Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

(1)

SKRIPSI

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(2)

Andiny Kismaryanti. F24103124.

Aplikasi Gel Lidah Buaya (

Aloe vera

L.) sebagai

Edible Coating

pada Pengawetan Tomat (

Lycopersicon esculentum

Mill.). Di bawah

bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan

fresh cut

(siap

masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri

dan pasar modern (

supermarket

,

hypermarket

, hotel dan restoran) menuntut adanya

sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif

tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran

segar maupun dalam bentuk

fresh cut

. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi

dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya

untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan

coating

.

Aloe vera

telah

dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta

mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan

bahan untuk aplikasi

coating

. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh

edible

coating

Aloe vera

untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel

Aloe

vera

(ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu

coating

, (iii) formulasi

gel

Aloe vera

L. untuk aplikasi

coating

pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan

tomat segar dengan perlakuan

Aloe vera gel coating,

pengemasan, dan suhu.

Aplikasi gel lidah buaya sebagai

edible coating

pada pengawetan tomat segar

dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat

setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan

penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya

yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen

dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai

edible coating

adalah

gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat

hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang

umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak

membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan

plastik PVC mengalami

chilling injury

.

Edible coating

dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah

mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 10

7

koloni/cm

2

sebelum

dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 10

6

koloni/cm

2

setelah dilapisi, sedangkan

jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 10

4

koloni/ cm

2

menjadi 2.2 X 10

4

koloni/cm

2

,

namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak

mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.


(3)

Andiny Kismaryanti. F24103124. Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan fresh cut (siap masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran segar maupun dalam bentuk fresh cut. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan coating. Aloe vera telah dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan bahan untuk aplikasi coating. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh edible coating Aloe vera untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel

Aloe vera (ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu coating, (iii)

formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu.

Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan tomat segar dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai edible

coating adalah gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury.

Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah

mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.


(4)

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1986 Di Jakarta

Tanggal lulus: 22 Agustus 2007 Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Dosen Pembimbing Akademik


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan H. Anwar Pasyah dan Hj. Saniaty Hadarie. Penulis memiliki dua orang bernama Nindya Andika Putri dan Nadya Khoirunnisa. Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1990-1991 di TK Yasporbi, lalu pada tahun 1991-1997 di SD Bhakti Jakarta, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 111 Jakarta hingga tahun 2000. pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU N 78 Jakarta hingga tamat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) yang diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Instutut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)” yang telah dilaksanakan dari bulan Januari 2007 sampai Agustus 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB.

Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak (H. Anwar Pasyah), ibu (Hj. Saniaty Hadarie), dan adik-adikku (Nindya dan Nadya) yang tak pernah bosan memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak akan pernah terbalas.

2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

4. Dr. Ir. M. Arpah, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Rucitra W, Andal K, mba Ofi, mba Olly, dan Irma Pratiwi.

6. Teman-teman terbaikku, Evanda, Annisa, Ocha, Riska, Andiny, Wati, Insani, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku Dila, Intan, Hanny, Nera, Tika, Rita, dan Gabby atas dukungannya,


(8)

atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan.

7. Teman-teman TEP ,TIN ,38, 39, 40 dan 41

8. Teman-teman ITP 39 dan 40, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Tillo, Chitra, Wayan, Ade, Mona, Adiput, Steph, Tatan, Denang, Gilang, Aca, Ryal, Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especially buat golongan D, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah. 9. Ubaidillah Trianto, atas segala dukungan dan perhatian kepada penulis. 10.Temen-temen di Fits, mbak Febri, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas

Harsono, mang Ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

11.Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Teh Ida, Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya. 12.Penghuni Dwi Regina (Dhilah, Velma, Nila, Revi, Elis, Anny, Lisya,

Chitra, Upil, Yanti, Lina, Era) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT ... 3

1. Botani Tomat ... 3

2. Pasca Panen Tomat ... 5

B. ALOE VERA ...... 10

C. EDIBLE COATING ... 13

D. EDIBLE FILM BERDASARKAN POLISAKARIDA ... 14

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI ... 15

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA ... 19

G. PLASTICIZER ... 20

H. PENGEMASAN ... 21

I. PENYIMPANAN ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 25

B. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

1. Pembuatan Gel dari Pelepah Daun Aloe vera L ... 25

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating .... 27

3. Formulasi Gel Aloe vera L. Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat ... 29 4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan


(10)

Halaman

C. METODE ANALISIS ... 30

1. Analisis Sifat Fisik ... 30

2. Analisis Sifata Kimia ... 30

3. Uji Mikrobiologi ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembuatan Edible Coating dari Gel Lidah Buaya ... 32

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating ... 35

3. Formulasi Gel Aloe vera L. Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat ... 39

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan Aloe vera Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 67

B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(11)

SKRIPSI

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(12)

Andiny Kismaryanti. F24103124.

Aplikasi Gel Lidah Buaya (

Aloe vera

L.) sebagai

Edible Coating

pada Pengawetan Tomat (

Lycopersicon esculentum

Mill.). Di bawah

bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan

fresh cut

(siap

masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri

dan pasar modern (

supermarket

,

hypermarket

, hotel dan restoran) menuntut adanya

sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif

tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran

segar maupun dalam bentuk

fresh cut

. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi

dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya

untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan

coating

.

Aloe vera

telah

dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta

mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan

bahan untuk aplikasi

coating

. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh

edible

coating

Aloe vera

untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel

Aloe

vera

(ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu

coating

, (iii) formulasi

gel

Aloe vera

L. untuk aplikasi

coating

pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan

tomat segar dengan perlakuan

Aloe vera gel coating,

pengemasan, dan suhu.

Aplikasi gel lidah buaya sebagai

edible coating

pada pengawetan tomat segar

dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat

setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan

penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya

yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen

dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai

edible coating

adalah

gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat

hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang

umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak

membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan

plastik PVC mengalami

chilling injury

.

Edible coating

dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah

mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 10

7

koloni/cm

2

sebelum

dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 10

6

koloni/cm

2

setelah dilapisi, sedangkan

jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 10

4

koloni/ cm

2

menjadi 2.2 X 10

4

koloni/cm

2

,

namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak

mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.


(13)

Andiny Kismaryanti. F24103124. Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan fresh cut (siap masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran segar maupun dalam bentuk fresh cut. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan coating. Aloe vera telah dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan bahan untuk aplikasi coating. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh edible coating Aloe vera untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel

Aloe vera (ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu coating, (iii)

formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu.

Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan tomat segar dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai edible

coating adalah gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury.

Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah

mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.


(14)

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI F24103124

Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1986 Di Jakarta

Tanggal lulus: 22 Agustus 2007 Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Dosen Pembimbing Akademik


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan H. Anwar Pasyah dan Hj. Saniaty Hadarie. Penulis memiliki dua orang bernama Nindya Andika Putri dan Nadya Khoirunnisa. Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1990-1991 di TK Yasporbi, lalu pada tahun 1991-1997 di SD Bhakti Jakarta, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 111 Jakarta hingga tahun 2000. pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU N 78 Jakarta hingga tamat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) yang diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Instutut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)” yang telah dilaksanakan dari bulan Januari 2007 sampai Agustus 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB.

Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak (H. Anwar Pasyah), ibu (Hj. Saniaty Hadarie), dan adik-adikku (Nindya dan Nadya) yang tak pernah bosan memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak akan pernah terbalas.

2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

4. Dr. Ir. M. Arpah, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Rucitra W, Andal K, mba Ofi, mba Olly, dan Irma Pratiwi.

6. Teman-teman terbaikku, Evanda, Annisa, Ocha, Riska, Andiny, Wati, Insani, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku Dila, Intan, Hanny, Nera, Tika, Rita, dan Gabby atas dukungannya,


(18)

atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan.

7. Teman-teman TEP ,TIN ,38, 39, 40 dan 41

8. Teman-teman ITP 39 dan 40, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Tillo, Chitra, Wayan, Ade, Mona, Adiput, Steph, Tatan, Denang, Gilang, Aca, Ryal, Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especially buat golongan D, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah. 9. Ubaidillah Trianto, atas segala dukungan dan perhatian kepada penulis. 10.Temen-temen di Fits, mbak Febri, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas

Harsono, mang Ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

11.Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Teh Ida, Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya. 12.Penghuni Dwi Regina (Dhilah, Velma, Nila, Revi, Elis, Anny, Lisya,

Chitra, Upil, Yanti, Lina, Era) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT ... 3

1. Botani Tomat ... 3

2. Pasca Panen Tomat ... 5

B. ALOE VERA ...... 10

C. EDIBLE COATING ... 13

D. EDIBLE FILM BERDASARKAN POLISAKARIDA ... 14

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI ... 15

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA ... 19

G. PLASTICIZER ... 20

H. PENGEMASAN ... 21

I. PENYIMPANAN ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 25

B. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

1. Pembuatan Gel dari Pelepah Daun Aloe vera L ... 25

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating .... 27

3. Formulasi Gel Aloe vera L. Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat ... 29 4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan


(20)

Halaman

C. METODE ANALISIS ... 30

1. Analisis Sifat Fisik ... 30

2. Analisis Sifata Kimia ... 30

3. Uji Mikrobiologi ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembuatan Edible Coating dari Gel Lidah Buaya ... 32

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating ... 35

3. Formulasi Gel Aloe vera L. Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat ... 39

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan Aloe vera Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 67

B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 gr

bahan yang dapat dimakan ... 4

Tabel 2. Komponen bioaktif yang terkandung pada Aloe vera L ... 12

Tabel 3. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai ... 17

Tabel 4. Hasil uji mikrobiologi pada tomat segar ... 64

Tabel 5. Hasil uji mikrobiologi pada tomat segar yang telah dilapisi gel lidah buaya ... 64


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Perbandingan tingkat kematangan tomat

berdasarkan warna... 7 Gambar 2. Struktur moleku acemannan... 13 Gambar 3. Struktur molekul protein kedelai... 19 Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel Aloe vera...... 27 Gambar 5. Diagram alir pengaplikasian Aloe veracoating pada tomat.... 28 Gambar 6. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam pada gel lidah buaya... 34 Gambar 7. Grafik pengaruh umur simpan gel (1 hari)

Terhadap persentase susut bobot tomat... 36 Gambar 8. Grafik pengaruh umur simpan gel (2 hari)

Terhadap persentase susut bobot tomat... 36 Gambar 9. Grafik pengaruh umur simpan gel (6 hari)

Terhadap persentase susut bobot tomat... 37 Gambar 10. Grafik pengaruh umur simpan gel (7 hari)

Terhadap persentase susut bobot tomat... 37 Gambar 11. Grafik perbandingan laju respirasi antara

tomat yang dilapisi dan yang tidak... 38 .

Gambar 12. Grafik perbandingan persentase susut bobot tomat

pada berbagai formula coating... 40 .

Gambar 13. Kerusakan fisik pada buah tomat... ... 42 Gambar 14a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap susut bobot tomat selama penyimpanan. 44 Gambar 14b. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada tomat

dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan,


(23)

Halaman Gambar 15a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan,

dan suhu terhadap kelunakan tekstur tomat

selama penyimpanan... 47 Gambar 15b. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 47 Gambar 15c. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 48 Gambar 16a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap total padatan terlarut tomat

selama penyimpanan... 51 Gambar 16b. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 51 Gambar 16c. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 52 Gambar 17a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap derajat keasaman tomat

selama penyimpanan... 53 Gambar 17b. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 54 Gambar 17c. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 54 Gambar 18a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap warna merah tomat

selama penyimpanan... 57 Gambar 18b. Grafik perbandingan rata-rata warna merah

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 57


(24)

Halaman Gambar 18c. Grafik perbandingan rata-rata warna merah

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 58 Gambar 19a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap warna kuning tomat

selama penyimpanan... 59 Gambar 19b. Grafik perbandingan rata-rata warna kuning

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 59 Gambar 19c. Grafik perbandingan rata-rata warna kuning

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 60 Gambar 20a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat

selama penyimpanan... 61 Gambar 20b. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 61 Gambar 20c. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna

pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21... 62 Gambar 21. Tomat yang terkena penyakit antraknosa... 66 Gambar 22. Chilling injury: Pencoklatan pada bibit... 66


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data susut bobot tomat (%) dengan perlakuan

pelapisan gel lidah buaya pada umur tertentu... 74 Lampiran 2. Data susut bobot tomat yang diberi perlakuan

pelapisan dengan berbagai formula gel ... 76 Lampiran 3. Data hasil pengamatan pada percobaan

penentuan umur simpan tomat dengan perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, serta

penyimpanan pada suhu berbeda. ... 81 Lampiran 4. Data susut bobot tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21 ... 84 Lampiran 5. Data kelunakan tekstur tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21. 85 Lampiran 6. Data total padatan terlarut tomat pada

hari ke-0 dan hari ke-21 ... 86 Lampiran 7. Data derajat keasaman tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21. . 87 Lampiran 8. Data nilai kecerahan warna tomat pada

hari ke-0 dan hari ke-21 ... 88 Lampiran 9. Data warna merah tomat (skala a) pada

hari ke-0 dan hari ke-21 ... 89 Lampiran 10. Data warna kuning tomat (skala b) pada

hari ke-0 dan hari ke-21 ... 90 Lampiran 11. Tabel hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan

susut bobot tomat pada perlakuan

penyimpanan gel lidah buaya untuk aplikasi coating... 91 Lampiran 12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan

terhadap susut bobot tomat dengan

berbagai perlakuan formula coating. ... 92 Lampiran 13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

susut bobot tomat dengan perlakuan pelapisan,


(26)

Halaman Lampiran 14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kelunakan tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan,

pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0... 95 Lampiran 15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kelunakan tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan,

pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21 ... 96 Lampiran 16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

total padatan terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-0... 97 Lampiran 17. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

total padatan terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-21 ... 98 Lampiran 18. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

derajat keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-0 ... 99 Lampiran 19. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

derajat keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-21 ... 100 Lampiran 20. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kemerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-0 ... 101 Lampiran 21. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kemerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-21... 102

Lampiran 22. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekuningan warna tomat dengan perlakuan

pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-0...… 103 Lampiran 23. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kekuningan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan


(27)

Halaman Lampiran 24. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan

pada hari ke-0………...……… 105 Lampiran 25. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap

kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan


(28)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat gizi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan jaman, kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam makanan yang mereka konsumsi semakin meningkat. Kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat menyebabkan kebutuhan akan sayuran meningkat juga. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya permintaan akan sayuran yang bermutu tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran segar yang bermutu tinggi, yakni memiliki penampakan baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat layu selama penyimpanan. Kualitas sayuran tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran.

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menghambat kerusakan sayuran antara lain dengan cara melakukan modifikasi kemasan sayuran dan penyimpanan dengan suhu rendah. Salah satu cara yang juga dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan sayuran, namun tetap dapat mempertahankan mutu, adalah dengan mengaplikasikan edible film

pada sayuran tersebut. Edible film sangat berpotensi untuk meningkatkan

shelf life dari sayuran karena secara teori pengaplikasian edible film akan

membentuk suatu coating yang mampu berperan sebagai barrier agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komponen nutrisi sayuran ( Krochta, et al., 1994).

Pengaplikasian edible coating yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan edible film yang berasal dari gel tanaman Aloe vera. Aloe vera merupakan tanaman serbaguna yang akhir-akhir ini, selain digunakan sebagai bahan baku industri shampoo (kosmetik), juga mulai diolah menjadi aneka produk makanan. Aloe vera juga telah dilaporkan mengandung


(29)

beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba dan dapat menyembuhkan luka jaringan sehingga diharapkan pada pengaplikasian gel

Aloe vera sebagai edible coating mampu mempertahankan mutu serta

memperpanjang masa simpan sayuran tersebut. Aplikasi gel Aloe vera

sebagai edible coating telah dicoba sebelumnya pada buah anggur dengan menggunakan gel Aloe vera yang dilarutkan dengan sejumlah air (Valverde, et al., 2005). Sayuran yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah sayuran tomat karena mudah untuk ditanam, bersifat responsif terhadap berbagai perlakuan eksperimen, dan sangat berpotensi untuk dikomersialkan baik didalam maupun luar negeri.

B. TUJUAN DAN MANFAAT a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari pembuatan edible film

dari gel tanaman lidah buaya ( Aloe vera L. ) dan pengaruhnya terhadap tomat serta untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan tomat tersebut.

b. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan diperoleh teknologi proses penanganan pasca panen sayuran yang dapat diaplikasikan pada skala usaha kecil menengah sehingga dapat meningkatkan daya saing produk sayuran Indonesia di pasar global.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TOMAT

1. Botani Tomat

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tumbuhan setahun yang biasanya tumbuh di dataran tinggi. Tanaman tomat memiliki morfologi seperti semak atau tanaman perdu dan tingginya dapat mencapai 2 m. Daerah perakaran dapat mencapai 1.5 m, warna batang hijau dan permukaannya ditutupi oleh bulu. Daun tomat merupakan daun majemuk dengan jumlah 5-9 helai, berbentuk oval, sisi-sisinya bergerigi dan menyirip dengan ukuran panjang 15-30 cm serta lebar 10-25 cm. Bunga tomat bersifat hemafrodit dengan lima helai kelopak berwarna hijau dan lima helai mahkota bunga yang berwarna kuning (Salasa, 2005)

Menurut Tugiyono (1993), berdasarkan bentuk buahnya tomat komersial dibedakan atas beberapa tipe, yakni tomat biasa

(Lycopersicon commune) yang buahnya berbetuk bulat pipih dan tidak

teratur, tomat kentang (Lycopersicon grandifolium) dengan buah yang berbentuk padat, besar, dan menyerupai apel berukuran kecil, tomat gondol (Lycopersicon validium) dengan buah yang berbentuk agak lonjong, keras, dan berkulit tebal, serta tomat apel (Lycopersicon

pyriforme) dengan buah yang berbentuk bulat, kuat, sedikit keras, dan

menyerupai apel.

Secara sistematis, tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledone Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon


(31)

Tanaman tomat dapat tumbuh dengan baik jika ditanam pada tanah yang gembur, mengandung banyak humus, dan sedikit mengandung pasir, kadar keasamannya (pH) antara 5-6, serta dengan pengairan yang cukup. Suhu yang sesuai untuk pertumbuahan tanaman tomat adalah 20-30° C pada siang hari dan 18-24° C (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Tomat merupakan sayuran buah yang banyak dikonsumsi oleh manusia, baik dalam keadaan segar maupun setelah diolah terlebih dahulu, karena banyak mengandung vitamin, mineral, dan antioksidan. Kandungan zat gizi pada buah tomat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tiap 100 gram bahan yang dapat dimakan*

*Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

Menurut SNI Tomat Segar No. 01-3162-1992, standar mutu buah tomat segar komersial didasarkan, antara lain, pada bobot,

Kandungan Zat Gizi

Macam Tomat

Buah muda Buah masak Sari buah Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg)

Vitamin C (mg) Air (g) 23 2 0.70 2.30 5 27 0.50 320 0.07 30 93 20 1 0.30 4.20 5 27 0.50 1500 0.06 40 91 15 1 0.20 3.50 7 15 0.40 600 0.06 10 94


(32)

2. Pasca-panen Tomat

Pemanenan buah tomat pada umumnya dilakukan saat tanaman berumur 70-100 hari setelah tanam. Waktu pemanenan ini juga ditentukan berdasarkan varietas, tujuan pemasaran, dan waktu pengangkutan. Setelah panen, tomat lebih mudah mengalami kerusakan, baik secara fisik maupun kimia. Produksi tomat di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tetapi jumlah tomat yang rusak, selama penyimpanan dan pengangkutan, mencapai 50% dari produksi tomat pertahunnya (Tugiyono, 1993). Oleh karena itu, parameter-parameter yang mempengaruhi proses pemasakan buah selama penyimpanan dan pengangkutan setelah panen perlu diperhatikan untuk mempertahankan standar mutu buah tomat komersial siap konsumsi. Standar mutu buah tomat pasca-panen amat dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkumgan selama proses pematangannya. Faktor biologis meliputi laju respirasi, produksi etilen, serta laju transpirasi (kehilangan air). Faktor lingkungan meliputi suhu, kelembaban, dan komposisi atmosfer sekitar.

Respirasi merupakan suatu proses pemecahan unsur-unsur organik seperti karbohidrat, protein dan lemak menjadi energi. Pemecahan substrat dasar ini menggunakan oksigen (O2) dan

menghasilkan karbondioksida (CO2). Laju respirasi berbanding

lurus dengan laju penurunan mutu produk yang dipanen. Respirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana produk tersebut disimpan, misalnya cahaya, tekanan bahan kimia seperti fumigan, radiasi, tekanan air, tingkat pertumbuhan, patogen perusak. Sedangkan faktor yang paling penting dalam pasca panen adalah suhu, komposisi atmosfir, dan tekanan fisik (Saltveit, 1996).

Pantastico (1986), melaporkan bahwa laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan


(33)

buah setelah panen karena dapat menggambarkan proses metabolisme buah. Pola respirasi buah dibagi menjadi dua kelompok, yakni buah klimakterik dan buah non-klimakterik. Buah tomat termasuk buah dengan pola respirasi klimakterik, yaitu pola respirasi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan laju respirasi dan produksi etilen secara cepat dan bersamaan selama proses pematangan (Rhodes, 1986). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), laju respirasi rendah selama periode pra-klimakterik, lalu selama periode klimakterik laju respirasi akan meningkat dengan cepat hingga maksimum dan pematangan buah pun dimulai. Kemudian, laju respirasi akan turun kembali pada saat memasuki fase pasca klimakterik, proses sintesis praktis terhenti, proses dekomposisi menjadi aktif, dan buah mulai mengalami pembusukan. Puncak respirasi klimakterik tomat terjadi pada tingkat merah jambu tua (Pantastico, 1986).

Etilen merupakan suatu gas yang dihasilkan secara alami dari metabolisme tanaman dan dapat mempengaruhi proses fisiologis tanaman tersebut. Produksi etilen erat kaitannya dengan aktivitas respirasi, yakni apabila produksi etilen meningkat maka aktivitas respirasi juga akan meningkat, yang ditandai dengan meningkatnya penyerapan oksigen (Kartasaputra, 1989). Etilen dapat menginduksi perubahan dalam permeabilitas dari membran mitokondria, sehingga menyebabkan peningkatan pergerakan dari ATP. Peningkatan pergerakan ATP ini dapat menginduksi beberapa reaksi yang dapat meningkatkan laju respirasi. Peningkatan laju respirasi yang terjadi akan meningkatkan kembali produksi etilen pada buah, namun ada satu fase tertentu di dalam proses pematangan buah tersebut dimana produksi etilen akan menurun (Salasa, 2005).

Buah tomat akan mengalami perubahan-perubahan, baik secara fisik maupun kimia, seiring dengan proses pematangannya.


(34)

Perubahan kimia yang terjadi selama proses pematangan antara lain :

1. Perubahan warna

Warna hijau pada buah tomat yang belum matang merupakan warna dari klorofil hasil fotosintesis selama masa pematangan buah (Hobson dan Davies, 1971). Ketika memasuki tahap pematangan, tomat akan memproduksi lebih banyak pigmen karoten dan xantofil sehingga warnanya lebih terlihat jingga seiring dengan semakin menurunnya kandungan klorofil. Warna buah akan semakin merah seiring dengan semakin matangnya buah tomat tersebut, hal ini terjadi karena produksi komponen likopen yang juga semakin meningkat (Hobson dan Davies, 1971). Pengelompokan warna buah tomat berdasarkan tingkat kematangannya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Perbandingan tingkat kematangan tomat berdasarkan warna

2. Perubahan karbohidrat menjadi gula

Karbohidrat yang terkandung dalam buah tomat akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya (Hobson dan Davies, 1971).

Green Breakers Turning Pink Light Red Red

Fase hijau

Fase masak

hijau

Fase pecah warna


(35)

3. Perubahan kandungan asam-asam organik

Asam-asam organik yang terkandung dalam buah tomat akan semakin berkurang seiring dengan proses pematangan tomat, hal ini dikarenakan sel buah tomat yang sudah berkurang kemampuannya untuk memproduksi asam-asam tersebut. Selain itu, asam-asam organik ini juga akan berkurang selama penyimpanan (Barkey, 1998).

4. Perubahan kandungan asam amino

Selama proses pematangan, total asam amino bebas relatif tetap, namun kandungan asam aspartat dan asam glutamat meningkat tajam (Hobson dan Davies, 1971).

5. Perubahan kandungan protein (Hobson dan Davies, 1971). Kandungan total nitrogen pada tomat selama pematangan dilaporkan secara berbeda-beda. Yu et al. (1967) melaporkan bahwa total nitrogen akan meningkat seiring dengan pematangan, tetapi data yang diberikan oleh para peneliti ini tidak konsisten. Rowan et al. (1958) menyatakan bahwa sebelum respirasi mencapai puncaknya, kandungan total nitrogen tomat akan meningkat namun akan segera turun drastis segera setelah puncak respirasinya. Data bukti objektif penelitian yang dilakukan oleh Rowan et al. ini juga masih tidak konsisten

6. Perubahan komponen volatil

Substansi pereduksi komponen volatil akan meningkat seiring dengan proses pematangan buah (Hobson dan Davies, 1971).


(36)

7. Pembusukan akibat adanya kontaminasi mikroba

Mikroba kontaminan yang sering terdapat pada buah tomat segar antara lain Enterobacter, Alternaria, Penicillium,

Cladosporium, Fusarium, dan Bortrytis cinerea (Beuchat,

1998).

Transpirasi adalah proses keluarnya air dari jaringan tanaman yang merupakan penyebab utama dari kerusakan sayuran sehingga kesegaran sayuran akan menurun. Kehilangan air dapat menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas sayuran (kekerutan, pelunakan, hilangnya kerenyahan, dan susut bobot). Laju transpirasi dipengaruhi faktor internal meliputi karakteristik morfologi, rasio luas permukaan dan volume, luas permukaan yang terinfeksi maupun tingkat kematangan dan faktor eksternal atau lingkungan meliputi suhu, kelembaban, pergerakan udara (angin) maupun tekanan udara.

Selain faktor biologis di atas, faktor lingkungan juga memegang peranan penting untuk mengendalikan kerusakan buah tomat akibat proses pematangan. Suhu merupakan faktor lingkungan/eksternal yang sangat mempengaruhi laju penurunan mutu sayuran. Setiap peningkatan suhu 100 C di atas batas optimum, kecepatan penurunan mutu dapat meningkat 2 – 3 kali lipat. Suhu juga mempengaruhi produksi etilen, laju respirasi, dan transpirasi. Kisaran suhu yang sering digunakan dalam penangangan pasca panen adalah 0–30oC, dimana peningkatan suhu menyebabkan respirasi meningkat. Pengontrolan suhu dalam rangka pengendalian laju respirasi dari produk sangat penting sehubungan dengan usaha memperpanjang umur simpan dari komoditas yang disimpan.

Kelembaban akan berpengaruh pada laju transpirasi buah, tergantung dari suhu dan laju pergerakan udara disekitarnya. Pengaturan komposisi atmosfer, seperti pengurangan oksigen (O2)


(37)

dan peningkatan karbondioksida (CO2), selama penyimpanan dapat

mengurangi laju respirasi dan reaksi metabolik lainnya, misalnya dengan mengaplikasikan Modified Atmosphere Packaging (MAP) atau Controlled Atmosphere Storage (CAS).

B. ALOE VERA

Aloe vera (lidah buaya) merupakan tanaman yang banyak tumbuh

pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak berabad-abad lalu karena fungsi pengobatannya. Secara sistematis, tumbuhan lidah buaya ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Famili : Asphodelaceae Genus : Aloe L.

Spesies : Aloe vera L.

Aloe vera L. memiliki ciri-ciri morfologi pelepah daun yang

runcing dan permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang, mengandung getah, permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat sukulen, berat rata-rata per pelepah adalah sekitar 0.5-1 kg. Produktivitas tanaman lidah buaya ini di Kalimantan mencapai 6-7 ton per hektar setiap kali panen. Masa panen lidah buaya sekitar 10-12 bulan setelah tanam (BST) sehingga dalam satu tahun tanaman ini dapat dipanen sebanyak 4 kali (3 bulan sekali). Tanaman lidah buaya ini akan terus menghasilkan pelepah daun hingga 7-8 tahun.

Yaron (1991), melaporkan bahwa pelepah tanaman Aloe vera L. ini terdiri dari beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate

(lendir). Bagian utama mucilage gel terdiri atas berbagai macam polisakarida (glucomannan, acetylated glucomannan, acemannan,

galactogalacturan, dan galactoglucoarabinomannan), mineral (calcium,


(38)

sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian utama exudate

(lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir tidak berwarna. Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti

anthraquinone beserta turunannya, aloin (barbaloin), dan aloe-emodin,

sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen fenolik. Struktur molekul acemannan dapat dilihat pada Gambar 2.

Setelah diteliti lebih lanjut ternyata zat-zat yang terkandung dalam

gel Aloe vera tersebut memiliki aktivitas antara lain sebagai anti-mikroba,

penurun kolesterol darah, anti-diabetes, anti-kanker, anti-virus, mencegah

chilling injury, serta dapat menyembuhkan luka dan mencegah peradangan

(anti-inflammatory) (Reynolds dan Dweck, 1999). Aktivitas

anti-inflammatory pada gel lidah buaya ini disebabkan adanya senyawa

mannosa-6-phosphat yang terkandung didalam acemannan lidah buaya tersebut (Davis et al, 1994). Kandungan senyawa lectin (glikoprotein) serta acemannan dalam gel lidah buaya ternyata juga dapat menghambat pertumbuhan sel-sel tumor pada tikus seperti yang telah diteliti oleh Winters et al. (1981). Fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera L. ini juga makin diperkuat dengan adanya penelitian dari Mousa et al. (1999), yang menyatakan bahwa gel tanaman ini bersifat anti-fungal terhadap

Penicillium digitatum, Penicillium expansum, Bortrytis cinerea, Alternaria

alternate, Aspergillus niger, C. herbarum, dan Fusarium moniliforme.

Komponen bioaktif yang terkandung dalam Aloe vera L. dapat dilihat pada Tabel 3.


(39)

Tabel 2. Komponen bioaktif yang terkandung pada Aloe vera L.

*Sumber : Reynolds dan Dweck (1999).

Kini, penggunaan gel Aloe vera telah diaplikasikan di industri pangan sebagai ingridien pangan fungsional, dan salah satunya dengan menjadikan gel Aloe vera sebagai bahan untuk membentuk edible coating

alami. Hasil penelitian Valverde et al. (2005) membuktikan bahwa gel

Aloe vera sebagai edible coating dapat berperan baik dalam menahan laju

respirasi dan beberapa perubahan fisiologis akibat proses pematangan pada buah anggur selama penyimpanan.

Berdasarkan penelitian mereka, edible coating lidah buaya bersifat higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah.

Coating dari gel ini juga bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air,

serta dapat mencegah chilling injury. Gel lidah buaya ini juga terbukti dapat mereduksi aktivitas enzim pada dinding sel buah anggur sehingga mengurangi reaksi browning dan pelunakan tekstur. Selain itu, senyawa antimikroba yang terkandung dalam gel lidah buaya ternyata mampu mencegah proliferasi mikroba pada buah anggur tersebut. Umur simpan

Komponen bioaktif Fungsionalitas

Acemannan Anti-inflammatory,

wound healing,

anti-kanker, anti-virus,

UV sunburn

Glikoprotein Anti-diabetes,

anti-kanker

Aloe emodin Anti-kanker,

anti-mikroba

Lectin Anti-inflammatory,

wound healing,

anti-kanker Barbaloin dan

komponen fenolik

Anti-mikroba


(40)

20° C, sedangkan jika disimpan pada suhu 1° C maka umur simpan buah anggur tersebut akan bertambah hingga ± 28 hari.

Gambar 2. Struktur molekul Acemannan.

C. EDIBLE COATING

Teknik pengawetan buah dan sayuran dengan penggunaan edible

coating sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke-13 di China dimana

buah-buahan pada jaman itu dicelupkan kedalam cairan lilin panas dengan tujuan fermentasi. Kini, aplikasi edible film digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai barrier yang baik (bersifat

selective permeable) untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau

sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan antimikroba (Krochta, et al., 1994). Selain untuk memperpanjang umur simpan, film

atau selaput banyak digunakan karena tidak membahayakan kesehatan manusia, dapat dimakan serta mudah diuraikan alam (biodegradable).

Edible film dan coating dapat juga diberi warna dan flavor seperti yang

diinginkan. Beberapa edible film komersial Jepang tersedia dalam berbagai warna dan juga diperkaya dengan vitamin serta zat-zat gizi lainnya untuk melakukan perbaikan gizi tanpa merusak keutuhan produk pangan (Rimadianti, 2007)

Menurut Krochta, et al. (1994), secara umum ada tiga kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni


(41)

protein, polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, emulsifier, serta turunannya). Formulasi yang dibuat harus terdiri dari komponen-komponen yang memenuhi kriteria GRAS (Generally Recognized As

Safe).

Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode untuk aplikasi

coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode

pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan

(casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan

metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana melalui metode ini produk akan dicelupkan kedalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating.

D. EDIBLE FILM BERDASARKAN POLISAKARIDA

Aplikasi edible coating dengan menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas CO2 dan O2 sehingga dapat memperpanjang umur

simpan karena respirasi buah dan sayuran tersebut menjadi berkurang (Krochta, et al., 1994). Penggunaan polisakarida ini biasanya dikombinasikan dengan beberapa bahan kimia lainnya yang memiliki fungsi pendukung dalam memperpanjang umur simpan. Misalnya penambahan asam askorbat dapat mengurangi aktivitas polifenol oksidase karena asam askorbat mencegah proses polimerisasi sehingga proses pencoklatan dapat dicegah. Penambahan potassium sorbat akan berperan sebagai antimikroba, atau penambahan kalsium klorida untuk memperbaiki tekstur.

Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang dilarutkan kedalam air untuk mendapatkan viskositas larutan yang cukup kental (Glincksman, 1984). Komponen-komponen inilah yang akan berperan untuk mendapatkan kekerasan, kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan, viskositas, adhesivitas, kemampuan pembentukan gel, serta


(42)

digunakan untuk industri karena mudah didapat dan nontoxic (Krochta, et al., 1994). Golongan polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuatan edible film antara lain selulosa, pati dan turunannya, seaweed

extracts, exudate gums, serta seed gums. Film polisakarida yang rendah

kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayuran dengan cara mencegah dehidrasi, oksidasi, serta terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju

respirasi (Krochta et al., 1994).

Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi

edible coating, karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang

mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pasca panen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba, serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka. Selain itu, gel Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck dan Reynolds, 1999). Gel Aloe vera memiliki struktur yang alami sebagai gel sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai edible film serta murah, tetapi kendalanya adalah reologi gel Aloe vera yang mudah menjadi encer sehingga harus ditambahkan filler dari bahan alami lain untuk mempertahankan konsistensi gelnya.

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Protein adalah suatu senyawa makromolekul yang terdiri dari rantai residu asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida dan memiliki berat molekul lebih besar dari 10.000 Da. Selain asam amino, protein juga mengandung komponen asam amino seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan lain-lain. Senyawa protein ini merupakan komponen utama dari kedelai. Protein kedelai terdapat dalam jaringan kotiledon biji kedelai, dan pada tingkat subseluler protein tersebut


(43)

terdistribusi didalam bagian-bagian sel yang disebut sebagai protein tubuh serta tersebar pula di sekitar sitoplasma (Wibowo, 1996).

Protein kedelai dapat digolongkan sebagai globulin cadangan dan protein biologis aktif (Meyer dan Williams, 1977). Globulin disebut sebagai protein cadangan karena tidak memiliki aktivitas biologis, sedangkan protein lainnya merupakan enzim-enzim intraseluler (lipoksigenase, urease, amilase), hemaglutinin, protein inhibitor, dan lipoprotein membran (Kinsella, 1979). Sampai kini protein kedelai belum sepenuhnya teridentifikasi. Komponen utama dari protein cadangan inilah yang berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan terutama sifat fisik dan nilai gizinya (Mori et al., 1981).

Penggunaan protein kedelai dalam industri pangan dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan kandungan proteinnya, yakni tepung atau bubuk, konsentrat protein, dan isolat protein kedelai. Isolat potein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paing murni karena kandungan proteinnya melebihi 90%, dan produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, serta lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik bila dibandingkan dengan konsentrat protein ataupun tepung bubuk kedelai (Wolf, 1975).

Kinsella (1976) melaporkan bahwa protein kedelai terbagi menjadi empat bagian berdasarkan sifat sedimentasinya, yakni (a) fraksi 2S; terdiri dari anti-tripsin dan sitokinin (8%), (b) fraksi 7S; terdiri dari lipoksigenase, amilase, dan globulin (35%), (c) fraksi 11S; terutama terdiri dari globulin (52%), serta (d) fraksi 15S; terdiri dari polimer protein (5%).

Protein kedelai adalah protein yang paling lengkap susunan asam aminonya, dengan kualitas protein yang hampir menyamai kualitas protein hewani (Wilson et al., 1975). Protein kedelai mempunyai susunan asam amino esensial yang menyerupai susunan asam amino esensial protein susu (Smith dan Circle, 1980), sedangkan menurut Liener (1978) kandungan asam amino esensial protein kedelai tidak berbeda jauh dengan komposisi asam amino standar FAO/WHO, dimana asam amino metionin


(44)

sebagai pembatas. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai*

*Wolf dan Cowan (1996).

Menurut Hurrel (1980), protein merupakan komponen yang paling aktif dari kebanyakan bahan pangan. Protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi, lemak, zat-zat hasil oksidasi, dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai gizi, munculnya flavor

yang tidak diinginkan, reaksi browning, bahkan timbulnya zat toksik. Kemampuan protein untuk mengikat komponen pangan lain penting untuk formulasi makanan ikatan ini menyebabkan gaya adhesi, pembentukan serat dan film, serta peningkatan viskositas. Sifat fungsional protein dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat fisiko-kimia di luar sifat nutrisi yang memungkinkan protein menyumbang karakteristik tertentu pada suatu makanan (Cheftel et

Asam amino g asam amino dalam 16 g N

tepung konsentrat isolat Esensial : Lisin Metionin Sistin Triptofan Treonin Isoleusin Leusin Fenilalain Valin Non-esensial : Arginin Histidin Tirosin Serin Glutamat Aspartat Glisin Alanin Prolin Nitrogen 6.9 1.6 1.6 1.3 4.3 5.1 7.7 5.0 5.4 8.4 2.6 3.9 5.6 21.0 12.0 4.5 4.5 6.3 2.1 6.3 1.4 1.6 1.5 4.2 4.8 7.8 5.2 4.9 7.5 2.7 3.9 5.7 19.8 12.0 4.4 4.4 5.2 1.9 6.1 1.1 1.0 1.4 3.7 4.9 7.7 5.4 4.8 7.8 2.5 3.7 5.5 20.5 11.9 4.0 3.9 5.3 2.0


(45)

al., 1985), yang didasarkan pada perilaku komponen protein bila berinteraksi dengan komponen lain di dalam sistem pangan yang kompleks selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, hingga konsumsi (Philips dan Beuchat, 1981).

Sifat-sifat fungsional protein dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu (1) sifat hidrasi (interaksi protein-air) seperti daya ikat air, kebasahan, swelling, daya lekat, kekentalan, dan kelarutan, (2) sifat yang berhubungan dengan interaksi potein-protein seperti pembentukan gel, serta (3) sifat-sifat permukaan seperti emulsifikasi, pembentukan buih, dan tegangan permukaan (Cheftel et al., 1985).

Sifat-sifat fungional protein dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor intrinsk, lingkungan, dan perlakuan selama proses. Faktor intrinsik protein meliputi komposisi protein, bentuk protein, serta jumlah dan keragaman komponen penyusun protein. Faktor lingkungan meliputi ketersediaan air, ion, lemak, gula, suhu, dan pH lingkungan. Perlakuan selama proses yang dapat mempengaruhi sifat fungsional protein adalah pemanasan, pengeringan, pendinginan, serta modifikasi protein. Sifat-sifat fungsional ini sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam industri pangan seperti daya ikat air, kekentalan, emulsifikasi, serta kemampuan untuk membuat film dan gel (Kinsella, 1979).

Lapisan film atau coating dari isolat protein adalah hasil polimerisasi protein dan evaporasi pada permukaan antara coating

dan udara. Molekul protein pada coating dibentuk melalui ikatan disulfida, interaksi hidrofobik, dan ikatan hidrogen. Rantai protein hdirofobik lebih mengarah ke bagian luar, sedangkan rantai protein hidrofobik mengarah ke bagian dalam larutan coating (Okamoto, 1978). Fraksi 11S dan 7S dari protein kedelai memiliki kemampuan membentuk polimer (polimerisasi). Hal ini mengindikasikan bahwa polimerisasi dari protein berfungsi untuk


(46)

membantu terjadinya polimerisasi protein kedelai dengan menghancurkan struktur protein sehingga gugus sulfidril dan grup hidrofobik dapat keluar dari struktur tersier protein. Selain itu, kondisi alkali juga membantu polimerisasi karena alkali dapat memutuskan rantai polipeptida dan mendorong pertukaran sulfidril-disulfida (Kelley dan Pressey, 1966). Gambar struktur protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur protein kedelai

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING

Karbohidrat secara alami dapat sedikit berinteraksi dengan protein. Menurut Farnum et al. (1976), interaksi antara protein dan karbohidrat dapat terjadi karena adanya pembentukkan ikatan ionik dan hidrogen di dalam struktur film, sedangkan Samanth et al. (1993), menjelaskan bahwa interaksi polisakarida-protein dapat terjadi karena pembentukan kompleks elektrostatik. Contohnya pada polisakarida anionik, CMC, akan berekasi kuat pada pH 6 dengan mioglobin daripada dengan Bovine Serum Albumin

(BSA), dimana pada pH tersebut mioglobin bermuatan positif sedangkan BSA bermuatan negatif. Ketergantungan muatan ini menyarankan adanya keterlibatan grup karboksilat dari polisakarida dan residu asam amino yang bermuatan positif seperti έ-amino, α-amino, guanidium, dan imidizol.


(47)

Kekuatan interaksi yang sebenarnya sangat tergantung pada jumlah dan distribusi sisi-sisi tersebut. Proses denaturasi akibat pemanasan atau penambahan alkali dapat menyebabkan jumlah sisi-sisi tersebut meningkat karena terbebaskan dari strukturnya sehingga dapat memaksimalkan interaksi dan menghasilkan kompleks yang stabil (Imeson et al., 1977).

G. PLASTICIZER

Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non-volatil, memiliki

titik didih yang tinggi, dan jikaditambahkan ke dalam suatu materi dapat mengubah sifat fisik dan/atau sifat mekanik materi tersebut. Plasticizer

diteorikan dapat mengurangi gaya intermolekuler sepanjang rantai polimer, sehingga mengakibatkan fleksibilitas edible film meningkat, namun juga mengakibatkan turunnya permeabilitas film tersebut (Banker, 1966).

Sedangkan menurut Lieberman dan Gilbert (1973), senyawa poliol seperti gliserol dan sorbitol efektif sebagai plasticizer karena kemampuannya mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler sehingga dapat melunakkan struktur film, meningkatkan mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat mekanik film. Gliserol dan sorbitol adalah bahan humektan, dan bagian dari aksi plasticizing

berasal dari kemampuan mereka untuk menahan air pada edible film

tersebut.

Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3

dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Gliserol memiliki berat molekul 92.10 gr/mol, massa jenis 1.23 g/cm3, titik didihnya 204°C, berbentuk cair, tidak berbau, tidak berwarna, higroskopis, dan dapat larut dalam air serta alkohol (Kumalasari, 2005). Gliserol dihasilkan sebagai produk samping dalam pembuatan sabun. Penambahan gliserol dalam pembuatan

edible film akan meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas film


(1)

kecil daripada tomat kontrol kemas yang disimpan pada suhu ruang. Kemudian, tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Selain itu, tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin lebih kecil kelunakan teksturnya daripada tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu ruang. Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya, baik yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin, dengan tomat yang juga dilapisi gel dan dikombinasikan dengan kemasan dan penyimpanan suhu dingin memiliki nilai kelunakan tekstur yang tampaknya tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Hasil analisis ragam telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa pada hari ke-0, perlakuan pelapisan, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelunakan tekstur yang terjadi pada tomat. Sedangkan, pada hari penyimpanan ke-21 menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur yang dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kelunakan tekstur lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu menghambat kelunakan tekstur lebih baik dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur paling besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan

yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin.

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat kelunakan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan gel lidah buaya mampu mereduksi kerja enzim yang dapat mengubah protopektin menjadi pektin larut air sehingga dapat menahan laju kelunakan tekstur yang terjadi. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin. Perlakuan pelapisan dan pengemasan dapat menutup stomata buah dengan tepat sehingga menghambat laju respirasi. Suhu dingin dapat mempertahankan keutuhan dinding sel dan turgor sel lebih baik sehingga kekerasan buah dapat dipertahankan.

3. Total Gula.

Secara umum total padatan terlarut (total gula) mengalami peningkatan pada tahap pematangan buah tomat. Hal ini disebabkan karena terhidrolisisnya pati menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa, setelah itu akan terjadi fase penurunan total padatan terlarut karena telah melewati batas kematangannya. Nilai total padatan terlarut yang tinggi menunjukkan bahwa buah lebih cepat mengalami proses perombakan pati yang menandai proses pematangan juga berlangsung cepat (Wolfe, 1993).

Gambar 8. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan total padatan terlarut tomat selama penyimpanan.

Gambar 8 menunjukkan bahwa waktu penyimpanan berpengaruh terhadap total padatan terlarut yang

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 10 20 30

Waktu penyimpanan (hari)

T o ta l pa da ta n t e rl a rut ( % B )

Tomat kontrol yang dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe yang dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol yang dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe yang dikemas (suhu dingin) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu dingin)


(2)

terjadi pada buah tomat. Pengamatan selama 21 hari pada suhu ruang dan 28 hari pada suhu dingin memperlihatkan bahwa total padatan terlarut akan meningkat hingga buah mencapai puncak fase klimakteriknya dan akan menurun kembali setelah puncak klimakterik berakhir. Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis ragam yang telah dilakukan, baik pada penyimpanan hari ke-0 maupun hari ke-21, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), buah tomat tergolong dalam buah-buahan klimakterik yang selama pertumbuhan dan pematangan sel kenaikan kandungan gulanya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.

4. Derajat Keasaman

Nilai pH pada buah berkaitan dengan asam organik yang terkandung didalamnya. Penurunan keasaman ditandai dengan kenaikan nilai pH. Nilai pH yang rendah berarti asam-asam organik yang terdapat di dalam buah masih dalam keadaan baik. Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh menurunnya pembentukan asam-asam dan penurunan kandungan asam organik selama penyimpanan. Perubahan keasaman tomat berbeda tergantung pada tingkat kematangan dan suhu penyimpanan (Winarno dan Aman, 1981).

0 1 2 3 4 5 6

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

D

er

aj

a

t ke

asa

m

a

n

(

p

H

))

Tomat kontrol yang dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe yang dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol yang dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe yang dikemas (suhu dingin) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu dingin)

Gambar 9. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan derajat keasaman tomat selama penyimpanan.

Gambar 17a menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) tomat akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan,

pengemasan, dan penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap penghambatan kenaikan pH. Kenaikan pH yang terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal ini berarti bahwa pada suhu dingin proses respirasi dapat dihambat selama penyimpanan sehingga kenaikan juga dapat dihambat.

Hasil analisis ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH pada penyimpanan hari ke-0. Sedangkan, pada hari penyimpanan ke-21 menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH yang dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kenaikan pH lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu menghambat kenaikan pH lebih baik dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kenaikan pH paling besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kenaikan pH yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin.

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat kenaikan pH. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan dingin.

5. Warna

Pengamatan terhadap perubahan warna pada semua sampel tomat dilakukan dengan menggunakan


(3)

chromameter. Interpretasi data mengenai warna diterjemahkan melalui skala L*a*b. L menyatakan nilai kecerahan warna tomat, skala a menyatakan warna merah-kuning, sedangkan skala b menyatakan warna kuning-biru. Selama pematangan buah tomat, nilai a akan semakin meningkat dan nilai b akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena seiring dengan proses pematangannya, buah tomat akan memproduksi lebih banyak likopen sehingga produksi akan karoten dan xantofil menjadi berkurang dan menyebabkan warna tomat menjadi semakin merah (Hulme, 1971).

Gambar 10. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna merah tomat selama penyimpanan. 0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Ni

la

i b

Tomat kontrol dikemas (suhu ruang)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol dikemas (suhu dingin)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu dingin) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu dingin)

Gambar 11. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna kuning tomat selama penyimpanan. 0 10 20 30 40 50 60 70

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

N il a i ke cer a h a n ( s ka la L )

Tomat kontrol dikemas (suhu ruang)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol dikemas (suhu dingin)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu dingin) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu dingin)

Gambar 12. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat selama penyimpanan.

Berdasarkan hasil yang

didapatkan dari pengamatan dan analisis ragam, diketahui bahwa perlakuan yang diberikan pada tomat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna merah dan kuning tomat selama 21 hari. Hal ini berarti bahwa perlakuan pelapisan, pengemasan, dan penyimpanan suhu rendah tidak mampu menahan perubahan warna yang terjadi selama penyimpanan akibat pematangan.

Gambar 12 menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap perubahan nilai kecerahan pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan suhu yang berbeda. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada hari penyimpanan ke-21 perlakuan suhu, pelapisan, dan pengemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan tomat. Nilai kecerahan terendah terdapat pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan nilai kecerahan tertinggi terdapat pada tomat kontrol tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang. Selain itu, kombinasi perlakuan pelapisan dan pengemasan pada suhu dingin dapat menghambat penurunan nilai kecerahan. Adanya kombinasi perlakuan pengemasan, pelapisan, dan suhu penyimpanan yang tepat akan mengurangi metabolisme komponen warna yang dapat mengurangi nilai kecerahan. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i a

Tomat kontrol dikemas (suhu ruang)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu ruang) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu ruang) Tomat kontrol dikemas (suhu dingin)

Tomat dengan aloe dikemas (suhu dingin) Tomat kontrol tdk dikemas (suhu dingin) Tomat dengan aloe tdk dikemas (suhu dingin)


(4)

Tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi dikarenakan tomat tersebut mulai mengalami chilling injury yang menyebabkan kegagalan pematangan dan metabolisme pigmen sehingga tidak terjadi perubaha warna yang signifikan untuk merubah nilai kecerahan warna dari permukaan tomat tersebut. Chilling

injury ini terjadi karena suhu yang

digunakan untuk menyimpan tomat tersebut adalah 1°C. Suhu tersebut bukanlah suhu yang optimum untuk menghambat proses respirasi dan pematangan buah tomat, sehingga tomat-tomat yang disimpan pada suhu dingin pada tahap ini sulit untuk memproduksi pigmen dan menyebabkan nilai kecerahan warnanya masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu ruang. Kombinasi dengan pengemasan dan pelapisan akan melindungi tomat dari chilling injury, seperti yang terlihat pada tomat yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun tidak, memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah daripada tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin.

6. Uji Mikrobiologi

Berdasarkan pengamatan, edible

coating dari gel lidah buaya ini memiliki

kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

KESIMPULAN

Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible

coating pada pengawetan tomat segar dapat

menghambat kerusakan mutu tomat dan akan lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari dan mencegah chilling injury, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

DAFTAR PUSTAKA

He, Qian., et al. 2003.Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Krochta, J.M., Baldwin, E.A., dan M. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc. Lancaster. Basel.

Mohsenin, Nuri N. 1970. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Birch Publishers. Australia.

Muchtadi, T dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratrium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbid Dirjen PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Robert, H.D. 1997. Aloe vera: A scientific

approach. Di dalam He et al. (eds) Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Valverde, J.M., et al. 2005. Novel Edible Coating Based on Aloe vera Gel to Maintain Table Grape Quality and Safety. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol.53, pp 7807-7813 [20 Februari 2007].


(5)

Winarno, F.G dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta Wolfe, T.K. dan Kipps, M.S. 1973.

Production of Field Crops. A Textbook of Agronomy. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.


(6)