Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata,
perjanjian telah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menegaskan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
D. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas hukum yang berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian, isi perjanjian, pelaksanaan dan akibat perjanjian, yang
merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan dari perjanjian. Fungsi asas hukum adalah Pikiran dasar yang umum sifatnya, atau merupakan
latar belakang dari peraturan konkret yang terdapat didalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam perundang-undangan dan putusan
hakim yang merupakan hukum positif dan dapat pula asas hukum diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum yang terdapat pada peraturan konkret.
27
1. Asas Kepercayaan
Indonesia sendiri, melalui Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN, Departemen
Kehakiman RI pada tanggal 17–19 Desember 1985 merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas tersebut adalah :
2. Asas Persamaan Hukum
3. Asas Keseimbangan
27
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar ,Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 97.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Asas Kepastian Hukum
5. Asas Moralitas
6. Asas Kepatutan
7. Asas Kebiasaan
8. Asas Perlindungan
Namun, dari kedelapan asas terserbut terdapat lima asas utama yang harus diindahkan oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu :
1. Asas Kebebasan Berkontrak Beginsel der Contracts Vrijheid
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap
perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja
asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja,mengatur sendiri kepentingan
mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan peraturan yang
termuat dalam KUH Perdata. Jika para pihak tidak mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang dibuat, maka berarti para pihak
tunduk kepada undang-undang. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka openbaar system.Jadi, menurut asas ini setiap orang boleh
mengadakan perjanjian apa saja yaitu meliputi semua perjanjian bernama,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yaitu semua jenis perjanjian yang datur dalam KUH Perdata, maupun tidak bernama yaitu semua perjanjian yang tidak dikenal dalam KUH Perdata. Asas
ini menganut sistem terbuka yang memberikan kebebasan seluas-luasnya pada masyarakat untuk :
28
a Membuat atau tidak membuat perjanjian
b Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
c Menentukan, pelaksanaan, dan persyarannya dan
d Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan
dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum seperti yang diatur dalam pasal 1337 KUH Perdata.
2. Asas Konsensualisme
Arti asas konsensualisme ialah, pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik
tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak diperlukan suatu
formalitas, meskipun perjanjian tersebut dilakukan secara lisan. Namun mengenai asas ini terdapat kekecualian bagi perjanjian-perjanjian tertentu
misalnya perjanjian hibah yang diatur dalam pasal 1683 KUH Perdata yaitu penghibahan yang dilakukan mengenai benda tidak bergerak harus
dilakukan dengan akta otentik. Demikian pengalihan hak milik atas
28
Salim H.S, op.cit., hal. 9.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebendaan dalam perjanjian formil, dimana menurut ketentuan pasal 613 dan 616 pengalihan harus dilakukan secara tertulis dengan akta otentik.
Perjanjian-perjanjian tersebut mendapat kekecualian dalam asas konsensualisme, dimana untuk perjanjian-perjanjian tersebut diadakan
suatu formalitas tertentu baik dari sifat kebendaan yang dialihkan dalam perjanjian tersebut maupun sifat dari isi perjanjian itu sendiri, sehingga
dinamakan perjanjian formil. 3.
Asas pacta sunt servanda Menurut ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat”. Maksudnya bahwa setiap perjanjian yang dibuat
para pihak adalah mengikat dan berlaku sebagaimana undang-undang bagi para pihak tersebut. Ketentuan tersebut berarti bahwa perjanjian yang
dibuat dengan cara yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang berarti mengikat para pihak dalam perjanjian,
seperti undang-undang juga mengikat orang terhadap siapa undang- undang itu berlaku.
Lebih lanjut, Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, Dari ketentuan tersebut terkandung maksud
bahwa perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain adanya kata sepakat dari kedua belah pihak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Asas Itikad Baik
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap
dan perilaku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang
objektif untuk menilai keadaaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif.
29
5. Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya, jadi tidak ada
pengaruhnya bagi pihak ketiga dan pihak ketigapun tidak bisa mendapatkan keuntungan karena adanya perjanjian tersebut, kecuali telah
diatur dalam undang-undang maupun perjanjian tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 1315 KUH Perdata
yaitu “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pasal 1340 juga menyatakan
29
Ibid., hal. 11.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahwa “perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya” inti dari ketentuan pasal ini yaitu bahwa seseorang hanya boleh mengadakan
perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri dan perjanjian yang dibuat hanya mengikat bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan pasal-pasal
tersebut ada pengecualiannya sebagaimana diatur dalam pasal 1370 KUH Perdata yaitu “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga , bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung kepentingan semacam itu “.
Yang berarti bahwa dapat diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.
Di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli
warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur
tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-
orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.
E. Wanprestasi