pengelolaan kawasan. Tingkat migrasi baik keluar ataupun masuk Kasepuhan Citorek terhitung tahun 2011 masih sangat sedikit, bahkan dari total penduduk
tahun 2011 hanya beberapa orang saja yang merupakan transmigran dari luar kasepuhan, itupun adalah Pegawai Negeri Sipil PNS yang memiliki jangka
kerja. Kondisi terkini terhitung tahun 2011 belum terlihat potensi peningkatan penduduk dari jumlah transmigran. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diprediksi
hingga 10-20 tahun kemudian. Ketidakpastian kondisi masa mendatang dapat ditanggulangi dengan cara pencegahan yaitu dibuatkannya aturan tentang
pembatasan transmigran yang masuk ke dalam wilayah Kasepuhan Citorek untuk menekan laju peningkatan penduduk. Data pendukung untuk menghitung proyeksi
kependudukan masyarakat di tingkat mikro seperti Kasepuhan Citorek sangat terbatas. Keterbatasan tersebut dikarenakan pendataan kependudukan tidak
tersusun rapi secara periodik. Langkah awal yang perlu dilakukan oleh BTNGHS adalah bekerjasama dengan pemerintah desa dan Biro Pusat Statistik BPS
Kabupaten Lebak untuk memulai pendataan penduduk. Data yang diperlukan untuk dapat memproyeksikan kependudukan dalam jangka waktu tertentu dengan
menggunakan metode komponen adalah sebagai berikut: a. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang telah dilakukan
perapihan smothing b. Pola mortalitas menurut umur
c. Pola fertilitas menurut umur d. Rasio jenis kelamin saat lahir
e. Proporsi migrasi keluar dan masuk menurut umur. Data kependudukan tersebut dikonversi ke dalam suatu rumus adalah P
1
= P
+ B
1
– D
1
+I
1
– O
1
. Pengolahan rumus tersebut diperlukan data series minimal 5 tahun untuk proporsi migrasi. Penghitungan proyeksi penduduk di level mikro
Kasepuhan Citorek sangat diperlukan untuk rencana pengelolaan kawasan taman nasional dengan wilayah Wewengkon Kasepuhan Citorek.
4.3.2.2 Tingkat ketergantungan terhadap Sumberdaya Alam taman nasional
Masalah terpenting yang harus segera diselesaikan adalah menekan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam di kawasan taman nasional
emas dan kayu. Kasepuhan Citorek sedang mengalami pergeseran
ketergantungan terhadap sumberdaya alam kawasan. Hal tersebut pada dasarnya telah dialami sejak tahun 1990an. Pergeseran tersebut adalah tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap kayu dan sumberdaya alam lainnya tergantikan dengan kebutuhan akan emas. Menurut Priambudi 2012 diacu dalam Budiyanto 2012,
sebanyak 22 ribu Ha dari luas keseluruhan 113.357 Ha lahan TNGHS dinyatakan sebagai lahan kritis berdasarkan citra landsat 2011. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya illegal logging dan illegal mining. Kasepuhan Citorek merupakan salah satu komunitas masyarakat yang melakukan illegal mining dalam skala mikro.
Menurut Hanafi et al. 2004, instansi BUMN yang melakukan eksplorasi emas adalah PT. Aneka Tambang PT. Antam. PT. Antam telah mendapatkan
Kontrak Karya KP Eksploitasi DU 893Jabar tertanggal 20 April 1992 untuk jangka waktu 30 tahun dengan luas area 4.058 Ha. Area tersebut terletak di tiga
desa Bantar karet, Cisarua, dan Malasari di Kecamatan Nanggung. PT. Antam yang mulai beroperasi sejak pertengahan tahun 1994 memiliki tiga vein utama,
yakni Ciguha yang terletak di bagian Utara Desa Malasari, Kubang Cicau di bagian Tengah, dan Ciurug di bagian Selatan dengan kapasitas produksi 12.000
tonhari. Menurut penuturan salah satu kepala di desa di Kasepuhan Citorek, masyarakat mulai mengenal emas sejak adanya berbagai perusahaan yang
melakukan eksplorasi emas untuk pertambangan. Sesuai dengan UU No. 11 tahun 1967 bahwa setiap perusahaan yang
melakukan kegiatan pertambangan maka wajib melibatkan masyarakat setempat serta turut mengatasi dampak-dampak kegiatan tambang tersebut. Kegiatan
tersebut dilakukan pula oleh PT. Antam dengan melibatkan masyarakat dalam kaitannya dengan survei lokasi. Masyarakat dilibatkan juga untuk dijadikan buruh
tambang. Sejak saat itu, masyarakat mulai belajar cara bertambang dari alat hingga bahan yang dibutuhkan. Hingga pada akhirnya masyarakat merasa telah
mampu mandiri dengan kemampuan tambangnya maka masyarakat pun memulai penambangan emas tradisionalnya secara mandiri.
Tingkat ketergantungan masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap SDA taman nasional pada dasarnya sulit untuk dialihkan dengan mata pencaharian
alternatif. Hal ini didasari pada telah mengakarnya mekanisme pengambilan SDA taman nasional di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Pihak masyarakat,
pengelola taman nasional, instansi pemerintah daerah, hingga lembaga swadaya masyarakat tengah mengalami kondisi yang dilematis dalam mengambil suatu
tindakan atau kebijakan. Sudut pandang masyarakat adalah kesadaran akan adanya pelanggaran yang dilakukan dalam melakukan kegiatan bertambang dalam
kawasan. Akan tetapi, masyarakat pun seolah tidak memiliki pilihan lain untuk menggantikan apa yang selama ini telah didapat. Masyarakat tidak mempunyai
banyak pilihan selain bertambang. Hal ini dikarenakan hanya pekerjaan itulah yang dapat memberikan masyarakat penghidupan yang lebih layak. Beternak,
bertani, hingga berkebun adalah pekerjaan yang sifatnya berjangka, dan masyarakat memiliki kebutuhan yang mendesak atau bahkan telah terbiasa dengan
pendapatan yang instan dan hal tersebut telah membudaya sejak tahun 1990an. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak BTNGHS sebagai
pemegang otoritas SDA kawasan taman nasional pun mengalami kesulitan dalam mengambil tindakan yang seharusnya. BTNGHS sangat mengetahui tentang
adanya praktek pencurian SDA emas dalam kawasannya. Namun, BTNGHS tidak dapat mengambil tindakan yang represif, karena BTNGHS tidak dapat
memberikan solusi pengganti dalam kebijakan terkait larangan bertambang. Pada gilirannya, apabila kebijakan tersebut diberlakukan, maka potensi konflik
masyarakat dengan taman nasional pun tidak dapat dihindari lagi. Terbatasnya sumberdaya manusia dalam pengawasan terhadap masyarakat, sosialisasi terhadap
masyarakat, dan terbatasnya dana dalam program pemberdayaan masyarakat pun menjadi faktor penting. BTNGHS tidak dapat berbuat banyak dengan kondisi
yang ada. BTNGHS telah menyadarinya bahwa kerjasama multipihak perlu dilakukan. Namun, berbagai pihak seperti LSM, pemerintah daerah atau pelaku
bisnis yang ada disekitar TNGHS, tidak dapat menyatukan visi bersama dalam upaya membangun kawasan lestari dengan pemberdayaan masyarakat yang
optimal dan tepat. Pemerintah daerah pada prinsipnya adalah pihak yang memiliki otoritas
penuh atas kependudukan. Kasepuhan Citorek secara administratif merupakan bagian dari daerah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak
sebagai pemegang kebijakan kependudukan seharusnya lebih proaktif dalam menyelesaikan masalah sosial yang ada di Kasepuhan Citorek. Koordinasi dengan
pihak taman nasional yang semestinya terjalin kuat belum juga terwujud. Pengaruh pemerintahan kabupaten yang diturunkan kepada pemerintah desa di
Kasepuhan Citorek pun tidak dapat memberikan pengaruh banyak. Hal tersebut dikarenakan dalam Kasepuhan Citorek pemerintah desa dalam garis
koordinasinya dan pengaruh dalam masyarakat masih dibawah pemerintahan adat. Garis koordinasi dan pengaruh tersebut menyulitkan pemerintah desa dalam
mengatur masalah.
4.3.2.3 Strategi penguatan kapasitas kelompok tani dan kelembagaan masyarakat Kasepuhan Citorek
Kasepuhan Citorek telah mendapatkan berbagai bantuan baik dari pemerintah provinsikabupaten melalui dinas terkait, TNGHS, hingga LSM
seperti RMI. Namun, pada kenyataannya bantuan yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat tersebut tidak secara nyata berdampak positif. Manfaat
program pemberdayaan tersebut tetap ada, tetapi sifatnya tidak menyeluruh. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah dapat menjangkau bagian terbesar dan
terkecil masyarakat yang ada di Kasepuhan Citorek. Pada kenyataannya, hanya sebagian masyarakat yang mengetahui adanya bantuan. Masyarakat tersebut
adalah masyarakat yang memang dilibatkan oleh pemerintah desa dalam program pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi program
pemberdayaan masyarakat dengan meninjau ulang strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan.
Strategi pemberdayaan
masyarakat harus
dapat dirubah dengan menumbuhkembangkan potensi masyarakat untuk dapat berdayaguna dan dapat
menjadikan masyarakat yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan. Potensi yang ada dalam masyarakat perlu dioptimalkan dengan baik. Kasepuhan Citorek
memiliki potensi yang baik tersebut dari sumberdaya alam hingga sumberdaya manusianya. Penguatan kapasitas lokal menjadi penting dan mendasar karena
dengan begitu masyarakat dapat dengan sendirinya merancang dan membangun strategi penghidupannya. Kelembagaan adat dan kelompok tani dapat dijadikan
sebagai tenaga teknis lapang untuk menciptakan ruang ekonomi dan budaya yang mapan bagi Kasepuhan Citorek.
Sumber: Mirwanto 1998
Gambar 11 Rancang desain proyek pemberdayaan masyarakat. Saragih et al. 2007 mengatakan bahwa prinsip penting dari pendekatan
penghidupan adalah dimulai dengan analisis kekuatan dan kapasitas lokal, bukannya kebutuhan yang perlu disuplai dari luar. Ini tidak berarti bahwa
pendekatan ini meletakan fokus yang tidak semestinya pada anggota masyarakat yang bernasib lebih baik. Sebaliknya, pendekatan ini menyiratkan pengakuan
akan potensi yang melekat pada semua orang, apakah potensi itu berasal dari jaringan kerja sosial mereka yang kuat, akses mereka pada sumberdaya dan
Tahapan Mikro Pemberdayaan Masyarakat :
1. Membangun kemitraan 2. Analisis isu berbasis
masyarakat 3. Penyusunan desain rencana
kegiatan 4. Pelaksanaan monitoring
8 indikator pemberdayaan
masyarakat Desain proyek PKPM
saling keterkaitan yang organik
Pilot Activities
TrainingSeminars Workshops
Good Practice Case
Studies
Spirit Keswadayaan
Proses pergiliran gerakan
Pencipataan dan penguasaan
Penyebarluasan
Penerapan kegiatan lapangan
Perubahan cara pandang
Masyarakat berdaya
mandiri
prasarana fisik, kemampuan mereka untuk mempengaruhi lembaga-lembaga kunci maupun faktor lain yang berpotensi mengurangi kemiskinan. Dalam upaya
pembangunan yang menitikberatkan livelihoods, tujuan kuncinya adalah menghilangkan hambatan-hambatan untuk mewujudkan potensi tersebut. Jadi
masyarakat akan dibantu agar mereka menjadi lebih berdaya, lebih kuat, dan lebih mampu untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Wisata alam dan budaya dapat
dibangun oleh pihak lembaga adat sebagai pemangku budaya di Kasepuhan Citorek. Industri dapat dibangun oleh para kelompok usaha tani dan pengrajin,
karena potensi industri di Kasepuhan Citorek cukup tinggi. Beras merah merupakan produk unggul untuk bidang pertanian, industri pengrajin merupakan
investasi menjanjikan sebagai ciri khas masyarakat kasepuhan Halimun secara umum dan khususnya Kasepuhan Citorek.
Mirwanto et al. 1998 merancang sebuah project design pemberdayaan masyarakat yang menitikberatkan pada saling keterkaitan antara semua pihak
dalam hal ini Pemerintah Daerah Lebak atau Pemerintah Provinsi Banten, BTNGHS, Swasta dan masyarakat itu sendiri. Project design tersebut dirancang
dari sebuah proyek hingga gerakan nyata yang perlu dilakukan bagi inisiator untuk melakukan pemeberdayaan masyarakat. Delapan indikator pemberdayaan
masyarakat menurut Gambar 11 adalah: 1. Masyarakat mampu menjelaskan potensi yang ada dan cara penggunaannya.
2. Masyarakat mengetahui apa yang sudah dilakukan dan apa yang dicapai serta cara mengatasi masalah yang muncul.
3. Masyarakat membangun visi, analisa masalah, identifikasi isu, dan mampu memecahkan masalah.
4. Masyarakat merumuskan tujuan, sasaran, hasil, kegiatan, dana, dan waktu. 5. Masyarakat
mempunyai rencana
sendiri untuk
memelihara dan
mengembangkan kegiatan yang telah ada. 6. Masyarakat mengetahui apa yang dapat dilakukan dan dukungan apa yang
dibutuhkan dari pihak luar. 7. Masyarakat bekerjasama berdasarkan peran spesifik dari masing-masing
stakeholder.
8. Masyarakat menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dari kerjasama dengan stakeholders.
4.3.3 Pendayagunaan Kapasitas Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional