mengetahui pengaruh penyimpanan gel tersebut terhadap mutu coating gel
yang diaplikasikan pada buah tomat segar. Coating dilakukan dengan
metode pencelupan dipping. Parameter yang diamati adalah susut
bobot dan penurunan tingkat kesegaran yang terjadi pada tomat selama
penyimpanan pada suhu ruang. Data dari hasil pengukuran tersebut
kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA metode
Duncan, dan dibantu dengan media pengolahan SPSS.
3. Formulasi gel Aloe vera L. untuk
aplikasi coating pada tomat.
Tahap ini bertujuan melihat pengaruh coating gel Aloe vera dengan
penambahan isolat protein, gliserol, dan sorbitol yang diaplikasikan pada
buah tomat, sehingga dihasilkan edible coating
yang baik. Buah tomat segar dicelupkan ke dalam empat formula
larutan coating yang berbeda, yakni a larutan gel Aloe vera murni tanpa
penambahan, b larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1,
c larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1 dan
gliserol 2, serta d larutan gel Aloe vera
dengan penambahan isolat protein 1 dan sorbitol 2 ml45 ml ISP.
Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah tomat
selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan tingkat
kesegaran buah tersebut. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian
diuji secara statistik menggunakan tabel Univariate Analysis of Variance
dan uji lanjut Duncan yang dibantu dengan media pengolahan SPSS.
Formula gel terbaik yang didapatkan dari tahapan ini akan digunakan pada
tahap selanjutnya.
4. Formulasi gel Aloe vera L. untuk
aplikasi coating pada tomat.
Tahapan ini bertujuan mengetahui pengaruh kemasan dan
kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat segar yang
telah di-coating dengan formula larutan terpilih hasil penelitian tahap
tiga di atas. Setelah dicelup ke dalam larutan coating, buah tomat tersebut
dikemas dalam styrofoam
dan dibungkus dengan plasticized PVC,
kemudian disimpan pada suhu ruang serta suhu 1°C. Pengamatan dilakukan
terhadap susut bobot, perubahan warna, tekstur, perubahan kandungan
gula °B, perubahan pH, dan total mikroba selama penyimpanan. Data
dari hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik
menggunakan tabel ANOVA metode Duncan, dan dibantu dengan media
pengolahan SPSS.
a. Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu
membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan
sesudah penyimpanan. Rumus :
Susut bobot = a - b x 100 a
a = bobot awal b = bobot akhir
b. Kelunakan tekstur
Tingkat kelunakan tekstur tomat diukur dengan alat
penetrometer semi-digital dengan menggunakan
probe tertentu.
Permukaan buah tomat akan ditusuk jarum probe dengan kecepatan dan
berat yang tetap selama 10 detik, sehingga kedalaman lubang yang
diakibatkan oleh penusukan tersebut akan menyatakan kelunakan tekstur
buah tomat tersebut.
c. Warna
Warna permukaan buah tomat selama penyimpanan diukur dengan
kromameter Minolta CR-300. Skala yang digunakan adalah skala Lab
dan Yxy dengan ulangan pengukuran sebanyak tiga kali setiap sampel.
d. Derajat keasaman pH
Pengukuran derajat keasaman menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan
buffer pH 4. Sekitar 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala.
Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan
pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang tetap.
e. Total Padatan Terlarut TPT
Pengukuran total padatan terlarut TPT menggunakan Hand
Refractometer 0-39˚Brix. Sebelum
digunakan alat dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dilap
hingga kering. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan
secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan
oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.
f. Uji Mikrobiologi Sampel di-swab dengan luas
permukaan tertentu, kemudian hasil swab
tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml.
Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam
masing-masing dua cawan petri duplo steril yang selanjutnya
dituangkan media PCA steril untuk total uji total mikroba dan APDA
steril untuk uji kapang-khamir yang telah didinginkan hingga
suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar
diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah
membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30
°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan
SPC Standard Plate Count.
Koloni per cm
2
= Jumlah kolonicawan x 10 x 1
n n = luas permukaan yang di-swab
cm
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan gel dari pelepah daun
Aloe vera L.
Tahap pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini dimulai dari
pemilihan sortasi pelepah daun lidah buaya. Pemilihan pelepah daun ini
berdasarkan penampakan fisiknya antara lain, tingkat kematangan yang dapat
dilihat dari warna daun yang sudah hijau tidak kuning, ukuran daun, ada atau
tidaknya kotoran atau penyakit, serta kerusakan fisik seperti patah atau luka
pada jaringan luar daun. Pelepah daun ini harus sudah diproses dalam jangka waktu
36 jam setelah dipanen untuk menghindari degradasi komponen-
komponen bioaktif yang terkandung didalamnya Roberts, 1997. Setelah
disortasi, tahapan selanjutnya adalah mencuci pelepah daun tersebut untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daun.
Kemudian, pelepah daun lidah buaya ini direndam dalam larutan klorin dengan
konsentrasi 200 ppm selama 30 menit. Tahap perendaman berfungsi untuk
mengurangi cemaran mikroba pada permukaan daun sehingga diharapkan
tidak akan ada kontaminasi silang ke dalam gel lidah buaya yang akan
dihasilkan. Setelah direndam, daun lidah buaya tersebut dibilas dengan air matang
untuk menghilangkan sisa-sisa larutan klorin yang menempel, sehingga tidak
ada lagi bau klorin yang menyengat. Di beberapa negara selain Indonesia, seperti
USA dan Uni Eropa tidak memperbolehkan senyawa klorin
digunakan sebagai bahan pencuci untuk komoditi pangan, oleh karena itu
senyawa klorin ini sebaiknya diganti dengan desinfektan pencuci lainnya yang
diperbolehkan FDA, seperti
penggunaan asam sitrat dan senyawa anti-mikroba
alami lainnya, untuk mencuci pelepah daun lidah buaya. Hal ini akan menjadi
sangat penting apabila komoditi pangan yang dilapisi dengan gel lidah buaya ini
diekspor ke negara-negara yang sangat ketat peraturannya mengenai syarat
keamanan seperti penggunaan desinfektan klorin untuk digunakan
sebagai pencuci produk pangan tersebut.
Tahapan selanjutnya adalah trimming
dan filleting daun lidah buaya. Pada proses ini, bagian pangkal, ujung,
serta sisi-sisi daun yang berduri, dan semua kulit daun dibuang dengan
menggunakan pisau. Pembuangan bagian-bagian tersebut perlu dilakukan
untuk menghilangkan yellow sap senyawa anthraquinone beserta
turunannya dan dari proses ini diharapkan hasil potongan gel lidah
buaya tanpa kulit yang bersih. Namun, seringkali yellow sap ini masih belum
hilang secara sempurna sehingga dapat mengkontaminasi gel lidah buaya yang
dihasilkan. Oleh karena itu, ada 2 hal yang harus dilakukan, yakni dengan
membasuh ujung-ujung bekas sayatan selama tahap filleting, serta membilas
bagian pangkal gel yang telah didapatkan dengan air matang. Yellow sap penting
untuk dihilangkan karena jika gel yang telah dihasilkan masih tercemar oleh
yellow sap
ini maka warna gelnya akan berubah menjadi kekuningan, baunya
menjadi tidak sedap, memiliki efek laxative
, serta dapat mempengaruhi umur simpan dari gel tersebut. Pada tahap
percobaan ini belum diopltimalkan cara mendapatkan gel lidah buaya dengan
rendemen yang sesedikit mungkin. Hal ini cukup penting mengingat banyaknya
kandungan senyawa bioaktif dalam gel lidah buaya tersebut yang dapat
mempengaruhi mutu dari coating gel yang dihasilkan, sehingga kehilangan
lendir tidak berwarna dan terbuangnya bagian mucilage gel lidah buaya selama
proses trimming dan filleting perlu diminimalisasi.
Potongan gel lidah buaya yang dihasilkan dari tahapan di atas kemudian
dihancurkan dengan menggunakan wearing blender
selama tidak lebih dari 10 menit. Jika proses penghancuran
berlangsung terlalu lama maka akan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis
dalam gel lidah buaya tersebut dan warnanya akan menjadi berubah. Dari
tahap ini, didapatkan larutan gel lidah buaya yang sudah siap untuk dijadikan
coating.
Larutan gel lidah buaya tersebut kemudian dikemas dan disimpan pada
suhu dingin 5°C. Pada tahap ini, dilakukan juga
percobaan pemanasan dan penambahan asam sitrat pada larutan gel lidah buaya
yang telah dihasilkan dengan tujuan untuk mereduksi mikroba yang terdapat
dalam larutan gel tersebut sehingga dapat memperpanjang umur simpannya.
Perlakuan pemanasan dilakukan pada suhu 80°C selama 5 menit dan perlakuan
penambahan asam sitrat sebanyak 4 dilakukan setelahnya. Berdasarkan
pengamatan, pada gel dengan perlakuan pemanasan dan perlakuan penambahan
asam yang disertai pemanasan, terdapat endapan dan terjadi perubahan warna
larutan gel menjadi kecoklatan. Endapan ini terjadi akibat pemanasan sehingga
meyebabkan degradasi komponen polisakarida karena putusnya ikatan ionik
yang mendukung struktur polisakarida tersebut. Warna coklat terbentuk karena
proses pemanasan mempercepat reaksi pencoklatan enzimatis yang terjadi pada
larutan gel Blanshard dan Mitchell, 1979. Terbentuknya endapan
menyebabkan kekentalan larutan gel menjadi berkurang drastis sehingga tidak
lagi dapat membentuk lapisan edible coating
yang baik.
B. Pengujian pengaruh umur simpan gel Aloe vera L. Untuk aplikasi coating