15
engineering , manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkaitan juga dengan optimasi,
efisiensi., kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Ergonomi ini disebut juga sebagai “Human Factors”.
Pada perkembangannya ergonomika terdiri atas marko ergonomik, yaitu berkaitan pada interaksi semuanya dan mikro ergonomik, yaitu menilai atau mengamati satu demi satu, seperti
manusianya, alatnya, tugasnya, dan lain-lain. Penerapan ergonomi pada umumnya seperti aktivitas rancang bangun desain ataupun rancang ulang re-desain. Hal ini dapat meliputi
perangkat keras seperti perkakas kerja tools, bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat kerja workholders, sistem pengendali controls, jalan atau lorong, dan lain-lain. Ergonomi dapat
berperan pula sebagai desain pekerjaan, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja shift kerja, meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain.
Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada
sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk peraga visual. Hal ini dilakukan untuk mendaptkan optimasi, efisiensi kerja, dan hilangnya resiko kesehatan akibat metoda kerja
yang kurang tepat. Tujuan ergonomi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu
institusi atau organisasi dan membuat rasa aman, nyaman pada suatu desain yang ada. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang
menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja absenteeism. Pendekatan
ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, antara lain memaksimalkan
efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman comfort, nyaman convenience dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk
performance kerja yang meyakinkan Gempur, 2004. Ergonomi dan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja quality of working life. Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja.
Ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3, maka dengan diterapkannya ergonomi diharapkan resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat berkurang dan insiden berbagai
penyakit akibat kerja menurun. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan seperti peningkatan kemudahan penggunaan sistem, penurunan
kesalahan, dan peningkatan produktivitas. Bila berdasarkan dari segi reabilitas dan kualitas produksi, maka penerapan ergonomi diharapkan dapat mempertahankan kualitas produk.
Berdasarkan segi psikologi, ergonomi diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan pengembangan pribadi. Ergonomi secara konkrit juga dapat meningkatkan kenyamanan,
peningkatan keamanan, penurunan kelelahan dan stres kerja, serta kesempatan untuk pengembangan diri Sulistomo, 2002.
3.3 Beban Kerja Workload
Dalam melakukan pekerjaaan fisik manusia memerlukan energi, sehingga di dalam tubuh kita ada sistem yang dapat mengubah energi kimia yang ada pada makanan menjadi energi
16
mekanik dan panas. Apabila beban kerja yang diterima meningkat, maka berakibat kebutuhan energi juga meningkat sehingga konsumsi oksigen juga meningkat. Konsumsi oksigen yang
meningkat ini berarti denyut jantung untuk menyalurkan oksigen keseluruh tubuh juga meningkat dan keringat yang dihasilkan juga meningkat Irfan Lubis, 1998. Beban kerja adalah
kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Menurut Permendagri no.122008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus
dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Sedangkan menurut Komarruddin, Analisis Beban Kerja ABK adalah proses
untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dari sudut pandang ergonomik setiap beban kerja yang diterima seseorang
harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban kerja disini dapat berupa beban fisik
dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan
prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya Manuaba, 2000. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan berdasarkan pada empat parameter
fisiologis, Irfan Lubis, 1998, yaitu: 1. Konsumsi oksigen
Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi adalah proses oksidasi, sehingga konsumsi oksigen dapat dihitung jumlah energi ekuivalennya. Konsumsi energi bersih
pada tiap kegiatan dapat diketahui dengan mengurangi konsumsi energi total dengan energi untuk metabolisme basal. Perhitungan beban kerja fisik dengan mempergunakan konsumsi
energi dapat memberikan hasil yang akurat. Kelemahan metode ini adalah besarnya alat ukur yang mengganggu pergerakan dalam bekerja
2. Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan akan seimbang dengan konsumsi oksigen,
sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernapasan dapat dihitung besarnya konsumsi oksigen dan pada akhirnya dapat dihitung pula besarnya beban kerja.
3. Denyut jantung Darah adalah pembawa bahan bakar untuk otot, maka peningkatan pengeluaran energi
akan meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat diasosiasikan sebagai rendahnya konsumsi oksigen yang juga menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan
statis. 4. Suhu tubuh
Efisiensi maksimum dari penggunaan tenaga manusia untuk pengerjaan tenaga mekanis adalah 20 dan selebihnya dikeluarkan dalam bentuk panas. Suhu tubuh dapat dijadikan
indikator pengukuran beban kerja fisik oleh tubuh, karena pada tiap peningkatan beban kerja maka suhu tubuh meningkat pula.
Berdasarkan pengujian dengan mempergunakan empat parameter fisiologis diatas, maka tingkat beban kerja fisik dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, seperti pada Tabel 2 dibawah ini:
17
Tabel 2. Tingkat beban kerja fisik berdasarkan Parameter Fisiologis Sanders dan McCornick, 1987
Tingkat kerja Konsumsi energi
dalam 8 jam kkal Konsumsi energi
kkalmenit konsumsi okesigen
litermenit denyut jantungmenit
Istirahart 720
1.5 0.3
60-70 sangat ringan
768-1200 1.6-2.5
0.32-0.5 65-75
ringan 1200-2400
2.5-5.0 0.5-1.0
75-100 sedang
2400-3600 5.0-7.5
1.0-1.5 100-125
berat 3600-4800
7.5-10.0 1.5-2.0
125-150 sangat berat
4800-6000 10.0-12.5
2.0-2.5 150-180
luar biasa berat 6000
12.5 2.5
180 Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji beban kerja adalah melalui
pengukuran denyut jantung. Dalam Pramana 2009, dikatakan bahwa untuk mempresentasikan beban kerja melalui denyut jantung terdapat dua terminologi beban kerja yang dijadikan acuan,
yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif merupakan besar total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktifitas, sedangkan beban kerja
kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan yang dirasakan oleh subjek.
Terminologi beban kerja kuantitatif menggambarkan besaran terukur beban yang ditanggung subjek dalam melakukan suatu aktifitas, dimana dalam hal ini konsumsi energi kerja
energy cost. Dalam melakukan aktifitas sehari-hari manusia membutuhkan energi, dimana jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat
melakukan aktifitas disebut Total Energy Cost TEC. Nilai TEC ini merupakan penjumlahan Basal Metabolis Energy
BME dan Work Energy Cost WEC. Menurut Syuaib, dalam Pramana 2009, BME merupakan konsumsi energi yang dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, dan usia. Sedangkan WEC merupakan jumlah energi tambahan yang harus dikeluarkan oleh tubuh
ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Dalam terminologi energi kerja, terdapat Total Energy Cost per weight
TEC’, yaitu nilai dari TEC dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seorang subjek saat berkatifitas atau melakukan kerja. Nilai TEC’
perlu dihitung untuk memperoleh nilai Total Eergy Cost TEC pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan.
Perbandingan relatif yang dijadikan tolak ukur dalam pengkategorian beban kerja berdasarkan kualittif adalah Increase Ratio of Heart Rate IRHR. IRHR ini merupakan
perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktiiftas terhadap denyut jantung saat istirahat Lovita, 2009. Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat
dilihat pada Tabel 3.
18
Tabel 3. Kategori kualitatif beban keerja berdasarkan IRHR
Kategori Nilai IRHR
Ringan 1.00 IRHR 1.25
Sedang 1.25 IRHR 1.50
Berat 1.50 IRHR 1.75
Sangat Berat 1.75 IRHR 2.00
Luar biasa berat 2.00 IRHR
sumber : Syuaib dalam Praman, 2009
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Beban kerja