C. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian agar dapat berlaku sebagai suatu perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, harus dibuat
berdasarkan syarat yang sah. Menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata agar suatu perjanjian dapat belaku sebagai perjanjian yang sah, terdapat syarat sebagai
berikut : 1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3.
Suatu pokok persoalan tertentu; 4.
Suatu sebab yang halal Penjelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH
Perdata tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1
Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang terpenting adalah adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak, diikuti
dengan penerimaan penawaran acceptance dari pihak lainnya.
15
Jadi, yang dimaksud dengan sepakat adalah penyataan persesuaian kehendak antara satu
orang atau lebih maupun badan hukum dengan pihak lainnya. Yang dimaksud dengan “sesuai” adalah pernyataannya, karena kehendak tidak dapat dilihat atau
diketahui oleh orang lain.
16
15
Ahmadi Miru,Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 14.
16
Salim H.S , Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 33.
Pernyataan kehendak dari para pihak dapat dilakukan secara tegas dan secara diam-diam. Pernyataan kehendak secara tegas dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berbentuk pernyataan tertulis baik dengan akta otentik maupun dengan akta dibawah tangan, secara lisan, atau dengan tanda.
17
Sehubungan dengan adanya persesuaian antara kehendak dengan pernyataan seperti yang telah dijelaskan diatas, adakalanya pernyataan yang
timbul tidak sesuai dengan kehendak yang ada dalam batin. Mengenai hal ini terdapat teori yang dijadikan pemecahannya, yaitu :
18
a. Teori Kehendak wilstheorie, bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada
persesuaian antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.
b. Teori Pernyataan verklaringstheorie, kehendak merupakan proses
batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara
kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi. c.
Teori Kepercayaan vertouwenstheorie, tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan
kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kesepakatan merupakan
persesuaian kehendak antara pihak-pihak dalam suatu perjanjian. Tentang kapan terjadi atau timbulnya kesepakatan dalam suatu perjanjian terdapat empat teori,
yaitu :
19
17
J. Satrio, op.cit., hal. 183.
18
R.Setiawan, op.cit., hal. 57.
19
ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a Teori Pernyataan uitingsheorie, kesepakatan toesteming terjdi pada saat
pihak yang menerima penawaran itu menulis surat jawaban yang menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
b Teori Pengiriman verzendtheorie, kesepakatan terjadi apabila pihak
yang menerima penawaran mengirimkan telegram, surat, atau telex. Menurut teori ini tanggal cap pos pada saat pengiriman jawaban
penerimaan dipakai sebagai pegangan kapan saat lahirnya perjanjian. c
Teori Pengetahuan vernemingstheorie, menurut teori ini kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie,
tetapi penerimaan itu belum diterimanya tidak diketahui secara langsung. d
Teori Penerimaan ontvangstheorie, kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak
tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.
20
Pasal 1321 KUH Perdata lebih lanjut mengatur bahwa “ tiada sepakat yang sah apabila sepakat diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan
paksaan atau penipuan”. Mengenai kekhilafan atau kekeliruan diatur dalam pasal 1322 KUH Perdata, kekhilafan terjadi apabila seseorang dalam membuat
perjanjian dipengaruhi oleh sesuatu yang palsu sehingga mempunyai gambaran yang keliru mengenai orangnya dan mengenai barangnya. Pembatalan karena
20
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 73.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kekeliruan hanya mungkin terjadi dalam dua hal, yaitu apabila kekeliruan terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian yaitu sifat atau ciri dari
objek yang bagi para pihak merupakan alasan diadakannya perjanjian yang menyangkut objek tersebut dan apabila kekeliruan mengenai diri pihak lawan
dalam perjanjian yang dibuat terutama mengingat diri orang tersebut. Tentang paksaan diatur dalam pasal 1323 dan 1324 KUH Perdata. Paksaan
meliputi segala macam ancaman baik diancam dengan paksaan fisik maupun dengan cara-cara tekanan mental, darimanapun datangnya ancman tersebut.
Ancaman harus berupa sesuatu yang dilarang namun suatu ancaman yang dengan upaya-upaya hukum diperbolehkan. Paksaan dalam hal ini tidak berarti paksaan
dalam arti absolut, sebab dalam hal yang demikian perjanjian sama sekali tidak terjadi. Yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman
yang tidak diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan bagi seseorang sehingga orang tersebut melakukan perjanjian
Demikian juga hal nya dengan perjanjian yang dilakukan dengan penipuan, perjnjian tersebut dapat dibatalkan. Yang membedakan penipuan
dengan paksaan ialah bahwa dalam paksaan dia sadar bahwa kehendaknya itu tidak dikehendaki tetapi harus mau, sedangkan dalam penipuan kehendaknya itu
keliru. Dalam hal ini perbuatan itu dengan sengaja dilakukan dengan memberikan keterangan palsu atau tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya
menyetujui objek yang ditawarkan. Penipuan tidak di persangkakan tetapi harus dibuktikan. Dalam hal ini , pasal 1328 KUH Perdata mensyaratkan adanya tipu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
muslihat dengan kata-kata atau diam saja yang menimbulkan kekeliruan dalam kehendaknya , tidak cukup hanya dengan kebohongan saja.
2 Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian
Menurut hukum yang dimaksud dengan cakap adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau melakukan perbuatan
hukum baik untuk kepentingan diri sendiri maupun pihak lain yang diwakili, misalnya mewakili badan hukum.
21
a. Orang-orang yang belum dewasa, mengenai orang-orang yang belum
dewasa ditentukan dalam pasal 330 KUH Perdata yaitu mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin. Penentuan mengenai batas umur dewasa ini memiliki pengecualian dalam membuat perjanjian kerja, menurut pasal 1 butir 26 UUK seseorang
dianggap dewasa apabila berumur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian batasan dewasa untuk dapat melakukan
perjanjian kerja dapat menyimpang dari pengaturan yang terdapat dalam KUH Perdata.
Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan jika oleh undang-undang tidak dikatakan tidak
cakap. Mengenai orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu:
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam pasal 433 KUH
Perdata ditentukan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam
21
Sri Soesilowati, Hukum Perdata Suatu Pengantar, Gitama Jaya, Jakarta, 2005, hal. 142.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keadaan kurang akal, sakit ingatan atau boros diletakkan dibawah pengampuan apabila seseorang yang berada dibawah pengampuan
mengadakan perjanjian yang mewakilinya adalah pengampunya.Orang- orang perempuan, pada awalnya seorang perempuan yang bersuami
memerlukan ijin tertulis dari suaminya untuk mengadakan perjanjian. Namun ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan jaman.
3 Suatu pokok Persoalan Tertentu
Ketentuan pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa “ Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tak perlu pasti asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu, sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian, adalah sesuatu yang di dalam perjanjian tersebut telah ditentukan dan
disepakati. Karena sesuatu yang yang menjadi objek suatu perjanjian harus ditentukan atau dinikmati.
22
22
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam hubungan industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hal.17.
Misalnya dalam melakukan perjanjian pemborongan, merupakan suatu persetujuan bahwa pemborong atau penyedia barangjasa
mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan untuk pihak lain yaitu pihak yang memborongkan atau pengguna barangjasa dengan harga yang
ditentukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dapat dimiliki dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya, misalnya
kendaraan, rumah, perhiasan, hak kekayaan intelektual, piutang, dan sebagainya. Benda objek perikatan harus benda perdagangan sesuai dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan masyarakat, dan bermanfaat. Dalam konsep hukum modern, pengertian benda sebagai objek perikatan meliputi juga modal,
piutang, keuntungan, dan jasa. Syarat-syarat suatu benda yang dapat dijadikan sebagai objek dalam
perikatan adalah :
23
a. Benda dalam perdagangan;
b. Benda tertentu atau dapat ditentukan;
c. Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud;
d. Benda yang tidak dilarang oleh undang-undang atau benda yang halal;
e. Benda yang ada pemiliknya dan dalam penguasaan pemiliknya;
f. Benda itu dapat diserahkan oleh pemiliknya;
g. Benga yang berada dalam penguasaan pihak lain berdasarkan alas hak
yang sah. 4
Suatu Sebab yang Halal Sebab atau yang dalam Bahasa Belanda diterjemahkan sebagai oorzaak
adalah isi dari perjanjian itu sendiri, bukan sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian.
24
23
ibid
24
Subekti I, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal. 19
Alasan yang mendorong seseorang membuat sesuatu hal dalam hal ini membuat perjanjian disebut dengan motif. Bagi hukum, motif tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diperdulikan, hukum tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan hanyalah
tindakan orang dalam pergaulan masyarakat.
25
Sedangkan mengenai istilah sebab yang halal yang dimaksud dalam syarat ini bukanlah halal dalam pengertian halal-haram secara agama, yang
dimaksud dengan halal adalah bahwa isi dari perjanjian yang di buat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang. Dengan
demikian undang-undang tidak mempedulikan apa yang terjadi, sebab orang yang mengadakan suatu perjanjian tersebut yang menggambarkan tujuan yang akan di
capai.
26
Syarat sahnya perjanjian yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian
sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian yang disebut syarat obyektif. Tidak dipenuhinya syarat obyektif
ini berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum, karenanya tujuan para pihak untuk membuat suatu perjanjian menjadi batal. Sedangkan tidak dipenuhinya
syarat subyektif maka perjanjian dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, sehingga
perjanjian yang telah dibuat tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan
Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, yaitu suatau perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu hal yang palsu atau terlarang tidak
mempunyai kekuatan hukum.
25
Mohd. Syaufii Syamsudin, op.cit., hal 17.
26
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata,
perjanjian telah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menegaskan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
D. Asas-Asas Hukum Perjanjian