.

Penggunaan Twitter bervariasi. Twitter populer di kalangan pekerja rumahan dan freelancer, yang menggunakannya sebagian sebagai 'pendingin air virtual'. Orang lain menggunakannya hanya untuk tetap berhubungan dengan jaringan yang dekat dan berbagi pikiran atau memulai percakapan. Kesesuaian sebagai kendaraan untuk berita telah mendorong BBC dan CNN untuk memperkenalkan feed twitter. bahkan calon presiden AS telah dibawa ke twitter (misalnya, Barack Obama).


(52)

Fitur penting untuk dicatat adalah bahwa twitter dapat di indeks melalui google. Seperti kebanyakan di web, itu adalah platform yang umum, sehingga perlu diingat seperti penggunaannya mungkin menjadi bagian dari 'catatan permanen' anda. 35

2. Karakteristik New Media

Menurut Jan Van Dijk dalam bukunya The Network Society, new media are media which are both integrated and interactive and also use digital code at the turn of the 20th and 21st centuries.36 Artinya media baru adalah media yang memiliki tiga karakteristik utama yaitu integrasi, interaktif, dan digital.

Martin Lister mengungkapkan beberapa karakteristik new media, antara lain:37

a. Bentuk pengalaman baru dalam teks, hiburan, kesenangan, dan pola dari konsumsi media (permainan computer, simulasi, efek khusus film).

b. Cara baru dalam mempresentasikan dunia, penggunaan media yang dan menawarkan kemungkinan representasional baru.

c. Bentuk hubungan baru antara pengguna, konsumen, dengan teknologi media.

d. Bentuk pengalaman baru dari identitas diri maupun komunitas dalam berinteraksi.

35

Antony Mayfield. What is Social Media?. iCrossing, 2008, page 27.

36

Jan Van Dijk. The Network Society. SAGE Publications Ltd. 2006, page 9. 37

Martin Lister, Jon Dovey, Seith Gidding, Lain Grant, Kieran Kelly. New Media : a Critical Introduction. London: Routledge. 2009. Page 12-13.


(1)

5. Apa saja desk job bang Kahfi sebagai ketua media center?

Di situ saya pegang 3 jabatan. Sebagai kepala media center, kepala bidang media tim sukses, dan wakil ketua bidang isu. Tetapi yang resmi daftar di KPU cuma timses, anggotanya para partai. Saya kan dari partai Demokrat.

6. Kalau strateginya di twitter untuk putaran kedua kemarin seperti apa bang?

Kemarin kita ofensif, kan sebenarnya mereka menang, mereka nyerang kita, tapi kita kan tidak mau diserang, kita serang mereka juga. Kita punya dua tim, satu offensif yang satu defensif.

7. Kalau lihat timeline bang kahfi antara tanggal 11-20 kemarin, bang kahfi sering bilang juga kalau Jokowi hanya menang pencitraaa, apakah benar?

Ya betul, kalau saya berani bilang seperti itu. Jadi kalau Jokowi tercitra seperti yang dibilang di akun-akunnya itu tidak benar, karena tweetnya banyak yang pegang. Aslinya Jokowi itu galak, terlihat dari debat cagub di televisi. Bagi foke pencitraan itu tidak terlalu penting, karena dia berasal dari kalangan ningrat dan kalau marah, dia beneran marah.

8. Kalau tentang idenya nemenin Jokowi berkeliling Jakarta siapa?

Itu idenya pak Fauzi sendiri, dia bilang akan mengundang Jokowi sholat Jumat dan menyampaikan, mengenalkan program-program di setiap. Kalau hari Sabtunya yang dijemput oleh ibu Pagiharto, ide anak-anak dan kita (timses). Jadi kita membesarkan hati saja, tunjukkin ke orang-orang kalau pak Fauzi tidak sendiri, dan pidatonya bagus tidak pernah menjelek-jelekkan, seperti “Ayo kita kawal”, “Jakarta tidak ada matinya”. Kalau saya cinta banget sama pak Fauzi Bowo.

9. Sebelum pilgub putaran kedua, isu apa yang membuat pencitraan pak Fauzi

Twitter itu sebenarnya liar, tidak terlalu bisa dikontrol. Jadi isu apa saja kita pakai, tapi yang jelas kesuksesan pak Fauzi Bowo yang sering kita posting setiap hari seperti MRT, banjir, sekolah gratis, sekolah swasta bersubsidi buku. Tetapi tidak luput dari visi misi kita yaitu lebih maju, lebih aman dan lebih sejahtera. Kan apa yang kita posting selalu diserang sama mereka.

10. Kalau berita tentang bang Rhoma itu benar dibuat atau hanya kelepasan?

Begini, itu beritanya juga salah, dia kan ceramahnya di sebuah mesjid, lagi buka puasa dan pak Fauzi di undang kesitu oleh mesjid itu. Materi ceramahnya adalah surat Al-Imran dan Al-Maidah, bahwa memilih itu pilih yang seagama dan seiman. Emangnya salah? Kan disampaikan pada jamaahnya, yang salah tuh yang menyodorkannya. Makanya sampai sekarang KPU tidak mau menunjukkan siapa yang salah kepada public, yang melepaskan ke youtube kemana-mana.

11. Apakah Foke tidak mengajukan banding? Kalau boleh jujur kita bisa minta ke MK


(2)

12. Kalau gelagatnya lebih semarak Twitter atau Facebook atau yang lain?

Semarak social medianya di Twitter, facebook dan blog. Foke kalah di forum seperti Kaskus. Yang paling hebat mainstreamingnya adalah TV. Social media tidak terlalu berpengaruh tetapi “baju kotak-kotak” yang sangat berpengaruh. Social media gampang banget mengungkapkan fakta.


(3)

Wawancara Narasumber

Nama Informan : Kartika Djoemadi

Jabatan Informan : Ketua Jokowi Ahok Social Media Volunteer (JASMEV)

Tanggal dan Waktu : 11 Oktober 2012, 17.10 WIB.

1. Apa posisi ibu di timses Jokowi-Ahok?

Saya bukan timses, saya cuma relawan karena kalo timses itu dari grup partai dari PDI-P dan Gerindra. Kalau saya non partisan.

2. Bagaimana strategi timses Jokowi-Ahok di sosial media?

Kebetulan saya aktif di social media, di twitter followers saya lumayan banyak, jadi saya jadi relawannya Jokowi. Karena saya piker dari putaran pertama, saya sudah aktif cari informasi tentang Jokowi. Lalu saya tweet, di facebook juga, segala macam informasi saya twitter tentang Jokowi. Jadi praktis kalau orang bilang, kalau saya itu partisipannya Jokowilah dari putaran pertama. Terus diputaran pertama Jokowi menang kan, ternyata prediksi LSI itu salah, yang paling tepat memprediksikan presentase perolehan suara Jokowi-Ahok itu adalah political web pada saat itu. Political web itu setiap agensinya bisa melacak semua percakapan di sosial media. Misalnya, Pilkada DKI mereka harus tau keywordnya seperti, Jokowi, Joko Widodo, Ahok, Basuki, Fauzi Bowo, Foke, pokoknya keyword-keyword yang berhubungan dengan pilgub DKI itu dia masukan. Akhirnya pergerakan sentimen publik di sosial media itu terukur dengan akurat, dan setiap menit itu selalu berubah. Jadi, misalnya waktu jam 10 pagi itu Jokowi dapat 40%, Foke 30%, terus berubah lagi. Pokoknya kita bicarakan Jokowi di sosial media. Pada saat itu sentiman juga bisa diukur positif atau negatif. Kira-kira kalau nadanya itu menyela berarti negatif, kalau nada-nadanya memuji atau mendukung berarti positif nah keyword-keyword itu diukur masuk positif atau negatif.. Begitu putaran pertama selesai, Jokowi menang prediksinya political web itu yang paling akurat. Nah, diputaran ke-2 baru nih tim Foke itu konsen soal sosial media. Tadinya mereka pikir sosial media tidak penting. Kita sebenrnya relawannya Jokowi di twitter itu kan ribuan, nah mereka itu tanpa diminta dan tanpa dibayar, independen, mereka dari putaran pertama sudah rajin saling memberi info. Pas putaran ke-2 muncullah akun-akun tim Foke, pokoknya tujuannya buat kampanye negatif supaya sentimen negatif Jokowi itu naik, setelah sentimen Jokowi naik, nah publik setelah disurvei di sosial media itu isinya kaum intelektual, rata-rata opinian leader dan informal leader. Jadi Foke mengeluarkan banyak uang untuk orang-orang yang mengkampanyekan tentang dirinya di sosial media. Itupun orang-orangnya tidak mau terlihat. Jadi, misalnya saya Dini nih, saya dibayar sama Foke, saya tidak mau menggunakan akun pribadi saya, saya pakai akun anonim saja. Akhirnya muncullah banyak akun-akun yang aslinya tuh ownernya dibayar untuk ngetweet sebanyak-banyaknya terus dibayar sekian disetiap minggunya. Gimana caranya supaya bikin fitnah atau apa saja tentang Jokowi gitu. Saya nyuruh admin lain, jadi Triomacan ada adminnya banyak, terus ada burung hantu lah segala macam. Jadi misalnya, saya nyuruh adminnya dan admin itu buat 10 akun, nah induknya itu cuma 1, nanti kalau induknya ngetweet,


(4)

nanti kloningannya retweet atau menanggapinya. Terus lama kelamaan pada fitnah, kita coba membuat culture. Kemudian saya di panggil Jokowi dari Solo, beliau menanyakan saya aktif ya di sosial media, saya perlu satu koordinator untuk mengumpulkan relaan di sosial media, dikasih wadah lalu di organisir. Supaya mereka punya 1 isu yang bisa di tweet bareng. Kalau misalnya ada fitnah, kita handling bareng-bareng. Akhirnya kita buat judgment Jokowi-Ahok follountir. Jadi orang sambil nunggu bus atau dijalan macet sambil ngetweet. Kemudian saya cari donatur, ada PT Arduda Indonesia punya pak Toni, dia itu adalah sosial media agency, dia kantor infrastrukturnya. Dia yang buat web, sertifikatnya. Pokoknya waktu kita launcing judgment, kita buka pendaftaran dengan akun-akun aslinya bukan anonim, kita mau buat sesuatu yang beda saja gitu. Disana kampanye negatf, disini tidak. Kalau ada informasi negatif kita klarifikasi, kita ngetweet tentang prestasi-prestasinya Jokowi. Pokoknya kalau mau jadi membernya jasmev, syaratnya harus ngetweet minimal sehari tentang Jokowi, tidak ada syarat lain. Jadi, volunteers kita bebas ngetweet dengan bahasa masing-masing, ada yang gaya bahasanya meledak-ledak ada bahasanya santun tapi ”dalam”, dan ternyata member judgment itu dari Medan ada, dari Bandung, Solo, dari seluruh Indonesia. Waktu kita launcing tanggal 12, members kita sudah ada seribu, begitu kemarin tanggal 20, kan targetnya 10 ribu, itu ternyata 11 ribu-an yang daftar. Dari tanggal 12 sampai 20 itu ada1 juta mantion, ternyata ada 2 juta lebih. Saya bikin setiap seminggu sekali pertemuan, misalnya minggu ini pertemuan facebooker, minggu besoknya pertemuan relawan blogger, terus minggu depannya lagi anak twitter. Kemudian membuat pembekalan tentang sosial media literasi, jadi bagaimana kita membuat tweet yang elegan, lalu dengan bahasa yang seperti apa. Judgment itu kan etalasenya pak Jokowi, kalau untuk real campaign itu urusan partai, kita tidak ikut-ikutan, kita lebih di sosmed saja. Setiap ngetweet selalu sebut nama pak Jokowi, supaya di political web votingnya tinggi. Yang paling seru adalah seminggu sebelum pemilihan kita buat tranding topik. Misalnya, hari ini kita ganti judul lagu dengan Jokowi-Ahok, besok kita ganti judul film Jokowi-Ahok, jadi strateginya strategi yang fun gitu, bukan strategi memfitnah lawan, beda lah pokoknya sama ”tetangga sebelah”. Kalau dia kan pakai hardcore kalau kita pakai softcore. Anak-anak tweet kamil project namanya yang buat iklan itu adalah sampai 12 juta-an habisnya, dari baju-bajunya, soundnya, dll. Pokonya membuat akun dimana pak Jokowi menjadi brandnya anak-anak muda. Jadi kalau kita ngetweet tidak boleh buat tweet war. Jadi pokoknya mengorganize relawan harus yang changing, harus yang fun. Kita punya agenda setting sosial media, isunya kita tentukan, dan cara memberitahukannya bebas.

3. Konsonansi?

Jadi, Jokowi-Ahok tidak pernah membayar konsultan politik, konsonansi pun sebenarnya juga relawan tapi dia dapat sponsor, donaturnya itu tidak mau disebutkan namanya, dia kasih dana ke Hasan untuk buat tim untuk mengambil foto-foto pengambilan suara, fotonya lansung dikirim lewat BBM. Kalau Hasan monitoring pencoblosan sampai penghitungan suara. Jokowi tidak pernah meminta konsultan politik, malah konsultan itu sendiri yang mau menjadi relawannya. Kalau soal mainstream media itu yang koordinator Budi Purnomo, kalau saya lebih ke sosial medianya. Tapi pak Budi juga volunteer.


(5)

4. Apakah sosial media sangat berpengaruh?

Ya, sangat berpengaruh. Karena target vouter Jokowi dengan Foke itu berbeda. Target volunter Jokowi pertamanya adalah masyarakat menengah ke bawah, pedagang pasar, PKL, itu srateginya pak Jokowi dengan datang langsung (tatap muka), itu mereka lakukan sendiri. Target vouter kedua adalah pemilih pemula. Pemilih pemula di dapat di virtual live, ada di sosial media, dunia maya. Kenapa sangat penting, karena vouter kita banyak yang disitu, selain iut banyak opinion leader, seperti Adi MS dan Hanung, mereka itu opiniann leadeer, karena apa yang mereka bicarakan followernya percaya. Jadi, orang-orang itu tidak dibayar, Adi MS bilang ”siapa yang mau bayar saya? Saya saja belum pernah ketemu pak Jokowi.”Karena munculnya Triomacan dengan fitnah-fitnah itu, munculah judgment. Ownernya inilah.com itu adalah pemilik Triomacan. Jadi, judgment itu yang minta dibuat oleh pak Jokowi, bagaimana kita, teman-teman relawam dibuat wadah.

5. Apa yang ditakutkan Jokowi terhadap follounternya Foke?

Mahasiswanya, karena mahasiswa punya idealism, mereka kalau sudah pro terhadap suatu hal, mereka akan gigih memperjuangkan terhadap sesuatu itu, misalnya saya sudah nge-fans banget sama Foke, bapak saya pak RT dibayar sama Foke. Jadi, yang ditakuti pak Jokowi terhadap folountirnya Foke adalah mahasiswa-mahasiswanya, karena mereka informalider, pendapatnya selalu didengarkan.

6. Sebenarnya yang membuat mainstream ”kotak-kotak” itu siapa?

Pak Jokowi sendiri. Sebenarnya yang bisa membuat brandingnya pak Jokowi itu adalah ”kotak-kotak”, yang kedua adalah yang ”pendeso” itu, misalkan waktu debat itu, pak Jokowi hanya menggunakan sepatu yang harganya hanya 180rb sedangkan foke yang 1 jt-an, pak Jokowi menggunakan mobil inova, itu juga cuma sewaan selama di Jakarta, sedangkan Foke yang mobil mewah. Bayangkan kalau Foke yang memegang Jakarta lagi, Jakarta akan menjadi kota mall terbanyak di Indonesia. Sedangkan Jokowi selama 7 tahun menjabat gubernur di Solo hanya membangun 2 mall. Jadi masyrakat bawah itu pro dengan Jokowi itu karena mereka pasti membantu kita. Yang ketiga, Jokowi bisa membuat masyarakat bergerak mendukung dia tanpa dibayar, karena kita beli baju kotak-kotak 100 ribu. Jokowi itu natural, apadanya, harmonisasi, jadi timses dan relawan itu bersinergi, kalau kita ada acara kita lapor kepada timses, kita undang mereka. Bahkan ada yang bertanya, kalian dibayar berapa sama pak Jokowi untuk buat acara, demi Allah demi Rasulullah kita tidak pernah dibayar sepeser pun. Kalau yang profesional dibayar, tapi kalau aku tidak. Kalau di sosial media itu tidak ada, gate keepernya itu kita sendiri user, saya jadi jurnaslisnya, saya jadi gate kepeernya juga, saya juga jadi audien gitu. Jadi, info apa pun mau fitnah, mau hujatan, tidak ada remnya kalau di sosial media itu. Karena itu akhirnya yang membuat putaran ke-2 timnya Foke konsen kesana. Video yang ada di youtube itu yang di buat sama timses Foke, isinya fitnah-fitnah Jokowi saja, yang judulnya garis kotak-kotak itu kampanye negatif. Kalau kita tidak, kita kampaye kreatif, kita buat tidak ada yang memfitnah Foke, tetapi memang kita hadapi kenyataannya ya begitu. Beda gitu


(6)

kualitas kampanyenya. Banyak kok yang bilang. Jokowi cuma habis 31 milyar kalau Foke 3 triliun buat kampanye, karena birokrat-birokratnya dibayar. Jokowi di Jakarta dia cuma punya 5 milyar, dan itu hanya untuk biaya akomodasinya selama bolak-balik ke Jakarta. Berarti kan Jokowi tidak punya apa-apa untuk kampanye disini, karena itu kita mendalang dana, jualan baju kotak-kotak, jualan ini, jualan itu.

7.Kalau kinerjanya timses Jokowi sama sosmed penghubung Jokowi juga dampaknya lebih besar kinerja yang mana, timses atau sosmed penhubung?

Timses kan dari partai, tugasnya pendalangan massa dan koordinir saksi-saksi dan saksi-saksi itu ribuan orang, saksi-saksi itu dibayar, 1 orang 100 ribu rupiah di TPS, 1 TPS 3 orang saksi. Relawan bertugas sampai hari pencoblosan. Jadi semua elemen penting, saksi oleh timses di training, kalau ada masalah komplein. Terus penggalangan massa pada saat kampanye terbuka kita tidak ikutan, itu tugasnya timses.

8. Sosial media yang paling ramai dimana, apakah twitter, facebook, atau blog? Di twitter, karena menggunakan akun asli jadi kita lebih fleksibel. Mereka selalu mention-mention tidak pernah ada bolongnya. Kalau twitter Foke kan ada bolongnya, ada sehari tidak ada yang balas.