Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Struktur APBD

c. penerimaan daerah; d. pengeluaran daerah; e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah danatau kepentingan umum.

2.1.2 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD

Menurut Erlina 2012 : 33, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah”. Definisi ini disesuaikan lagi dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah”. Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah, termasuk Qanun yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Peraturan Daerah Provinsi Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Struktur APBD

APBD pada dasarnya memuat rencana keuangan daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan untuk penyelenggaraan pelayanan umum selama satu periode anggaran. Tahun Anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini, maka setiap alokasi APBD harus disesuaikan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai. Sehingga kinerja pemerintah daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap laporan APBD. Adapun unsur-unsur APBD menurut Halim 2007:20 adalah : 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan; 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; 4. Periode anggaran, biasanya satu tahun. Di era pasca reformasi, bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar. Bentuk APBD yang pertama didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurus, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dab Belanja Daerah. Sejalan dengan perubahan yang terjadi, bentuk APBD sekarang ini didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor Universitas Sumatera Utara 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan semakin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di era prareformasi. Adanya Pos Pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak pemda, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemda. Adapun bentuk dan struktur APBD berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 22 ayat 1 yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Struktur APBD dimaksud pada ayat 1 diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan klasifikasi APBD yang disebutkan tersebut menurut urusan pemerintahan dan organisasi sebagaimana dimaksud dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Erlina 2012 : 33, Struktur APBD terdiri atas : 1. Anggaran Pendapatan, terdiri atas : • Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Universitas Sumatera Utara • Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus. • Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. 2. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. 3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Menurut Halim 2012 : 39 Dalam APBD yang baru, pendapatan, belanja, dan pembiayaan tersebut dikelompokkan kembali menjadi berikut ini: 1. Pendapatan, dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pendapatan asli daerah PAD, Dana Perimbangan, dan Pendapatan lain-lain yang sah. 2. Belanja, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut: a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai yang berisi gaji dan tunjangan pejabat dan PNS daerah, belanja subsidi, belanja bunga, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Universitas Sumatera Utara b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program kegiatan pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokkan menjadi belanja pegawai yang berisi honorarium, dan penghasilan yang terkait langsung dengan pelaksanaan belanja barang dan jasa, dan belanja modal. 3. Pembiayaan yang dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. maan Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, penerimaan tunjangan dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung. Adapun Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu: 1. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. 2. Fungsi Perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara 3. Fungsi Pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah. 4. Fungsi Alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah. 5. Fungsi distribusi memiliki makna kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. 6. Fungsi stabilitasi memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, keadilan, pemerataan, keadaan yang semakin maju, serta terdapat keserasian antara pusat dan daerah serta antar daerah. Hal yang dapat mewujudkan keadaan tersebut salah satunya apabila kegiatan APBD dilakukan dengan baik. Dikarenakan pada saat ini pemerintah menggunakan penganggaran berbasis pendekatan kinerja, maka reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran. Penganggaran berbasis kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana. Kedua, biaya dari program- Universitas Sumatera Utara program yang diusulkan dalam mencapai tujuan ini. Ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program. Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuanrencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada apa yang ingin dicapai. Kalau fokus ke output, berarti pemikiran tentang tujuan kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja Universitas Sumatera Utara dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis Kinerja ABK. Dalam APBD terdapat surplus ataupun defisit. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Menurut Darise 2009 mengatakan bahwa: - Surplus Anggaran, terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah diperkirakan lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah. Dalam hal APBD diperkirakan surplus digunakan dimanfaatkan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal investasi daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat daerah, transfer ke dana cadangan dan sisa lebih tahun anggaran berjalan. Pemanfaatan surplus disebut pengeluaran pembiayaan. - Defisit Anggaran, terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah diperkirakan lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran lalu, penggunaan dana cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. Langkah-langkah untuk menutupi defisit disebut penerimaan pembiayaan.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah PAD