4.1.3 Sumberdaya Ekonomi
Pendekatan livelihoods concept memiliki salah satu pilar yakni sumberdaya ekonomi. Sumberdaya ekonomi dalam hal ini mendasarkan pada tabungan,
kredithutang baik formal maupun informal atau yang diberikan LSM, kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah, dana pensiun, dan upahgaji.
Pemberdayaan masyarakat di masa sekarang memiliki kendala yang sangat kompleks. Hal ini dikarenakan “rezim pertumbuhan” ala orde baru telah banyak
menyisakan rancang bangun yang tidak ramah terhadap rakyat banyak. Selain itu, juga menimbulkan kerusakan yang dahsyat terhadap sumberdaya alam. Kesukaran
lain yang juga akan dihadapi adalah menyangkut kesiapan teknis dari berbagai pihak terutama birokrasipemerintah dan legislatif. Hal ini dikarenakan gagasan
pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif Sasono 1998.
Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek
No Sub sumberdaya ekonomi
Uraian 1
Tabungan di bank ya: 13 responden
tidak: 87 responden 2
Kredit atau cicilan ya: 4 responden
tidak: 96 responden 3
Pendapatan 24 responden 1.000.000bulan
76 responden 1.000.000bulan 4
Lahan tani atau kebun dengan luas 0.5 – 2 ha
ya: 98 responden tidak: 2 responden
5 Alat pertanian modern
ya: 8 responden tidak: 92 responden
Keterangan: 100 responden
Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki tingkat yang cukup rendah. Rata-rata pendapatan melalui uji sampel
acak 100 responden yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta hanya 24 orang dan sisanya 76 orang dibawah Rp 1 juta. Namun demikian, pendapatan tersebut
bukan merupakan gaji yang sifatnya permanen atau pasti didapatkan di tiap bulannya. Pendapatan tersebut adalah hasil dari usaha-usaha yang dilakukan
masyarakat seperti bertani, buruh tambang, buruh tani, buruh bangunan, dagang dan lainnya. Masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta artinya
masyarakat yang memiliki rataan pemasukan dari hasil usahanya tersebut minimal Rp 1 juta, sedangkan masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah Rp 1 juta
memiliki rentang ukuran kecukupan kebutuhan sehari-harinya yang beragam. Perbandingan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat
menghasilkan bahwa masyarakat Kasepuhan Citorek sebagian besar masih hidup di level minim bahkan kurang dengan dasar pendapatan tersebut. Namun, faktor
lain muncul yaitu sistem bertani masyarakat yang 98 responden dari 100 responden memiliki lahan garapan sawah. Hal tersebut mengartikan bahwa
walaupun memiliki pendapatan yang minim bahkan kurang, masyarakat Kasepuhan Citorek setidaknya tidak akan kekurangan makan sehari-harinya.
Tabel 6 menginformasikan bahwa sumberdaya ekonomi yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek lebih bersifat harta kekayaan fisik bukan berupa
kekayaan yang bersifat nilai jual langsung seperti uang ataupun alat. Namun demikian, irisan jumlah pendapatan a dan b tidak menghasilkan sifat investasi
yang berbanding lurus. Jumlah responden yang memiliki tabungan hanya 13 orang dari 76 responden yang memiliki pendapatan b. Hasil tersebut dapat
diartikan luas seperti a. tingkat konsumsi responden yang berpendapatan b tersebut tinggi, b. tingkat kebutuhan responden yang berpendapatan b tinggi
karena memiliki anak atau pengurusan lahan yang membutuhkan biaya operasional tinggi pula, atau c. budaya menabung di instansi formal seperti bank
memang belum terbiasa di Kasepuhan Citorek. Menurut Rianse 2009 tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu dilihat
dari berbagai hal antara lain perkembangan jumlah pengeluaran mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai
produsen dan juga konsumsen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan pokok konsumsi demi kelangsungan hidup petani serta keluarganya.
b. Pengeluaran untuk
budidaya pertanian
yang merupakan
ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi.
Kedua unsur tersebut hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi. Dengan demikian, investasi dan pembentukan barang
modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani. Kemudian apabila masyarakat masih sangat minim untuk menabung maka tingkat
kesejahteraannya pun belum tercapai dengan baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat masih sangat awam dengan instansi formal seperti
bank. Awamnya masyarakat dengan instansi formal dapat menjadi wajar karena aksesibilitas ke kota pun sulit dan jauh. Baru beberapa tahun belakangan ini
masyarakat mulai mengenal instansi formal seiring dengan datangnya berbagai peneliti baik individu atau kelompok seperti LSM, masuknya listrik, dan
diperbaikinya sebagian jalan oleh pemerintah setempat.
4.1.4 Sumberdaya Fisik