Hubungan Sumberdaya Sosial dengan pengelolaan kawasan .1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi

4.3 Hubungan Sumberdaya Sosial dengan pengelolaan kawasan 4.3.1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Livelihoods Asset 4.3.1.1 Organisasi Organisasi dalam konteks SLA mempunyai pemaknaan seperti LSMNGO, admininstratur dan pemerintah keagamaan adalam arti luas yang berada dalam cakupan kerentanan yang meliputi kejadian bencana alam dan perangkonflik, maupun krisis ekonomi, harga yang bersifat fluktuatif, pertumbuhan penduduk dan masalah kependudukan serta perubahan terknologi dan kebijakan makro. Organisasi dalam konteks penelitian ini ialah pihak-pihak terkait yang memiliki peran atau pengaruh dalam pemberdayaan masyarakat. Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS, RMI, pemerintah daerah Kabupaten Lebak yang hingga saat ini masih memiliki keterkaitan atau peran dalam pembangunan masyarakat. Kasepuhan Citorek merupakan komuniti yang terbentuk secara alami dan jauh dari peradaban kota karena memiliki sejarah yang panjang pada zaman Kerajaan Padjadjaran. Sejarah panjang terbentuknya Kasepuhan Citorek sangat mempengaruhi berbagai segi kehidupan masyarakatnya. Konteks organisasi dalam suatu komuniti, komunitas, atau masyarakat perlu dikaji terlebih dahulu karakteristik masyarakat tersebut dengan menghubungkan faktor lain yang dapat mempengaruhi proses tersebut seperti pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan kehidupan sosialnya. Ilmu antroplogi membedakan definisi antara komuniti, komunitas, dan masyarakat. Koentjaraningrat 2005 membedakan atas dasar proses terbentuknya suatu kelompok manusia yang hidup bersama tersebut dengan definisi bahwa komunitas adalah suatu kesatuan hidup yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi secara kontinyu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Selanjutnya definisi komuniti dan komunitas terpisahkan oleh proses terbentuknya dengan melihat kelompok manusia yang hidup tersebut tumbuh dengan sendirinya atau tumbuh dengan sengaja baik dipaksa atau pun tidak seperti mengikuti program pemerintah untuk pemerataan penduduk di seluruh wilayah Indonesia. Proses terbentuknya kelompok manusia yang hidup bersama dan tumbuh sendiri didefinisikan sebagai komuniti dan terbentuknya kelompok manusia yang hidup bersama dan tumbuh secara sengaja didefinisikan sebagai komunitas. Masyarakat dalam pengertian antropologi menurut Koentjaraningrat 2005 memiliki pengertian yang sangat luas berskala sekumpulan manusia di sebuah Negara, sehingga klasifikasi khusus mengenai Kasepuhan Citorek menjadi bias. Maka lebih tepat mendefinisikan Kasepuhan Citorek merupakan sebuah komuniti dibanding dengan definisi masyarakat. Pembedaan definisi masyarakat, komuniti, dan komunitas memang tidak cukup lazim digunakan dalam berbagai pemaknaan sebuah sekumpulan manusia yang hidup bersama dan berinteraksi, namun dalam kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi livelihoods asset di Kasepuhan Citorek ini pembedaan tentang pengertian tersebut menjadi penting karena definisi tersebut melahirkan sebuah penilaian kasar tentang karakteristik yang ada di tengah komuniti Kasepuhan Citorek itu sendiri. Kasepuhan Citorek merupakan sebuah komuniti yang terbentuk sendiri, tumbuh sendiri, berkembang sendiri, dengan berbagai dinamika dan kemandiriannya untuk tetap hidup hingga ratusan tahun lamanya. Proses tersebut adalah proses panjang yang harus dimaknai secara terbuka bahwa proses belajar komuniti Kasepuhan Citorek sangatlah tinggi. Proses belajar tersebut meliputi kemandirian untuk hidup dan terus berkembang, memiliki suatu lembaga adat yang kuat, memiliki berbagai norma yang berkembang kuat, memiliki karakter penggunaan SDA yang lestari, memiliki aturan tidak tertulis yang ditaati oleh anggota komuniti didalamnya. Maka dapat disimpulkan bahwa tata kelola kelembagaan yang bersifat temporer seperti organsasi sangatlah minim ditengah komuniti Kasepuhan Citorek. Organisasi sendiri merupakan lembaga formal yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai dari para pendiri organsasi tersebut, sedangkan komuniti Kasepuhan Citorek sudah sangat terbiasa dengan pembentukan sesuatunya secara alami dan tidak mengenal pembentukan secara sengaja yang bersifat temporer seperti sebuah organisasi. Kasepuhan Citorek mengenal sebuah organisasi formal yang memiliki visi dan tujuan bersama setelah masuknya Lembaga Swadaya Masyarakat LSM seperti Rimbawan Muda Indonesia RMI. RMI memberikan pemahaman mengenai pembentukan gerakan dan pengorganisasian masyarakat dalam kaitannya dengan masalah pengelolaan taman nasional yang saling bersinggungan. Beberapa tokoh pergerakan Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat-Banten FKMHJBB yang berasal dari Citorek merupakan hasil dari pemahaman tersebut. Saat ini, terdapat beberapa organisasi formal skala kecil seperti Ikatan Mahasiswa Kabupaten Lebak yang memiliki cabang di Kasepuhan Citorek, beberapa kelompok tani, karang taruna, dan Ikatan Pemuda Citorek. Pembentukan organisasi tersebut didasari atas minat yang sama dari sekumpulan orang, baik dalam keprofesian maupun bidang olahraga. Contoh kegiatan yang pernah dilakukan adalah kejuaraan catur di desa Citorek Tengah. Organisasi tersebut merupakan proses awal pengembangan organisasi formal yang memiliki visi untuk menjadikan masyarakat tidak bergantung pada kawasan taman nasional. Melihat sejarah awal hingga proses terbentuknya organisasi di tengah komuniti Kasepuhan Citorek, organisasi di Kasepuhan Citorek dapat dibentuk dengan kuat apabila anggota atau pendirinya memiliki kesadaran kuat akan pentingnya pembentukan organisasi.

4.3.1.2 Kelembagaan

Definisi kelembagaan banyak disampaikan oleh ahli dari berbagai bidang dengan berbagai dasar teori pengambilan definisinya. Namun, pada dasarnya untuk hubungannya dengan penelitian sosial masyarakat kelembagaan memiliki aturan dalam sebuah kelompok dan aturan tersebut yang menjalankan hubungan- hubungan keorganisasian atau kelompok. Menurut Ruttan dan Hayani 1984, lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan dimana setiap orang dapat bekerjsama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Menurut Ostrom 1985; 1986 diacu dalam Kaufmann et al. 1986, lembaga aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau sama lain. Penataan institusi institutional arrangements dapat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumberdaya; aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri; dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi. Definisi kedua ahli tersebut memberikan pemahaman tentang lembaga yang berada di tengah masyarakat. Namun, dalam hal ini. sumberdaya sosial Kasepuhan Citorek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika sumberdaya sosial itu sendiri. Kelembagaan adat merupakan lembaga yang berpengaruh kuat terhadap segala aspek kehidupan masyarakat Kasepuhan Citorek. Lembaga adat Kasepuhan Citorek merupakan lembaga yang diisi oleh beberapa orang yang mempunyai faktor keturunan khusus atas layaknya sebuah kerajaan. Pejabat adat di sebuah lembaga adat kasepuhan memiliki faktor keturunan dari satu periode lembaga adat dahulu hingga sekarang. Hal ini dipengaruhi pula oleh faktor sejarah Kasepuhan Citorek yang merupakan pelarian Kerajaan Padjadjaran. Pengaruh kelembagaan adat Kasepuhan Citorek walaupun saat ini masih memegang peran yang sangat besar terhadap kehidupan sosial. Namun, pengaruhnya semakin berkurang seiring dengan berkembangnya kehidupan sosial dan pola pikir masyarakat Kasepuhan Citorek. Pergeseran gaya hidup masyarakat dimulai dengan masuknya sarana listrik ke Kasepuhan Citorek. Selain itu, kemudahan aksesibilitas Kasepuhan Citorek yang ditunjang dengan sarana transportasi juga menjadi fakor luar yang mempengaruhi. Adapun faktor internal yang mempengaruhi adalah dikenalnya mata pencaharian tambang emas yang memberikan perubahan pendapatan rata-rata masyarakat Kasepuhan Citorek secara parsial yang berpengaruh pula pada pola kehidupan konsumtif. Kelembagaan adat sebagai faktor kontrol sosial masyarakat Kasepuhan Citorek tidak cukup berpengaruh dalam mengendalikan kehidupan masyarakatnya yang semakin modern. Norma adat rumah yang menggunakan panggung dan berbahan alam pun semakin ditinggalkan oleh masyarakat Kasepuhan. Selain itu, arah rumah yang dahulu menghadap Barat layaknya sebuah Masjid pun semakin tidak memberikan banyak makna. Pergeseran pemaknaan norma adat juga dikarenakan oleh tidak adanya aturan dan sanksi yang jelas terhadap siapapun yang tidak menjalankan norma tersebut. Hal ini memberikan pemikiran wajar diantara masyarakat kasepuhan untuk semakin meninggalkan kebiasaan yang dianggap telah kuno. Menurut Koentjaraningrat 2005 akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebuayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Kajian mengenai adanya proses akulturasi di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya tidak dapat disimpulkan hanya dari melihat gejala-gejala yang ada secara singkat seperti dalam penelitian ini. Namun demikian, menurut Koentjaraningrat 2005, akulturasi dapat dilihat secara garis besar dari masalah-masalah yang ada dalam akulturasi, seperti: a. Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat, b. Masalah tentang unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah diterima oleh suatu masyarakat, c. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing, d. Masalah mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar dan lamban dalam menerimanya, dan e. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang muncul akibat akulturasi. Berdasarkan hal-hal tersebut, akulturasi tidak dapat menjadi kesimpulan pada masyarakat Kasepuhan Citorek. Perlu kajian yang lebih mendalam tentang adanya akulturasi di Kasepuhan Citorek. Namun demikian, tanda atau faktor penyebab ke arah akulturasi telah terjadi di Kasepuhan Citorek. Tanda tersebut adalah adanya keterbukaan pemikiran yang ada di tengah masyarakat kasepuhan. Karakteristik masyarakat Kasepuhan Citorek yang cukup terbuka oleh adanya pengaruh dari luar yang menjadikan kebiasaan luar kasepuhan dapat dengan mudah diterima norma yang ada di Kasepuhan Citorek. Beberapa warga mulai terbiasa melanggar peraturan adat karena masyarakat Kasepuhan Citorek menganggap sanksi adat berupa kabendon dari leluhur bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Masyarakat masih mematuhi peraturan adat karena adanya sanksi sosial misalnya akan disebut maling dan dikucilkan oleh masyarakat Khalil 2009. Tabel 19 Persentase pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya, keberadaan, status serta fungsi TNGHS No. Pengetahuan Persentase a. Mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya a.1 Keberadaan hutan adat 93,81 a.2 Batas-batas hutan adat 65,98 a.3 Peraturan yang berlaku 79,38 a.4 Pembagian hutan adat 35,42

b. Keberadaan dan status TNGHS