BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah “overeenkomst” dan “verbintenis” sebagai tejemahan istilah “perjanjian” maupun “persetujuan”.
Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan. Sedangkan
overeenkomst berasal dari kata kerja overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat.
2
Wiryono Projodikoro mengartikan perjanjian dari kata verbintenis, sedangkan kata overeenkomst diartikan dengan kata persetujuan.
3
KUH Perdata terjemahan Subekti dan Tjitrosudibio dalam Pasal 1313 menggunakan istilah
perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst. Utrecht memakai istilah perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk
overeenkomst. Sementara Achmad Ichsan menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
4
R.Subekti memberikan pengertian perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
2
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta Bandung, Bandung, 1987, hal. 1.
3
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetjuan Tertentu, Sumur Bandung , Bandung, 1981, hal. 11.
4
R.Setiawan Op.cit,.
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
5
Menurut M.Yahya Harahap yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
6
Harta kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih tersebut memberikan kekuatan hak pada
satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melakukan prestasi.
7
Sedangkan menurut R. M. Sudikno Mertokusumo pengertian perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
8
5
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal. 1.
6
Abdul Kadir Muhammad I, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 78.
7
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni : Jakarta, 1986, hal. 6.
8
RM. Sudikno Mertokusumo , Mengenal Hukum Suatu Pengantar , Liberty , Yogyakarta 1988 , hal. 97.
Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan di dalam suatu perjanjian minimal harus ada dua pihak, dimana
kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Pengertian perjanjian itu sendiri dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mengenai istilah perjanjian ini para sarjana pada umumnya menganggap bahwa defenisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata memiliki kelemahan.
Kelemahan-kelemahan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut :
9
1. Hanya menyangkut sepihak saja.
Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata “mengikatkan”
sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus
Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus.
Seharusnya dipakai kata persetujuan. 3.
Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan kawin, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. 4.
Tanpa menyebut tujuan Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikan diatas dapat
disimpulkan bahwa perjanjian menimbulkan hubungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian yaitu berupa kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih
kepada orang lain yang berhak atas prestasi tersebut, dalam lapangan harta
9
Abdul Kadir Muhammad I, op.cit., hal 78.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kekayaan. Namun tidak setiap perbuatan yang menimbulkan perikatan merupakan perjanjian, perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber lain dari
perikatan adalah undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Sumber-sumber perikatan yang
tercakup dalam undang-undang diperinci lagi, yang dibedakan antara undang- undang saja dengan undan-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang.
Sumber perikatan yang berkaitan dengan perbuatan manusia diperinci lagi, yakni dibedakan antara perbuatan yang halal dan perbuatan melanggar hukum.
B. Unsur-Unsur Perjanjian