ISOLAT PROTEIN KEDELAI TINJAUAN PUSTAKA A.

104 digunakan untuk industri karena mudah didapat dan nontoxic Krochta, et al. , 1994. Golongan polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuatan edible film antara lain selulosa, pati dan turunannya, seaweed extracts, exudate gums , serta seed gums. Film polisakarida yang rendah kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayuran dengan cara mencegah dehidrasi, oksidasi, serta terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas CO 2 dan O 2 dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju respirasi Krochta et al., 1994. Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi edible coating , karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pasca panen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba, serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka. Selain itu, gel Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air Dweck dan Reynolds, 1999. Gel Aloe vera memiliki struktur yang alami sebagai gel sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai edible film serta murah, tetapi kendalanya adalah reologi gel Aloe vera yang mudah menjadi encer sehingga harus ditambahkan filler dari bahan alami lain untuk mempertahankan konsistensi gelnya.

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Protein adalah suatu senyawa makromolekul yang terdiri dari rantai residu asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida dan memiliki berat molekul lebih besar dari 10.000 Da. Selain asam amino, protein juga mengandung komponen asam amino seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan lain-lain. Senyawa protein ini merupakan komponen utama dari kedelai. Protein kedelai terdapat dalam jaringan kotiledon biji kedelai, dan pada tingkat subseluler protein tersebut 105 terdistribusi didalam bagian-bagian sel yang disebut sebagai protein tubuh serta tersebar pula di sekitar sitoplasma Wibowo, 1996. Protein kedelai dapat digolongkan sebagai globulin cadangan dan protein biologis aktif Meyer dan Williams, 1977. Globulin disebut sebagai protein cadangan karena tidak memiliki aktivitas biologis, sedangkan protein lainnya merupakan enzim-enzim intraseluler lipoksigenase, urease, amilase, hemaglutinin, protein inhibitor, dan lipoprotein membran Kinsella, 1979. Sampai kini protein kedelai belum sepenuhnya teridentifikasi. Komponen utama dari protein cadangan inilah yang berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan terutama sifat fisik dan nilai gizinya Mori et al., 1981. Penggunaan protein kedelai dalam industri pangan dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan kandungan proteinnya, yakni tepung atau bubuk, konsentrat protein, dan isolat protein kedelai. Isolat potein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paing murni karena kandungan proteinnya melebihi 90, dan produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, serta lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik bila dibandingkan dengan konsentrat protein ataupun tepung bubuk kedelai Wolf, 1975. Kinsella 1976 melaporkan bahwa protein kedelai terbagi menjadi empat bagian berdasarkan sifat sedimentasinya, yakni a fraksi 2S; terdiri dari anti-tripsin dan sitokinin 8, b fraksi 7S; terdiri dari lipoksigenase, amilase, dan globulin 35, c fraksi 11S; terutama terdiri dari globulin 52, serta d fraksi 15S; terdiri dari polimer protein 5. Protein kedelai adalah protein yang paling lengkap susunan asam aminonya, dengan kualitas protein yang hampir menyamai kualitas protein hewani Wilson et al., 1975. Protein kedelai mempunyai susunan asam amino esensial yang menyerupai susunan asam amino esensial protein susu Smith dan Circle, 1980, sedangkan menurut Liener 1978 kandungan asam amino esensial protein kedelai tidak berbeda jauh dengan komposisi asam amino standar FAOWHO, dimana asam amino metionin 106 sebagai pembatas. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai Wolf dan Cowan 1996. Menurut Hurrel 1980, protein merupakan komponen yang paling aktif dari kebanyakan bahan pangan. Protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi, lemak, zat-zat hasil oksidasi, dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai gizi, munculnya flavor yang tidak diinginkan, reaksi browning, bahkan timbulnya zat toksik. Kemampuan protein untuk mengikat komponen pangan lain penting untuk formulasi makanan ikatan ini menyebabkan gaya adhesi, pembentukan serat dan film, serta peningkatan viskositas. Sifat fungsional protein dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat fisiko-kimia di luar sifat nutrisi yang memungkinkan protein menyumbang karakteristik tertentu pada suatu makanan Cheftel et Asam amino g asam amino dalam 16 g N tepung konsentrat isolat Esensial : Lisin Metionin Sistin Triptofan Treonin Isoleusin Leusin Fenilalain Valin Non-esensial : Arginin Histidin Tirosin Serin Glutamat Aspartat Glisin Alanin Prolin Nitrogen 6.9 1.6 1.6 1.3 4.3 5.1 7.7 5.0 5.4 8.4 2.6 3.9 5.6 21.0 12.0 4.5 4.5 6.3 2.1 6.3 1.4 1.6 1.5 4.2 4.8 7.8 5.2 4.9 7.5 2.7 3.9 5.7 19.8 12.0 4.4 4.4 5.2 1.9 6.1 1.1 1.0 1.4 3.7 4.9 7.7 5.4 4.8 7.8 2.5 3.7 5.5 20.5 11.9 4.0 3.9 5.3 2.0 107 al ., 1985, yang didasarkan pada perilaku komponen protein bila berinteraksi dengan komponen lain di dalam sistem pangan yang kompleks selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, hingga konsumsi Philips dan Beuchat, 1981. Sifat-sifat fungsional protein dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu 1 sifat hidrasi interaksi protein-air seperti daya ikat air, kebasahan, swelling, daya lekat, kekentalan, dan kelarutan, 2 sifat yang berhubungan dengan interaksi potein- protein seperti pembentukan gel, serta 3 sifat-sifat permukaan seperti emulsifikasi, pembentukan buih, dan tegangan permukaan Cheftel et al., 1985. Sifat-sifat fungional protein dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor intrinsk, lingkungan, dan perlakuan selama proses. Faktor intrinsik protein meliputi komposisi protein, bentuk protein, serta jumlah dan keragaman komponen penyusun protein. Faktor lingkungan meliputi ketersediaan air, ion, lemak, gula, suhu, dan pH lingkungan. Perlakuan selama proses yang dapat mempengaruhi sifat fungsional protein adalah pemanasan, pengeringan, pendinginan, serta modifikasi protein. Sifat-sifat fungsional ini sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam industri pangan seperti daya ikat air, kekentalan, emulsifikasi, serta kemampuan untuk membuat film dan gel Kinsella, 1979. Lapisan film atau coating dari isolat protein adalah hasil polimerisasi protein dan evaporasi pada permukaan antara coating dan udara. Molekul protein pada coating dibentuk melalui ikatan disulfida, interaksi hidrofobik, dan ikatan hidrogen. Rantai protein hdirofobik lebih mengarah ke bagian luar, sedangkan rantai protein hidrofobik mengarah ke bagian dalam larutan coating Okamoto, 1978. Fraksi 11S dan 7S dari protein kedelai memiliki kemampuan membentuk polimer polimerisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa polimerisasi dari protein berfungsi untuk menyediakan tempat terjadinya ikatan disulfida. Pemanasan akan 108 membantu terjadinya polimerisasi protein kedelai dengan menghancurkan struktur protein sehingga gugus sulfidril dan grup hidrofobik dapat keluar dari struktur tersier protein. Selain itu, kondisi alkali juga membantu polimerisasi karena alkali dapat memutuskan rantai polipeptida dan mendorong pertukaran sulfidril-disulfida Kelley dan Pressey, 1966. Gambar struktur protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur protein kedelai

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA DALAM PEMBUATAN