Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

situasi kebingungan, ragu-ragu, dan terpaku pada sesuatu yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka. 2 Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan politik, kampanye, krisis, atau perang. Tujuan propaganda adalah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3 Mengawali masa kampanye, di beberapa daerah bermunculan black propaganda atau propaganda gelap, baik melalui aneka selebaran gelap, layanan singkat SMS, e-mail dan berbagai diskusi dalam komunitas tertentu untuk menjatuhkan dan menyudutkan pasangan calon kepala daerah. Black propaganda dalam literatur politik, terutama dalam komunikasi politik sebenarnya adalah sesuatu yang baru. 4 Media baru disebut- sebut sebagai “second media age”, dimana media tradisional seperti radio, koran, dan televisi telah banyak ditinggalkan oleh khalayak. Internet sebagai media baru yang dioperasikan dengan seperangkat alat komputer berjaringan merupakan tonggak dari perkembangan teknologi interaksi global di akhir dekade abad ke-20. 5 2 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009, h. 332. 3 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet-1, h. 112. 4 Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, Yogyakarta: Lembaga Studi Agama Budaya dan Fajar Pustaka, 2007 cet ke-1, h.217. 5 Rulli Nasrullah. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta. Kencana Pernada Media group. h: 61. Pada masa new media seperti internet berpotensi lebih banyak dipandang sebagai alat yang banyak bernilai negatif. Hal tersebut memungkinkan masyarakat memanfaatkan media baru hanya untuk pemenuhan kebutuhan institusi tertentu yang tidak memikirkan efek negatif untuk masyarakat luas karena pada saat ini banyak orang yang mengikatkan atau melabelkan dirinya pada suatu lembaga khusunya dalam bidang politik yang memanfaatkan media baru untuk mempengaruhi khalayak. Mereka menjalankan arus informasi untuk mengubah tindakan, opini, pola pikir bahkan pandangan hidup orang banyak. New Media kini dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk menjalankan kepentingan karena media memiliki kekuatan dalam mempengaruhi masyarakat. Media sangat efektif dalam menjalankan usaha partai politik untuk mempersuasikan atau melakukan propaganda dalam. Peneliti memilih Pemilukada DKI karena menurut peneliti Pilkada tersebut mampu menarik perhatian semua kalangan baik muda maupun tua, bahkan anak-anak. Pemilukada DKI tidak hanya menjadi perhatian warga Jakarta namun juga seluruh masyarakat Indonesia. Menariknya lagi adalah kehebohan Pemilukada DKI ini tidak hanya terdapat pada ruang publik dan media mainstream tetapi juga di dalam new media khususnya Twitter. Gambar 2 Data PoliticaWave Tentang Social Media Monitoring Periode 19-25 Mei 2012 6 5000 10000 15000 20000 25000 30000 Twitter Foke-Nara Jokowi- Ahok Chart diatas menunjukkan media trend dari kedua pasangan Jokowi-Ahok dan Foke Nara di jejaring sosial Twitter. Hasil survey PoliticaWave tersebut terlihat Foke-Nara unggul terhadap pasangan Jokowi-Ahok pada periode 19- 25 Mei 2012. Peneliti memilih putaran kedua karena di putaran kedua ini muncul dua pasangan cagub-cawagub yang memiliki presentase pemilih terbanyak hasil dari putaran pertama. Tentu peneliti akan lebih fokus meneliti dua pasangan ini dari pada mengamati lima pasangan yang ada di putaran pertama. Selanjutnya mengapa peneliti memilih propaganda karena tema ini masih sangat jarang diangkat khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Banyak dari kita juga yang masih berpandangan bahwa propaganda adalah kampanye. Padahal jelas propaganda dengan kampanye itu 6 http:giewahyudi.comperang-sosial-media-jauh-sebelum-kampanye-politik diakses pada 12 Maret 2013. sangat berbeda. Oleh karena itu penelitian ini akan menjelaskan mengenai propaganda khususnya dalam kasus Pemilukada DKI. Alasan mengapa peneliti memilih Twitter karena menurut peneliti Twitter merupakan jejaring sosial yang masih baru dan sedang hype saat ini serta penggunanya adalah kalangan menengah terdidik yang notabene familiar dengan sosial media. Selain itu, menurut peneliti di dalam Twitter terdapat seni retorika yaitu bagaimana dengan 140 karakter huruf dapat terbentuk twitt yang singkat, padat, jelas, dan menarik. Lain halnya dengan Facebook yang karakternya tak terbatas sehingga akan panjang lebar dan terkadang membuat kita malas untuk membacanya. Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua berlangsung sangat menarik. Kedua pasangan memanfaatkan media baru sebagai peluang utama mendapatkan pemilih yang potensial. Namun di sisi lain mereka menyusupkan kesan propaganda dalam media baru ketika kampanye berlangsung. Perang isu politik dan janji-janji para kandidat disebarluaskan ke khalayak dalam bentuk propaganda guna memperoleh pengaruh langsung berupa tindakan dan efek sesuai tujuan propagandis. Dalam studi kasus pemilukada ini yang menggunakan media baru adalah para juru kampanye profesional. Mereka ini yang berperan aktif merespon setiap isu propaganda yang berkembang di masyarakat. Ketika isu negatif muncul terhadap kandidatnya maka tim suksesnya akan langsung memutarbalikkan fakta dengan menggunakan data yang tidak akurat kepada tim sukses lawan. Inilah yang terjadi antara kedua pasangan tersebut dalam masa kampanye. Media baru dijadikan cara pandang lembaga politik dalam berkampanye. Namun mengapa isu yang diangkat oleh para kandidat berkesan tidak akurat dan hanya untuk memanipulasi pikiran khalayak? Apakah hal itu menjadi strategi politikus dalam memperoleh suara dalam pemilihan umum? Tim sukses manakah dari kedua pasangan calon gubernur DKI yang berhasil menjalankan penyebaran arus informasi berlatar belakang propaganda melalui media perantara jejaring sosial dalam hal ini Twitter? Strategi apa yang akan digunakan mereka ketika kampanye pada media baru berlangsung? Hal-hal tersebut yang membuat peneliti memberi judul skripsi “Teknik-Teknik Propaganda Di New Media Tim Media Center Pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara Pada Pemilukada DKI Jakarta ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari banyaknya masalah yang ada dan mengacu pada latar belakang di atas, maka peneliti membatasi penelitian ini yaitu: a. Penelitian ini dilakukan pada new media Twitter. b. Timeline yang diteliti dari tanggal 1 hingga 20 September 2012 Sebelum putaran kedua. c. Twitt yang diteliti adalah tweet dari tim media center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Terutama Jokowi-Ahok KartikaDjoemadi, datuakrajoangek dan Foke-Nara Kahfi_Siregar, bangfauzibowo.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana teknik-teknik propaganda yang dilakukan Tim Media Center Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua? b. Bagaimana etika komunikasi dalam propaganda pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di new media Twitter? c. Bagaimana kelebihan dan kekurangan implementasi teknik-teknik propaganda di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui teknik-teknik propaganda yang digunakan kedua pasangan di Twitter dalam pemilukada DKI putaran kedua. b. Untuk mengetahui etika komunikasi dalam propaganda pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara di new media Twitter. c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan implementasi teknik- teknik propaganda di Twitter pada Pemilukada DKI putaran kedua.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan penelitian guna memperkaya kajian ilmu komunikasi khususnya komunikasi politik hubungannya dengan pemanfaatan media baru. b. 1. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang praktik propaganda di media baru. 2. Menjadi data awal untuk penelitian sejenis bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji media baru. 3. Masukkan untuk konsultan komunikasi politik dan para politisi terkait penggunaan sosial media.

D. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam, terhadap suatu organisasi, lembaga atau masyarakat mengenai gejala-gejala tertentu. 7 Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik intrinsic case study. Jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu. Jenis ini ditempuh bukan karena suatu kasus mewakili kasus-kasus lain atau karena menggambarkan sifat atau problem tertentu, namun karena, dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaannya, kasus itu sendiri menarik minat. 8 Hal terpenting bagi seorang peneliti kualitatif yang menggunakan pendekatan studi kasus adalah sebagai berikut: a. Membingkai kasus dan mengonseptualisasikan objek penelitian 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2006, Cet.XIII, hlm. 142. 8 Robert E. Stake, “Studi Kasus”, dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln eds, Handbook of Qualitative Research, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009, hlm. 301.