Berikutnya, mengacu pada pasal 28 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik
” Tweet-tweet dengan menggunakan kata-kata atau kalimat seperti di
atas akan mengarah pada penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga merugikan para Cagub. Lebih parahnya lagi jika tweet name
calling tadi digunakan untuk menebar rasa kebencian yang mendalam dan permusuhan dari kedua belah pihak yakni Jokowi-Ahok dan Foke
Nara. Ini tentu mengacu pada pasal 28 ayat 2 yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu danatau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan SARA ”
Sementara teknik propaganda plain folks bertentangan dengan pasal 28
ayat 2. Seperti contoh yang telah peneliti jelaskan pada pembahasan sebelumnya, Tim Media Center masing-masing pasangan melakukan teknik
propaganda dengan menggunakan kata- kata „Laskar Kristus‟ dan kalimat
„Emang salah ya, orang Betawi menyarankan orang Betawi menyarankan orang Betawi milih orang Betawi di acara orang2 Betawi‟ tentu akan
mengarah kepada SARA Suku, Agama, Ras dan Antar golongan. Hal SARA itu sensitif. Berbahaya jika sudah saling menyinggung dan
menimbulkan kebencian. Bisa saja terjadi perang saudara diantara kita hanya karena bersaing dalam Pemilukada.
2. Propaganda Dengan Etika Komunikasi Dalam Islam
Mencerna definisi dan penerapan dari beberapa teknik propaganda ternyata berlawanan dengan ajaran Islam. Dua teknik yang berlawanan
tersebut adalah name calling dan glittering of generalities. Dalam sub bab ini peneliti akan menganalisis.
Pertama adalah name calling. Teknik dengan cara memberikan label buruk kepada seseorang, gagasan maupun objek agar orang mempercayai
tanpa menguji kebenarannya seperti menuduh seseorang kafir, penjahat, koruptor dan lain sebagainya ini bertentangan dengan Al-Quran surat Al-
Hujurat ayat 12.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sangka-sangka dugaan terhadap sesama Muslim, karena sebagian sangka-sangka itu ialah
dosa, dan janganlah kamu mencari- cari „aib orang dan jangan pula setengah
kamu mengumpat yang lain. Sukakah salah seorang kamu, bahwa ia memakan daging saudaranya yang telah mati bangkainya? Maka tentu
kamu benci memakannya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah penerima taubat lagi Penyayang
” Islam memerintahkan kita untuk manjauhi prasangka atau dugaan-dugaan,
mencari aib, dan tidak mengumpat. Teknik propaganda name calling jelas bertetangan dengan ayat ini. Selain itu, jika kita melihat pengertian dan
prakteknya, teknik name calling ini bisa dikatakan mendekati fitnah. Kita bisa lihat pada contoh-contoh teknik propaganda name calling dari masing-masing
Tim Media Center seperti penggunaan kata „arogan‟, „intelektual mawut- mawut‟, dan „tidak tau sopan santun‟. Tentu jika menilik pada teori
propaganda, hal tersebut sah-sah saja dilakukan, namun dalam ajaran Islam serangan verbal yang tanpa bukti dan kebenarannya bisa menjadi fitnah. Islam
sendiri sangat mengecam fitnah dalam surat Al-Baqarah 191.
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu Mekah; dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. Jika mereka memerangi kamu di tempat itu, maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir
”. Kedua, glittering of generalities.
Teknik dengan menggunakan “kata-kata bijak” agar mendapat dukungan secara tidak murni atau alami. Ini bertentangan
dengan Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 70.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar
” Dalam ayat tersebut Islam mengajarkan untuk bertutur kata yang tepat.
Maksudnya ialah jujur, sesuai, dan tidak dibuat-buat. Kita bisa melihat kembali contoh-contoh teknik propaganda glittering of generalities dari masing-masing
Tim Media Center yang peneliti temukan pada pembahasan sebelumnya seperti kalimat „Jk ada salah kata, mohon di lepaskan, mohon di maafkan dan ijinkan
saya berjuang memenangkan kepentingan rakyat. Mulai detik ini pikirkan SATU‟ dan „JOdohnya Kota betaWI‟. Penggunaan „kata-kata yang baik‟