Analisis Sifat Kimia a. Derajat Keasaman pH AOAC, 1995 Uji Mikrobiologi Fardiaz, 1988

119

C. METODE ANALISIS 1. Analisis Sifat Fisik

a. Susut Bobot Katamsi, 2004 Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Rumus : Susut bobot = Bobot awal – Bobot akhir x 100 Bobot awal b. Warna Jowitt et al., 1987 Warna permukaan buah tomat selama penyimpanan diukur dengan kromameter Minolta CR-300. Skala yang digunakan adalah skala Lab dan Yxy dengan ulangan pengukuran sebanyak tiga kali setiap sampel. c. Tingkat Kelunakan Tekstur Tomat Tingkat kelunakan tekstur tomat diukur dengan alat penetrometer semi-digital dengan menggunakan probe tertentu. Permukaan buah tomat akan ditusuk jarum probe dengan kecepatan dan berat yang tetap selama 10 detik, sehingga kedalaman lubang yang diakibatkan oleh penusukan tersebut akan menyatakan kelunakan tekstur buah tomat tersebut.

2. Analisis Sifat Kimia a. Derajat Keasaman pH AOAC, 1995

Pengukuran derajat keasaman menggunakan pH meter. Sebelum digunakan alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4. Sekitar 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang tetap. b. Total Padatan Terlarut TPT Pengukuran TPT menggunakan Hand Refractometer 0-39 ˚Brix. Sebelum digunakan alat dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan 120 dilap hingga kering. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.

3. Uji Mikrobiologi Fardiaz, 1988

a. Uji Total Mikroba TPC Sampel di-swab dengan luas permukaan tertentu, kemudian hasil swab tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri duplo steril yang selanjutnya dituangkan media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30 °C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC Standard Plate Count. Koloni per cm 2 = Jumlah kolonicawan x 10 x 1 Luas permukaan yang di-swab cm 2 b. Uji Kapang Khamir Sampel di-swab dengan luas permukaan tertentu, kemudian hasil swab tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri duplo steril yang selanjutnya dituangkan media APDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30 °C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC Standard Plate Count. Koloni per cm 2 = Jumlah kolonicawan x 10 x 1 Luas permukaan yang di-swab cm 2 121

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan

Edible Coating dari Gel Lidah Buaya Aloe vera L. Larutan edible coating dibuat dari gel yang terdapat di dalam pelepah daun lidah buaya. Prosedur pembuatan larutan ini merupakan modifikasi dari proses pembuatan minuman sari lidah buaya dari metode yang telah dilakukan oleh He et al. 2003. Metode ini telah dibuat sedemikian rupa sehingga proses pembuatannya menjadi cukup sederhana, namun tetap mempertahankan mutu serta komponen-komponen bioaktif alami yang terdapat di dalam gel tersebut. Selain itu, metode ini juga telah memenuhi HACCP sehingga kualitas dan keamanan gel yang dihasilkan cukup terjamin. Dalam pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini, tahapan yang dilakukan hanya sampai proses homogenisasi saja dan gel lidah buaya yang telah dihasilkan dari proses tersebut langsung dikemas, kemudian disimpan. Tahap pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini dimulai dari pemilihan sortasi pelepah daun lidah buaya. Pemilihan pelepah daun ini berdasarkan penampakan fisiknya antara lain, tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna daun yang sudah hijau tidak kuning, ukuran daun, ada atau tidaknya kotoran atau penyakit, serta kerusakan fisik seperti patah atau luka pada jaringan luar daun. Pelepah daun ini harus sudah diproses dalam jangka waktu 36 jam setelah dipanen untuk menghindari degradasi komponen-komponen bioaktif yang terkandung didalamnya Roberts, 1997. Setelah disortasi, tahapan selanjutnya adalah mencuci pelepah daun tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daun. Kemudian, pelepah daun lidah buaya ini direndam dalam larutan klorin dengan konsentrasi 200 ppm selama 30 menit. Tahap perendaman berfungsi untuk mengurangi cemaran mikroba pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak akan ada kontaminasi silang ke dalam gel lidah buaya yang akan dihasilkan. Setelah direndam, daun lidah buaya tersebut dibilas dengan air matang untuk menghilangkan sisa-sisa larutan klorin yang menempel, sehingga tidak ada lagi bau klorin