4.2.1.2 Tinjauan Perdata Perjanjian Kerja dan Pelaksanaan di Lapangan
Perjanjian kerja yang ada di Koperasi Kredit C.U Rukun Damai juga dapat ditinjau dari sisi keperdataannya, karena perjanjian kerja merupakan
hubungan privat antara pekerja dan pengurus koperasi sebagai pihak-pihak yang telah menyepakati klausul dalam perjanjian tersebut.
Peneliti telah mendapatkan perjanjian kerja tersebut dan terlebih dahulu mengkajinya secara perdata atau meninjaunya berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata KUH Perdata BW dan mendapatkan beberapa poin yang harus digunakan dalam pengkajiannya, yaitu :
4.2.1.2.1 Sahnya perjanjian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Syarat sahnya suatu perjanjian dapat dilihat ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata,yaitu:
1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu 4.
Suatu sebab yang halal Keempat syarat ini merupakan syarat pokok yang dapat dikelompokkan
menjadi 2 menurut Wirjono Projodikoro, yaitu : 1. Kelompok syarat subjektif
Yaitu kelompok syarat yang berhubungan dengan subjeknya. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka kontrak dapat dibatalkan. Adapun maksud dapat dibatalkan
adalah kontrak tersebut tetap sah sepanjang belum ada pembatalan dari salah satu pihak .
2. Kelompok syarat objektif Yaitu kelompok syarat yang berhubungan dengan objeknya. Apabila
syarat ini tidak terpenuhi maka kontrak batal demi hukum. Adapun yang dimaksud batal demi hukum adalah kontrak dianggap tidak ada atau tidak pernah
terjadi. Bila dikaitkan dengan standar kontrak koperasi, sebagian orang
beranggapan standar kontrak yang dibuat oleh koperasi tidak memenuhi syarat sahnya kontrak yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu kesepakatan
para pihak. Mereka memberikan alasan, tidak ada kesepakatan dalam menentukan isi kontrak. Namun sebagian orang juga berpandangan asal telah ada
penandatangan terhadap kontrak berarti telah lahirlah kontrak atau kata sepakat.
4.2.1.2.2 Prestasi, Wanprestasi dan Akibat Hukum yang terjadi pada Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada
pihak yang dirugikan. Tetapi ada kalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau
penguruskoperasi. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang
dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, penguruskoperasi tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan
dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu: 1 Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
Sehubungan dengan dengan penguruskoperasi yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan penguruskoperasi tidak memenuhi
prestasi sama sekali. 2 Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Apabila prestasi penguruskoperasi masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka penguruskoperasi dianggap memenuhi prestasi
tetapi tidak tepat waktunya. 3 Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Penguruskoperasi yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka
penguruskoperasi dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
1 Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan; 2 Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana
dijanjikannya; 3 Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu
perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang
diperjanjikan. Dalam hal bentuk prestasi penguruskoperasi dalam perjanjian yang
berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan penguruskoperasi melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat penguruskoperasi
berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi penguruskoperasi yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu
apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata penguruskoperasi dianggap melakukan wanprestasi dengan
lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang penguruskoperasi melakukan
wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari pekerja yang diberikan kepada penguruskoperasi. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari pekerja kepada penguruskoperasi yang berisi ketentuan bahwa pekerja menghendaki pemenuhan
prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Si berutang
adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan ”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa penguruskoperasi dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi in gebreke stelling. Adapun
bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah: 1 Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara
lisan kepada penguruskoperasi kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut
“exploit juru Sita”
2 Akta sejenis Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3 Tersimpul dalam perikatan itu sendiri Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, pekerja sudah menentukan
saat adanya wanprestasi. Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap penguruskoperasi
yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut
ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang penguruskoperasi melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu
dalam perjanjian fatal termijn, prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, penguruskoperasi mengakui dirinya wanprestasi.
Apabila penguruskoperasi melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada penguruskoperasi, yaitu:
1 Membayar kerugian yang diderita pekerja; 2 Pembatalan perjanjian;
3 Peralihan resiko; 4 Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.
Dalam hal ini berarti pekerja dan penguruskoperasi adalah pengurus dan pekerja koperasi yang sedang terikat dalam perjanjian kerja.
Hal-hal diatas adalah penjelasan mengenai wanprestasi dan akibat hukumnya, dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
Koperasi Kredit C.U Rukun Damai di Medan, maka yang menjadi masalah dalam ke-perdata-annya adalah dalam hal pelaksanaan, karena dari segi perjanjian
apabila ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka perjanjian syah, tapi melihat pelaksanaan yang ada, maka ada terjadi wanprestasi di
dalamnya.
Wanprestasi dari perjanjian adalah dipenuhi tapi terlambat, dalam hal ini adalah pembayaran upah, karena sebelum menandatangani perjanjian, pekerja
diberitahu terlebih dahulu penanggalan upah yang akan dibayarkan, dan hal itu juga termasuk perjanjian secara lisan yang memang sudah disepekati kedua belah
pihak, tapi pada pelaksanaan di lapangan, bahwa hal tersebut sering telat dan dibayarkan dini hari, seolah-olah memaksakan jam lembur bagi pekerja namun,
tidak dihitung upah lembur. Untuk hal-hal yang terjadi semacam itu, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa pekerja berhak untuk mengajukan somasi ataupun surat peringatan kepada koperasi secara perdata atau dalam hal tenaga kerja boleh mengajukannya ke
Dinas Tenaga Kerja Kota Medan untuk diberi tindakan langsung.
4.2.1.4 Hak dan Kewajiban Pekerja