Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia

(1)

WORKLOAD ANALYSIS IN PRODUCTION PROCESS OF CRANKCASE AND IMPLEMENTATION OF TBP TO PREDICT COST REDUCTION IN PT. TOYOTA

MOTOR MANUFACTURING INDONESIA

Aqmarina Indra and Sam Herodian

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone +62 56 93 807 414, e-ma

ABSTRACT

Toyota Business Practice is a way to apply the Toyota Way clearly at work everyday with the basic concept is a method to solve the problem. Toyota Business Practice consists of 8 steps, there are problem clarification, breakdown analysis, target setting, root cause analysis, countermeasures, see countermeasures through, evaluation, Standardization. Toyota Business Practice used to analyze the Cost Reduction activities. By using analysis of Toyota Business Practice found that the interior and electrical section is a major section of CR less with specification resin material for supplier Sugity. Based on the analysis known that to get the CR affected by materials and processes (manufacturing).

In the workload analysis, for measurement by measuring heart rate during calibration step test and work. Measurements were done in CC 2TR and CC 1TR. In the measurement of operator CC 2TR taken four subjects, whereas operator CC 1TR taken two subjects. The first, measurements of heart rate during the calibration step test and the values obtained Increase Ratio of Heart Rate and Work Energy Cost-step test. Second, heart rate measurements were taken while working to get the value of Work Energy Cost and Total Energy Cost. From the measurement results obtained subject A, B, D (at 07:30-12:00) including categories of workload being, (at 12:30-16:00) heavy workload categories. On measurements during the month of Ramadhan for subjects C, E, F (at 07:30-12:00) including categories of workload being, subject C (at 12:30-16:00) category workload is very heavy-weight, subjects E, F categories of workload being.


(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era pembangunan dan kemajuan teknologi yang begitu pesat ini, Institut Pertanian Bogor seperti perguruan tinggi lainnya dituntut untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang tidak hanya mempunyai kemampuan intelektual tetapi juga terampil dan mampu mengembangkan kemampuan dan ilmu-ilmu yang diperolehnya selama masa kuliah. Salah satu cara yang diterapkan, yaitu setiap mahasiswa diharuskan untuk membuat tugas akhir baik dalam bentuk penelitian ataupun magang. Hasil yang diperoleh selama kegiatan tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar kesarjanaan.

Para mahasiswa didalam dunia akademis sebenarnya hanya diperkenalkan dengan konsep-konsep dan teknologi yang ada dalam dunia kerja. Akan tetapi, ilmu yang diajarkan di dunia akademis berbeda dengan penerapannya di dunia kerja sebenarnya, hal ini dikarenakan selalu terjadi modifikasi dan pembaharuan terhadap konsep-konsep yang ada. Perubahan-perubahan tersebut terus terjadi dan harus dilakukan agar tidak tertinggal oleh para pesaingnya dan kehilangan pangsa pasar. Berbekal dengan ilmu dan pengalaman yang diperoleh, natinya diharapkan kegiatan magang ini dapat menjadi wadah pembelajaran dan menimba ilmu bagi mahasiswa sebelum masuk ke dunia kerja.

Dalam era globalisasi banyak perusahaan yang memberikan perhatian khusus pada efisiensi, efektifitas, dan produktivitas. Ketiga faktor tersebut dapat digunakan perusahaan untuk mengetahui secara optimal sumber daya yang dimiliki serta seberapa besar target perusahaan yang telah tercapai. Salah satu faktor yang berpengaruh untuk bisa mencapai target, yaitu faktor waktu dan pekerja. Selain itu, dengan mengetahui tingkat beban kerja karyawan selama bekerja merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian perusahaan. Beban kerja atau work load

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas yang timbul beserta beban kerja yang diakibatkan dari aktivitas tersebut.

Untuk mengetahui tingkat beban kerja yang diterima dapat dengan mengukur dan menganalisis parameter-parameter fisiologis pada tubuh manusia, yaitu yang berhubungan dengan konsusmsi energi diantaranya denyut jantung, laju pernafasan, suhu tubuh, dan aktivitas otot. Dengan mengetahui tingkat dari beban kerja yang diterima maka dapat diberikan solusi yang terbaik untuk mengurangi beban kerja yang diterima. Dalam pengukuran beban kerja nanti akan menggunakan parameter denyut jantung, yang memanfaatkan kecendrungan perubahan laju denyut jantung terhadap kerja yang dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat beban kerja yang dirasakan. Hasil yang diperoleh dari pengukuran beban kerja ini dapat berguna untuk memperbaiki tingkat produktivitas kerja, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan karena berdampak pada peningkatan produktivitas. Selain itu, juga dapat memberikan saran untuk kondisi yang kerja yang terbaik, sehingga Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi lebih baik.

Salah satu perusahaan yang peduli akan kelelahan pekerjanya terutama Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah Toyota Motor Corporation (TMC) yang merupakan salah satu perusahaan produsen mobil terbesar di dunia. Untuk di Indonesia PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, anak cabang dari TMC. Kepedulian Toyota ini terlihat dengan dibuat aktivitas SHE (Safety, Health, Environmental) patrol. Aktivitas ini dilakukan khususnya di pabrik Sunter 1, Sunter 2, maupun Karawang. Aktivitas tersebut dijalankan untuk memonitor


(3)

2

kinerja di lapangan terutama mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul. Untuk bisa mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul sering dilakukan pengecekan langsung ke lapangan atau biasa disebut Genba Genchi Genbutsu. Genba ini berarti turun langsung ke lapangan, sedangkan Genchi Genbutsu berarti pergi dan lihat. Oleh karena itu, Genba Genchi Genbutsu berarti turun ke lapangan untuk melihat keadaan yang sebenarnya terjadi secara langsung. Hasil yang diperoleh ini kemudian dicatat, diinvestigasi, dan dilakukan improvement.

Walaupun PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan perusahaan otomotif, tetapi ilmu yang diperoleh selama kuliah di deprtemen Teknik Mesin dan Biosistem dapat diaplikasikan dalam menganalisis, melihat secara langsung kondisi aktual yang pernah dipelajari selama di perkuliahan, serta dapat memberikan masukan kepada perusahaan. Selama kegiatan magang ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman kerja sebagai dasar untuk mengaplikasikan ilmu dan teori dasar yang diperoleh selama kuliah. Hasil yang dilakukan selama magang ini akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang nantinya akan disidangkan sebagai syarat kelulusan dari departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

1. Mengaplikasikan ilmu Teknik Pertanian dalam bidang ergonomika dan memberikan pengalaman kerja bagi mahasiswa.

2. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan profesional mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja, dan pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan, serta melatih mahasiswa dalam menghayati, menganalisa, serta memecahkan permasalahan yang terjadi di lapangan secara sistematis

Tujuan Khusus

1. Menemukan Cost Reduction (CR) dengan menggunakan prinsip Toyota Business Practice

(TBP) pada kendaraan tipe IMV 4 dan IMV5.

2. Mengetahui tingkat beban kerja serta memberikan usulan sistem dan metode kerja yang lebih baik di linecore making, khususnya bagian core crankcase.


(4)

3

II.

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Sakichi Toyoda adalah pendiri organisasi Toyota di Jepang, beliau lahir pada tahun 1867 sebagai anak seorang tukang kayu yang memulai kehidupannya saat Jepang sudah memulai modernisasi di negaranya. Sakichi Toyoda ini merupakan seorang tukang dan penemu, dia tinggal di desa terpencil di luar Nagoya. Pada saat itu, pemintalan adalah industri utama dan pemerintah Jepang berkeinginan untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil, dengan mendorong pembentukan industri-industri rumah tangga di seluruh Jepang. Sebagai anak laki-laki, Toyoda belajar perkayuan dari ayahnya, kemudian dia menerapkan keahliannya dengan merancang dan membuat mesin tenun dari kayu. Pada tahun 1894, ia mulai membuat alat tenun manual yang lebih baik dari alat tenun yang sudah ada.

Sakichi Toyoda ini banyak menyumbangkan kemajuan teknologi bagi negaranya melalui penemuan-penemuannya. Toyoda terus-menerus mencoba, memperbaiki, dan menemukan sesuatu yang baru, hingga dia berhasil menghasilkan salah satu penemuan terkenalnya, yaitu mesin tenun otomatis canggih yang menjadi “sama terkenalnya dengan permata Mikimoto dan biola Suzuki” (Toyoda, 1987 dalam Toyota Ways). Mesin tenun ini akan berhenti secara otomatis apabila ada benang yang putus. Penemuan ini kemudian berevolusi menjadi sebuah sistem yang lebih luas yang menjadi salah satu dari dua pilar Toyota Production System, yang disebut jidoka

(otomasi dengan sentuhan manusia). Pada intinya, jidoka berarti menciptakan kualitas pada saat anda memproses bahan baku atau “pencegahan kesalahan”. Hal inilah yang memungkinkan untuk merancang operasi dan peralatan sedemikian, sehingga pekerja tidak terikat pada mesin dan bebas melakukan pekerjaan lain yang memberi nilai tambah (Toyota ways).

Sakichi banyak melakukan pembaharuan terhadap penemuan mesin tenunnya agar terlihat lebih efisiesn dan ekonomis. Kemudian Sakichi memberikan sebagian hasil pembuatan alat tenun kepada putranya, Kiichiro Toyoda. Sakichi Toyoda memberikan tugas kepada anaknya untuk membangun bisnis mobil, karena dia beranggapan mobil akan menjadi teknologi masa depan. Oleh karena itu, Kiichiro dikirim ke Tokyo Imperial University untuk belajar teknik mesin, dia berfokus pada teknologi mesin. Dia memperoleh banyak pengetahuan mengenai cara pengecoran dan pemrosesan komponen logam dari Toyoda Automatic Loom Works. Pada tahun 1926, didirikan Toyoda Automatic Loom Works yang merupakan asal muasal dari Toyota Motor Corporation. Kemudian pada tahun 1935 ditambahkan divisi mobil pada Toyoda Automatic Loom Works. Setelah itu, berdirilah Toyota Motor Company pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik tenun Otomatis Toyota. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus 1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini. TMC ini juga sebagai kelembagaan yang menetapkan just intime production, yaitu melakukan pengiriman

part yang benar, pada waktu yang tepat dengan jumlah yang tepat, dan tidak ada kelebihan stock

atau tidak ada penumpukan barang di gudang. Prinsip ini diperolehnya dari perjalanan studinya ke pabrik Ford di Michigan untuk melihat industir mobil dan juga melihat sistem supermarket AS yang menggantikan barang-barang di rak segera setelah pelanggan membelinya.

Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomatif yang cukup terkemuka di seluruh dunia. Merek yang memproduksi satu mobil tiap enam detik ini ternyata menggunakan penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama keluarga pendirinya, Toyoda.


(5)

4

Perekonomian Jepang mengalami krisis setelah Perang Dunia II, yang secara langsung juga menyebabkan krisis keuangan Toyota. Krisis yang terjadi ini, menyebabkan perusahaan semakin merugi karena tidak mampu menanggulangi permasalahan keuangan negara, sehingga pada bulan April 1950 Toyota dipecah menjadi dua, yaitu Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales Company. Kemudian pada bulan Juni 1950, pertentangan karyawan tentang ketidakmampuan membayar gaji berakhir dan perusahaan memulai menggunakan manajemen baru. Tahun 1951, Toyota mengirimkan dua orang karyawannya untuk belajar metode manajemen modern di Amerika Serikat, Ford Motor Company. Di sana mereka memperoleh ide untuk menempatkan sistem yang sama di Toyota, yaitu “Produk yang baik dari pemikiran yang baik” (sebagai slogan Toyota tahun 1953).

Tahun 1960, industri mobil Jepang tumbuh dengan pesat baik di pasar ekspor maupun dalam negeri. Kemudian tahun 1961, Toyota memperkenalkan Toyota Quality Control (TQC) untuk meningkatkan derajat produksi mobil yang berstandar mutu internasional. Dalam rangka mempertahankan daya saing yang lebih besar dari pihak-pihak lain, maka Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales Company bergabung kembali menjadi Toyota Motor Corporation pada tahun 1980-an. Ini merupakan perubahan besar dalam sejarah industri otomatif dunia, terutama ditambah lagi dengan pembetukan NUMMI, yaitu usaha kolektif antara Toyota dan Amerika Serikat pada tahun 1984 hingga saat ini merupakan perubahan besar dalam sejarah Toyota, dengan memproduksi jenis kendaraan Prims “GM dan corolla” untuk Toyota.

2.2 Perkembangan Perusahaan

PT. Toyota Astra Motor merupakan perusahaan pelopor industri otomatif Indonesia, yang memiliki komitmen untuk selalu mengutamakan kepuasan pelanggan dan senantiasa untuk terus-menerus menciptakan inovasi terbaik. PT. Toyota Astra Motor diresmikan pada tanggal 12 April 1971, perusahaan ini berperan sebagai importir dan distributor kendaraan Toyota di Indonesia. PT. Toyota Astra Motor ini merupakan jointventure antara PT. Astra Internasional Tbk (saham 51%) dengan Toyota Motor Corporation (saham 49%), Jepang.

Selama 30 tahun, PT. Toyota Astra Motor telah memainkan peranan penting dalam pengembangan industri otomatif di Indonesia, serta membuka lapangan pekerjaan termasuk dalam indsutri pendukungnya. Saat ini, PT. Toyota-Astra Motor telah memiliki pabrik produksi seperti Stamping, Casting, Engine, dan Assembly di area industri Sunter, Jakarta. Untuk meningkatkan kualitas produk dan kemampuan produksi, pabrik Karawang yang menggunakan teknologi terbaru di Indonesia telah selesai dibangun pada tahun 1998, beserta dengan sistem manajemen kualitas dan lingkungan. PT. TAM juga telah berhasil mencatat keberhasilan dalam membangun jaringan penjualan dan purna jual di seluruh Indonesia, dimana terdiri atas 5 main dealer dan 75 dealer yang mengoperasikan 142 outlet penjualan dan 101 outlet purna jual.

Pada 15 Juli 2003, PT. TAM membagi perusahaannya menjadi dua, yaitu TMMIN (Toyota Motor Manufacturing Indonesia) yang berkonsentrasi pada manufaktur (produksi dan

export) dan TAM yang berkonsentrasi sebagai distributor dalam negeri. Dimana, kepemilikan saham TMMIN sebesar 5% untuk PT. Toyota Astra Motor Tbk dan 95% oleh Toyota Motor Corporation, dengan aktivitas utamnya sebagai pabrik perakit produk Toyota, pabrik pembuatan mesin, jig ,dies, dan komponen otomatif, juga sebagai eksportir kendaraan Toyota dan part

komponen kendaraan, sedangkan untuk PT. TAM sebesar 60% sahamnya dikuasai oleh PT. Astra Internasional dan 40% oleh TMC. PT. TMMIN ini berlokasi sama dengan PT. TAM, yaitu di Sunter, Jakarta Utara. PT. TMMIN selama beberapa tahun akhirnya semakin memiliki


(6)

5

jaringan yang luas dan berhasil mencapai posisi tertinggi di pasar otomatif. Untuk mencapai penjualan tertinggi di pasar internasional PT.TMMIN juga mengekspor komponen-komponen otomatif dan kendaraan ke beberapa negara. Perkembangan perusahaan Toyota dapat dilihat pada Tabel 1. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 1. Perkembangan perusahaan Toyota

TAHUN PERKEMBANGAN

12 April 1971 Peresmian PT. Toyota-Astra Motor (TAM) sebagai importir dan distributor kendaraan Toyota di Indonesia

1 Januari 1972 PT. TAM mulai beraksi sebagai perakit dan distributor kendaraan merk Toyota di Indonesia

April 1973 Didirikan pabrik perakitan PT. Multi Astra

Mei 1973 Peresmian gedung PT. TAM yang berada di jalan Jendral Soedirman November 1976 Berdiri PT. Toyota Mobilindo sebagai pabrik komponen body

kendaraan Niaga Toyota dan mulai diperkenalkan 1977 Kijang pertama kali diluncurkan ke publik Oktober 1979 Yayasan Toyota Astra Motor mulai didirikan Oktober 1979 Peluncuran unit produksi Toyota ke 100,000 Agustus 1981 Generasi Kijang kedua diperkenalkan

November 1982 Pusat layanan suku cadang PT. TAM diresmikan

Desember 1982 Pabrik mesin PT. Toyota Engine Indonesia mulai beroperasi Februari 1984 Peluncuran unit produksi Toyota ke 300,000

Februari 1985 Peluncuran unit produksi Toyota ke 100,000 November 1986 Generasi Kijang ketiga diperkenalkan

1987 Ekspor perdana Kijang ke beberapa

1989 Ekspor perdana Kijang ke beberapa Negara Asia-Pasifik

Januari 1989 Penggabungan PT. Toyota Astra Motor, PT Toyota Mobilindo, PT Toyota Engine Indonesia, dan PT. Multi astra menjadi satu perusahaan bernama PT. Toyota Astra Motor

Mei 1989 Mesin Toyota tipe 5K yang dibuat di Indonesia mulai di eksport ke Malaysia

Juli 1989 Peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengecoran komponen mesin

Maret 1991 Blok mesin Toyota tipe 5K mulai dieksport ke Jepang Agustus 1992 Generasi Kijang keempat diperkenalkan

Desember 1993 Peresmian fasilitas pengolaan limbah pabrik PT TAM

Desember 1994 Penjualan Toyota mencapai 79,431 unit dan tercatat di dalam pemimpin pasar

1996 Merger 4 perusahaan Toyota di Indonesia: PT. Toyota-Astra Motor, PT. Multi Astra, PT. Toyota Mobilindo, dan PT. Toyota Engine Indonesia

Maret 1996 Penetapan kantor pusat PT. TAM di Sunter II Mei 1996 Peresmian Karawang Plant baru

Agustus 1998 Menerima ISO 14001 (Assy Plant), ISO 9002 (Engine Plant) 2000 Pabrik mobil moderen Karawang diresmikan


(7)

6

TAHUN PERKEMBAGAN

1 Agustus 2003 TAM berubah menjadi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan didirikan TAM sebagai distributor. Produksi Kijang ke-1,000,000 unit

Januari 2003 Menerima ISO 90001:2000 (Quality Management System) 1 Agustus 2003 Menerima ISO 9001 (Quality Management)

2004 Peluncuram Toyota Avanza sebagai kendaraan hasil kolaborasi TAM-TMMIN dan PT. Astra Daihatsu Motor. Peluncuran Kijang Generasi V, Kijang Innova.

PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia yang memiliki komitmen selalu mengutamakan kepuasan pelanggan sebagai perusahaan pelopor industri otomotif Indonesia, senantiasa terus menerus menciptakan inovasi terbaiknya. Hal ini selaras dengan visi dan misi PT. TMIIN, yaitu:

Visi : menjadi yang terdepan di dalam bidang manufacturing maupun distribusi sebagai upaya untuk menjadi perusahaan otomatif berkelas internasional.

Misi :

1. Menjadi pemimpin dalam industri otomatif Indonesia 2. Selalu mengutamakan kepuasasn pelanggan

3. Selalu memberikan kontirbusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial

4. Meningktakan kesejahteraan melalui pembinaan kepercayaan dengan karyawan, dealer, dan

supplier

5. Memelihara kelangsungan lingkungan hidup dan keselamatan kerja

6. Menjunjung tinggi kemampuan individu tanpa mengesampingkan kerjasama tim

2.3 Ruang Lingkup Usaha

Usaha utama PT. TMMIN dan PT. TAM adalah memproduksi kendaraan yang dikategorikan kedalam tiga jenis, yaitu:

a. Passanger car : Camri, Corrola Altis, Souna b. Commercial car : Tyota kijang, Dyna

c. General purpose car : Crown, previa, Rav-4, Land cruiser (kendaraan sejenis jeep) Disamping itu juga menjual kendaraan yang diperbarui di seluruh wilayah Indonesia, yaitu:

1. Completely Built Up /CBU diimpor dari Thailand : Toyota Yaris, Toyota Vios, Toyota All new Corrola Altis, Toyota New Camry, Toyota Fortuner dengan mesin diesel

2. Completely built up/ CBU diimpor bentuk Jepang : Toyota Previa, Toyota Land Cruiser LC200, Lexus, Toyota new Alphrad

3. Completely Knock Down / CKD dirakit di Indonesia : Toyota new avanza, Toyota Rush, Toyota Kijang Innova, Toyota Fortuner dengan Gasoline Egine

Sedangkan usaha lainnya, meliputi:

a. Pemegang lisensi importir perakit dan pendistribusian kendaran bermotor merk Toyota b. Pembuat mesin jigs, dies, dan komponen mobil Toyota


(8)

7

2.4 Proses Produksi

2.4.1 Lokasi Perusahaan dan

Plant

Kantor pusat Toyota ini terletak di Jalan Yos Sudarso, Sunter II Jakarta 14330, sedangkan untuk plant terdapat di tiga tempat, yaitu di daerah Sunter I, Sunter II, dan Karawang. Sunter I plant ini digunakan sebagai tempat untuk kegiatan pembuatan dan perakitan serta pengemasan mesin untuk dibawa ke Karawang. Pada Sunter I terdapat tempat Machining Division, Packing Vanning Division, PWPET Division (jig).

Sunter II plant digunakan untuk kegiatan pengecoran, pencetakan, dan pengemasan. Sunter II ini terletak di jalan Laks. Yos Sudarso, Sunter II Jakarta-Utara, disini terdapat Casting Division, Stamping Production Division, PWPET Division (die), Packing Vanning Division. Sedangkan, untuk Karawang Plant yang berlokasi di Karawang Internasional Industri City (KIIC), Teluk Jambe, Jawa Barat yang berlangsung kegiatan pencetakan, pengelasan, pengecatan, perakitan, dan kontrol kualitas. Karawang plant ini terdapat beberapa divisi, yaitu

Tosho Division, Assembly Division, Press and Welding Division.

2.4.2 Pembagian

plant

Kegiatan produksi di PT. Toyota Manufactruing Indonesia dilakukan di Sunter Plant dan Karawang Plant.

2.4.2.1 Sunter Plant

Sunter Plant ini memiliki lahan seluas 310,898 m2 dengan luas bangunan 175,986 m2. Sunter Plant ini memiliki konsep untuk memadukan teknologi modern dan keahlian sumber daya manusia, sehingga hal inilah yang membuat Sunter Plant sebagai tulang punggung dari PT. Toyota Manufacturing Indonesia. Divisi yang ada di Sunter Plant, yaitu:

1. Stamping Shop

Stamping plant ini digunakan sebagai tempat untuk memproduksi press part untuk Innove, Avanza, dan Dyna atau Hino (cabin). Stamping Plant ini memiliki luas area 64,247 m2 dengan kapasitas produksi 96,000 unit. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Manufaktur bagian-bagian body stamping untuk keperluan pembuatan kendaraan komersial Toyota

b. Manufaktur frame untuk kendaraan komersial Toyota

c. Manufaktur bagian-bagian sub-assembly dari body seperti : engine hood, back-door, rear-door, front-door.

d. Manufaktur tangki bahan bakar, pipa pengeluaran untuk kendaraan komersial dan kendaraan penumpang.

e. Manufaktur peralatan stamping dan alat bantu perakitan untuk pembuatan body.

f. Mengekspos peralatan stamping ke Thailand dan Filipina serta alat bantu perakitan ke Venezuela, Jepang dan Pakistan.

2. Casting plant


(9)

8

Pada tempat ini terjadi proses pembentukan komponen mesin dengan volume produksi mencapai 1,000 tons/bulan (2 shift). Pada pabrik ini memproduksi blok silinder 5K, 7K, 1TR dan 2 TR, Crank shaft 7K, Crank cap 5 K, 7K, dan flywheel 14B untuk lebih lanjut di mesin di

engine shop.

b. Pembentukan Cetakan

Dalam hal memenuhi kebutuhan dari membuat cetakan untuk proses press, maka casting plant didukung oleh fasilitas untuk menciptakan produk berukuran besar (maksimal 8 ton), seperti Induction Holding Furnance dengan kapasitas 8 ton, Overhead Crane dengan kapasitas 20/40 ton, Sand Blasting dengan kapasitas 10 ton/short, Sand Mixer dengan kapasitas/ton 10 ton/ 20 tons, Sand Reclaimer Unit dengan kapasitas /jam 10 ton/20 ton, Vacuum Sand Conveyor dengan kapasitas /jam 10 ton/20 ton, dan Drying Oven dengan 4 heater dan blowers capacity.

3. Engine shop

a. Manufaktur mesin 5K, 7K, dan ITR (1,500cc, 1,800cc, 2,000cc sampai 2,700cc) b. Manufaktur mesin 14B (3,600cc) untuk produk Toyota Dyna

c. Manufaktur mesin 5A (500cc) untuk produk Toyota Soluna

d. Manufaktur mesin 7A (1,800cc) untuk produk Toyota Corolla dan Corona e. Manufaktur mesin 5S (2,400cc) untuk produk Toyota Camry

f. Manufaktur mesin 2JS (3,000cc) untuk produk Toyota Crown

g. Melakukan proses permesinan bagian-bagian mesin seperti : inhaust manifold, exhaust manifold, fly-wheel, crank-shaft, crank-cap, blok silinder, kepala silider, penutup kepala silinder dan piston

h. Melakukan ekspor mesin tipe 5K ke Malaysia dan Jepang

4. Packing and Vanning Plant

Packing plant ini memiliki luas 7,200 m2 dengan kapasitas produksi mencapai 4,200 unit/bulan untuk komponen Avanza dan 5,000 unit/bulan untuk kompoenen Innova. Semua produk yang akan diekspor akan dilakukan pengepakan disini.

5. Waste Water Treatment

PT. TMMIN juga peduli terhadap lingkungan sekitarnya dari berbagai limbah yang dihasilkan, maka dibangun fasilitas Waste Water Treatment. Pembangunan Waste Water treatment ini membuat PT. TMMIN mendaptkan sertifikat ISO 14001 untuk Environmental. Limbah yang ada ditempat ini dan nantinya akan diproses secara kimia dan biologi.

2.4.2.2 Karawang Plant

Karawang Plant ini memiliki tanah seluas 1,000,000 m2 dengan luas bangunan 300,000 m2 dan kapasitas produksi 100,000 unit mobil/tahun ini memiliki konsep pabrik otomotif kelas dunia yang memadukan teknologi tinggi, keahlian sumber daya manusia, dan kepedulian terhadap karyawan dan lingkungan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Karawang Plant, antara lain:

1. Stamping shop

Stamping shop ini merupakan tempat pembuatan body kendaraan dengan cara pengepressan, dimana lempengan-lempengan baja dicetak menjadi body kendaraan seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen sub-assembly. Pada stamping shop ini memiliki


(10)

9

fasilitas 2 proses, yaitu A line yang memiliki tonnage 2400 T dengan 450 stroke/jam, sedangkan C line memiliki kapasitas 700 T dengan 620 stroke/jam.

2. Welding shop

Welding shop ini merupakan tempat proses penyambungan atau pengelasan bagian body kendaraan, yang digunakan untuk menghasilkan satu bagian utuh. Proses pengerjaannya, yaitu dengan cara meyatukan seluruh pressed part yang diproduksi oleh Stamping shop dengan hasil akhir satu body kendaraan utuh.

a. Produksi : Body, Frame (Chassis), welding jig, CKD part

b. Body Shop

1) Kapasitas produksi maksimum = 90,000 per 2 shift per tahun dengan takt time 2.5 menit

per unit.

2) Produksi Body (KF Shell Body, Crown, Land Cruiser) dan CKD (KF Part ke Malaysia dan Vietnam)

3) Special feature :

a) Body : robot auto spot welding, 6 robot untuk di under body dan 6 robot untuk di

main body respot

b) Frame : robot CO2 welder, 4 robot untuk di side rail CKD dan 8 robot untuk di side rail regular.

3. Painting shop

Painting shop ini merupakan tempat untuk pemberian anti karat (electo deeping coating), pengisian celah sambungan, dan pengecatan. Painting shop ini memiliki fasilitas pengecatan primer dan top proses dengan system robotic, sehingga hasil pengecatan berkualiatas tinggi. Selain itu, kedua puluh robot yang digunakan juga memberikan jaminan keamanan proses dan ramah lingkungan. Proses pengecatan dengan sistem robotic dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses pengecatan dengan sistem robotic 4. Assembling shop

Assembling shop ini merupakan tempat perakitan satu body kendaraan utuh menjadi sebuah kendaraan utuh siap jalan, mulai dari pemasangan mesin, interior, eksterior hingga roda kendaraan.

5. Test Course

Setiap kendaraan yang telah melalui proses assembling akan dilakukan test course, yaitu saran untuk uji coba kendaraan baru yang memiliki luas area 45,630 m2. Pada test course ini akan dilakukan uji performa kendaraan mulai dari kemampuan mesin hingga kedinamisan body.


(11)

10

6. Common Yard

Meruapakan fasilitas yang diguanakan bersama oleh PT. TMMIN, PT. TAM, dan main dealer sebagai delivery Center unit-unit ekspor dan domestik, sekaligus juga sebagai Centralized Stock-Dealer yang dilengkapi dengan DIO Shop untuk pemasangan aksesoris dan sec-up dengan konsep production line. Untuk menjamin safety operation, Karawang Common Yard dilengkapi dengan Global Logistic Safety Management dan Fresh Factory Quality untuk menjamin kendaraan baru yang menggunakan sarana transportasi car carrier saat diterima customer. 7. Environment Management System (Proses Pengolahan Limbah Modern)

PT. TMMIN memiliki kepeduliaan yang tinggi terhadap lingkungannya, dengan membuat konsep Environment Management System yang meliputi pemulihan regulasi dan menghilangkan complain (zero complaint), meminimalkan resiko kerusakan lingkungan, meningkatkan kinerja lingkungan melalui proses produksi, serta pengembangan lingkungan masyarakat sekitar. Selain itu, untuk menjamin pengolahan limbah tersebut memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah maka dilakukan pengujian di laboratorium. Oleh karena itu, pada bulan Juni 2000 Karawang Plant mendapatkan sertifikat ISO 14001 untuk Environment Management System.

2.5

Toyota Internship Programme

Karyawan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia diperoleh dalam beberapa cara, yaitu: 1. Secara langsung : yaitu, merekrut karyawannya dengan menyebarkan berita lowongan pekerjaan melalui berbagai media informasi seperti media cetak dan elektronik (internet).

2. Kerjasama dengan universitas

Disini Toyota bekerjasama dengan berbagai universits yang dianggap memenuhi persyaratan yang ada. Untuk perekrutan sendiri biasanya bekerjasama dengan direktorat karir di setiap univeristas, biasanya untuk mahasiswa tingkat akhir yang sedang mencari pekerjaan.

3. Internship Program For University Student

Pada program ini Toyota bekerjasama dengan universitas, dimana untuk kedua belah pihak saling menguntungkan. Untuk universitas sendiri akan mendapatakan tempat bagi mahasiswnya dalam melakukan kerja praktek, sedangkan untuk pihak Toyota dapat memperoleh

improvement dari mahasiswa magang, yang nantinya dapat bermanfaat bagi perusahaan. Selain itu, apabila mahasiswa magang memiliki kualifikasi baik, maka dapat direkomendasikan untuk menjadi karyawan. Program Internship Program for Univeristy Student ini, setiap pesertanya diberikan suatu proyek dan setiap problem yang ada harus dianalisis dengan menggunakan TBP (Toyota Bussiness Practice).


(12)

11

III.

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Toyota Business Practice

(TBP)

Saat sekarang ini, anggota Toyota berasal dari seluruh dunia dengan perbedaan budaya, sehingga untuk menyatukan semua anggota dibuat Toyota Way.Toyota way ini menyampaikan nilai-nilai dan tindakan dimana seluruh tim Toyota harus menerapkannya dalam pekerjaan. Untuk memahami Toyota Way tidak hanya cukup dengan mepelajarai buku Toyota way 2001, sehingga dikembangkan Toyota Business Practice (TBP) untuk menerapkan Toyota Way pada pekerjaan karyawan sehari-hari.

Toyota Way ini didukung oleh dua pilar utama, yaitu continous improvement dan respect for people. Untuk continous improvement terdiri atas tiga elemen penting, yaitu: challenge,

kaizen (continous improvement), yaitu meningkatkan operasi bisnisnya secara kontinu dan selalu dilandas inovasi dan evaluasi, dan yang ketiga genchi genbutsu (go and see). Sedangkan untuk

respect for people, terdiri atas dua elemen, yaitu respect dan teamwork. Toyota dalam kegiatannya tidak hanya difokuskan pada melayani konsumen saja, tetapi juga pada pekerjanya karena dengan menghargai dan meningkatkan teamwork berarti dapat meningkatkan Toyota Way

untuk continous improvement.

Toyota dalam mendefinisikan problem-nya itu dengan adanya perbedaan atau celah (gap) antara ideal situation (kondisi ideal) dan current situation (situasi sekarang ini). Problem bagi Toyota dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu problem type setting dan problem type event. Toyota percaya bahwa dengan menemukan suatu problem (masalah) dan berhasil menemukan

countermeasure, maka dapat mengantarkan kepada Kaizen. Langkah dan proses dari problem solving, yaitu:

1. Klarifikasi masalah (problem) Permasalahan digambarkan dengan suatu celah (gap) antara ideal situation dan current

situation. Pertama, tentukan ultimate goal (tujuan) dari pekerjaan kita. Setelah itu, pahami

current situation dari pekerjaan tersebut kemudian klarifikasikan ideal situation dan bagiamana seharusnya current situation itu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Visualisasi dari masalah (problem)

Ideal situation setara dengan standard (ideal situation-standard) dimana dapat kita tentukan dengan jelas.

GAP=PROBLEM

IDEAL SITUATION

CURRENT SITUATION

ULTIMATE GOAL

Apakah telah memberikan kontribusi terhadap ultimate goal?


(13)

12

2. Breakdown problem

Langkah selanjutnya dari TBP yaitu, breakdown problem (pemecahan masalah), pada langkah ini masalah dijabarkan dengan mencari apa saja yang menyebabkan ideal situation

(kondisi ideal) tersebut tidak tercapai. Proses yang dilakukannya meliputi, pemecahan masalah, identifikasi masalah yang menjadi prioritas, spesifikasikan point of occurance (titik kejadian yang menjadi pusat kejadian masalah tersebut) dengan cara mengecek proses kerja yang dilakukan melalui Genchi Genbutsu ( go and see). Kategori yang sering digunakan untuk memudahkan dalam breakdown problem adalah:

a. What / apa? b. When / kapan? c. Where / dimana ? d. Who / siapa ?

Gambar 3. Breakdwon problem dan klarifikasi point of occurance

Untuk memudahkan dalam pemecahan masalah harus menentukan masalah (problem) berdasarkan prioritas, oleh karena itu kita harus menguji proses (alur operasi) untuk menemukan

point of occurance melalui “GENCHI GENBUTSU” (go and see). Masalah yang terdapat pada

point of occurance ini disebut problem to tackle (permasalahan yang harus diatasi). Skema untuk

breakdown problem dan klarifikasi point of occurance dapat dilihat pada Gambar 3 diatas.

3. Setting Target

Langkah selanjutnya menentukan target apa yang ingin dicapai dari permasalahan. Proses yang dilakukan dapat dengan menggunakan pola SMART (Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time base). Skema dari setting target dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah.


(14)

13

Gambar 4. Skema dalam penentuan target

4. Root Cause Analysis

Untuk memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang terjadi, maka analisis point of occurance dari berbagai sudut pandang, yaitu dari 4 aspek (man, machine, method, dan

material). Pertama, gunakan kata “mengapa” dan pikirkan semua possibelcause yang mungkin terhadap problem to tackle. Skema untuk root cause analysis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema root cause analysis

5. Membuat Rencana Countermeasures

Pada langkah ini kembangkan countermeasures yang mungkin, tentukan nilai

countermeasures yang memiliki andil penting. Untuk mempermudah dalam membuat rencana

countermeasures dapat menggunakan analisa 5W 1H, yaitu: a. What : solusi penanggulangan

b. Why : sasaran atau target c. Where : tempat

d. When : kapan waktunya e. Who : siapa penanggung jawab f. How : Detail aktivitas


(15)

14

6. Pelaksanaan Cuntermeasures (See Countermeasures Through)

Langkah selanjutnya adalah see countermeasures, yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan countermeasures yang ada, yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat pada langkah 5. Skema dari pelaksanaan countermeasure dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Skema pelaksanaan Countermeasures

7. Evaluasi Hasil dan Proses

Lamgkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengevaluasi hasil yang diperoleh. Proses yang terjadi pada langkah ini adalah:

a. Evaluasi proses dan hasil terhadap target dan sharing dengan pihak terkait, dengan menggunakan tolak ukur yang sama (tool, satuan, periode waktu)

b. Evaluasi dari tiga sudut pandang, yaitu customer, Toyota, dan diri sendiri

c. Evaluasi pula efek samping yang tidak diharapkan baik dalam bentuk Quality, cost, delivery,

safety, dan lain-lain.

d. Buat ringkasan tentang keuntungan yang diperoleh dari adanya improvement

e. Bila hasil dari penanggulangan kurang memuaskan, periksa kembali rencana kerjanya.

8. Standarisasi Proses yang Berhasil

Tetapkan proses yang berhasil sebagai sebuah preseden (teladan) baru dan buatlah menjadi standar sehingga orang lain dapat merasakan keberhasilan yang sama. Bagikan standarisasi proses dengan orang dan divisi lain (YOKOTEN) sehingga dapat men-support

pembuatan dari organiasasi lainnya. Langkah-langkah yang ada, yaitu:

a. Tetapkan keberhasilan sebagai standar yang baru (standarisasi)

b. Sharing keberhasilan (YOKOTEN)

c. Mulai melakukan KAIZEN selanjutnya

KAIZEN ini merupakan proses meningkatkan level atau nilai output yang dihasilkan ketika bekerja keras untuk mencapai “ideal situation” .

3.2 Ergonomi

Istilah ergonomika berasal dari kata ergonomics atau ergonomik, yang terdiri dari dua kata yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum), sehingga dapat didefiniskan studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,


(16)

15

engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi berkaitan juga dengan optimasi, efisiensi., kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Ergonomi ini disebut juga sebagai “Human Factors”.

Pada perkembangannya ergonomika terdiri atas marko ergonomik, yaitu berkaitan pada interaksi semuanya dan mikro ergonomik, yaitu menilai atau mengamati satu demi satu, seperti manusianya, alatnya, tugasnya, dan lain-lain. Penerapan ergonomi pada umumnya seperti aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), jalan atau lorong, dan lain-lain. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk peraga visual. Hal ini dilakukan untuk mendaptkan optimasi, efisiensi kerja, dan hilangnya resiko kesehatan akibat metoda kerja yang kurang tepat.

Tujuan ergonomi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi dan membuat rasa aman, nyaman pada suatu desain yang ada. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja (absenteeism). Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, antara lain memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman (comfort), nyaman (convenience) dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan (Gempur, 2004).

Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja.

Ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka dengan diterapkannya ergonomi diharapkan resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat berkurang dan insiden berbagai penyakit akibat kerja menurun. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan seperti peningkatan kemudahan penggunaan sistem, penurunan kesalahan, dan peningkatan produktivitas. Bila berdasarkan dari segi reabilitas dan kualitas produksi, maka penerapan ergonomi diharapkan dapat mempertahankan kualitas produk. Berdasarkan segi psikologi, ergonomi diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan pengembangan pribadi. Ergonomi secara konkrit juga dapat meningkatkan kenyamanan, peningkatan keamanan, penurunan kelelahan dan stres kerja, serta kesempatan untuk pengembangan diri (Sulistomo, 2002).

3.3 Beban Kerja (

Workload

)

Dalam melakukan pekerjaaan fisik manusia memerlukan energi, sehingga di dalam tubuh kita ada sistem yang dapat mengubah energi kimia yang ada pada makanan menjadi energi


(17)

16

mekanik dan panas. Apabila beban kerja yang diterima meningkat, maka berakibat kebutuhan energi juga meningkat sehingga konsumsi oksigen juga meningkat. Konsumsi oksigen yang meningkat ini berarti denyut jantung untuk menyalurkan oksigen keseluruh tubuh juga meningkat dan keringat yang dihasilkan juga meningkat ( Irfan Lubis, 1998). Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.

Menurut Permendagri no.12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Sedangkan menurut Komarruddin, Analisis Beban Kerja (ABK) adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dari sudut pandang ergonomik setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban kerja disini dapat berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).

Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan berdasarkan pada empat parameter fisiologis, (Irfan Lubis, 1998), yaitu:

1. Konsumsi oksigen

Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi adalah proses oksidasi, sehingga konsumsi oksigen dapat dihitung jumlah energi ekuivalennya. Konsumsi energi bersih pada tiap kegiatan dapat diketahui dengan mengurangi konsumsi energi total dengan energi untuk metabolisme basal. Perhitungan beban kerja fisik dengan mempergunakan konsumsi energi dapat memberikan hasil yang akurat. Kelemahan metode ini adalah besarnya alat ukur yang mengganggu pergerakan dalam bekerja

2. Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan

Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan akan seimbang dengan konsumsi oksigen, sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernapasan dapat dihitung besarnya konsumsi oksigen dan pada akhirnya dapat dihitung pula besarnya beban kerja.

3. Denyut jantung

Darah adalah pembawa bahan bakar untuk otot, maka peningkatan pengeluaran energi akan meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat diasosiasikan sebagai rendahnya konsumsi oksigen yang juga menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis.

4. Suhu tubuh

Efisiensi maksimum dari penggunaan tenaga manusia untuk pengerjaan tenaga mekanis adalah 20% dan selebihnya dikeluarkan dalam bentuk panas. Suhu tubuh dapat dijadikan indikator pengukuran beban kerja fisik oleh tubuh, karena pada tiap peningkatan beban kerja maka suhu tubuh meningkat pula.

Berdasarkan pengujian dengan mempergunakan empat parameter fisiologis diatas, maka tingkat beban kerja fisik dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, seperti pada Tabel 2 dibawah ini:


(18)

17

Tabel 2. Tingkat beban kerja fisik berdasarkan Parameter Fisiologis (Sanders dan McCornick,

1987)

Tingkat kerja Konsumsi energi dalam 8 jam (kkal)

Konsumsi energi (kkal/menit)

konsumsi okesigen

(liter/menit) denyut (jantung/menit)

Istirahart <720 <1.5 <0.3 60-70

sangat ringan 768-1200 1.6-2.5 0.32-0.5 65-75

ringan 1200-2400 2.5-5.0 0.5-1.0 75-100

sedang 2400-3600 5.0-7.5 1.0-1.5 100-125

berat 3600-4800 7.5-10.0 1.5-2.0 125-150

sangat berat 4800-6000 10.0-12.5 2.0-2.5 150-180

luar biasa berat >6000 >12.5 >2.5 >180

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji beban kerja adalah melalui pengukuran denyut jantung. Dalam Pramana (2009), dikatakan bahwa untuk mempresentasikan beban kerja melalui denyut jantung terdapat dua terminologi beban kerja yang dijadikan acuan, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif merupakan besar total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktifitas, sedangkan beban kerja kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan yang dirasakan oleh subjek.

Terminologi beban kerja kuantitatif menggambarkan besaran terukur beban yang ditanggung subjek dalam melakukan suatu aktifitas, dimana dalam hal ini konsumsi energi kerja (energy cost). Dalam melakukan aktifitas sehari-hari manusia membutuhkan energi, dimana jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktifitas disebut Total Energy Cost (TEC). Nilai TEC ini merupakan penjumlahan

Basal Metabolis Energy (BME) dan Work Energy Cost (WEC). Menurut Syuaib, dalam Pramana (2009), BME merupakan konsumsi energi yang dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia.

Sedangkan WEC merupakan jumlah energi tambahan yang harus dikeluarkan oleh tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Dalam terminologi energi kerja, terdapat Total Energy Cost per weight (TEC’), yaitu nilai dari TEC dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seorang subjek saat berkatifitas atau melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk memperoleh nilai Total Eergy Cost (TEC) pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan.

Perbandingan relatif yang dijadikan tolak ukur dalam pengkategorian beban kerja berdasarkan kualittif adalah Increase Ratio of Heart Rate (IRHR). IRHR ini merupakan perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktiiftas terhadap denyut jantung saat istirahat (Lovita, 2009). Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat dilihat pada Tabel 3.


(19)

18

Tabel 3. Kategori kualitatif beban keerja berdasarkan IRHR

Kategori

Nilai IRHR

Ringan

1.00 < IRHR < 1.25

Sedang

1.25 < IRHR < 1.50

Berat

1.50 < IRHR < 1.75

Sangat Berat

1.75 < IRHR < 2.00

Luar biasa berat

2.00 < IRHR

(sumber : Syuaib dalam Praman, 2009)

3.4 Faktor yang Mempengaruhi Beban kerja

Rodahl dan Manuaba dalam Lilis Dian, 2008 menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja seperti:

a. Tugas-tugas yang dilakukan (bersifat fisik), seperti tata ruang kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja. Sedangkan yang berhubungan dengan mental seperti tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir (shift), kerja malam, sistem gaji.

2. Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatic (jenis kelamin, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).

3.5 Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan beban kerja terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulakn stress kerja (Manuaba, dalam Lilis 2008).

3.6 Metode

Step Test

Step test ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk kalibrasi denyut jantung. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya dapat dengan mudah mengatur selang beban kerja hanya dengan mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah. Selain itu, metode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan sepeda ergonometer. Metode step test ini dapat digunakan dalam pengkalibrasian kurva denyut jantung saat bekerja dan denyut jantung sebelum bekerja. Dalam metode ini, faktor usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi merupakan faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur (Chairul Sholeh, 2011).


(20)

19

IV.

METODOLOGI

4.1 Deskripsi Kegiatan

Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan, yaitu 8 jam kerja dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga 16.45 WIB dengan waktu istirahat selama 45 menit yaitu dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 12.45 WIB. Kegiatan magang dilakukan 5 hari dalam seminggu dari hari Senin hingga hari Jum’at.

Aspek yang dikaji dalam kegiatan magang ini terdiri dari aspek umum dan aspek khusus. Aspek umum meliputi malaksanakan proyek yang diberikan, yaitu berhubungan dengan pembuatan manual book untuk resin material dengan proses injection dan membuat A3 report

dengan menggunakan prinsip TBP. Aspek khusus meliputi analisis beban kerja pada proses

pembuatan crankcase di core making line, Casting Plant.

Untuk pemenuhan tugas umum kegiatan magang dilaksanakan di Head Office

(Purchasing Division/ Purchasing no.1 Department/ Buyer) PT. TMMIN, sedangkan untuk pemenuhan tugas khusus dilaksanakan di Casting Plant, Sunter II.

4.2 Metode Kerja

Secara umum, metode yang digunakan untuk menjalankan aspek umum dan aspek khusus dalam kegiatan magang adalah :

4.2.1 Aspek Umun

1. Perkenalan dengan pimpinan dan staf perusahaan

Untuk saling mengenal antar staf-staf perusahaan sebagai pihak yang membantu pelaksanaan magang ini dengan pelaksana kegiatan magang.

2. Observasi dan Pengambilan Data

Observasi dilakukan untuk mengenal sistem kerja yang dilakukan di Purchasing dan untuk membantu dalam menyelesaikan project nantinya. Pengambilan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu : Genba, bertemu dengan supplier, diskusi dengan manager head, section head, buyer, dan engineering.

3. Perencanaan Improvement

Permasalahan yang diperoleh dianalisis dan dicari pemecahannya dengan prinsip TBP. Pemecahan permasalahan mengacu pada perbaikan terhadap manajemen kerja, cara memperoleh

cost reduction, tentang resin material, dan menemukan permasalahan yang kurang menjadi perhatian sebelumnya.

4. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas dari pekerjaan yang telah dilakukan selama ini dan terhadap hasil yang diperoleh dari manual book yang dibuat. Pada langkah ini hasil yang diperoleh akan dibahas kembali dan dicari pemecahannya.


(21)

20

5. Studi Pustaka

Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur untuk mendukung data-data di lapangan dan sebagai bahan analisis.

4.2.1 Aspek Khusus

1. Perkenalan dengan pimpinan dan staf yang terlibat

Perkenalan ini dimaksudkan untuk menyampaikan tujuan dari pengambilan data ini dan persamaan persepsi sehingga dari kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan dari penelitian. Bagan alir pengukuran beban kerja mulai dari pengamatan pendahuluan hingga diperoleh hasil dan kesimpulan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Bagan alir pengukuran beban kerja 2. Pengamatan Pendahuluan

Kegiatan ini sebelum penelitian dimulai, untuk menyesuaikan metode pengambilan data, mendapatkan gambaran kondisi kerja dan lingkungan kerja, dengan mengamati proses produksi, lama bekerja, dan lain-lain. Dari hasil pengamatan ini dipilih pekerjaan pada pembuatan


(22)

21

crankcase di line core making. Pemilihan didasarkan pertimbangan karena kondisi lingkungan yang panas, berdebu, operator sering berjalan untuk melakukan pengecekan mesin, dan terdapat kegiatan handling. Selain itu, juga dilakukan penentuan subjek pengukuran dan memberikan simulasi cara pemakaian alat HRM dan prosedur pengukuran beban kerja nantinya.

3. Pengambilan data

Pengambilan data beban kerja ini dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor

(HRM) dan seluruh aktivitas yang dilakukan subjek dicatat di time sheet study (Lampiran 5).

Time sheet study ini berfungsi untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan subjek selama pengukuran berlangsung sehingga dapat mempermudah dalam proses pengolahan data. Pengambilan data terdiri atas dua kegiatan, yaitu kalibrasi step test, pengukuran beban kerja fisik saat kerja.

a. Kalibrasi Step test

Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung dilakukan kalibrasi denyut jantung pada setiap subjek pengukuran, dengan metode step test. Step test ini merupakan kegiatan turun naik bangku step test, dengan ketinggian bangku tertentu biasanya berkisar 25-35 cm, disini penulis menggunakan bangku step test setinggi 25 cm. Step test ini dilakukan dengan frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Frekuensi step test ini akan dilakukan selama 3 menit dengan diselingi istirahat selama 5 menit. Bagan alir metode kalibrasi step test dapat dilihat pada Gambar 8.


(23)

22

Metode kalibrasi step test dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Metronome diatur pada kecepatan yang diinginkan

2) Siapkan alat pengukur denyut jantung dan pasang pada subjek pengukuran 3) Step test dilakukan sesuai irama dengan bunyi metronome

4) Kegiatan dilakukan pada frekuensi metronome yang berbeda (frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit).

5) Ketentuan untuk menentukan nilai denyut jantung rata-rata baik saat KST ataupun kerja adalah sebagai berikut:

a) Denyut jantung pada saat istirahat adalah denyut jantung rata-rata dari data stabil terendah, minimal enam data stabil. Data yang diambil adalah denyut jantung yang tidak berada pada menit-menit awal dan akhir. Hal ini dikarenakan pada menit awal dan akhir denyut jantung dikhawatirkan masih dipengaruhi oleh faktor psikologis

b) Pada saat KST, data yang diambil adalah denyut jantung tertinggi pada menit-menit akhir. Data yang diambil diusahakan data stabil minimal enam data.

Heart Rate Monitor (HRM) yang digunakan saat pengukuran dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Alat Heart Rate Monitor (HRM) yang digunakan

b. Beban kerja saat aktivitas pembuatan crankcase

Pegambilan data beban kerja dengan mengukur denyut jantung, yaitu disini pekerja di

core crankcase 2TR dan 1TR. Perekaman data dimulai saat subjek step test hingga bekerja. Pengukuran beban kerja saat aktivitas pembuatan crakcase dilakukan dari pukul 07.30 – 16.00, dengan lama pengukuran aktivtas kerja selama 30 menit.

Pengukuran denyut jantung pertama dilakukan pagi hari jam 07.30 selama 30 menit setelah itu subjek istirahat 5 menit. Pengulangan kedua dilakukan setelah hot time, yaitu waktu istirahat selama 10 menit yang ditetapkan perusahaan setelah bekerja selama 2.5 jam. Pengulangan kedua ini dilakukan pukul 09.30 selama 30 menit dan istirahat 5 menit. Pengulangan ketiga, pukul 12.30 selama 30 menit dan istirahat 5 menit. Pengulangan keempat, pukul 14.30 selama 30 menit dan diakhiri istirahat selama 5 menit. Bagan alir pengukuran kerja disajikan pada Gambar 10.


(24)

23

Gambar 10. Bagan alir pengambilan data denyut jantung saat aktifitas kerja

4. Pengolahan data

Pengolahan data diawali dengan menghitung nilai BME (Basal Metabolic Energy) untuk masing-masing subjek. Nilai BME ini dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan adalah dengan menghitung dimensi tubuh, ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh yang kemudian dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). BME ini diperoleh dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari table konversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh, dapat dilihat ada Tabel 4. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan persamaa Du’Bois (Syuaib dalam Lovita 2009):

007246 . 0

25 . 0 725 .

0 × ×

=H W

A ………(1)

Tabel 4. Tabel Konversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan Luas permukaan Tubuh (sumber: Numanjiru dalam Syuaib, 2003)

1/1000 m2

1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147

1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159

1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172

1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184

1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197

1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209

1.7 210 212 213 214 215 217 218 219 220 221

1.8 223 224 225 226 228 229 230 231 233 234

1.9 235 236 238 239 240 241 243 244 245 246

5 6 7 8 9

0 1 2 3 4

Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan HRM.Untuk perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif dan valid. Normalisasi nilai HR dapat dilakukan dengan cara membandingan nilai HR saat istirahat dan nilai HR saat bekerja, yang dinamakan Increase ofHeart Rate Monitor (IRHR). IRHR ini dapat dirumuskan:


(25)

24

rest HR

work HR

IRHR= ………(2)

Ket : HR work = Denyut jntung saat melakukan pekerjaan (denyut/menit) HR rest = denyut jantung saat istirahat (denyut/menit)

Untuk mendapatkan Work Energy Cost (WEC), maka pertama kita harus mendapatkan nilai Work Energy Cost Step Test (WECST), yaitu nilai energi kerja yang digunakan saat melakukan step test. Irawan dalam Praman (2009), untuk perhitungan WECST dirumuskan dengan persamaan berikut :

    × × × × = 1000 2 . 4 2f h g w

WECST ………...(3

)

Ket : WECST = Work Energy Cost Step Test (kkal/menit) w = berat badan (kg)

g = percepatan gravitasi (9.8 m/s2) h = tinggi bangku step test (meter) f = frekuensi step test (siklus/menit)

Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC pada saat melakukan aktifitas dapat dilakukan dengan cara membuat hubungan grafik korelasi antara WECST terhadap IRHR. Setiap subjek memiliki tiga data WECST karena subjek melakukan tiga kali step test. Titik ini nantinya akan membentuk korelasi linier antara WECST terhadap IRHR dan menghasilkan persamaan linier. Menurut Irawan dalam Pramana (2009) grafik korelasi WECST terhadap IRHR dapat diperoleh dengan bentuk umum:

b

aX

Y

=

+

………..………...(4 )

Ket : Y = IRHR

X = WEC (kkal/menit)

Kemudian data-data tersebut dinormalisasi dengan menggunakan persamaan (2) sehingga dihasilkan nilai IRHR. Nilai IRHR yang diperoleh dimasukkan ke persamaan (4) sehingga nilai WEC kerja dapat diketahui. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan (TEC) dapat dihitung menggunakan data BME (Basal Metabolic Energy) dan WEC (Work Energy Cost).

BME

WEC

TEC

=

+

………. (5)

Ket : WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) TEC = Total Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)


(26)

25

Dalam terminologi kebutuhan energi kerja, terdapat istilah Total Energy Cost per weight

(TEC’). TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai TEC masing-msing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Nilai TEC’ dapat dirumuskan sebagai berikut:

w

TEC

TEC

'

=

……….

(6)

Ket : TEC’ = TEC ternormalisasi (kkal/kg.menit) TEC = Total Energy Cost (kkl/menit) w = berat badan (kg)

Skema rancangan percobaan yang akan dilaksanakan untuk pengambilan data di lapangan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Bagan rancangan percobaan pengambilan data di lapang

Setelah diperoleh data dibuat rencana perbaikan yang mengacu pada hasil pengukuran yang telah dilakukan dan dianalisis. Kemudian diskusi dan analisis dari hasil pengukuran yang diperoleh.


(27)

26

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan Kegiatan Magang

Kegiatan magang yang penulis lakukan merupakan bagian dari Toyota Internship Programme for University Students (IPUS), yaitu program magang yang diselenggarakan bekerja sama dengan pihak universitas atau institusi pendidikan. Selama magang penulis ditempatkan di divisi Purchasing (PuD), tugas dari divisi yaitu melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pembelian material produksi dan non-produksi (consumable) seperti bahan bakar untuk operasional mesin, oli, dan lain-lain. Kegiatan di divisi Purchasing juga selalu berhubungan dengan supplier, quality, delivery, dan safety supplier. Selama magang ini penulis membantu kegiatan di departemen Purchasing no.1 (buyer). Pada departemen Purchasing no.1 ini terdiri atas empat bagian, yaitu service part and component section, chassis and engine section,body and exterior section, dan interior and electrical section tempat penulis selama magang. Struktur organisasi dari divisi Purchasing dapat dilihat pada Lampiran 2.

Bagi peserta magang IPUS diharuskan untuk menganalisis suatu masalah dan melakukan perbaikan untuk menanggulangi masalah tersebut dengan menggunakan Toyota Business Practice (TBP) dan hasil yang diperoleh akan dituangkan dalam bentuk A3 report. Tema yang penulis ambil dalam TBP ini adalah Cost Reduction Activity untuk kendaraan tipe IMV 4 (Kijang Innova) dan IMV 5 (Fortuner). Hal ini dikarenakan pada tahun 2011 divisi Purchasing memiliki target untuk bisa mendapatkan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current (keadaan sebenarnya), akan tetapi sampai saat ini bulan Mei 2011 target tersebut belum bisa tercapai. CR dilakukan untuk mengimbangi harga raw material yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, akan tetapi walaupun terjadi CR diharapkan tanpa mempengaruhi kualitas produk.

Selain membuat A3 report, penulis juga diberikan project oleh departemen Purchasing

(buyer) no.1, membuat manual book untuk resin material dengan proses injection. Hal ini dikarenakan resin material merupakan material yang cukup banyak digunakan untuk kendaraan. Pada manual book ini secara garis besar berisi informasi mengenai tipe resin material, proses

injection, proses plating, perhitungan biaya, cara menentukan machine tonnage. Aktivitas yang penulis lakukan selama magang ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam penulisan A3 report

format penulisan yang disajikan terdiri atas background, clarify the problem, breakdown analysis, setting target, root cause analysis, countermeasure, see countermeasure through, evaluation, standardization (Lampiran 4).

5.2 Aspek Umum (Analisis Masalah dengan Menggunakan

Toyota Business

Practice

(TBP))

V.2.1 Background

Latar belakang pemilihan tema Cost Reduction Activity dikarenakan rencana dari divisi

Purchasing di tahun 2011 untuk bisa melakukan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current


(28)

27

raw material mengalami peningkatan tiap tahunnya termasuk untuk tipe resin material, seperti dapat dilihat untuk beberapa material pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan harga raw material untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5

( OCT09- MAR10) (0ct10-Mar11)

X660T TSOP1 2.01 2.08

LA880T TSOP5 1.90 1.97

LA880WT-BTWT11BK02 (Black) 2.03 2.093

AZ564GTL-BT 1.66 1.8

TMMI N price US$/ kg Grade

PP2

Harga material yang meningkat ini tentu saja akan mempengaruhi manufacturing cost

untuk pembuatan part (komponen) pada IMV 4 dan IMV 5 menjadi tinggi dan berarti berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan.

Selain manufacturing cost, equipment operating cost (energy cost, maintenance cost), labor cost (biaya untuk tenaga kerja) dan service division cost adalah hal yang mempengaruhi harga suatu part nantinya sehingga perlu untuk diperhatikan. Untuk bisa mendapatkan CR pertama dengan menganalisa berdasarkan section, kemudian berdasarkan supplier. Setelah itu, dapat diperoleh supplier mana yang CR-nya masih kurang. Untuk Toyota ini memiliki dua kategori supplier dalam pembuatan part, yaitu CPP (Central Purchasing Part) dan n-CPP (non

-Central Purchasing Part). Dalam hal aktivitas untuk mendapatkan CR, hanya bisa dilakukan untuk supplier n-CPP. Hal ini dikarenakan, untuk supplier n-CPP dapat ditentukan sendiri oleh

buyer sehingga bisa dinegosiasi sedangkan untuk CPP ditentukan oleh TMAP.

5.2.2 Analisis Toyota Business Practices (TBP) a. Clarify the problem (klarifikasi masalah)

Tujuan dari klarifiasi problem ini adalah membuat permasalahan menjadi jelas. Problem

yang adaakan digambarkan dalam bentuk celah (gap) antara current situation (keadaan saat ini) dengan ideal situation (keadaan yang diharapkan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12.


(29)

28

Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa problem yang ada termasuk jenis problem type setting, yaitu permasalahan yang ada muncul karena kondisi ideal yang ada diciptakan atau dibuat sendiri. Dimana divisi Purchasing menginginkan kondisi ideal di tahun 2011 CR bisa dilakukan sebesar 2.5 % dari current. Akan tetapi sampai bulan Mei 2011 divisi Purchasing baru berhasil mencapai CR sebesar 1.99% (Rp 83,854 milyar). Oleh karena itu, disini terdapat terdapat celah (gap) antara kondisi ideal dan kondisi saat ini, yaitu sebesar 0.51 % (Rp 21,350 milyar) CR yang harus dicapai. Tujuan (ultimate goal), yaitu untuk meningkatkan CR untuk menjadi harga yang terbaik di wilayah Asia.

b. Breakdown analysis

Langkah selanjutnya adalah breakdown problem (pemecahan masalah). Masalah atau gap yang ada antara kondisi ideal dengan kondisi saat ini dapat dikerucutkan dengan menganalisis berdasarkan section (bagian) yang ada untuk kendaraan, yaitu interior and electrical section, body and exterior section, chassis and engine section,dan service and component section. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Breakdwon problem langkah 1

Pada langkah breakdwon problem ini mencari potensi-potensi yang menjadi akar masalah, yaitu disini belum bisa terpenuhinya target CR sebesar 0.51% (Rp 21,350 M). Permasalahan dari target CR yang belum terpenuhi ini kemudian dicari potensi akar masalahnya, langkah pertama dipecahkan berdasarkan section (bagian). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa interior and electrical section merupakan section yang CR-nya masih kurang, yaitu sebesar 1.63 % (Rp 33,882 milyar). Besarnya CR yang belum bisa tercapai ini menyebabkan interior and electircal section menjadi akar permasalahan sehingga perlu dianalisis penyebabnya. Bagian interior ini memiliki komponen (part) yang lebih banyak dibandingkan lainnya (Gambar 14).


(30)

29

Gambar 14. Perbandingan bagian (section) berdasarkan komponen

Interior dan electrical section dapat dijabarkan lagi lebih spesifik, langkah kedua pemecahan masalahnya berdasarkan raw material yang digunakan untuk bagian interior. Pada interior digunakan empat jenis material, yaitu resin material, seat, rubber, dan others. Dari keempat jenis material, seat yang paling banyak digunakan tetapi dalam pembuatan part

(komponen) Toyota hanya men-supply dari satu (1) supplier, yaitu TBINA sehingga sulit untuk dilakukan CR. Selain itu, untuk TBINA target CR telah terpenuhi, balance (seimbang).

Oleh karena itu, resin material dipilih menjadi akar masalah, selain merupakan material terbanyak kedua yang digunakan untuk interior, yaitu sekitar 6% dan supplier-nya banyak yang belum memenuhi target CR. Hal ini berarti prioritas penyelesaian berikutnya fokus pada resin material, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Breakdown analysis langkah kedua

Akan tetapi resin material ini, cakupannya masih terlalu besar sebab interior part dari

resin material dibuat oleh banyak supplier. Oleh karena itu, resin material dipecah lagi berdasarkan supplier. Pada Gambar 16, dapat dilihat target CR masih kurang dicapai untuk


(31)

30

analisis berdasarkan TBP dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah berdasarkan nilai yang paling mempengaruhi dalam hal ini yaitu Sugity.

Gambar 16. breakdown problem langkah ketiga

Supplier Sugity ini memiliki andil yang cukup besar dalam pembuatan part kendaraan tipe IMV4 (154 part name) dan IMV5 (19 part name). Part yang dibuat oleh Sugity ini kebanyakan melalui proses injection. Proses injection ini biasanya digunakan untuk material

thermoplastic, karena material ini memiliki titik leleh yang rendah. Resin material disini akan meleleh ketika dipanaskan. Cetakan yang digunakan pada proses injection ini terbuat dari steel

atau aluminium. Resin material yang digunakan oleh Sugity, terdiri atas beberapa tipe yaitu: 1. Polypropylene

Polypropylene (PP) ini memiliki titik leleh yang cukup tinggi (190-2000C), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-1350C. PP ini memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia (chemical resistance) tetapi ketahanan terhadap benturan (impact strength) rendah.

Polypropylene ini terbagi atas tiga jenis, yaitu: a. PP -1

PP -1 ini termasuk ke dalam jenis homopolymer karena hanya terbuat dari polypropylene. PP -1 ini memiliki sifat ketahanan benturan rendah (low impact), sehingga biasa digunakan pada

part yang kecil dan hanya memiliki kapasitas yang kecil. Material ini biasanya digunakan di mesin.

b. PP -2

PP-2 ini termasuk ke dalam co-polymer, karena terbuat dari campuran etilen dan


(32)

31

contohnya digunakan seperti pada part Door trim (D/T), scuff plate, garnish, dan sebagainya. Biasanya material ini disimbolkan dengan “>PP/PE<”.

c. PP -3

PP -3 ini termasuk ke dalam blok co-polymer, yang memiliki sifat high impact (ketahanan terhadap benturan tinggi).

2. Acrylic Butadine Styrene (ABS)

ABS ini merupakan salah satu produk thermoplastic. ABS ini terbuat dari campuran resin

dan rubber (karet), karena memiliki kandungan butadine yang memudahkan penempalan material lain sehingga part yang terbuat dari material ABS ini dapat dicat. Pada ABS ini terdiri atas tiga monomer pembentuk, yaitu:

a. Akrilonitril : bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas.

b. Butadiene : tahan terhadap benturan terhadap dan memiliki sifat liat (toughness). c. Styrene : menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses.

Berbagai sifat lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan penambahan aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api, transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV, tahan bahan kimia - biaya proses rendah, liat, keras, kaku-dapat direkatkan, tahan korosi - dapat dielektroplating, dan dapat didesain menjadi berbagai bentuk, memberi kilap permukaan yang baik. Part yang biasanya terbuat dari material ABS ini seperti radiator grill,

arm rest, emblem.

3. Toyota Super Olefin (TSOP)

Resin material yang dibuat sendiri oleh Toyota, yang memiliki beberapa tingkatan dari TSOP1 – TSOP7, setiap tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda, seperti:

a. TSOP5

Memiliki sifat tahan terhadap sinar radiasi (UV) sehingga tidak akan mengalami peunturan. Material ini biasanya digunakan untuk part yang langsung terkena sinar matahari, seperti

instrument panel, console box, dsb. b. TSOP7

Memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bentur (impact resistant), lentur, dan bisa dicat (plating). Material ini biasanya digunakan untuk bumper, karena part ini sangat rentan terhadap terjadinya tabrakan.

4. Polyacetal or Polyoxymethylene (POM)

Memiliki sifat heat resistance, chemical resistance, tahan terhadap benturan, lentur. Material ini biasanya digunakan untuk bumper side.

Selain itu, juga ada tipe resin material lain antara lain: 1. Polycarbonate (PC)

Polycarbonate (PC) ini memiliki sifat ketahanan terhadap benturannya tinggi, tahan terhadap perubahan cuaca, tahan panas, mudah untuk diproses. Biasanya part yang terbuat dari material ini seperti lampu.

2. Polyamide (PA)

Polyamide atau biasa disebut nylon ini memiliki sifat memiliki kekuatan yang tinggi (high strength), chemical resistance, fatigue resistance. Biasanya material PA ini digunakan untuk part


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Date :

23

/

/

Departemen : Purchasing no.1

June

2011

Name : Aqmarina Indra

Sheet Number

Internship Period : 21 March - 20 Jun 2011

Education : S1 Institut Pertanian Bogor(Teknik Mesin dan Biosistem)

Division : Purchasing

PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA

PURCHASING DIVISION

PURCHASING NO.1 DEPARTEMENT

Theme: Cost Reduction Activity

Vehicle sales and production in domestic market will reach 1 million unit/years in 2014. At the same time, competition among Car Brands is getting more severe. Because of that Toyota keep trying to improvement, yet price of material often has increase. So division Purchasing make a plan to get

cost reduction to balance impact cost up due to material cost increasing (maintain competitives cost)

Step 2 . Breakdown Analysis

Step 1 Clarify the Problem

II. Analysis Toyota Bisnis Practices

I. BACKGROUND

Approved

Checked

Prepared

A. Hatmadji

Wahyu SP

Aqmarina Indra

I. PERSONAL DETAIL

S

tep 3

T

ar

get

S

et

ting

< Point of occurance >

to be the best cost in Asia region

Contribution

< Ideal Situation >

Unachieve cost

reeduction - 0.51 %

Rp 21,350 B

Achieve 2011

cost reduction :

-2.5 %

Rp 105,203 B

< Problem >

< Ultimate Goal >

< Break Down>

Ch

i

d

i

ti

Body and exterior section

+ 1.03 %

(+ Rp 12,515 B)

Price

approval

Benchmarking

Activity

GENBA

cost

evaluation

Quatation

received

RFQ

Buyer still no have

actual information about

material and process

< Problem to Tackle >

Interior and electrical section

- 1.63 %

(- Rp 33, 822 B)

< By raw material>

<

by supplier >

FTR:- 1.05 %(-Rp 914 B)

DLD :1.29 % (Rp 1,196 B)

IR3 : -0.52% (-Rp 791 B)

ICH: 0.99 % (Rp 745 )

TBINA

0.00%

DWA : 0.00%

AOP : - 1.25% (-168 B)

SEAT

13 %

RESIN

6%

SGT: -

1.11

% (-Rp 3,605 B)

material

cost

process

cost

FOH

depreciation

S

tep

4

Root

Caus

e A

naly

s

is

Cost reduction

achievement still

: - 1.99 %

Rp 83,853 B

(non-CPP)

< Current Situation >

Chassis and engine section

- 0.11 %

(- Rp 623 B)

Service and component section

+ 0.2 %

(+ Rp 580 B)

< Machine >

< Material >

< Methode >

< Man >

Buyer

 

have

 

many

 

work

 

and

 

don't

 

have

 

time

 

to

 

arrange

 

Machine not

 

influence

 

to

 

get

 

information

data that affect CR not enough

(raw data)

buyer experience

 

is

 

low

no

 

collection

 

data

 

which

 

content

 

with

 

CR

no training

 

for

 

new

 

buyer

no actual methode to get information

that influence CR

(

p

)

IRC:- 0.54 %(- Rp 398 B)

ITG:- 0.5 % (-Rp 271 B)

NITTO :0.00 %

AMT : 0.00 %

IKP : - 0.49%

RUBBER

4 %

OTHERS

1 %

1. Langkah yang disarankan

a. Analisis biaya

i.Cari biaya apa yang terbesar diantara part yang ada?

ii.Bandingkan dengan part dari supplier lain yang sejenis

b. Cari fungsi asli dari part tersebut

Dengan diketahuinya fungsi asli part dapat ditentukan raw material yang tepat

i. Apakah mungkin mengganti raw material ke grade yang lebih rendah (lebih murah)

ii. Apakah mungkin dikurangi ketebalan (thickness) part

c. Pecahkan masalah yang ada berdasarkan aspek-aspek yang mungkin

Seperti design, metode manufacturing, tenaga kerja, biaya mold, dan lain-lain

d. Rencana perbaikan

i. Pemeriksaan untuk CR terhadap semua aspek yang mungkin termasuk material, bentuk. ii. Kembangkan teknologi atau teknik baru

e. Evaluasi

Adakan evaluasi mengenai hubungan antara biaya dan teknik, kualitas, produksi, pasar, dan lain-lain

S

te

p 7

E

v

a

lua

tion pr

oc

e

s

s

< Countermeasures >

< Root Cause >

no manual

 

book

I

II

III

IV

V

I

II

III

IV

V

I

I I I I I

study about part in

vehicle

study about resin

material

Identification resin

material consumption in

parts

study about process

(process injection and

June

All actual

information about

process cost,

material cost,

and to find CR,

kadai already

man,

metode

no training

material

(no

manual

Masalah yang

ditangani

item

Root

Cause

Countermeasures

Schedule

Apr

May

Activity

Dimana

Kapan

Bagaimana

Evaluasi

reading book

meet supplier

meet engineering

study process

injection

Supplier

4-Apr

Genba

TMMIN

bertemu engineering

Supplier

4Apr

20May

Genba

24Maret

31Maret

Supplier

11-May

meet supplier, discuss

with supplier, departemen

study material (resin

material)

study plating

Genba (process,

material)

study how to

determine machine

TMMIN

Apr

Supplier

Genba

no information

about material

there is a information or

guidance about material

(specification material,

consumption resin material,

and source raw material)

no information

there is a information or

guidance about process

(step to make part with

Before

improvement

After countermeasures

Evaluation

result

All data about

material,

process, cost,

and how to get

CR already

2. Cara untuk mengembangkan ide

a. Benchmarking atau studi banding

b. Diskusi

c. Genchi Genbutsu

3. Proses cost

a. Cek berapa mesin tonnage yang sebaiknya digunakan

b. Cek berapa lama mesin tersebut sudah digunakan. Apabila bukan mesin baru bisa negosiasikan harganya.

c. Cek cycle time dengan cara mengambil beberapa sample part yang sedang dibuat

d. Cek apakah cycle time atau mesin tonnage yang digunakan dapat diganti

e. Apakah mungkin coating suatu part tersebut dihilangkan

Step 6 See Countermeasures Through

Step 5 Develop Countermeasures

an

d

resu

lt

(process injection and

plating)

study about

calculationand determine

machine tonnage

study about cost

kadai already

checked, arrange

in one manual

book

manual

book)

study plating cost

Supplier

9-Jun

meet supplier, discuss

with supplier, departemen

head and section head

head and section head

study calculation cost

TMMIN

May- June

meet supplier, discuss

with supplier, departemen

head and section head

tonage

about process

make a part

(step to make part with

injection, how to determine

machine tonnage, cycle

time, and cost)

no standarization

to find CR

there is a standarisasi

CR already

arrange