Inisiatif yang tinggi untuk membantu dan berbagi tidak begitu terlihat dalam sebuah organisasi yang ada kelompok tani ataupun organisasi lain. Masyarakat
kasepuhan tidak merintis organisasi tersebut. Inisiatif, partisipasi, rasa memiliki dan ingin berbagi dalam sebuah organisasi pada masyarakat kasepuhan masih
cukup rendah. Hal ini diindikasikan dengan minimnya keikutsertaan dalam beberapa kelompok atau organisasi formal maupun non formal dibandingkan
dengan jumlah masyarakat yang ada. Sebagai contoh, kelompok tani Alam Rimba di Citorek Tengah hanya beranggotakan sekitar 10 anggota aktif, sedangkan
jumlah keluarga di Citorek Tengah mencapai 980 orang. Pada dasarnya, organisasi atau kelompok yang ada cukup memberikan
pengaruh yang baik bagi para anggotanya. Namun, masyarakat masih beranggapan bahwa sulit untuk mengikuti organisasi atau kelompok karena
memakai nama “organisasi” ataupun “kelompok”. Selain itu, masyarakat tidak terlalu memahami apa yang akan didapat apabila mengikutinya. Sebagai contoh
kelompok tani. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa mengikuti kelompok tani tidak bermanfaat. Masyarakat menganggap mereka lebih memahami sistem
pertanian yang ada di Citorek dan tidak perlu belajar dalam kelompok tani. Keikutsertaan dan inisiatif untuk mengikuti kelompok tani adalah rendah
dengan hasil survei lapang yang menunjukan bahwa rata-rata masyarakat mengikuti organisasi kurang dari 10 organisasi. Hal tersebut pada dasarnya cukup
wajar apabila pada musim bertanam padi tidak sempat. Namun, masyarakat Citorek menggunakan sistem padi setahun sekali panen. Masyarakat pada
dasarnya memiliki waktu 6 bulan sisanya dalam setahun untuk memberdayakan lahan atau mengikuti organisasi. Masyarakat Citorek lebih partisipatif dalam
mengikuti kegiatan atau keorganisasian adat dibandingkan pemerintahan. Hal tersebut seperti telah menjadi bagian pemahaman yang utuh dari sebuah
Kasepuhan Wewengkon Citorek.
4.2.5 Kepedulian terhadap Sesama dan Lingkungan
Masyarakat Citorek memiliki tingkat kepedulian terhadap sesama yang tinggi tetapi memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang cenderung
sedang menuju rendah. Sejalan dengan pola pikir masyarakat Citorek tentang persaudaraan maka kepedulian terhadap sesama merupakan contoh lain dari
persaudaraan yang terjalin. Kepedulian terhada sesama sangat tinggi dengan ditunjukan dari persaudaraan yang ditunjukan oleh setiap individu masyarakat
Citorek. Kepedulian terhadap lingkungan terbilang memiliki kecenderungan sedang
menuju rendah, karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat Citorek tidak terlalu mementingkan kelestarian lingkungan. Pada dasarnya kasepuhan
telah memiliki pembagian hutan untuk dimanfaatkan. Namun, seiring berkembangnya pola pikir masyarakat Citorek dan meningkatnya kebutuhan baik
primer, sekunder bahkan tersier, pada akhirnya pembagian lahan tersebut hanya menjadi wacana adat yang menjadi sejarah.
Menurut Khalil 2009 Kasepuhan Citorek membagi wewengkon ke dalam tiga wilayah yaitu:
1. Leuweung Tutupan Leuweung tutupan adalah kawasan hutan milik pemerintah yang telah
ditetapkan sebagai taman nasional yang harus dijaga kelestarian dan keberadaannya. Masyarakat biasa menyebutnya sebagai wilayah kehutanan
PPA. Leuweung tutupan terletak di Gunung Keneng. Areal ini merupakan wilayah yang tidak boleh diganggu untuk kepentingan apapun. Luas leuweung
tutupan berdasarkan pengolahan citra Landsat adalah 138,51 Ha. 2. Leuweung Titipan
Leuweung titipan merupakan areal hutan yang diamanatkan oleh para leluhur Kasepuhan Citorek kepada warga kasepuhan untuk dijaga. Areal ini tidak boleh
diganggu sampai pada waktunya diperintahkan oleh para leluhur untuk menggunakannya. Areal ini tidak boleh diganggu karena terdapat daerah mata air
sirah cai. Pemanfaatan hasil hutan dari wilayah ini hanya diperbolehkan untuk kepentingan umum setelah terlebih dahulu meminta ijin kepada para leluhur.
Areal ini membentang sepanjang pinggir wewengkon dari sebelah Timur laut sampai Barat daya. Luas leuweung titipan berdasarkan pengolahan citra Landsat
adalah 2.855,88 Ha. 3. Leuweung Garapan
Leuweung garapan merupakan areal yang dapat dimanfaatkan dan dibuka oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Walaupun boleh dibuka dan
dipergunakan oleh masyarakat, tetapi sebelum membuka lahan masyarakat harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pimpinan kasepuhan. Leuweung garapan saat
ini ada yang berupa sawah, huma, pemukiman, dan masih ada yang berupa hutan. Lahan garapan yang berupa sawah dan huma hanya boleh ditanami padi setahun
sekali menurut kalender kasepuhan yang mengacu pada kalender Islam. Areal ini terletak di tengah-tengah wewengkon. Luas leuweung garapan berdasarkan
pengolahan citra Landsat adalah 4.684,23 Ha. Secara jelas pembagian wewengkon Kasepuhan Citorek dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber: Khalil 2009
Gambar 8 Peta pembagian Wewengkon Kasepuhan Citorek.
4.2.6 Kondisi Sosial Ekonomi