Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Instalasi Gawat Darurat Terhadap Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit Di Kota Medan Tahun 2009

(1)

PENGARUH PERSEPSI PEMIMPIN RUMAH SAKIT TENTANG MUTU INSTALASI GAWAT DARURAT TERHADAP

PELAKSANAAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

TESIS

Oleh Deli Theo 077013006/IKM

Ù Ù

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERSEPSI PEMIMPIN RUMAH SAKIT TENTANG MUTU INSTALASI GAWAT DARURAT TERHADAP

PELAKSANAAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

Deli Theo

077013006/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI PEMIMPIN RUMAH SAKIT TENTANG MUTU INSTALASI GAWAT DARURAT TERHADAP

PELAKSANAAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Deli Theo Nomor Induk Mahasiswa : 077013006

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Endang Sulistya Rini,SE,MSi) (dr.Jules H. Hutagalung,MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr.Drs, Surya Utama,MS) (dr.Ria Masniari Lubis,MSi)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 24 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Endang Sulistya Rini,SE, MSi Anggota : 1. dr.Jules H. Hutagalung, MPH

: 2. Drs Amru Nasution, MKes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PEMIMPIN RUMAH SAKIT TENTANG

MUTU INSTALASI GAWAT DARURAT TERHADAP

PELAKSANAAN AKREDITASI RUMAH SAKIT

DI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 27 Juli 2009


(6)

(7)

ABSTRAK

Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu disebabkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan artinya kesehatan.. Upaya yang telah dilaksanakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan rumah sakit di antaranya adalah akreditasi rumah sakit. Jumlah rumah sakit di kota Medan ada sebanyak 62 rumah sakit dan yang sudah terakreditasi hanya ada 11 rumah sakit.

Instalasi Gawat Darurat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka gambaran kualitas IGD mencerminkan gambaran mutu rumah sakit. Pemimpin rumah sakit memiliki peran strategis dalam hal penentuan kualitas mutu rumah sakit, perubahan persepsi pemimpin tentang mutu pelayanan Instalasi Gawat Darurat sebagai suatu investasi melalui akreditasi rumah sakit .

Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe Explanatory Survey atau survey penjelasan, yang bertujuan menganalisis pengaruh persepsi pemimpin rumah sakit tentang mutu pelayanan Instalasi Gawat Darurat terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit di Kota Medan tahun 2009. Populasi adalah seluruh pemimpin rumah sakit di Kota Medan dengan 51 sampel yang diambil secara keseluruhan dari populasi (total sampling). Analisa data menggunakan uji statistik regesi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah standar administrasi dan pengelolaan (p=0,001), standar falsafah dan tujuan (p=0,011), staf dan pimpinan (p=0,007), fasilitas dan peralatan (p=0,006), kebijakan dan prosedur (p=0,018), pengembangan staf dan program pendidikan (p=0,001), evaluasi dan pengendalian mutu (p=0,014), dan kontribusi terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit sebesar 50,8%. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel persepsi pemimpin tentang mutu pelayanan IGD terhadap tingkat kepentingan pelaksanaan akreditasi rumah sakit (Pvalue < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar pemimpin rumah sakit yang ada di Kota Medan untuk segera melaksanakan akreditasi sehingga pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar dan pasien merasa puas, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang variabel – variabel lain yang memengaruhi pemimpin yang masih belum berkeinginan untuk melaksanakan akreditasi rumah sakit yang dipimpinnya.


(8)

ABSTRACT

Nowadays, the awareness and need of public for the health service is increasing that Indonesian government’s initiatives to meet the public need have been intensely implemented. The quality and coverage of the service provided by the hospitals are shown through the accreditation rate they achieve. Of the 62 hospitals Medan, only 11 which have been accredited by the government.

Emergency installation is the spearhead of the health service provided by a hospital, the quality of the emergency installation reflects the quality of the hospital itself. The manager of the hospital plays a strategic role in determining the quality of the hospital under his/her management. The perception of the hospital manager about a change to improve the quality of service provided through the emergency installation is an investment to achieve a better accreditation of the hospital.

This purpose of this explanatory Survey study is to analyze the influence of the perception of hospital manager about the quality of service provided through the emergency installation on meeting the requirement for the accreditation implementation in the hospitals in Medan in 2009. The population of this study were all of the 51 hospitatl managers in Medan and all of them were selected to be the samples for this study through total sampling technique. Analysis of data using statistic test of double linier administration ( regresi linear ).

This result of this study showed that variables influence the accreditation implementation in the hospitals in Medan were standard administration and management (p=0.001), standard philosophy and purpose (p=0.011), staff and manager (p=0.007), facilities and equipment (p=0.006), policy and procedure (p=0.018), staff development and educational program (p=0.001), quality evaluation and control (p=0.014), and contribution of the hospital accreditation implementation 50.8%

Based on the result above, it is suggested that the hospital managers in Medan immediately carry out the accreditation achieved that the service provided meet the standard and satisfy the patients. Further researches on the variables influencing the hospital managers who do not wish to implement the accreditation received by the hospital they are managing need to be conducted.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ’’ Pengaruh Persepsi

Pemimpin Rumah Sakit tentang Mutu Instalasi Gawat Darurat terhadap Pelaksanaan

Akreditasi Rumah Sakit di Kota Medan Tahun 2009’’ Dalam menyusun tesis, penulis

mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. dr. Ria Masniari Lubis, MSi Dekan FKM Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan

motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.

4. Dr.Endang Sulistya Rini,SE,Msi, selaku komisi pembimbing yang telah

membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran

membimbing penulisan penyusunan tesis ini.

5. dr. Jules H. Hutagalung, MPH, selaku komisi pembimbing yang telah membantu

dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing

penulisan penyusunan tesis ini.


(10)

7. dr. Maria Christina Abiwiyanti, MARS, sebagai pembanding yang telah

memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

8. Pimpinan Rumah Sakit di Kota Medan yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

9. Kepada Rekan – Rekan yang membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada orang tua penulis

dan ibu mertua, istri Dewy SH dan ketiga putra dan putri tercinta Cassandra, Gracia

dan Ethan yang telah memberikan motivasi. Selanjutnya penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga

selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan,

untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Deli Theo yang dilahirkan di Tandam Kabupaten Deli

Serdang pada tanggal 26 Maret 1964, anak ketiga dari lima bersaudara, beragama

Buddha dan bertempat tinggal di jalan Danau Singkarak No.2 DD Medan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1978 di SD Methodist Binjai,

tahun 1981 menamatkan SMP di SMP Methodist Binjai, kemudian tahun 1984

menamatkan SMA di SMA Methodist Binjai. Kemudian menamatkan Kedokteran di

Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan Tahun 1995. Tahun

2003 menamatkan Spesialis Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Medan.

Penulis berkerja sebagai dokter di RSU.Sari Mutiara Medan dari tahun 1991 –

2002. Sebagai Direktur RSU. Sari Mutiara sejak 2002 – 2009. Sebagai dokter di RSU

Djoelham Binjai sejak 1996 – 2000. Sebagai Direktur Akademi Analis Kesehatan

STIkes Mutiara sejak 2006 – 2009. Sebagai dosen di STIkes Mutiara Indonesia sejak

2003 – 2009. Sebagai dosen Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara sejak 2007 sampai sekarang. Sebagai dosen Patologi Klinik di

Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia sejak 2006 sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... ... 1

1.2.Permasalahan ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Hipotesis ... 9

1.5.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Persepsi ... 11

2.2. Kepemimpinan ... 18

2.3. Mutu Pelayanan Kesehatan ... 22

2.4. Rumah Sakit ... 26

2.5. Instalasi Gawat Darurat (IGD) ... 27

2.6. Kualitas Pelayanan Jasa ... 31

2.7. Akreditasi Rumah Sakit ... 33

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 42

BAB III. METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.6. Metode Pengukuran ... 50

3.7. Metode Analisa Data ... 52

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 54


(13)

4.3. Analisis Bivariat ... 68

4.4. Analisis Multivariat ... 71

BAB V. PEMBAHASAN 5.1.Analisa Univariat... 76

5.1.1. Variabel Independen... 77

5.1.2. Variabel Dependen... 78

5.2. Analisa Bivariat... 79

5.2.1. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Falsafah dan Tujuan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan PelaksanaanAkreditasi... 80

5.2.2. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Administrasi dan Pengelolaan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi. 81

5.2.3. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Staf dan Pimpinan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi... 82

5.2.4. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Fasilitas dan Peralatan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi... 83

5.2.5. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Kebijakan dan Prosedur Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi... 84

5.2.6. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi... 85

5.2.7. Pengaruh Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan Evaluasi dan Pengendalian Mutu Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi... 86

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 92


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen (Persepsi Pemimpin Tentang

Mutu Pelayanan IGD)……….. 48

3.2. Aspek Pengukuran Tingkat Kepentingan Pemimpin Terhadap

Pelaksanaan Akreditasi... 49

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 52

4.2. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Falsafah dan Tujuan... 53

4.3. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Administrasi dan

Pengelolaan…………...…. 54

4.4. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Staf dan Pimpinan... 54

4.5. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Fasilitas dan Peralatan 55

4.6. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Kebijakan dan Prosedur 56

4.7. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Pengembangan Staf

dan Program Pendidikan ……… 57

4.8. Distribusi Persepsi Pemimpin Tentang Variabel Evaluasi dan

Pengendalian Mutu………. 58

4.9. Distribusi Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Berdasarkan Self Assesment

Tentang Mutu Pelayanan Instalasi GawatDarurat………... 59

4.10. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Falsafah dan Tujuan 60

4.11. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Administrasi dan

Pengelolaan………. 61

4.12. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Staf dan Pimpinan... 62

4.13. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Fasilitas dan Peralatan 63


(15)

4.15. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Pengembangan Staf dan Program Pendidikan………. 65

4.16. Distribusi Tingkat Kepentingan Tentang Variabel Evaluasi dan

Pengendalian Mutu……….. 66

4.17. Distribusi Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Berdasarkan Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit....……….. 67

4.18. Tabulasi Silang Persepsi Pemimpin Rumah Sakit tentang Mutu

Pelayanan IGD Terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi 69

4.19. Hasil Uji Regresi Variabel Persepsi Pemimpin Rumah Sakit Tentang Mutu Pelayanan IGD terhadap Tingkat Kepentingan Pelaksanaan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 40


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 95

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 106

3. Hasil Analisis Univariat... 108

4. Hasil Analisis Bivariat... 128

5. Hasil Analisis Mulivariat... 135


(18)

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu

disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan artinya kesehatan.

Untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan, rumah sakit

berusaha untuk selalu memenuhinya. Rumah sakit adalah bagian yang integral dari

keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui perencanaan

pembangunan kesehatan.

Tantangan bagi rumah sakit yang ada tersebut dijawab dengan peningkatan

kemampuan dalam melakukan pelayanan jasa kesehatan. Bagi pengelola maupun

pemilik rumah sakit agar kegiatannya tetap survive maka peningkatan dilakukan

dengan menambah teknologi kedokteran yang ada, tenaga paramedis, tenaga ahli di

bidang kesehatan, serta tenaga ahli lainnya yang menunjang operasional rumah sakit.

Kesehatan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia untuk dapat hidup

layak, produktif serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat, yang

manfaatnya dapat dinikmati masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan

kesehatan ini masih terbatas sehingga masih banyak masyarakat yang belum mampu


(20)

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar

yang diperlukan setiap orang. Layanan kesehatan yang bermutu adalah sebagai suatu

layanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan

dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu

menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya

penyakit dan layanan yang memuaskan.

Di era persaingan global yang semakin maju, sudah seharusnya Rumah Sakit

mengggunakan pendekatan yang brorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien

menjadi strategi utama bagi organisasi pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini berarti,

kita harus mampu bersaing, khususnya dalam pelayanan kesehatan, tidak hanya

dengan sesama sejawat dalam negeri, namun benar-benar harus mampu bersaing

dengan sejawat negara lain yang mungkin lebih maju atau bahkan sangat maju atau

sangat professional. Salah satu strategi yang paling tepat dalam mengantisipasi

adanya persaingan terbuka adalah melalui pendekatan peningkatan mutu yang

dibuktikan melalui akreditasi rumah sakit.

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peran sangat strategis dalam

mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan

pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) 1


(21)

yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (UU No 23 tahun

1992).

Mutu pelayanan rumah sakit dinilai baik apabila pelayanan kesehatan yang

diberikan dapat memberikan kepuasan pada diri setiap pasien yang sesuai dengan

tingkat rata-rata penduduk yang menjadi sasaran pelayan kesehatan tersebut (Azwar,

1996). Mutu pelayanan kesehatan didukung oleh banyak faktor yang ada di rumah

sakit sebagai suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen rumah sakit,

tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta

interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan

memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan

(Wasisto, 1994).

Saat ini, hampir di setiap ibu kota kabupaten/kota telah memiliki rumah sakit

pemerintah disamping rumah sakit swasta yang jumlahnya terus mengalami

peningkatan dengan berbagai tipe dan jenis pelayanan kesehatan, misalnya rumah

sakit yang hanya melayani pelayanan kesehatan spesialistik saja dan tarif pelayanan

yang sudah di tetapkan atau paket. Masyarakat dengan mudah memilih rumah sakit

dengan tarif layanan kesehatan yang tersedia. Harapan dari masyarakat adalah

mendapatkan pelayanan yang bermutu dan terjangkau.

Mutu pelayanan kesehatan merupakan masalah yang serius dan salah satu

faktor penyebab meningkatnya kecendrungan masyarakat Indonesia berobat keluar


(22)

pada kolom editorial Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan (2005), bahwa

masyarakat kota Medan banyak yang berobat ke pulau Penang, masyarakat

Kalimantan Barat banyak yang berobat ke Kuching, dan masyarakat Riau ke Malaka.

Analisa situasi pada Sistem Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan

bahwa setiap tahunnya dilaporkan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang berobat

ke luar negeri seperti Penang/Malaysia dan Singapura. Diperkirakan bahwa rata – rata

1000 orang warga Medan berobat ke Penang setiap bulannya dan dilaporkan bahwa

setiap tahunnya kedua negara tersebut mendapat devisa sekitar 400 juta dollar AS

dari warga yang berobat. Dari keadaan ini dapat diasumsikan bahwa: 1) masih

kurangnya kesiapan Provinsi Sumatera Utara menghadapi era globalisasi terutama

bidang kesehatan; 2) besarnya devisa yang hilang; 3) adanya krisis ketidakpercayaan

dari masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan disamping semakin seringnya

muncul dugaan malpraktek dan salah diagnosis oleh petugas kesehatan.(Dinkes

Provinsi Sumut.2005).

Upaya yang telah di laksanakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan

mutu dan cakupan pelayanan rumah sakit di antaranya adalah akreditasi rumah sakit.

Akreditasi Rumah Sakit pada saat ini telah mulai di tuntut oleh masyarakat pengguna

jasa pelayanan rumah sakit. Menurut Keputusan Dirjen Yan. Medik Depkes

RI.,No.HK.00.06.3.5.00788, yang dimaksudkan dengan Akreditasi Rumah Sakit

adalah suatu pengakuan dari Pemerintah yang diberikan kepada Rumah Sakit yang


(23)

mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi

berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit

dapat dipertanggungjawabkan.( Wijono, 1999 ).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 menyebutkan

jumlah rumah sakit di Provinsi Sumatera Utara ada sebanyak 142, namun dari jumlah

rumah sakit di atas hanya 14 rumah sakit yang sudah terakreditasi. Jumlah rumah

sakit di kota Medan ada sebanyak 62 rumah sakit dan yang sudah terakreditasi ada

11 rumah sakit.

Mutu pelayanan rumah sakit yang jelek tentu diakibatkan kinerja pemimpin

yang rendah. Hal tersebut terjadi karena pemimpin memiliki persepsi yang berbeda

terhadap akreditasi rumah sakit dan persepsi ini di pengaruhi oleh: biaya, kebijakan,

manfaat, sumber daya manusia, sarana, sifat mutu, pelayanan rumah sakit yang

terakreditasi. Persepsi seseorang atas berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi

oleh pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan - hubungan yang

diterimanya dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat,

1988). Begitu juga dengan persepsi pemimpin terhadap pelaksanaan akreditasi di

rumah sakit yang dipimpinnya.

Rumah sakit yang terakreditasi berarti telah mencapai tingkat pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan, memberi jaminan kepada petugas

rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga, dan lingkungan yang diperlukan tersedia,


(24)

sebaik – baiknya. Memberi jaminan dan kepuasan kepada pasien dan masyarakat

bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan sebaik mungkin.

Rumah sakit dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan

meningkatkan kualitas pelayanan agar kepuasan konsumen meningkat. Pihak rumah

sakit perlu secara cermat menentukan kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk

memenuhi keinginan dan meningkatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan.

Menjalin hubungan dan melakukan penelitian terhadap mereka perlu dilakukan agar

pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang di harapkan. Hal inilah yang disebut

orientasi pada konsumen (Azis, 2005).

Mutu pelayanan kesehatan dapat semata – mata dimaksudkan adalah dari

aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dan

pasien saja, atau mutu kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan

kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat – akibat manajemen administrasi,

keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya. ( Wijono, 1999 ).

Menurut Donabedian, mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan dengan

proses pelayanan, yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan memberikan

kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan kesehatan sendiri dibagi dalam

dua komponen utama, pelayanan teknis (medis) dan manejemen hubungan

interpersonal antara praktisioner dan klien.

Dalam pelayanan kesehatan peningkatan mutu pelayanan diperlukan untuk


(25)

maupun pemilik institusi kesehatan. Arti mutu dapat di tinjau dari sudut pandang

(perspektif ): Pasien, Petugas kesehatan, Manajer. Mutu merupakan fokus sentral dari

tiap upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Untuk pasien dan masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek

dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka,

diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Untuk petugas

kesehatan, mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara

professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai

dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan

memenuhi standar yang baik.

Untuk manajer atau administrator, mutu pelayanan tidak begitu berhubungan

langsung dengan tugas mereka sehari – hari, namun tetap sama pentingnya.

Kebutuhan untuk supervisi, manajemen keuangan dan logistik, dan alokasi sumber

daya yang terbatas sering memberikan tantangan yang tidak terduga. Hal ini kadang

– kadang menyebabkan manajer kurang memperhatikan prioritas. Untuk manajer

fokus pada mutu akan mendorongnya untuk mangatur staf, pasien dan masyarakat

dengan baik. Bagi yayasan dan pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki

tenaga professional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan

pemilik institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggara pelayanan,

minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan


(26)

Pengertian tentang mutu pemeliharaan kesehatan, sering diartikan pula

sebagai mutu pelayanan kesehatan, mutu asuhan kesehatan, mutu perawatan

kesehatan. Acuan dalam pelaksanaan operasional sehari – hari adalah sebagai berikut,

derajat dipenuhinya standar profesi atau standar operasional prosedur dalam

pelayanan pasien dan terwujudnya hasil – hasil atau outcomes seperti yang

diharapkan oleh profesi maupun pasien yang menyangkut pelayanan, diagnosa,

terapi, prosedur atau tindakan pemecahan masalah klinis.(Wijono, 1999 ).

Instalasi Gawat Darurat adalah salah satu jenis pelayanan rumah sakit, yang

ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secepatnya pada kasus-kasus

gawat darurat untuk mengurangi risiko kematian atau cacat. Oleh karena Instalasi

Gawat Darurat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka

gambaran kualitas IGD mencerminkan gambaran mutu rumah sakit.

Pemimpin rumah sakit memiliki peran strategis dalam hal penentuan kualitas

mutu rumah sakit karena bertanggung jawab dalam hal perencanaan dan

pengorganisasian, pencapaian tujuan dan sasaran rumah sakit, kualitas pelayanan

rumah sakit, alokasi sumber daya, menyelesaikan masalah atau krisis, kepatuhan pada

peraturan, dan promosi rumah sakit. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan maka pemimpin rumah sakit memiliki tiga peran utama yaitu monitoring

(memantau), supporting (mendukung), dan intervening (intervensi).(Aditama, 2000).

Berdasarkan fakta dan uraian di atas, pencapaian jumlah rumah sakit yang di


(27)

pelayanan Instalasi Gawat Darurat sebagai suatu investasi melalui akreditasi rumah

sakit yang memberi manfaat bagi; rumah sakit, pemerintah, perusahaan asuransi,

masyarakat, pemilik dan pegawai.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut; Apakah persepsi pemimpin rumah sakit tentang mutu Instalasi

Gawat Darurat berpengaruh terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit di

kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh persepsi pemimpin rumah sakit tentang mutu

Instalasi Gawat Darurat terhadap tingkat kepentingan pelaksanaan akreditasi

rumah sakit di kota Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh persepsi pemimpin rumah sakit tentang mutu Instalasi Gawat

Darurat terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1. Bagi direktur dan manajemen rumah sakit, penelitian ini diharapkan


(28)

menentukan kebijakan dalam meningkatkan mutu pelayanan Instalasi

Gawat Darurat melalui akreditasi rumah sakit.

2. Sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian sejenis secara


(29)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. PERSEPSI

2.1.1. Defenisi Persepsi

Koentjaraningrat (1981) mengemukakan persepsi merupakan proses akal

manusia yang sadar (concious) yang meliputi proses fisik, fisiologi dan psikologi

yang menyebabkan berbagai macam impuls, diolah menjadi suatu penggambaran

lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui

proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca, sehingga

persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan sesorang.

Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses internal yang

bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang

memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan

mekanisme melalui stimuli yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang

berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada

masing-masing individu sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang

berbeda-beda.

Kusumarini (2002) mengemukakan persepsi merupakan pemberian makna

hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek. Pendapat ini


(30)

pengenalan objek melalui aktivitas sejumlah penginderaan yang disatukan dan

dikoordinasikan dalam pusat syaraf yang lebih tinggi.

Robbin (1991) menyatakan bahwa persepsi sebagai suatu proses individu

untuk gambaran yang berarti dengan dunia sekitarnya. Pendapat yang sama juga

dikemukakan oleh Kusumarini (2002) yang mengutip pendapat McMahon, bahwa

suatu program penyusunan informasi dipergunakan untuk membuat suatu penafsiran

dan pengertian.

Menurut Anderson (1986) yang mengutip pendapat Krech, persepsi adalah

suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang

kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataan yang ada.

Menurut Muzaham (1995) berpendapat bahwa persepsi adalah kemampuan

untuk membeda-bedakan, kemampuan untuk mengelompokkan, kemampuan untuk

mengfokuskan dan sebagainya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan perbedaan

dalam persepsi antara lain adalah perhatian. Harapan seseorang akan rangsangan

yang timbul, kebutuhan, sistem nilai dan ciri kepribadiannya.

Gibson (1996) mengemukakan, pengertian persepsi adalah proses-proses

kognitif yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia

sekitarnya. Persepsi mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut

pengalaman yang bersangkutan. Persepsi mencakup penerimaan stimulus yang telah

diorganisir dengan cara yang dapat mempengaruhi prilaku dan pembentukan sikap.


(31)

tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca, sehingga sering

mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang.

Mengenai pada berbagai pendapat tentang pengertian persepsi, penulis

berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu upaya atau proses individu dalam

memberikan suatu makna tertentu terhadap objek yang berdasarkan proses

pengenalan dan pengorganisasian dalam otak kemudian menginterprestasikan

maknanya.

2.1.2. Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi antar satu individu dan yang lain berbeda-beda,

hal tersebut dikemukakan oleh Thoha (1995), bahwa pembentukan persepsi

tergantung berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal seperti

pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor

external yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial

budaya, lingkungan fisik dan hayati dimana seseorang itu bertempat tinggal.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka proses pembentukan persepsi

berlangsung sangat kompleks.

Menurut Kusumarini (2002) yang mengutip pendapat Atkonson dan Hilgard

mengemukakan bahwa proses terbentuknya persepsi dalam diri seseorang diawali

ketika stimuli kompleks masuk ke dalam otak, dan melalui proses akan menghasilkan

makna serta arti atau tafsiran terhadap stimuli tersebut. Proses pembentukan melalui


(32)

kejadian. Taraf permulaan persepsi adalah adanya suatu stimulus dari suatu objek

yang mengenai alat indera (proses fisik). Proses berikutnya adalah proses fisiologis

yaitu terjadinya suatu transfer stimulus ke otak oleh syaraf sensoris. Proses terakhir

adalah proses psikologi dimana individu menyadari makna yang diterima melalui alat

indera atau reseptor. Intensitas frekuensi, jumlah kejadian atau objek mampu menarik

perhatian seseorang sehingga dapat mempunyai tanggapan, sekalipun bersifat tertutup

(covert behavior) dalam bentuk persepsi.

Menurut Kusumarini (2002) yang mengutip pendapat Feigl menekankan

bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi yaitu (1) selectivity, (2) closure,

dan (3) interpretation. Proses selectivity terjadi apabila seseorang menerima pesan,

maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang dianggap penting dan tidak

penting. Hal tersebut merupakan peristiwa yang saling berhubungan yang diperoleh

dengan cara menyimpulkan dan menafsirkan pesan. Proses closure akan menyeleksi

hasil kesimpulan, kemudian disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli.

Rakhmat (1992) menyatakan bahwa pengorganisasian stimuli dengan cara

melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima tidak lengkap dapat pula diisi

dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan.

Persepsi dapat terjadi dengan dimulainya proses pengamatan, sedangkan pengamatan

dapat dilakukan apabila muncul suatu stimuli. Pada tahapan stimuli, maka proses

seleksi dan pengorganisasian akan berinteraksi dengan interprestasi dan closure.


(33)

disebut juga dengan mental representation. Pada saat seseorang/individu melakukan

aktivitas interprestasi maka akan dipengaruhi oleh faktor internal maupun external.

Menurut Wilopo (1993) yang mengutip pendapat Young menyatakan bahwa

perbedaan persepsi terhadap sesuatu hal tergantung atau dipengaruhi oleh proses

pembentukannya. Faktor pengetahuan dan pengalaman merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang.

Berdasarkan pengertian terbentuknya persepsi, dapat dimengerti bahwa

persepsi juga dapat terjadi pada diri pasien umum di rumah sakit, dimana pasien

menginter-prestasikan suatu objek atau suatu aktivitas yang dilaksanakan dalam

pelayanan kesehatan yang mereka terima selama mengalami perawatan di rumah

sakit. Proses itu sendiri pada takaran operasional masih sangat luas, karena dapat

mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Konsepsi persepsi tampaknya

masih dalam tataran kognitif sehingga memang apresiasinya masih memerlukan

wujud yang nyata. Menurut Kotler (2000) persepsi terhadap kualitas mutu pelayanan

harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir pada persepsi pasien. Hal ini

berarti, citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi pihak pemimpin

rumah sakit saja, melainkan juga berdasarkan persepsi pasien.

Menurut Jalaluddin (1988) yang mengutip pendapat Mc. David menyatakan

bahwa faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu. Hal ini

disebut sebagai faktor-faktor personal, yang menentukan persepsi bukan jenis atau


(34)

Psikologi sosial berpendapat ada pengaruh faktor sosial seperti pengaruh

interpersonal, nilai kultural, dan harapan-harapan yang dipelajari secara sosial pada

persepsi individu, bukan saja terhadap objek-objek mati, tetapi juga objek-objek

sosial.

Sebuah pertanyaan logikal : mengapa kita mempelajari hal-hal tertentu secara

berbeda-beda dari realita konkrit dan tidak berubah, bagaimanakah kita dapat

menarik kesimpulan, bahwa persepsi-persepsi tidak mungkin berbeda. Sesungguhnya

keadaan realita secara aktual hanya dapat kita mengalaminya melalui stimuli yang

berkaitan dengan realitas. Menurut Winardi (2001) yang mengutip pendapat Haire

mengemukakan bahwa informasi, orang dan situasi-situasi senantiasa berubah di

dalam lingkungan kita, hingga stimuli juga berubah, sehingga petunjuk menjadi tidak

pasti tentang apa yang sesungguhnya ada disana sehingga persepsi juga akan

berbeda-beda.

Menurut Koentjaraningrat (1981) yang mengutip pendapat Hammer, persepsi

adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya,

memanfaatkan, mengalami dan mengolah perbedaan atau segala sesuatu yang terjadi

di lingkungannya. Persepsi sering dipengaruhi oleh :

1. Frame of reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh dari

pendidikan, bacaan, penelitian dan lain-lain.

2. Field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialaminya yang tidak terlepas


(35)

2.1.3. Persepsi Pemimpin tentang Mutu Pelayanan Kesehatan

Persepsi biasa digunakan oleh seseorang untuk memandang ataupun menilai

sesuatu objek. Pandangan masing-masing individu terhadap suatu objek akan

berbeda-beda, tergantung terhadap tingkat pengetahuan orang tersebut. Persepsi

adalah pengalaman seseorang terhadap objek, peristiwa atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi

seorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi sejauh mana pemahamannya terhadap

objek tersebut (Wirawan, 1992).

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dari kualitas

perusahaan menurut John Sviokla, adalah kemampuan perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam

memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa

pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh

pendekatan yang digunakan oleh manajemen (Zeithaml, Berry dan Parasuraman,

1996). Konsekuensi atas pendekatan kualitas pelayanan suatu produk memiliki esensi

penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai

kesuksesan dalam menghadapi persaingan.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan persepsi pemimpin tentang mutu

pelayanan kesehatan merupakan penilaian pemimpin terhadap pengalamannya

(penglihatan, pendengaran atau yang dialami) dalam proses memanajemen rumah


(36)

terhadap pasien. Persepsi pemimpin memiliki hubungan yang linear dengan

pendekatan strategi mutu pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit.

2.2. Kepemimpinan 2.2.1. Defenisi

Kepemimpinan/manajemen berkewajiban menggerakkan dan mengarahkan

semua personil atau kelompok agar mewujudkan agar mewujudkan tujuan organisasi.

Kepemimpinan adalah tindakan/perbuatan diantara perseorangan dan kelompok yang

menyebabkan, baik seorang maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu.

Kepemimpinan tampak dalam proses dimana seorang pemimpin mengarahkan,

membimbing, mempengaruhi dan atau mengawasi fikiran-fikiran, perasaan atau

tingkah laku orang lain.

Menurut Hicks, seorang manajer memilih bentuk atau corak kepemimpinan

untuk maksud penggunaannya agar menghasilkan efektifitas sebagai seorang

pemimpin. Menurut Hicks (1996) menyatakan bahwa pilihan yang benar suatu corak

kepemimpinan yang menghubungkan secara tepat dengan motivasi eksternal dapat

membimbing kepada pencapaian secara sekaligus baik tujuan individu maupun

organisasi. Dengan suatu corak kepemimpinan atau teknik-teknik motivasi yang tidak

tepat tujuan organisasi dapat terganggu serta para pekerja dapat merasakan

kebencian, keagresifan, kegelisahan serta merasakan ketidakpuasan. Tingkat gaya

kepemimpinan dari otokrasi sampai pada demokrasi dan pada kebebasan berusaha,


(37)

umumnya manajer menggunakan semua corak ini pada suatu waktu atau lainnya,

akan tetapi corak kepemimpinan yang demikian sering tersusun, mengolongkan

seorang manajer sebagai seorang otokrat, demokrat atau pemimpin yang bebas dalam

kegiatannya (liberal).

Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak masalah-masalah yang dihadapi,

baik masalah pribadi ataupun masalah sosial yang menyangkut orang banyak. Oleh

karena itu diperlukan seorang yang mampu untuk memimpin, membimbing dan

sekaligus mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Orang yang mampu untuk

memimpin, membimbing dan sekaligus mampu untuk memecahkan masalah disebut

pemimpin.

Dalam kehidupan berorganisasi, pemimpin memegang peranan yang sangat

penting, bahkan sangat menentukan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Seorang pemimipin dalam melakukan aktivitasnya memerlukan sekelompok orang

lain yang disebut bawahan. Merekalah yang dikendalikan, dipengaruhi, dan

digerakkan agar mampu bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan keinginan

pemimpin.

Selain bawahan, pemimpin juga membutuhkan saranan dan prasarana dalam

rangka untuk memperlancar tugasnya sebagai pemimpin. Pemimpin juga dituntut

untuk membina hubungan baik dan menyenangkan dengan bawahan dalam usaha


(38)

Seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang pemimpin yang memiliki

kemampuan pribadi tertentu, mampu membaca keadaan bawahannya dan

lingkungannya. Faktor yang harus diketahui dari bawahannya adalah kematangan

mereka, sebab ada kaitannya dengan tepat menerapkan pengaruhnya pada bawahan

sehingga pemimpin memperoleh ketaatan yang memadai.

Keberadaan pemimpin yang efektif dan dinamis dalam struktur organisasi

sangat strategis. Karena dengan adanya komitmen yang tinggi dari seorang pemimpin

untuk meningkatkan kualitas bawahannya, maka diharapkan akan meningkat pula

kualitas bawahannya. Pemimpin yang efektif dan dinamis akan mampu

mengendalikan, mengarahkan dan memotivasi bawahannya ke arah tercapainya

kinerja karyawan, seperti yang diharapkan oleh pemimpin dalam suatu organisasi.

Perilaku kepemimpinan seorang manajer dipengaruhi oleh motivasi

internalnya sejajar dengan perilaku seorang karyawan yang dipengaruhi oleh

kepentingan khususnya sendiri, keinginan dan harapannya. Tambahan pula, perilaku

seorang manajer akan dipengaruhi oleh latihan dan pengalamannya. Termasuk

diantara kekuatan dalam diri manajer yang mempengaruhi corak kepemimpinan yang

mana yang akan dipilihnya, yaitu (1) sistem penilainnya, (2) kepercayaannya

terhadap bawahannya, (3) kecendrungan kepemimpinannya sendiri, dan (4) perasaan

aman dalam suatu situasi yang tidak menentu. Keempat variabel ini akan

menempatkan manajer melakukan penilaiannya sendiri meliputi perasaan dalam


(39)

pada kedudukan yang penting atas kemanfaatan, efisiensi, dan pelaksanaan serta

pemenuhan oleh para karyawan itu sendiri. Kepercayaannya terhadap para bawahan

tersebut menyangkut kepercayaan yang dimilikinya dalam diri para bawahan serta

praduga yang dibuatnya yang menyangkut tabiat/sifat-sifat manusia.

Kepemimpinan dinyatakan sebagai proses, artinya kepemimpinan itu dalam

kurun waktu cukup yang dimulai dari membuat perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pembimbingan (directing), pengawasan (controlling)

dan kembali lagi kepada pembuatan perencanaan untuk kegiatan selanjutnya.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan

dan keterampilan mempengaruhi prilaku orang lain, dalam hal ini para anggota

kelompok, sedemikian rupa sehingga prilaku tersebut diwujudkan dalam pola tindak

orang yang bersangkutan yang memungkinkannya memberikan yang terbaik pada

dirinya dalam penyelesaian tugas bersama, (Siagian, 1998). Defenisi tersebut

menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan yang

dapat dipelajari dan ditumbuh kembangkan; misalnya melalui pendidikan dan

pelatihan. Artinya kepemimpinan seseorang bukan hanya bisa tumbuh dan

berkembang lantaran adanya bakat dari seseorang yang dibawa sejak lahir tetapi bisa

dididik dan dilatih.

Dalam pengertian yang paling mendasar, menurut Drake (1993)

mengemukakan bahwa kepemimpinan positif berada di barisan paling depan;


(40)

arahan kepada yang lain jalan mana yang harus ditempuh. Selanjutnya dijelaskan

bahwa pemimpin perusahaan yang berhasil paling sedikit memiliki delapan sifat,

yaitu : (1) kemampuan untuk memusatkan perhatian, (2) penekanan pada nilai yang

sederhana, (3) selalu bergaul dengan orang, (4) menghindari profesionalisme tiruan,

(5) mengelola perubahan, (6) memilih orang, (7) hindari “mengerjakan semua

sendiri”, dan (8) menghadapi kegagalan.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, dapat disintesiskan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang (pemimpin) unuk

mempengaruhi orang lain (bawahan) dalam rangka untuk mencapai tujuan

oraganisasi. Dalam hal ini kepemimpinan mengandung unsur-unsur: (1) orang yang

mempengaruhi, (2) orang yang dipengaruhi, (3) adanya tindakan untuk

mempengaruhi, (4) adanya maksud dan tujuan.

Selanjutnya berdasarkan sistesis ini, dapat dirumuskan indikator dari persepsi

pemimpin dalam penelitian ini, yaitu (1) nilai investasi mutu, (2) kemampuan SDM,

(3) Biaya untuk mutu.

2.3Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah

penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia

berdasarkan atas pengalamam nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan,


(41)

operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang

bergerak dalam pasar yang kompetitif.

Tiap orang mempunyai pendapat tentang apa yang dimaksud dengan mutu.

Konsep mutu yang berarti bagus, lux, atau paling bagus tidaklah sama secara

professional. Misalnya, peralatan kedokteran yang bermutu menurut dokter tentulah

bermacam-macam sesuai pendapatnya.

Menurut Donabedian (1988), mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan

dengan proses pelayanan, yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan memberikan

kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan kesehatan sendiri dibagi dalam

dua komponen utama, pelayanan teknis (medis) dan manajemen hubungan

interpersonal antara praktisioner dan klien.

Dalam pelayanan kesehatan peningkatan mutu pelayanan diperlukan untuk

memberikan kepuasan kepada pasien, petugas profesi kesehatan, manajer kesehatan

maupun pemilik institusi kesehatan. Arti mutu dapat di tinjau dari sudut pandang

(perspektif): Pasien, Petugas kesehatan, Manajer. Mutu merupakan fokus sentral dari

tiap upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Untuk pasien dan masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek

dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka,

diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Untuk petugas

kesehatan, mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara


(42)

dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan

memenuhi standar yang baik.

Untuk manajer atau administrator, mutu pelayanan tidak begitu berhubungan

langsung dengan tugas mereka sehari – hari, namun tetap sama pentingnya.

Kebutuhan untuk supervisi, manajemen keuangan dan logistik, dan alokasi sumber

daya yang terbatas sering memberikan tantangan yang tidak terduga. Hal ini kadang –

kadang menyebabkan manjer kurang memperhatikan prioritas. Untuk manajer fokus

pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf, pasien dan masyarakat dengan

baik. Bagi yayasan dan pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki tenaga

professional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan pemilik

institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggara pelayanan, minimal

tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga,

peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.

Pengertian tentang mutu pemeliharaan kesehatan, sering diartikan pula

sebagai mutu pelayanan kesehatan, mutu asuhan kesehatan, mutu perawatan

kesehatan, yang menjadi acuan dalam pelaksanaan operasional sehari – hari adalah

sebagai berikut, derajat dipenuhinya standar profesi atau standar operasional prosedur

dalam pelayanan pasien dan terwujudnya hasil – hasil atau outcomes seperti yang

diharapkan oleh profesi maupun pasien yang menyangkut pelayanan, diagnosa,


(43)

Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan adalah merujuk pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri

setiap pasien. Kualitas pelayanan mencangkup empat dimensi yaitu : aspek profesi,

efektifitas, efisiensi, keamanan dan kepuasan pasien

Menurut Wijono (1999), aspek mutu pelayanan secara keseluruhan dapat

dilihat pada:

1. Penampilan keprofesian atau aspek klinis

Aspek ini mencangkup Sumber Daya Manusia (tenaga medis, para medis, dan non

medis)

2. Efektivitas dan efisiensi

Hal ini menyangkut pemanfaatan sumber daya yang ada.

3. Keselamatan pasien

Dalam hal ini menyangkut keamanan dan keselamatan pasien, perlindungan dari

resiko yang sekecil-kecilnya terhadap pasien.

4. Kepuasan pasien

Aspek ini menyangkut kepuasan pasien terhadap tampilan fisik, mental, social

pasien serta kebersihan lingkungan, kemampuan keramahan, kecepatan pelayanan,

dan perhatian luas petugas terhadap pasien, (Jacobalis, 1989)

Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah

sakit untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai


(44)

daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta

memuaskan (Depkes RI, 1994).

Keberhasilan pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh mutu

pelayanan. Peningkatan mutu pelayanan merupakan faktor yang sangat penting,

karena dengan mutu pelayanan yang baik bisa memberikan kepuasan kepada

pasien, sehingga mutu pelayanan yang baik adalah sarana pelayan penting untuk

menarik pasien (Adikoesoemo, 1994)

2.4. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai lembaga pelayan kesehatan masyarakat mulai dari kelas

sosial ekonomi rendah sampai kelas ekonomi yang paling tinggi harus mampu

menjalankan fungsi-fungsinya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Menurut SK Menkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman

rumah sakit pasal 5, rumah sakit mempunyai fungsi :

a. Menyelenggarakan pelayanan medis

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis

c. Menyelenggarakan pelayanan asuhan keperawatan

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

e. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan di bidang kedokteran dan kesehatan

f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan


(45)

2.5. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Unit Gawat Darurat adalah unit pelayanan kesehatan yang harus diberikan

secepatnya pada kasus-kasus gawat darurat untuk mengurangi risiko kematian atau

cacat.

2.4.1. Standar Pelayanan IGD

(Menurut Depkes RI, 2007),untuk kepentingan akreditasi, standar merupakan

salah satu syarat pelaksanaan akreditasi, karena standar inilah yang akan dipakai

untuk mengukur sejauh mana rumah sakit mampu memenuhinya. Bilamana rumah

sakit mampu memenuhi standar, maka rumah sakit tersebut mendapat akreditasi

(diakui). Semua kriteria penilaian pada setiap pelayanan di rumah sakit termasuk

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), di kelompokan kedalam 7 standar yaitu:

1. Falsafah dan tujuan

Instalasi Gawat darurat dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat

yang menderita penyakit akut dan yang mengalami kecelakaan sesuai dengan

standar. Adapun kriteria dari falsafah dan tujuan adalah; (1) Rumah sakit

menyelenggarakan peleyanan gawat darurat selama 24 jam terus menerus; (2)

IGD yang terpisah secara fungsional dari unit – unit pelayanan lainnya; (3) Ada

kebijakan dan prosedur tentang pasien yang tidak tergolong akut dan gawat yang

datang berobat ke IGD


(46)

IGD harus diatur, dipimpin dan diintegrasikan dengan bagian lain dan instalasi

rumah sakit lainnya. Adapun kriteria untuk standar administrasi dan pengelolaan

adalah (1) IGD dilengkapi dengan bagan organisasi disertai uraian tugas,

pembagian kewenangan dan mekanisme hubungan kerja dengan unit kerja lain

didalam rumah sakit; (2) Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat, konsulen

dan petugas pendukung lain yang bertugas di IGD; (3) Ada petunjuk dan informasi

yang disediakan bagi masyarakat untuk menjamin adanya kemudahan, kelancaran

dan ketertiban dalam memberikan pelayanan di IGD.

3. Staf dan Pimpinan

Instalasi gawat darurat dipimpin oleh dokter yang telah mendapat pelatihan gawat

darurat, dibantu oleh tenaga medis, para medis perawatan, para medis non

perawatan dan tenaga non medis yang terampil. Adapun kriteria untuk standar

staff dan pimpinan adalah (1) Ada dokter sebagai kepala IGD yang bertanggung

jawab atas pelayanan di IGD; (2) Ada perawat sebagai penanggung jawab

pelayanan keperawatan di IGD; (3) Adanya jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan pasien; (4) Semua dokter dan tenaga

keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan hidup dasar ( Basic Life

Support ); (5) Adanya informasi tentang pelayanan yang diperlukan sudah


(47)

4. Fasilitas dan Peralatan

Fasilitas yang diberikan harus menjamin efektivitas bagi pelayanan pasien gawat

darurat dalam waktu 24 jam terus menerus. Adapun kriteria untuk Fasilitas dan

Pelayanan adalah (1) Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk

mencapai lokasi IGD di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan

ke IGD dari arah dalam RS; (2) Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan

sesuai dengan kondisi penyakitnya; (3) Pengadaan dan penyediaan peralatan, obat,

bahan, cairan infuse dilakukan sesuai dengan standar pada Buku Pedoman

Pelayanan Gawat Darurat; (4) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran

hubungan antara IGD dengan unit lain didalam dan di luar rumah sakit terkait,

rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya, pelayanan ambulance, unit pemadam

kebakaran, konsulen SMF IGD; (5) Ada ketentuan tentang pemeriksaan,

pemeliharaan dan perbaikan peralatan secara berkala.

5. Kebijakan dan Prosedur

Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu

disempurnakan dan mudah dilihat oleh seluruh petugas. Adapun kriteria untuk

kebijakan dan prosedur adalah (1) Ditetapkan kebijakan tentang TRIASE; 2)

Ditetapkan kebijakan tentang pasien yang perlu dirujuk ke rumah sakit lain; (3)

Ditetapkan kebijakan tentang penggunaan obat dan peralatan untuk life saving; (4)

Ditetapkan kebijakan, program, prosedur penanggulangan bencana (Disaster Plan)


(48)

6. Pengembangan staf dan program pendidikan

Instalasi gawat darurat dapat dimanfaatkan untuk pelatihan (in service training)

dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas. Adapun kriteria untuk pengembangan

staf dan program pendidikan adalah (1) Ada program orientasi/pelatihan bagi

petugas baru yang berkerja di IGD; (2) Setiap tahun ditetapkan program pelatihan

dan pengembangan pegawai yang menyeluruh untuk meningkatkan tenaga yang

bertugas di IGD. Program pelatihan dan pengembangan ini telah sesuai dengan

kebutuhan perseorangan dan organisasi; (3) Ditetapkan program pelatihan secara

teratur bagi petugas IGD untuk menghadapi kemungkinan terjadinya berbagai

macam bencana (disaster); (4) Setiap tahun ditetapkan program pelatihan untuk

meningkatkan keterampilan dalam bidang gawat darurat bagi pegawai rumah sakit

dan masyarakat; (5) Pelayanan medis di IGD diberikan oleh dokter terampil; (6)

Pelayanan keperawatan di IGD diberikan oleh perawat mahir

7. Evaluasi dan pengendalian mutu

Adanya upaya penilaian kemampuan dan hasil pelayanan instalasi gawat darurat

secara terus-menerus. Adapun kriteria untuk Evaluasi dan pengendalian mutu

adalah (1) Harus tersedia data dan informasi tentang pelayanan gawat darurat serta

analisisnya disediakan dan disampaikan kepada unit lain yang terkait; (2)

Dilakukan evaluasi mengenai penanganan kasus kecelakaan dan kasus medis

paling sedikit setahun sekali; (3) Ketentuan tentang Informed Consent (IC) telah


(49)

dan dianalisis untuk digunakan melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan; (5)

Dilakukan evaluasi terhadap kejadian kematian di IGD.

2.6. Kualitas Pelayanan Jasa

2.6.1. Defenisi Kualitas Pelayan Jasa (Service Quality/Servqual)

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dari kualitas

perusahaan menurut John Sviokla, adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan

pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan

yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta

peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang

digunakan Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1996). Konsekuensi atas pendekatan

kualitas pelayanan suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan

untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam

riset pemasaran adalah model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman,

Zeithaml dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap beberapa sektor

jasa.

Servqual dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi

atas layanan yang nyata yang telah diterima konsumen (perceived service) dengan


(50)

Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan

bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan

dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan

disebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai

seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang

mereka terima/ peroleh. Parasuraman et.all (1998).

2.6.2. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL)

Terdapat lima dimensi Servqual sebagai berikut. Parasuraman et al (1998): 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dari kemampuan

sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi

fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan

yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan

akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan


(51)

dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu

tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam

kualitas pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan

kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para

pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain

komunikasi (communication), kredibialitas (credibiality), keamanan (security),

kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian

dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara

spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.7. Akreditasi Rumah Sakit

Istilah akreditasi dan sertifikasi sering saling dipertukarkan. Menurut

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu

pengakuan resmi yang diberikan oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah

memenuhi standar yang ditentukan. Akreditasi merupakan pengakuan resmi yang

biasanya diberikan oleh pemerintah terhadap lembaga sertifikasi yang memenuhi


(52)

Sertifikasi merupakan pengakuan resmi terhadap keberhasilan penerapan sistem mutu

di perusahaan berdasarkan pada sistem mutu ( misalnya ISO 9000 ). Lembaga

sertifikasi dapat merupakan lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Di

Indonesia, lembaga yang berwenang memberikan akreditasi kepada lembaga

sertifikasi adalah Komite Akreditasi Nasional – Dewan Standar Nasional ( KAN –

DSN ). Pada dasarnya, tujuan utama akreditasi rumah sakit adalah agar KUALITAS

diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem pelayanan di rumah sakit.

2.7.1. Maksud akreditasi rumah sakit

1. Memberikan standar – standar operasional rumah sakit dan fasilitas

kesehatan dan pelayanan lain yang berhubungan.

2. Untuk menghubungkan program survey dan akreditasi yang akan menjadi

anggota dari profesi kesehatan, rumah sakit, fasilitas kesehatan lain yang

berhubungan secara sukarela

a. Meningkatkan mutu tinggi dari pelayanan dalam semua aspek dengan

maksud untuk memberikan pasien manfaat yang optimal dengan ilmu

kedokteran.

b. Untuk menggunakan prinsip dasar dari rencana keselamatan,

pemeliharaan fisik, organisasi dan administrasi. Bertujuan untuk


(53)

c. Untuk menjaga pelayanan esensial dalam fasilitas – fasilitas melalui

usaha – usaha koordinasi dari staf yang terorganisir dan badan – badan

pemerintah dari fasilitas – fasilitas.

3. Untuk menghubungkan program – program pendidikan dan riset dan

menerbitkan hasil dari itu, yang akan lebih lanjut maksud lain dari

organisasi, dan untuk menerima bantuan, pemberian dan warisan dan

perlengkapan – perlengkapan, dan mendukung organisasi.

4. Untuk memberikan tanggung jawab dan menghubungkan kegiatan –

kegiatan lain menyesuaikan dengan operasional dari penyusunan standar,

survey dan program akreditasi

Standar pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu:

a. Berhubungan dengan mutu pemeliharaan atau pelayanan yang

disediakan

b. Berhubungan dengan optimalisasi sumber daya yang ada

c. Kepatuhannya dapat diukur

Akreditasi rumah sakit berkaitan dengan penilaian kepatuhan terhadap standar

– standar yang mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit. Sumber daya atau

sarana dan prasarana, manajemen, pelayanan medik, perawatan, fungsi penunjang

umum, diagnostic, rekam medis, hak pasien dan sebagainya. Dengan akreditasi


(54)

Pada umumnya dokter dan tenaga medis, menganggap bahwa mutu pelayanan

akan dijamin bagus dengan peningkatan kualitas keahlian dokter dengan pendidikan

dan praktek yang terus – menerus, serta peralatan yang canggih. Namun masyarakat

pengguna jasa ( pasien ), pengelola rumah sakit, pemilik rumah sakit, dan yang

berkepentingan langsung maupun tidak langsung dengan pelayanana rumah sakit

dapat berpendapat lain.

Peningkatan mutu adalah seharusnya dimulai dari keinginan diri sendiri

(rumah sakit ) secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan penampilan

atas citra dirinya dengan kesadaran, bahwa semakin bermutu rumah sakitnya akan

semakin banyak memperoleh keuntungan dalam arti luas. Oleh karenanya sebelum di

akreditasi, dinilai oleh komite akreditasi, dia akan menilai dirinya sendiri dulu ( Self

assessment )

2.7.2. Penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI,No.159a/MENKES/PER/II/1988 tentang

rumah sakit disebutkan bahwa; Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan bahwa

Rumah Sakit memenuhi standar minimal yang ditentukan. Standar pelayanan Rumah

Sakit dan standar pelayanan medis telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan RI.,No.436/MENKES/SK/VI/1993. Standar yang digunakan

untuk akreditasi mengacu pada standar dalam surat keputusan Menteri tersebut dan


(55)

Menurut Keputusan Dirjen Yan. Medik Depkes RI, No.HK.00.06.3.5.00788,

yang dimaksudkan dengan Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan dari

Pemerintah yang diberikan kepada Rumah Sakit yang telah memenuhi standar yang

ditetapkan. Sedangkan yang berwenang melakukan akreditasi rumah sakit, baik milik

pemerintah pusat, pemrintah daerah, BUMN maupun swasta adalah “ Komisi

Gabungan Akreditasi Rumah Sakit “, suatu tim yang bersifat non struktural yang

dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Depkes RI, yang

anggotanya terdiri dari unsur – unsur; ( PERSI, Organisasi profesi bidang kesehatan,

Ahli perumah sakitan, Departemen Kesehatan, Instansi / Unit terkait ).(Wijono,1999).

Akreditasi Rumah Sakit mencakup penilaian terhadap fisik bangunan,

pelayanan kesehatan, perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan, dan administrasi.

Mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, No,

436/MENKES/SK/IV/1993, mengingat kemampuan rumah sakit, penerapan

standar-standar tersebut dapat secara bertahap, namun minimal sudah harus dapat memenuhi

5 (lima) kegiatan pelayanan pokok, yaitu :

a. Administrasi dan manajemen

b. Pelayanan medis

c. Pelayanan gawat darurat

d. Pelayanan keperawatan


(56)

2.7.3. Tujuan Dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit 2.7.3.1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia

telah memenuhi berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu

pelayanan ruamah sakit dapat dipertanggungjawabkan.

2.7.3.2. Tujuan Khusus

a. Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah

mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang

ditetapkan.

b. Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas,

tenaga, dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat

mendukung upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan

sebaik-baiknya.

c. Memberikan jaminan dan kepuasan kepada “customers” dan masyarakat

bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan sebaik

mungkin.

2.7.4. Manfaat Akreditasi a. Bagi Rumah Sakit

1. Akreditasi merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara rumah


(57)

rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui

pencapaian standar yang ditentukan.

2. Dengan adanya metode self-evaluation, rumah sakit dapat mengetahui

pelayanan yang berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan.

Dengan demikian, hal ini akan meningkatkan kesadaran rumah sakit

akan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

3. Penting untuk rekrutmen dan membatasi “turn over” staf rumah sakit

(tenaga medis/para medis/ non medis), Karena para pegawai akan lebih

senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang telah diakreditasi.

4. Dengan perkembangan asuransi kesehatan, akan semakin banyak

perusahaan asuransi yang mempersyaratkan pesertanya untuk berobat di

rumah sakit yang memiliki status akreditasi. Sehingga suatu saat nanti

rumah sakit yang telah diakreditasi sajalah yang mendapat penggantian

biaya pengobatan/perawatan dari pihak ketiga tersebut.

5. Status akreditasi juga menjadi alat untuk negoisasi dengan perusahaan

asuransi kesehatan

6. Status akreditasi dapat dijadikan alat untuk memasarkan (marketing)

pada masyarakat

7. Suatu saat pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai kriteria

untuk memberi izin rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga


(58)

8. Status akreditasi merupakan status simbol bagi rumah sakit dan dapat

meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas rumah sakit

9. Dengan diketahuinya kekurangan dibandingkan dengan standar yang

ada, rumah sakit dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan

anggaran dan perencanaan/pengembangan rumah sakit kepada pemilik

(pemberi bantuan)

b. Bagi Pemerintah

1. Akreditasi merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan

membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui

pembinaan yang terarah dan berkesinambungan

2. Akreditasi dapat memberikan gambaran keadaan rumah sakit di

Indonesia dalam pemenuhan standar yang ditentukan sehingga menjadi

bahan masukan untuk rencana pengembangan pembangunan kesehatan

pada masa yang akan datang

c. Bagi Perusahaan Asuransi

1. Akreditasi penting untuk negoisasi klaim asuransi kesehatan dengan

rumah sakit

2. Akreditasi member gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan


(59)

d. Bagi Masyarakat

1. Masyarakat dapat mengenal (secara formal) dengan melihat sertifikat

akreditasi yang biasanya dipajang di rumah-rumah sakit yang

pelayanannya telah memenuhi standar, sehingga dapat membantu

mereka memilih rumah sakit yang dianggap baik pelayanannya.

2. Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayan rumah sakit

yang sudah diakreditasi daripada yang belum diakreditasi.

e. Bagi Pemilik

1. Memiliki rasa kebanggaan bila rumah sakitnya diakreditasi

2. Pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya

(efisiensi) rumah sakit ini dilakukan oleh manajemen dan seluruh

tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih

mudah tercapai (efektifitas)

f. Bagi Pegawai/Petugas (medis, para medis, dan non medis)

1. Petugas merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada

rumah sakit yang terakrediatasi

2. Umumnya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik

sekali akan mendapat imbalan (materi/non materi) dari manajemen


(60)

3. Self-assesment akan menambah kesadaran akan pentingnya

pemenuhan standard peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi

pegawai tersebut untuk bekerja lebih baik

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

PELAKSANAAN AKREDITASI RUMAH SAKIT PERSEPSI PEMIMPIN

TERHADAP MUTU IGD 1. Falsafah dan Tujuan

2. Administrasi dan Pengelolaan 3. Staf dan Pimpinan

4. Fasilitas dan Peralatan 5. Kebijakan dan Prosedur

6. Pengembangan Staf dan program pendidikan

7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Persepsi pemimpin rumah sakit tentang mutu pelayanan Instalasi Gawat

Darurat (IGD) melalui aspek Falsafah dan Tujuan, Administrasi dan Pengelolaan,

Staf dan Pimpinan, Fasilitas dan Peralatan, Kebijakan dan Prosedur, Pengembangan

Staf dan program pendidikan, serta Evaluasi dan Pengendalian Mutu akan


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Explanatory Survey yang menjelaskan

pengaruh variabel bebas (persepsi pemimpin tentang mutu pelayanan Instalasi Gawat

Darurat) terhadap variabel terikat (kebutuhan pelaksanaan akreditasi) dan bertujuan

mencari hubungan sebab akibat dari variabel – variabel yang diteliti. Penelitian survei

dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan (Sugiyono, 2005).

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit yang memiliki Instalasi Gawat Darurat

di kota Medan, penelitian dimulai April 2009 sampai Agustus 2009 dengan

pertimbangan:

1. Jumlah rumah sakit yang memiliki Instalasi Gawat Darurat yang belum

terakreditasi ada sebanyak 51 rumah sakit di kota Medan.

2. Banyak warga kota Medan yang berobat ke luar negeri

3.3. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemimpin rumah sakit di kota


(62)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan

menggunakan kuesioner sebagai pedoman untuk melakukan wawancara. Untuk

melengkapi hasil wawancara langsung peneliti juga mengumpulkan data sekunder

yaitu data-data yang telah tersedia seperti; jumlah dokter dan jumlah rumah sakit dari

PERSI dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota

Medan.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Ada dua hal yang dilakukan untuk menganalisis instrument penelitian

sehingga didapatkan instrumen yang valid dan handal, yaitu:

1. Uji kesahihan instrumen (validitas)

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran menunjukan

tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi

antara skor tiap butir dengan skor totalnya. Uji validitas yang akan dipakai

menggunakan teknik korelasi Product Moment oleh Pearson dengan taraf

signifikansi yang digunakan sebesar 95% (g = 0,05). 2. Uji keterhandalan instrument (reliabilitas)

Reliabilitas adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk mengumpulkan


(63)

sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi

dua kali atau lebih.

Uji validitas instrument penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk

dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis realibilitas yang tercantum

pada nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau

bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r-hitung) lebih besar

dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Ridwan, 2005).

Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrument cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument itu sudah

baik. Teknik yang diapakai untuk menguji kuisioner penelitian adalah teknik Alpha

Cronbach yaitu dengan menguji coba instrument kepada sekelompok responden pada

satu kali pengukuran pada taraf 95% (Ridwan, 2005. Reliabilitas suatu variabel

dikatakan baik jika memiliki nilai alpha lebih besar dari (r-Tabel) 0,60.

Berdasarkan hasil pengujian keseluruhan variabel dikatakan valid, karena

nilai corrected item-total Correlation menunjukkan r-Hitung diatas nilai korelasi

(r-Tabel) 0,281. Keseluruhan variabel dikatakan reliabel karena nilai Alpha Cronbach

yang diperoleh lebih besar dari (r-Tabel) 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa semua


(64)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

1. Persepsi pemimpin tentang mutu pelayanan Instalasi Gawat Darurat didefenisikan

sebagai penilaian atau tanggapan pemimpin (responden) berdasarkan hasil

evaluasi tim manajemen rumah sakit terhadap kualitas pelayanan yang telah

diberikan selama ini kepada pasien yang ditinjau dari aspek Falsafah dan Tujuan,

Administrasi dan Pengelolaan, Staf dan Pimpinan, Fasilitas dan Peralatan,

Kebijakan dan Prosedur, Pengembangan Staf dan program pendidikan, serta

Evaluasi dan Pengendalian Mutu dan dipersepsikan dengan sangat baik, baik,

tidak baik.

2. Persepsi pemimpin tentang falsafah dan tujuan adalah penilaian atau tanggapan

pemimpin (responden) terhadap standar pelayanan Instalasi Gawat Darurat kepada

masyarakat yang menderita penyakit akut dan yang mengalami kecelakaan sesuai

standar. Dengan tiga kategori pengukuran yaitu; sangat baik, baik, dan tidak baik.

3. Persepsi pemimpin tentang administrasi dan pengelolaan adalah penilaian atau

tanggapan pemimpin (responden) terhadap kesesuaian pelayanan IGD dengan

kebutuhan masyarakat dan harus diatur, dipimpin dan diintegrasikan dengan

bagian lain dan instalasi rumah sakit lainnya. Dengan tiga kategori pengukuran

yaitu; sangat baik, baik, dan tidak baik.

4. Persepsi pemimpin tentang Staf dan Pimpinan adalah penilaian atau tanggapan


(1)

Staf & Pimpinan * Staf & Pimpinan Crosstabulation

10 22 32

100.0% 53.7% 62.7%

19.6% 43.1% 62.7%

0 19 19

.0% 46.3% 37.3%

.0% 37.3% 37.3%

10 41 51

100.0% 100.0% 100.0%

19.6% 80.4% 100.0%

Count

% within Staf & Pimpinan % of Total

Count

% within Staf & Pimpinan % of Total

Count

% within Staf & Pimpinan % of Total

Bagus

Sangat Bagus Staf & Pimpinan

Total

Penting

Sangat Penting Staf & Pimpinan

Total

Chi-Square Tests

7.386b 1 .007

5.536 1 .019

10.732 1 .001

.008 .005

7.241 1 .007

51 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3. 73.


(2)

Fasilitas & Peralatan * Fasilitas & Peralatan Crosstabulation

0 2 2

.4 1.6 2.0

.0% 4.9% 3.9%

.0% 3.9% 3.9%

9 22 31

6.1 24.9 31.0

90.0% 53.7% 60.8%

17.6% 43.1% 60.8%

1 17 18

3.5 14.5 18.0

10.0% 41.5% 35.3%

2.0% 33.3% 35.3%

10 41 51

10.0 41.0 51.0

100.0% 100.0% 100.0%

19.6% 80.4% 100.0%

Count

Expected Count % within Fasilitas & Peralatan % of Total Count

Expected Count % within Fasilitas & Peralatan % of Total Count

Expected Count % within Fasilitas & Peralatan % of Total Count

Expected Count % within Fasilitas & Peralatan % of Total Tidak Bagus

Bagus

Sangat Bagus Fasilitas &

Peralatan

Total

Penting

Sangat Penting Fasilitas & Peralatan

Total

Chi-Square Tests

4.489a 2 .006

5.406 2 .067

1.896 1 .168

51 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .39.


(3)

Kebijakan & Prosedur * Kebijakan & Prosedur Crosstabulation

2 1 3

.8 2.2 3.0

15.4% 2.6% 5.9%

3.9% 2.0% 5.9%

10 19 29

7.4 21.6 29.0

76.9% 50.0% 56.9%

19.6% 37.3% 56.9%

1 18 19

4.8 14.2 19.0

7.7% 47.4% 37.3%

2.0% 35.3% 37.3%

13 38 51

13.0 38.0 51.0

100.0% 100.0% 100.0%

25.5% 74.5% 100.0%

Count

Expected Count % within Kebijakan & Prosedur % of Total Count

Expected Count % within Kebijakan & Prosedur % of Total Count

Expected Count % within Kebijakan & Prosedur % of Total Count

Expected Count % within Kebijakan & Prosedur % of Total Tidak Bagus

Bagus

Sangat Bagus Kebijakan

& Prosedur

Total

Penting

Sangat Penting Kebijakan & Prosedur

Total

Chi-Square Tests

8.006a 2 .018

8.884 2 .012

7.840 1 .005

51 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .76.


(4)

gembangan Staf & Program Pendidikan * Pengembangan Staf & Program Pendidikan Crosstabula

1 3 1 5

.1 1.2 3.7 5.0

100.0% 25.0% 2.6% 9.8%

2.0% 5.9% 2.0% 9.8%

0 9 25 34

.7 8.0 25.3 34.0

.0% 75.0% 65.8% 66.7%

.0% 17.6% 49.0% 66.7%

0 0 12 12

.2 2.8 8.9 12.0

.0% .0% 31.6% 23.5%

.0% .0% 23.5% 23.5%

1 12 38 51

1.0 12.0 38.0 51.0

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

2.0% 23.5% 74.5% 100.0%

Count

Expected Count % within

Pengembangan Staf & Program Pendidikan % of Total

Count

Expected Count % within

Pengembangan Staf & Program Pendidikan % of Total

Count

Expected Count % within

Pengembangan Staf & Program Pendidikan % of Total

Count

Expected Count % within

Pengembangan Staf & Program Pendidikan % of Total

Tidak Bagus

Bagus

Sangat Bagus Pengembangan

Staf & Program Pendidikan

Total

Tidak Penting Penting

Sangat Penting Pengembangan Staf & Program

Pendidikan

Total

Chi-Square Tests

18.020a 4 .001

16.151 4 .003

12.285 1 .000

51 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.


(5)

Evaluasi & Pengendalian Mutu * Evaluasi & Pengendalian Mutu Crosstabulation

2 0 2

.5 1.5 2.0

15.4% .0% 3.9%

3.9% .0% 3.9%

10 25 35

8.9 26.1 35.0

76.9% 65.8% 68.6%

19.6% 49.0% 68.6%

1 13 14

3.6 10.4 14.0

7.7% 34.2% 27.5%

2.0% 25.5% 27.5%

13 38 51

13.0 38.0 51.0

100.0% 100.0% 100.0%

25.5% 74.5% 100.0%

Count

Expected Count % within Evaluasi & Pengendalian Mutu % of Total

Count

Expected Count % within Evaluasi & Pengendalian Mutu % of Total

Count

Expected Count % within Evaluasi & Pengendalian Mutu % of Total

Count

Expected Count % within Evaluasi & Pengendalian Mutu % of Total

Tidak Bagus

Bagus

Sangat Bagus Evaluasi &

Pengendalian Mutu

Total

Penting

Sangat Penting Evaluasi & Pengendalian Mutu

Total

Chi-Square Tests

8.502a 2 .014

8.817 2 .012

6.454 1 .011

51 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .51.


(6)

Lampiran 5

Hasil Analisis Multivariat

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .713(a) .508 .428 .227

a Predictors: (Constant), Evaluasi & Pengendalian Mutu, Falsafah & Tujuan , Fasilitas & Peralatan, Administrasi & Pengelolaan , Pengembangan Staf & Program Pendidikan, Kebijakan & Prosedur, Staf & Pimpinan

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2.290 7 .327 6.336 .000(a)

Residual 2.220 43 .052

1

Total 4.510 50

a Predictors: (Constant), Evaluasi & Pengendalian Mutu, Falsafah & Tujuan , Fasilitas & Peralatan, Administrasi & Pengelolaan , Pengembangan Staf & Program Pendidikan, Kebijakan & Prosedur, Staf & Pimpinan

b Dependent Variable: Tingkat Kepentingan Pelaksanaan Akreditasi

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 1.964 .265 7.406 .000

Falsafah & Tujuan .110 .076 .182 1.440 .157

Administrasi &

Pengelolaan .013 .078 .020 .161 .872

Staf & Pimpinan -.064 .088 -.108 -.731 .469

Fasilitas & Peralatan -.032 .012 -.315 -2.669 .011

Kebijakan & Prosedur .176 .074 .338 2.363 .023

Pengembangan Staf &

Program Pendidikan -.042 .070 -.081 -.607 .547

1

Evaluasi & Pengendalian

Mutu .209 .079 .368 2.635 .012