121
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pembuatan
Edible Coating dari Gel Lidah Buaya Aloe vera L.
Larutan edible coating dibuat dari gel yang terdapat di dalam pelepah daun lidah buaya. Prosedur pembuatan larutan ini merupakan
modifikasi dari proses pembuatan minuman sari lidah buaya dari metode yang telah dilakukan oleh He et al. 2003. Metode ini telah dibuat
sedemikian rupa sehingga proses pembuatannya menjadi cukup sederhana, namun tetap mempertahankan mutu serta komponen-komponen bioaktif
alami yang terdapat di dalam gel tersebut. Selain itu, metode ini juga telah memenuhi HACCP sehingga kualitas dan keamanan gel yang
dihasilkan cukup terjamin. Dalam pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini, tahapan yang dilakukan hanya sampai proses homogenisasi saja
dan gel lidah buaya yang telah dihasilkan dari proses tersebut langsung dikemas, kemudian disimpan.
Tahap pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini dimulai dari pemilihan sortasi pelepah daun lidah buaya. Pemilihan pelepah daun
ini berdasarkan penampakan fisiknya antara lain, tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna daun yang sudah hijau tidak kuning, ukuran
daun, ada atau tidaknya kotoran atau penyakit, serta kerusakan fisik seperti patah atau luka pada jaringan luar daun. Pelepah daun ini harus sudah
diproses dalam jangka waktu 36 jam setelah dipanen untuk menghindari degradasi komponen-komponen bioaktif yang terkandung didalamnya
Roberts, 1997. Setelah disortasi, tahapan selanjutnya adalah mencuci pelepah daun tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
menempel pada permukaan daun. Kemudian, pelepah daun lidah buaya ini direndam dalam larutan klorin dengan konsentrasi 200 ppm selama 30
menit. Tahap perendaman berfungsi untuk mengurangi cemaran mikroba pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak akan ada kontaminasi
silang ke dalam gel lidah buaya yang akan dihasilkan. Setelah direndam, daun lidah buaya tersebut dibilas dengan air matang untuk menghilangkan
sisa-sisa larutan klorin yang menempel, sehingga tidak ada lagi bau klorin
122 yang menyengat. Di beberapa negara selain Indonesia, seperti USA dan
Uni Eropa tidak memperbolehkan senyawa klorin digunakan sebagai bahan pencuci untuk komoditi pangan, oleh karena itu senyawa klorin ini
sebaiknya diganti dengan desinfektan pencuci lainnya yang diperbolehkan FDA, seperti
penggunaan asam sitrat dan senyawa anti-mikroba alami lainnya, untuk mencuci pelepah daun lidah buaya. Hal ini akan menjadi
sangat penting apabila komoditi pangan yang dilapisi dengan gel lidah buaya ini diekspor ke negara-negara yang sangat ketat peraturannya
mengenai syarat keamanan seperti penggunaan desinfektan klorin untuk digunakan sebagai pencuci produk pangan tersebut.
Tahapan selanjutnya adalah trimming dan filleting daun lidah buaya. Pada proses ini, bagian pangkal, ujung, serta sisi-sisi daun yang
berduri, dan semua kulit daun dibuang dengan menggunakan pisau. Pembuangan bagian-bagian tersebut perlu dilakukan untuk menghilangkan
yellow sap senyawa anthraquinone beserta turunannya dan dari proses ini
diharapkan hasil potongan gel lidah buaya tanpa kulit yang bersih. Namun, seringkali yellow sap ini masih belum hilang secara sempurna sehingga
dapat mengkontaminasi gel lidah buaya yang dihasilkan. Oleh karena itu, ada 2 hal yang harus dilakukan, yakni dengan membasuh ujung-ujung
bekas sayatan selama tahap filleting, serta membilas bagian pangkal gel yang telah didapatkan dengan air matang. Yellow sap penting untuk
dihilangkan karena jika gel yang telah dihasilkan masih tercemar oleh yellow sap
ini maka warna gelnya akan berubah menjadi kekuningan, baunya menjadi tidak sedap, memiliki efek laxative, serta dapat
mempengaruhi umur simpan dari gel tersebut. Pada tahap percobaan ini belum diopltimalkan cara mendapatkan gel lidah buaya dengan rendemen
yang sesedikit mungkin. Hal ini cukup penting mengingat banyaknya kandungan senyawa bioaktif dalam gel lidah buaya tersebut yang dapat
mempengaruhi mutu dari coating gel yang dihasilkan, sehingga kehilangan lendir tidak berwarna dan terbuangnya bagian mucilage gel
lidah buaya selama proses trimming dan filleting perlu diminimalisasi.
123 Potongan gel lidah buaya yang dihasilkan dari tahapan di atas
kemudian dihancurkan dengan menggunakan wearing blender selama tidak lebih dari 10 menit. Jika proses penghancuran berlangsung terlalu
lama maka akan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis dalam gel lidah buaya tersebut dan warnanya akan menjadi berubah. Dari tahap ini,
didapatkan larutan gel lidah buaya yang sudah siap untuk dijadikan coating.
Larutan gel lidah buaya tersebut kemudian dikemas dan disimpan pada suhu dingin 5°C.
Pada tahap ini, dilakukan juga percobaan pemanasan dan penambahan asam sitrat pada larutan gel lidah buaya yang telah dihasilkan
dengan tujuan untuk mereduksi mikroba yang terdapat dalam larutan gel tersebut sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Perlakuan
pemanasan dilakukan pada suhu 80°C selama 5 menit dan perlakuan penambahan asam sitrat sebanyak 4 dilakukan setelahnya. Hasil yang
didapatkan dari percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini.
a Larutan gel lidah buaya tanpa perlakuan
b Larutan gel lidah buaya c Larutan gel lidah buaya
dengan pemanasan dengan penambahan asam
Gambar 6. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam pada gel lidah buaya.
124 Berdasarkan gambar hasil penampakan fisik kedua perlakuan di
atas dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak efektif untuk digunakan karena merusak mutu larutan gel lidah buaya yang dihasilkan.
Hal ini terlihat dari adanya endapan yang terjadi pada kedua perlakuan di atas serta adanya perubahan warna larutan menjadi kecoklatan pada
perlakuan pemanasan. Endapan ini terjadi akibat pemanasan sehingga meyebabkan degradasi komponen polisakarida karena putusnya ikatan
ionik yang mendukung struktur polisakarida tersebut. Warna coklat terbentuk karena proses pemanasan mempercepat reaksi pencoklatan
enzimatis yang terjadi pada larutan gel Blanshard dan Mitchell, 1979. Terbentuknya endapan menyebabkan kekentalan larutan gel menjadi
berkurang drastis sehingga tidak lagi dapat membentuk lapisan edible coating
yang baik.
2. Pengaruh Umur Simpan Larutan Gel terhadap Mutu
Coating.
Komposisi komponen-komponen bioaktif yang terkandung dalam gel lidah buaya tergantung pada musim,iklim, serta tanah tempat tanaman
ini ditanam. Satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah penanganan pelepah daun pasca panen karena proses dekomposisi
komponen didalamnya sudah dimulai sejak pelepah daun tersebut dipotong dari tanaman induknya. Proses dekomposisi ini terjadi akibat
reaksi enzimatis dan aktivitas mikroba alami yang ada pada daun tersebut Coats, 1979. Pada larutan gel yang telah diekstraksi, kehilangan aktivitas
berbagai komponen bioaktif yang terkandung dalam lidah buaya menjadi lebih sedikit bila dibandingkan ketika komponen tersebut masih ada di
dalam bentuk pelepah daunnya He et al., 2003. Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan pengujian penyimpanan larutan gel yang telah
diekstraksi dari lidah buaya terhadap mutu coating yang dihasilkan ketika diaplikasikan pada buah tomat. Penyimpanan gel dilakukan pada suhu
10°C selama 7 hari. Tomat-tomat tersebut kemudian disimpan pada suhu
125 ruang dan diamati selama 4 hari. Parameter yang diamati pada tomat untuk
melihat mutu coating yang dihasilkan adalah susut bobot.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5
1 2
3
Hari ke- S
u s
u t bobot
Tomat utuh kontrol 1 Tomat utuh kontrol 2
Tomat utuh dgn aloe 1 Tomat utuh dgn aloe 2
Gambar 7. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya 1 hari terhadap persentase susut bobot tomat
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
1 2
3
Hari ke- S
u s
u t bobot
Tomat utuh kontrol 1 Tomat utuh kontrol 2
Tomat utuh dgn aloe 1 Tomat utuh dgn aloe 2
Gambar 8. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya 2 hari terhadap persentase susut bobot tomat
126
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
1 2
3
Hari ke- S
u s
u t bobot
Tomat utuh kontrol 1 Tomat utuh kontrol 2
Tomat utuh dgn aloe 1 Tomat utuh dgn aloe 2
Gambar 9. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya 6 hari terhadap persentase susut bobot tomat
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8 2
1 2
3
Hari ke- S
us ut
bob ot
tomat kontrol 1 tomat kontrol 2
tomat aloe 1 tomat aloe 2
Gambar 10. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya 7 hari terhadap persentase susut bobot tomat
Berdasarkan keempat grafik diatas, dapat diketahui bahwa semakin lama larutan gel lidah buaya disimpan maka kualitas gel tersebut sebagai
edible coating akan semakin menurun. Hal ini terlihat dari semakin
menurunnya kemampuan gel tersebut untuk menahan laju kehilangan
127 bobot yang terjadi. Gambar 7 memperlihatkan bahwa susut bobot yang
terjadi pada tomat yang dilapisi gel lidah buaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tomat yang tidak dilapisi kontrol. Kemudian, pada
Gambar 8 - 10 mulai terlihat bahwa kemampuan coating gel untuk menahan susut bobot pada tomat yang dilapisi mulai berkurang karena
susut bobot tomat yang dilapisi tersebut ternyata menjadi lebih tinggi daripada kontrolnya. Sehingga, dari hasil percobaan di atas dapat
disimpulkan bahwa penyimpanan gel berpengaruh terhadap mutu coating yang dihasilkan dan coating gel yang paling baik untuk diaplikasikan pada
tomat adalah gel yang langsung digunakan segera setelah diekstrak dari pelepah daun yang baru dipanen.
Hasil analisis ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan tomat dengan menggunakan gel lidah buaya pada Gambar 7
tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi. Hal ini dapat diperkuat oleh data perbandingan respirasi antara buah tomat yang dilapisi
dengan yang tidak, pada penyimpanan di suhu ruang, seperti terlihat pada Gambar 11 di bawah ini.
0.00000 0.10000
0.20000 0.30000
0.40000 0.50000
0.60000 0.70000
0.80000 0.90000
1 2
3 4
5 6
Hari ke- L
a ju
r esp
ir asi
Tomat aloe 1 Tomat aloe 2
Tomat kontrol 1 Tomat kontrol 2
Gambar 11. Grafik perbandingan laju respirasi pada suhu ruang antara tomat yang dilapisi gel lidah buaya dan yang tidak
128 Dari tabel ini terlihat bahwa laju respirasi antara tomat yang
dilapisi dan yang tidak ternyata tidak terlalu berbeda. Hasil analisis ragam yang telah dilakukan terhadap data ini pun menunjukkan bahwa perlakuan
pelapisan tomat dengan gel lidah buaya tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi Olly, 2007. Sehingga dari percobaan ini dapat pula
disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan tomat dengan gel lidah buaya yang disimpan pada suhu ruang tidak terlalu efektif untuk
mempertahankan mutu tomat tersebut.
3. Formulasi Gel
Aloe vera L.untuk Aplikasi Coating pada Tomat
Tahap percobaan ini dilakukan berdasarkan hasil tahapan percobaan sebelumnya yang menyatakan bahwa edible coating dari gel
lidah buaya tidak cukup efektif untuk diaplikasikan pada tomat yang disimpan pada suhu ruang, sehingga diperlukan adanya penambahan zat-
zat tertentu yang diperkirakan mampu memperbaiki kinerja coating dari gel lidah buaya tersebut. Zat-zat yang akan ditambahkan antara lain isolat
protein kedelai, gliserol, dan sorbitol. Pada tahap percobaan ini, buah tomat segar dicelupkan kedalam empat formula larutan coating yang
berbeda, yakni a larutan gel Aloe vera murni tanpa penambahan, b larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1, c larutan
gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1 dan gliserol 2, serta d larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1 dan
sorbitol 1 ml. Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah tomat selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan
tingkat kesegaran pada buah tersebut secara visual.
129
0.5 1
1.5 2
2.5
2 4
6 8
10 12
Per 3 hari S
u s
u t b
o b
o t
Kontrol Aloe 100
Aloe isp Aloe isp gliserol
Aloe isp sorbitol Linear Kontrol
Linear Aloe isp gliserol Linear Aloe isp
Linear Aloe 100 Linear Aloe isp sorbitol
Gambar 12. Grafik perbandingan persentase susut bobot tomat pada berbagai formula edible coating
Grafik di atas menunjukkan bahwa garis regresi formula a berada pada urutan paling bawah yang berarti bahwa formula coating yang
terbaik untuk menahan susut bobot tomat adalah dengan menggunakan gel lidah buaya murni. Tetapi, jika dilihat lebih jelas, garis regresi formula a
dan b hampir berhimpit bila dibandingkan dengan garis regresi formula yang lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui
apakah ada perbedaan di antara kedua formula tersebut. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Lampiran 12 yang telah
dilakukan, ternyata, formula a dan b berbeda nyata terhadap formula c, d, dan kontrol. Formula a dan b tidak berbeda nyata satu sama
lain, tetapi formula a lebih baik daripada formula b jika dilihat dari urutan pada hasil uji lanjut Duncan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
formula gel lidah buaya murni lebih mampu menahan laju kehilangan bobot daripada formula gel lidah buaya yang telah ditambahkan dengan
isolat protein kedelai. Selain itu, ditinjau dari keterjangkauan, gel murni lidah buaya lebih mudah didapatkan dan diproses, bila dibandingkan
dengan harus formula lainnya yang harus menambahkan bahan-bahan yang tidak bisa dibeli di sembarang tempat dan tidak terjangkau harganya.
Formula dengan penambahan sorbitol lebih besar susut bobotnya bila dibandingkan dengan penambahan gliserol, hal ini dikarenakan sifat
130 plasticizer
sorbitol yang lebih baik sehingga kekentalan larutan pun menjadi berkurang lebih banyak bila dibandingkan dengan gliserol.
Kekentalan larutan gel untuk coating berkurang karena aktivitas plasticizer
tersebut yang mampu mengurangi ikatan hidrogen internal pada gel lidah buaya sehingga lapisan yang terbentuk menjadi lebih tipis dan
tidak dapat lagi menahan laju kehilangan bobot tomat tersebut. Pada tahap sebelumnya, telah disimpulkan bahwa perlakuan
pelapisan tomat dengan gel lidah buaya tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi selama disimpan pada suhu ruang, tetapi pada tahap ini
diketahui bahwa tomat dengan pelapisan berbeda nyata dengan tomat tanpa pelapisan. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan varietas dan
umur sampel tomat yang digunakan. Tomat yang digunakan pada tahap sebelumnya sudah memiliki tingkat kematangan yang tinggi warnanya
lebih merah ketika akan dilapisi dengan gel, sedangkan tomat yang digunakan pada tahap ini tingkat kematangannya lebih rendah warnanya
masih kuning-kehijauan. Oleh karena itu, respirasi pada tomat yang kematangannya sudah tinggi sulit untuk dibendung oleh lapisan gel lidah
buaya tersebut sehingga menyebabkan susut bobotnya pun menjadi sulit untuk ditahan.
Penurunan tingkat kesegaran juga diamati secara visual. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, beberapa ulangan sampel
tomat kontrol serta tomat yang dilapisi dengan formula b, c, d, mengalami kerusakan fisik internal yang dimulai pada hari penyimpanan
ke-20, namun kerusakan ini tidak terjadi pada tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya murni. Kerusakan internal pada tomat biasanya disertai
dengan adanya guratan-guratan pada permukaan buah yang merupakan pertanda bahwa jaringan buah kehabisan air. Keadaan jaringan yang
kehabisan air ini akan semakin berkurang seiring dengan semakin matangnya buah tersebut, tetapi kerusakan internal yang cukup serius tetap
terjadi. Kerusakan permanen pada jaringan lokular ini menyebabkan jaringan tersebut gagal membuat dirinya menjadi sel-sel yang lebih
bersifat gelatinous yang pada umumnya normal terjadi selama pematangan
131 buah. Kemudian pada jaringan lokular yang tidak terlalu rusak, proses
gelatinisasi sel ini berlangsung tidak sempurna sehingga akan membentuk benang-benang tebal berwarna gelap pada jaringan tersebut McColloch
1962 dalam Mohsenin. Benang- benang tebal yang berwarna gelap itu seperti yang terlihat pada Gambar 13 di bawah ini.
Gambar 13. Kerusakan fisik pada buah tomat
4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan Aloe vera
Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu
Sayuran dan buah-buahan melangsungkan proses kehidupannya dengan melakukan respirasi. Proses respirasi ini tidak hanya berlangung
ketika mereka berada di pohon saja, tetapi juga setelah dipanen mereka terus melakukan respirasi. Proses respirasi yang terus berlangsung setelah
buah atau sayuran dipanen ini menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi kualitas buah atau sayuran itu sendiri. Oleh
karena itu, untuk mempertahankan mutu buah atau sayuran harus dilakukan penanganan pasca panen yang tepat, agar kerusakan tomat
selama penyimpanan dapat diminimalkan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga mutu buah agar tetap baik adalah dengan
menggunakan kemasan, edible coating, dan penyimpanan buah tersebut pada suhu optimumnya.
Tahapan percobaan ini bertujuan mengetahui pengaruh kemasan dan kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat
segar yang telah di-coating dengan formula larutan terpilih dari tahap percobaan sebelumnya. Tomat segar dicelup ke dalam larutan gel lidah
132 buaya murni kemudian diletakkan pada styrofoam berukuran kecil dan
dikemas dengan kemasan plasticized PVC. Setelah itu, tomat-tomat, baik yang telah dilapisi maupun tidak, dan tomat-tomat, baik yang dikemas
maupun tidak setelah pencelupan ke dalam larutan gel, disimpan pada suhu ruang dan suhu 1°C. Parameter yang diamati antara lain susut bobot,
perubahan warna, kekerasan tekstur, perubahan °Brix total gula, dan perubahan pH kadar keasaman. Hasil yang didapatkan dari percobaan ini
akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut Duncan. 1.
Susut Bobot
Respirasi yang terjadi pada buah merupakan proses biologis dimana oksigen diserap untuk membakar bahan-bahan organik
dalam buah untuk menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air.
Air, gas yang dihasilkan, dan energi berupa panas akan mengalami penguapan sehingga buah tersebut akan menyusut beratnya.
Menurut Wills 1981, faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain adalahh luas berbanding volume buah
tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis pada kulit buah. Pemberian perlakuan pelapisan yang
dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan diharapkan dapat menekan laju kehilangan bobot yang terjadi.
133
2 4
6 8
10
5 10
15 20
25 30
Waktu penyimpanan hari S
us ut
bobot
Tomat kontrol dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 14a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap persentase susut bobot
tomat selama penyimpanan
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan S
u s
ut bo
bot
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 14b. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-21
Pada Gambar 14a, dapat dilihat bahwa susut bobot yang dialami oleh buah tomat meningkat selama penyimpanan. Hal ini
terjadi karena tomat merupakan buah yang memiliki pola respirasi klimakterik. Pada buah yang bersifat klimakterik, respirasi akan
134 terus meningkat seiring dengan semakin matangnya buah tersebut
sehingga mengakibatkan susut bobot buah juga semakin meningkat terutama ketika buah tersebut telah mencapai puncak
klimakteriknya. Gambar 14b menceritakan bahwa nilai susut bobot tomat
yang disimpan pada suhu ruang di hari ke-21 memiliki susut bobot yang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan
pada suhu dingin 1°C. Perbandingan nilai susut bobot antara tomat yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin ini,
membuktikan bahwa suhu dingin dapat mempertahankan tomat dari kehilangan bobot akibat proses respirasi dan transpirasi.
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan Lampiran 13 yang telah dilakukan terhadap data pada Gambar 14b ini
menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu berbeda nyata terhadap susut bobot. Susut bobot yang dialami
tomat yang dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi
dengan gel saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin, serta tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan
pada suhu ruang. Tomat dengan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, penyimpanan pada suhu dingin memiliki susut bobot
yang paling kecil daripada keempat perlakuan lainnya diatas. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut mampu menghambat respirasi
dengan baik sehingga penyusutan pada bobot buah pun dapat dihambat pula.
Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya dan disimpan pada suhu ruang tidak berbeda nyata dengan tomat kontrol yang
dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Kedua perlakuan ini berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang telah disebutkan
diatas. Selain itu, perlakuan ini juga berbeda nyata dengan tomat yang dikemas di suhu ruang serta tomat kontrol yang disimpan
pada suhu ruang. Tomat yang dikemas di suhu ruang serta tomat
135 kontrol yang disimpan pada suhu ruang.ini tidak berbeda nyata satu
dengan yang lainnya, tetapi berbeda nyata dengan tomat yang dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin
tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi dengan gel saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin, serta tomat
yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan pada suhu ruang. Tomat yang tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan
pada suhu ruang memilki susut bobot yang terbesar. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa
pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap susut bobot jika dikombinasikan dengan adanya
pengemasan, baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Begitu pula dengan perlakuan suhu, penyimpanan tomat pada suhu yang
berbeda berpengaruh nyata terhadap susut bobot jika dikombinasikan dengan kemasan dan gel lidah buaya, dimana pada
suhu yang lebih rendah susut bobot dapat dihambat. Hal ini berarti bahwa gel lidah buaya mampu membentuk lapisan yang cukup
baik untuk menghambat proses respirasi dan tranpirasi, terutama jika dikombinasikan dengan pengemasan dan perlakuan suhu
rendah yang tepat. 2.
Kelunakan Tekstur
Nilai kelunakan tekstur akan semakin bertambah seiring dengan proses pematangan buah, sehingga dapat mengakibatkan
penurunan mutu dari buah tomat yang disimpan. Nilai kelunakan yang rendah menunjukkan bahwa buah masih keras dan belum
terlalu matang, sedangkan nilai kelunakan yang tinggi menunjukkan bahwa buah sudah semakin matang. Penurunan nilai
kekerasan ini terjadi akibat degradasi pektin yang tidak larut air protopektin dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air. Hal
ini mengakibatkan menurunnya daya kohesi dinding sel yang
136 mengikat dinding sel yang satu dengan dinding sel yang lain
Winarno, 1981
5 10
15 20
25
10 20
30
Waktu penyimpanan hari N
il a
i kel
u n
akan t
o m
a t
m m
1 sec
Tomat kontrol yang dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol yang dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 15a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kelunakan tekstur tomat selama penyimpanan
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
ila i k
e lu
n a
k a
n t
o m
a t
m m
1 s
e c
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 15b. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-0
137
5 10
15 20
25
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
il a
i ke lu
n a
k a
n t
o m
a t
m m
10 s
ec
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 15c. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-21 Gambar 15a menunjukkan bahwa kelunakan tekstur tomat
akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan, pengemasan, dan
penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap penghambatan kelunakan tekstur yang terjadi. Parameter
kelunakan tekstur diamati selama 21 hari untuk tomat-tomat yang disimpan pada suhu ruang dan tomat-tomat yang disimpan pada
suhu dingin diamati selama 28 hari. Gambar 15c memperlihatkan bahwa kelunakan tekstur yang
terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal
ini berarti bahwa pada suhu dingin proses metabolisme dan aktivitas enzim dalam proses pemecahan pektin dan hemiselulosa
menjadi terhambat. Pada Gambar 15c terlihat bahwa tomat kontrol yang
disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan yang paling besar. Tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu ruang
138 mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan perlakuan sebelumnya. Selanjutnya, tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan
tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol kemas yang disimpan pada suhu ruang. Kemudian, tomat kontrol yang dikemas
dan disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan
pada suhu dingin. Tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan tekstur yang lebih
kecil daripada tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Selain itu, tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan
disimpan pada suhu dingin lebih kecil kelunakan teksturnya daripada tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan
pada suhu ruang. Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya, baik yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin, dengan tomat
yang juga dilapisi gel dan dikombinasikan dengan kemasan dan penyimpanan suhu dingin memiliki nilai kelunakan tekstur yang
tampaknya tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hasil analisis ragam Lampiran 14 terhadap data pada
Gambar 15b telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa pada hari ke-0, perlakuan pelapisan, pengemasan, dan
penyimpanan pada suhu berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelunakan tekstur yang terjadi pada tomat.
Hasil analisis ragam Lampiran 15 yang dilakukan terhadap data kelunakan tekstur pada hari penyimpanan ke-21
menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur yang
dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan
tekstur. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah
buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel
139 lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu
dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kelunakan tekstur lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu
berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu
menghambat kelunakan tekstur lebih baik dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur paling besar adalah
tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur
yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin.
Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat
kelunakan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan gel lidah buaya mampu mereduksi kerja enzim yang dapat
mengubah protopektin menjadi pektin larut air sehingga dapat menahan laju kelunakan tekstur yang terjadi. Perlakuan pelapisan
ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin. Perlakuan pelapisan dan
pengemasan dapat menutup stomata buah dengan tepat sehingga menghambat laju respirasi. Suhu dingin dapat mempertahankan
keutuhan dinding sel dan turgor sel lebih baik sehingga kekerasan buah dapat dipertahankan.
3.
Perubahan Total Gula °B
Secara umum total padatan terlarut total gula mengalami peningkatan pada tahap pematangan buah tomat. Hal ini
disebabkan karena terhidrolisisnya pati menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa, setelah itu akan terjadi fase penurunan total padatan
terlarut karena telah melewati batas kematangannya. Nilai total padatan terlarut yang tinggi menunjukkan bahwa buah lebih cepat
140 mengalami proses perombakan pati yang menandai proses
pematangan juga berlangsung cepat Wolfe, 1993.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5
10 20
30
Waktu penyimpanan hari Tot
a l pa
d a
ta n t
e rl
a rut
B
Tomat kontrol yang dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol yang dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 16a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan total padatan terlarut tomat selama
penyimpanan
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan Tot
a l pa
da ta
n t e
rl a
ru t
B
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 16b. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu
penyimpanan pada hari ke-0
141
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan To
ta l pa
da ta
n t e
rl a
rut B
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 16c. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu
penyimpanan pada hari ke-21
Gambar 16a menunjukkan bahwa waktu penyimpanan berpengaruh terhadap total padatan terlarut yang terjadi pada buah
tomat. Pengamatan selama 21 hari pada suhu ruang dan 28 hari pada suhu dingin memperlihatkan bahwa total padatan terlarut
akan meningkat hingga buah mencapai puncak fase klimakteriknya dan akan menurun kembali setelah puncak klimakterik berakhir.
Gambar 16b menunjukkan pengaruh perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu yang
berbeda terhadap total padatan terlarut tomat pada penyimpanan hari ke-0. Hasil analisis ragam Lampiran 16 yang dilakukan
terhadap data dari histogram tersebut menyatakan bahwa perlakuan yang diberikan pada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan total padatan terlarut. Begitu pula dengan data yang terdapat pada Gambar 16c, melalui analisis ragam Lampiran
17 yang telah dilakukan, menyatakan bahwa perlakuan yang diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan total padatan terlarut pada hari penyimpanan
142 ke-21. Menurut Muchtadi dan Sugiyono 1989, buah tomat
tergolong dalam buah-buahan klimakterik yang selama pertumbuhan dan pematangan sel kenaikan kandungan gulanya
sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. 4.
Perubahan pH
Nilai pH pada buah berkaitan dengan asam organik yang terkandung didalamnya. Penurunan keasaman ditandai dengan
kenaikan nilai pH. Nilai pH yang rendah berarti asam-asam organik yang terdapat di dalam buah masih dalam keadaan baik.
Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh menurunnya pembentukan asam-asam dan penurunan kandungan asam organik selama
penyimpanan. Perubahan keasaman tomat berbeda tergantung pada tingkat kematangan dan suhu penyimpanan Winarno dan Aman,
1981.
1 2
3 4
5 6
5 10
15 20
25 30
Waktu penyimpanan hari D
e ra
ja t keasa
m a
n p
H
Tomat kontrol yang dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol yang dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe yang dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 17a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan derajat keasaman tomat selama
penyimpanan.
143
4.3 4.35
4.4 4.45
4.5 4.55
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan D
e raj
a t kea
sam an
p H
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 17b. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-0
4 4.2
4.4 4.6
4.8 5
5.2 5.4
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan D
e ra
ja t keasam
an p
H
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 17c. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-21
144 Gambar 17a menunjukkan bahwa derajat keasaman pH
tomat akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan, pengemasan, dan
penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap penghambatan kenaikan pH yang terjadi. Kemudian tomat
tersebut diamati selama 21 hari untuk penyimpanan pada suhu ruang, serta 28 hari untuk penyimpanan pada suhu dingin. Pada
grafik tersebut perubahan pH tiap-tiap perlakuan tampak hampir sama, oleh karena itu perlu dilakukan uji pembedaan dengan
menggunakan analisis ragam pada data parameter pH di hari penyimpanan tertentu.
Gambar 17b dan 17c memperlihatkan bahwa kenaikan pH yang terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih
besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal ini berarti bahwa pada suhu dingin proses respirasi
dapat dihambat selama penyimpanan sehingga kenaikan juga dapat dihambat.
Hasil analisis ragam Lampiran 18 yang dilakukan terhadap data pada histogram 17b menunjukkan bahwa perlakuan
yang diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH pada penyimpanan hari ke-0.
Hasil analisis ragam Lampiran 19 yang dilakukan terhadap data kenaikan pH pada hari penyimpanan ke-21
menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH yang dialami
oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH. Pengemasan
tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi
berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana
pengemasan mampu menghambat kenaikan pH lebih baik daripada
145 yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap
kenaikan pH jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu menghambat kenaikan pH lebih baik
dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kenaikan pH paling besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang
disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kenaikan pH yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi,
dikemas, dan disimpan pada suhu dingin. Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan
bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat kenaikan pH. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika
dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan dingin.
5. Perubahan Warna
Pengamatan terhadap perubahan warna pada semua sampel tomat dilakukan dengan menggunakan chromameter. Interpretasi
data mengenai warna diterjemahkan melalui skala Lab. L menyatakan nilai kecerahan warna tomat, skala a menyatakan
warna merah-kuning, sedangkan skala b menyatakan warna kuning-biru. Selama pematangan buah tomat, nilai a akan semakin
meningkat dan nilai b akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena seiring dengan proses pematangannya, buah tomat akan
memproduksi lebih banyak likopen sehingga produksi akan karoten dan xantofil menjadi berkurang dan menyebabkan warna
tomat menjadi semakin merah Hulme, 1971.
146
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
5 10
15 20
25 30
Waktu penyimpanan hari N
ila i a
Tomat kontrol dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 18a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna merah tomat selama penyimpanan
5 10
15 20
25 30
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
ila i a
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 18b. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna merah tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-0
147
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan Ni
la i a
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 18c. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna merah tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu
penyimpanan pada hari ke-21
Gambar 18a memperlihatkan bahwa semakin lama disimpan maka semakin besar pula perubahan warna merah yang
terjadi pada buah tomat seiring dengan proses pematangannya. Histogram pada Gambar 18b dan Gambar 18c menceritakan bahwa
pada hari penyimpanan ke-0 hingga hari ke-21, tomat-tomat dengan berbagai perlakuan yang disimpan pada suhu dingin, nilai
a-nya tidak berubah terlalu banyak bila dibandingkan dengan tomat-tomat yang disimpan pada suhu ruang. Pada suhu ruang
terjadi peningkatan warna merah, sedangkan warna merah tomat yang disimpan pada suhu dingin justru menurun.
Hasil analisis ragam Lampiran 20 yang dilakukan terhadap data pada histogram Gambar 18b menyatakan bahwa
berbagai perlakuan yang diberikan pada tomat tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan warna tomat pada hari ke-0.
Begitu pula dengan hasil analisis ragam Lampiran 21 yang dilakukan terhadap data pada histogram Gambar 18c menunjukkan
bahwa pada hari penyimpanan ke-21, perlakuan pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu penyimpanan tidak
148 memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna
merah tomat.
10 20
30 40
50 60
5 10
15 20
25 30
Waktu penyimpanan hari N
ilai b
Tomat kontrol dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 19a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna kuning tomat selama
penyimpanan
37 37.5
38 38.5
39 39.5
40 40.5
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
ila i b
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 19b. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna kuning tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu
penyimpanan pada hari ke-0
149
10 20
30 40
50 60
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
ila i b
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 19c. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna kuning tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu
penyimpanan pada hari ke-21
Hasil analisis ragam Lampiran 22 dan 23 yang dilakukan terhadap data pada histogram Gambar 19b dan 19c menyatakan
bahwa berbagai perlakuan yang diberikan pada tomat tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan warna kuning
tomat, baik pada hari penyimpanan ke-0 maupun hari penyimpanan ke-21. Berdasarkan hasil percobaan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap perubahan warna tomat.
150
10 20
30 40
50 60
70
5 10
15 20
25 30
Waktu penyimpanan hari Ni
la i kecerah
an skal
a L
Tomat kontrol dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe dikemas suhu ruang
Tomat kontrol tdk dikemas suhu ruang
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu ruang
Tomat kontrol dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe dikemas suhu dingin
Tomat kontrol tdk dikemas suhu dingin
Tomat dengan aloe tdk dikemas suhu dingin
Gambar 20a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat selama penyimpanan
10 20
30 40
50 60
70
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan Ni
la i ke
cer ah
an s
k a
la L
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 20b. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-0
151
48 50
52 54
56 58
60
Tomat kontrol yang dikemas
Tomat dengan aloe yang
dikemas Tomat kontrol
Tomat dengan aloe
Perlakuan N
il a
i kecer ah
an skal
a L
Suhu ruang Suhu dingin
Gambar 20c. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada
hari ke-21
Gambar 19a menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap perubahan nilai kecerahan pada tomat yang diberi
perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan suhu yang berbeda. Gambar 19b dan 19c,
menceritakan mengenai perubahan kecerahan yang terjadi pada tomat dengan berbagai perlakuan pada hari ke-0 dan ke-21.
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan Lampiran 25 pada data histogram Gambar 19c menyatakan bahwa perlakuan
suhu, pelapisan, dan pengemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan tomat. Nilai kecerahan terendah terdapat
pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan nilai
kecerahan tertinggi terdapat pada tomat kontrol tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang
disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang.
Selain itu, kombinasi perlakuan pelapisan dan pengemasan pada suhu dingin dapat menghambat penurunan nilai kecerahan. Adanya
152 kombinasi perlakuan pengemasan, pelapisan, dan suhu
penyimpanan yang tepat akan mengurangi metabolisme komponen warna yang dapat mengurangi nilai kecerahan.
Tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi
dikarenakan tomat tersebut mulai mengalami chilling injury yang menyebabkan kegagalan pematangan dan metabolisme pigmen
sehingga tidak terjadi perubaha warna yang signifikan untuk merubah nilai kecerahan warna dari permukaan tomat tersebut.
Chilling injury ini terjadi karena suhu yang digunakan untuk
menyimpan tomat tersebut adalah 1°C. Suhu tersebut bukanlah suhu yang optimum untuk menghambat proses respirasi dan
pematangan buah tomat, sehingga tomat-tomat yang disimpan pada suhu dingin pada tahap ini sulit untuk memproduksi pigmen dan
menyebabkan nilai kecerahan warnanya masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu ruang.
Kombinasi dengan pengemasan dan pelapisan akan melindungi tomat dari chilling injury, seperti yang terlihat pada tomat yang
dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun tidak, memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah daripada tomat tanpa
pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin. Pengamatan terhadap tomat yang disimpan pada suhu ruang berhenti
dilakukan pada hari ke-21 karena semua tomat kontrol untuk pengamatan tersebut sudah rusak. Penyimpanan pada suhu ruang masih menyisakan beberapa sampel
tomat dengan 2 kali ulangan yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun yang tidak, selama 3 hari kedepan. Sebelum akhirnya rusak akibat
kontaminasi mikroba. Aktivitas antimikroba pada edible coating dari gel lidah buaya ini diuji dengan menggunakan metode swab. Uji mikrobiologi ini dilakukan
pada 2 sampel, yakni tomat segar dan tomat segar yang telah dilpaisi dengan gel lidah buaya. Hasil uji mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 di bawah ini.
153 Tabel 4. Hasil uji mikrobiologi pada permukaan buah tomat segar
Tingkat pengenceran
Total bakteri koloniml Total kapang-khamir
koloniml Cawan Cawan
1 2 1 2 10
-1
TBUD TBUD 227 211
10
-2
TBUD TBUD 33 33
10
-3
TBUD TBUD 1
10
-4
100 114 0 0 Total
2.2 X 10
7
5.4 X 10
4
Tabel 5. Hasil uji mikrobiologi pada permukaan buah tomat segar yang telah dilapisi gel lidah buaya.
Tingkat pengenceran
Total bakteri koloniml Total kapang-khamir
koloniml Cawan Cawan
1 2 1 2 10
-1
TBUD TBUD 115 103
10
-2
TBUD TBUD 19 17
10
-3
92 88 3 1 10
-4
0 0 0 0 Total
1.8 X 10
6
2.2 X 10
4
Pengamatan terhadap tomat yang disimpan pada suhu dingin berhenti dilakukan pada hari ke-28 akibat chilling injury dan penyakit antraknosa yang
dialami oleh tomat kontrol. Chilling injury merupakan kerusakan yang biasa terjadi apabila suatu komoditi buah ataupun sayuran disimpan pada suhu rendah
untuk memperpanjang masa simpannya setelah pemanenan. Gejala fisik yang
154 mengindikasikan terjadinya kerusakan dingin chilling injury ini bervariasi
tergantung dari suhu dan lama penyimpanan, komoditas, tingkat kematangan komoditas dan keadaan jaringannya, serta faktor lingkungan seperti cahaya, angin,
air, dan komponen nutrisi Saltveit, 1990. Semakin lama komoditas disimpan dalam suhu rendah maka gejala kerusakan dinginnya akan semakin cepat timbul.
Chilling injury yang dialami oleh tomat-tomat ini dicirikan dengan adanya
pencoklatan pada bibit, kehilangan citarasa tomat yang khas, serta kegagalan pematangan. Kehilangan citarasa yang khas dari tomat akibat kerusakan dingin
terjadi karena adanya peningkatan siklus glikolisis sehingga terjadi pengumpulan hasil-hasil fermentasi sampingan seperti ethanol dan asam laktat yang
menyebabkan penyimpangan bau. Antraknosa merupakan penyakit yang sering terjadi pada tumbuhan. Pada
umumnya penyakit ini menyerang bagian daun dan buah dari tanaman tersebut. Penyakit ini disebabkan oleh kapang jenis Colleothricum dengan penampakan
fisik menyerupai lebam-lebam hitam pada tanaman yang dijangkitinya. Jika dilihat hasil uji mikrobiologi pada alinea di atas terlihat bahwa gel lidah buaya
mampu mengeliminasi sejumlah mikroba, tetapi kandungan anti-mikroba dan anti-fungal lidah buaya tidak mampu menghilangkan mikroba penyakit
antraknosa. Penyakit ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan cara mencuci terlebih dahulu buah atau sayur sebelum dicelupkan ke dalam gel lidah buaya
untuk kemudian dikonsumsi. Penyimpanan pada suhu dingin masih menyisakan beberapa sampel tomat
dengan 2 kali ulangan yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun yang tidak, selama 5 hari kedepan hingga tomat-tomat tersebut mengalami
pembusukan akibat chilling injury dan penyakit antraknosa yang dialami.
155 Gambar 21. Tomat yang terkena penyakit antraknosa
Gambar 22.
Chilling Injury : Pencoklatan pada bibit
156
V. KESIMPULAN DAN SARAN