8. Masyarakat menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dari kerjasama dengan stakeholders.
4.3.3 Pendayagunaan Kapasitas Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional
Partisipasi dan pengaruh sumberdaya sosial perlu dikaji lebih dulu dalam pembangunan rancangan pengelolaan kawasan taman nasional. Analisis
didasarkan pada hasil pengamatan berperanserta dan persentase hasil wawancara semi terstruktur yang dilakukan pada 100 responden. Partisipasi dan pengaruh
tersebut diambil dari kesimpulan rataan hasil wawancara yang memuat aspek sumberdaya sosial yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Pengaruh sumberdaya sosial dalam pembangunan konsep pengelolaan kawasan merupakan sebuah penilaian penting disaat masalah pengelolaan
berbenturan dengan masalah sosial. Permasalahan sosial di Kasepuhan Citorek secara garis besar adalah ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya
tambang sebagai salah satu mata pencaharian utama setelah pertanian. Namun demikian, bukan berarti masyarakat yang menjadi akar dari masalah yang muncul.
Pergeseran mata pencaharian terjadi akibat adanya akumulasi peristiwa yang dirasa masyarakat sangat merugikan. Bermula dari sistem penjajahan Belanda
hingga pembatasan akses masyarakat terhadap kawasan. Pada dasarnya, telah menjadi kebiasaan turun temurun, masyarakat memanfaatkan kawasan untuk
kebutuhan hidup. Ditambah pula dengan adanya taman nasional dengan segala dinamika perluasannya.
Masyarakat menjadi tidak memiliki pilihan di saat tambang berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Beberapa perusahaan seperti PT.
Antam dan perusahaan luar berdatangan, sehingga proses belajar pun terjadi. Pada akhirnya, masyarakat dapat menjadi mandiri setelah perusahaan tersebut habis
masa kontraknya di kawasan. Selanjutnya, menjadi tantangan bagi BTNGHS sebagai unit pelaksana teknis UPT untuk mengelola kawasan tersebut agar tetap
lestari tanpa menekan kesejahteraan masyarakat Kasepuhan Citorek. Sumberdaya sosial sebagai kajian penelitian untuk memetakan potensi
masyarakat yang dapat dioptimalkan untuk rencana pengembangan pengelolaan kawasan taman nasional. Hal ini menjadi penting karena strategi pengelolaan
kawasan yang ada belum dapat meningkatkan peran serta masyarakat. Kasepuhan Citorek merupakan sebuah komunitas masyarakat adat yang cukup homogen. Hal
tersebut dikarenakan pengaruh adat yang masih kuat sehingga kehidupan bermasyarakat kasepuhan dipengaruhi oleh lembaga adat kasepuhan. Sumberdaya
sosial dalam hubungannya dengan pengelolaan kawasan dapat dijadikan dasar pengelolaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sumberdaya sosial melihat
dari beberapa aspek kajian seperti jaringan sosial, norma sosial, dan kepercayaan yang dipengaruhi oleh faktor kelembagaan, organisasi, serta pranata sosial.
Partisipasi sumberdaya sosial sendiri dalam pengelolaan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pengelolaan kawasan itu sendiri.
Rencana pengelolaan kawasan taman nasional kedepan adalah pengelolaan kawasan yang berbasis masyarakat dengan melibatkan sebanyak-banyaknya peran
masyarakat dalam pengelolaan. Sub aspek sumberdaya sosial yaitu kepercayaan dapat dijadikan dasar penentuan besaran peran masyarakat dalam pengelolaan.
Tingkat kepercayaan yang tinggi antar masyarakat Kasepuhan Citorek memberikan gambaran bahwa pada dasarnya masyarakat Kasepuhan Citorek
dapat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan dengan pendekatan yang tepat. Pendekatan yang tepat tersebut adalah dengan melibatkan terlebih dahulu
pemimpin adat kasepuhan beserta jajaran pemerintah desa untuk menyatukan visi bersama dalam pembangunan pengelolaan kawasan. Pengelolaan kawasan sekitar
Kasepuhan Citorek dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengelolaan kawasan TNGHS secara luas.
Tingkat kepercayaan sedang dengan persentase 71 terhadap pihak luar termasuk BTNGHS menjadi tantangan pengelola untuk dapat menjadikan
masyarakat sebagai mitra kerja BTNGHS dalam pengelolaan kawasan. Namun demikian tingkat kepercayaan tinggi dengan 90 dan 97 untuk kepercayaan
terhadap pihak kasepuhan dan sesama masyarakat menjadi modal besar bagi BTNGHS untuk dapat merancang strategi pengelolaan dengan pendekatan di
kedua pihak tersebut. Pendekatan pengelolaan terpenting terdapat pada pihak kasepuhan sebagai pemangku adat Kasepuhan Citorek. Hal tersebut dilakukan
dengan pendekatan yang optimal sehingga tercapai kesatuan visi antara pihak
kasepuhan dan BTNGHS. Dengan demikian, masyarakat Kasepuhan Citorek secara keseluruhan akan mengikuti kebijakan yang ada dengan sendirinya.
Jaringan sosial merupakan dasar berikutnya dalam strategi pengelolaan kawasan. Bentuk-bentuk jaringan sosial dalam kajian penelitian ini antara lain
jaringan sosial dalam hubungannya dengan kerjasama antar warga kasepuhan, lembaga yang terbangun, inisiatif penyelesaian konflik, dan keterbukaan dalam
hubungan kerja. Tingkat jaringan sosial yang tinggi ditunjukan oleh bentuk kerjasama sosial yang terbangun sebesar 93 dan inisiatif penyelesaian konflik
sebesar 96. Rancangan pengelolaan kawasan kedepan perlu melihat aspek tersebut karena pada dasarnya masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki tingkat
kerjasama yang tinggi dengan keinginan untuk menyelesaikan konflik atau masalah. Pendekatan kemasyarakatan dengan memberikan isu permasalahan yang
terjadi menjadi lumrah bagi masyarakat dan bahkan sangat terbuka untuk secara bersama menyelesaikan. Namun demikian, hal tersebut dapat diwujudkan apabila
masyarakat telah terlebih dahulu dapat merasakan bahwa masalah tersebut adalah masalah bersama bukan hanya masalah pihak BTNGHS.
Pengelolaan kawasan pun perlu melihat aspek norma sosial yang terbangun di Kasepuhan Citorek. Norma sosial yang terbangun di masyarakat menjadi
gambaran bahwa ketaatan masyarakat terhadap suatu hal yang telah terbangun menjadi suatu kebiasaan yang membudaya. Ketaatan masyarakat terhadap pihak
luar termasuk BTNGHS menghasilkan nilai yang rataan dengan anggapan tinggi sebesar 45 dan rendah 24. Informasi tersebut memberikan arti bahwa
masyarakat secara keseluruhan masih menimbang manfaat yang didapat dari pihak luar. Ketaatan dihasilkan dari manfaat yang didapat atau dirasakan dari
komunitas yang bersangkutan. Apabila masyarakat kasepuhan memiliki ketaatan yang rendah atau sedang untuk beberapa hal ditaati, maka manfaat yang diterima
oleh masyarakat pun sebanding dengan nilai ketaatan terhadap institusi atau kelompok yang mengeluarkan aturan tersebut.
Tabel 21 Kegiatan masyarakat Kasepuhan Citorek yang berpengaruh langsung dan berpotensi berpengaruh berdasarkan aspek sumberdaya sosial
terhadap kawasan konservasi
Sumberdaya sosial
Dharmawan 2002 diacu dalam
Margiati 2007 Kegiatan
Pengaruh positif konservasi Pengaruh negatif konservasi
Kepercayaan Kepercayaan adat seperti pembagian
hutan menurut fungsi : - Leuweung tutupan
- Leuweung garapan - Leuweung titipan
Sampalan :
Lahan yang
merupakan bekas
garapan kemudian menjadi reuma, lalu
oleh warga dimanfaatkan untuk menggembalakan ternak seperti
kerbau
Norma sosial - Kegiatan berhuma dan reuma
masyarakat dengan
sistem tumpang sari potensi + atau -.
- Kegiatan bergotong
royong masyarakat Kasepuhan Citorek.
- Berkebun, masyarakat
Citorek rata-rata memiliki lahan kebun
yang beragam
luasannya. Setidaknya
luas lahan
yang dimiliki
rata-rata masyarakat
Citorek adalah 0,25 Ha. - Pemanfaatan tumbuhan untuk obat.
- Norma
sosial yang
berhubungan dengan kegiatan masyarakat
yang hanya
berlokasi di
Kasepuhan Citorek, seperti perkawinan,
pekerjaan, dan pemukiman. Pengaruhnya
adalah pada
kebutuhan lahan yang akan terus meningkat dan akan
berhubungan dengan
terbatasnya lahan
Wewengkon Kasepuhan
Citorek. - Pembuatan rumah dari bahan
dasar kayu.
Walaupun frekuensinya sudah sangat
kecil karena adanya larangan dari taman nasional tentang
penebangan liar,
namun potensi
penebangan oleh
masyarakat masih ada. Jaringan sosial
Peran lembaga adat yang tinggi terhadap aktifitas sosial masyarakat
Kasepuhan Citorek seperti penentuan seren taun.
- Kegiatan bertambang emas masyarakat
Kasepuhan Citorek di sekitar atau bahkan
di dalam kawasan taman nasional,
termasuk penggalian, pengeboran, dan
pembangunan wilayah olahan emas.
- Penggalian pasir di sekitar kawasan
untuk bahan
bangunan, seperti
tanah, pasir, dan batuan.
Kegiatan-kegiatan masyarakat yang dinilai memiliki pengaruh baik positif ataupun negatif bertujuan untuk merancang model pengelolaan melalui
pendekatan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kawasan
taman nasional. Pengaruh positif seperti adanya kepercayaan adat dalam pembagian hutan menurut fungsinya dapat diintegrasikan ke dalam model
pengelolaan kawasan taman nasional dengan sistem zonasi. Leuweung tutupan adalah hutan yang tidak boleh diganggu oleh masyarakat. Zona yang sesuai adalah
zona inti. Masyarakat adat kasepuhan memiliki definisi dan dasar tersendiri tentang pembagian hutan tersebut. Oleh karena itu, konfirmasi dan verifikasi
tentang fungsi hutan tersebut perlu dikaji oleh pihak TNGHS untuk mendapatkan kesepahaman dan komitmen bersama antara TNGHS dengan adat Kasepuhan
Citorek. Mekanisme tersebut dilakukan untuk fungsi hutan dan bentuk pengaruh positif lainnya. Prinsip strategi pengelolaan tersebut adalah menekankan pada
masyarakat sebagai subyek pengelolaan kawasan bukan lagi obyek pengelolaan. Kerjasama antara BTNGHS dan adat kasepuhan diharapkan dapat dikembangkan
lebih luas diseluruh masyarakat Kasepuhan Citorek karena adanya komitmen adat untuk bersama mengelola kawasan TNGHS. Skala yang lebih luas dapat
dilakukan kepada kasepuhan-kasepuhan lain yang ada di TNGHS apabila mekanisme dan komitmen telah berjalan. Kasepuhan Citorek dapat menjadi
inisiator sebagai salah satu kasepuhan Halimun yang mendukung penuh rencana pengelolaan kawasan taman nasional. Hal tersebut dapat berdampak positif bagi
kasepuhan lain yang ada di Halimun. Mekanisme pengelolaan yang mendasarkan masyarakat menjadi subyek
pengelolaan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menekan pengaruh negatif yang ada. Pengaruh negatif seperti pada Tabel 21 bersumber pada kebutuhan
ekonomi masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat Citorek sangat beragam. Identifikasi potensi pengembangaan usaha kecil menengah masyarakat pun perlu
dikembangkan menjadi usaha nyata yang bermanfaat luas. TNGHS dinilai tidak dapat menghimpun potensi usaha masyarakat yang ada. Pentingnya kerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten Lebak adalah pada dinas terkait yang menangani masalah pemberdayaan masyarakat. Publikasi kegiatan pemberdayaan masyarakat
oleh pemerintah Kabupaten Lebak dapat dilakukan oleh TNGHS untuk mendukung kerjasama yang terbangun antara TNGHS dan Pemda Lebak.
Publikasi hasil kegiatan tersebut akan memberikan pengaruh positif pada Pemda
Lebak untuk mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam upaya pendanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan.
Hartono 2010 memaparkan tentang penguatan modal sosial dalam rangka pembangunan pengelolaan kawasan lestari dan masyarakat madani setidaknya
perlu memenuhi enam hal yang dapat dipenuhi: a. Meletakkan masyarakat sebagai motor pembangunan dengan modal yang
mereka miliki kepercayaan, kebersamaan, kepemimpinan, jaringan sosial, dll. Tujuannya adalah untuk membuka partisipasi dan keikutsertaan masyarakat
secara langsung dalam pembangunan. b. Penggalian kembali potensi dan sumberdaya yang ada di desa, baik yang
belum maksimal maupun potensi yang belum tergali sama sekali. Penggalian ini meliputi SDA dan SDM.
c. Melibatkan masyarakat secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap pembangunan yang ada di sekitar mereka. Ini sangat
diperlukan karena masyarakat sebagai sumber informasi sekaligus pelaksana pembanganan itu sendiri.
d. Adanya interaksi sosial yang membawa mekanisme ekonomi pembangunan dalam masyarakat. Karena itu tidaklah mengeharankan jika modal sosial
seringkali diidentikan dengan pembangunan ekonomi. Walaupun sebenarnya pembangunan ekonomi hanya salah satu bagian dari modal sosial.
e. Menghidupkan dan membangun kembali hubungan sosial di desa. Dengan kembalinya hubungan sosial yang ada di desa akan membawa dampak vertikal
bagi anggotanya, yaitu hubungan yang bersifat hierarki dan kekuasaan yang mutlak bagi anggota. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki tingkat
kepercayaan antar sesama yang tinggi, namun kecenderungan menurunnya tingkat kepercayaan tersebut mulai muncul. Indikasinya adalah tingkat
ekonomi yang meningkat dipengaruhi akses kota yang cukup tinggi. Akses kota yang tinggi memberikan pengaruh kebiaaan atau kebudayaan luar masuk
ke dalam sendi kehidupan Kasepuhan Citorek dan secara perlahan merubah kebiasaan lama yang sederhana pun mulai menghilang.
f. Membangun jaringan bersama antara masyarakat sebagai tempat berdiskusi, tukar pengalaman dan pengetahuan. Ini dapat dilakukan pada tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Kasepuhan Citorek belum dapat dibangun hingga tingkat nasional terlebih internasional, namun dengan potensi keunikan
budaya yang dimiliki adat Kasepuhan Citorek, pembangunan jaringan menuju tahap nasional dapat saja dibangun.
Hartono 2010 menyebutkan, jika ditinjau secara administratif, pembangunan wacana demokrasi melalui revitalisasi modal sosial yang dimulai di
tingkat desa karena beberapa alasan: a. Desa sebagai asosiasi institusi lokal yang paling banyak ditemukan, seperti
arisan, kelompok Shalawatan, Diba, lumbung panceklik desa, selapanan dan lain-lain.
b. Lingkup desa yang tidak begitu luas, memudahkan untuk mengontrol jaringan yang dibangun pada level dibawahnya, seperti RW, RT, dan dusun.
c. Memfungsikan komunitas lokal, BPD ataupun lembaga lain yang berfungsi sebagai tempat artikulasi kepentingan massa. Diharapkan nantinya
kesepakatan-kesepakatan yang disepakati oleh institusi lokal dapat langsung ditampung melalui lembaga-lembaga sosial ataupun BPD dan dikomunikasikan
dengan pembuat kebijakan. Dengan demikian identitas personal desa dapat kembali terarktualisasi dan dapat dicapai kesepakatan yang berimbang dengan
membawa kepentingan masyarakat. d. Desa sebagai basis intermediary penghubung antara masyarakat dengan
pemerintah untuk mengembangkan potensi lokal serta mempengaruhi pembuat kebijakan diatasnya.
Untuk mewujudkan idealisme di atas tentunya sangat diperlukan kearifan dari pemerintah. Kearifan ini dapat terwujud dengan keberpihakan pemerintah
terhadap kepentingan rakyat dan pembenahan untuk merevitalisasi kembali modal sosial dengan dukungan pemerintah.
Kebutuhan lahan terhadap peningkatan penduduk menjadi ancaman tersendiri. Kasepuhan Citorek adalah enclave yang berbatasan langsung terhadap
kawasan. Ketergantungan terhadap kawasan pun menjadi faktor lain yang perlu ditanggulangi dari masalah kebutuhan lahan.
Tabel 22 Potensi pendayagunaan sumberdaya sosial yang dapat dimobilisasi dalam pengelolaan kawasan taman nasional
Potensi sumberdaya sosial yang dapat dimobilisasi
Bentuk dukungan Pihak yang perlu
terlibat Bentuk
Sumberdaya social
Tujuan Potensi Mobilisasi
Lembaga adat Optimalisasi peran dan
pengaruh lembaga adat dalam jaringan sosial
masyarakat Kasepuhan Citorek dengan tujuan
pengelolaan kawasan yang kolaboratif.
Pendekatan intensif kepada lembaga
adat dalam
pengelolaan kawasan
seperti tata batas kawasan taman
nasional dengan
batas wewengkon adat dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
BTNGHS, Pemerintah
Kabupaten Lebak
beserta jajaran
desa, dan
pihak kemitraan
taman nasional.
Organisasi masyarakat
Poktan Optimalisasi
kelompok kerja yang sudah
ada dalam
peningkatan kapasitas lokal
masyarakat Kasepuhan Citorek
Penyuluhan ilmu
kehutanan baik dari aspek konservasi
hingga ekonomi, hingga kelompok
tani dapat
memberikan pengaruh
nyata dalam
perubahan hidup
anggotanya. BTNGHS
dan Dinas
Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Lebak.
Wirausaha masyarakat
beras merah dan kerajinan tangan
Peningkatan kesadaran peluang
usaha dibidang
pertanian yang sudah ada.
Penyuluhan beras merah dan
kerajinan tangan
dengan memberikan
potensi penjualan dengan skala makro.
Inisiator BTNGHS beserta pemerintah
desa.
Jaringan sosial masyarakat
Peningkatan peran
masyarakat dalam
pelibatan pengelolaan kawasan
taman nasional.
Monitoring kawasan
dengan memegang
kepercayaan salah
satu tokoh kunci masyarakat,
seperti ketua adat, kepala desa, dan orang yang
dituakan untuk
dapat menghimpun
masyarakatnya. BTNGHS,
Lembaga adat
Kasepuhan Citorek, Pemerintah
Desa, dan
pihak kepolisian.
Wisata budaya Kasepuhan
Citorek Pelestarian
kebudayaan Kasepuhan
Citorek untuk
meningkatkan kesadaran
terhadap norma
adat yang
perlahan hilang
terutama dalam bidang konservasi.
Pemerintah kabupaten
melalui dinas pariwisata dan
kebudayaan serta
taman nasional melalui program
pemberdayaan masyarakatnya
untuk restorasi budaya Citorek
yang memudar. BTNGHS,
Dinas Pariwisata
dan kebudayaan
Kabupaten Lebak, serta
masyarakat untuk inventarisasi
kebudayaan.
Pembagian fungsi hutan
menurut adat Pengelolaan bersama
Lembaga adat dalam pembagian lahan serta
tata batas yang jelas. Penyesuasaian tata batas
taman nasional
dengan mengkaji secara jelas dan
rinci batas-batas
pembagian fungsi hutan yang dipercaya adat.
BTNGHS, lembaga adat
Kasepuhan Citorek
beserta masyarakatnya,
serta pihak
akademisi.
Pendayagunaan sumberdaya sosial yang dapat dimobilisasi dalam pengelolaan taman nasional masih bersifat potensial. Potensi tersebut perlu
didukung oleh pihak-pihak terkait tidak hanya taman nasional melainkan dari pihak-pihak lain seperti Pemerintah Kabupaten Lebak melalui dinas terkait,
perusahaan, dan LSM. Pihak-pihak tersebut dapat memberikan pengaruh positif bagi pengembangan potensi yang ada melalui bentuk-bentuk dukungan yang
dapat diberikan kepada masyarakat. Sebagai contoh pendayagunaan yang dapat dimobilisasi adalah lembaga adat. Lembaga adat merupakan potensi yang dapat
dikembangkan BTNGHS sebagai media masyarakat untuk dapat diarahkan ke dalam pengelolaan kawasan. Optimalisasi peran dan pengaruh lembaga adat hasil
proses kesepahaman antara lembaga adat dengan pihak TNGHS. Kesepahaman yang terbangun tersebut menekankan pada lembaga adat sebagai subyek
pengelolaan dengan tujuan pengembangan lebih lanjut kepada masyarakat Citorek secara luas.
Bentuk dukungan yang dapat diberikan TNGHS kepada lembaga adat adalah melalui pendekatan intensif sebagai bagian dari proses kesepahaman
diantara kedua pihak. Berikutnya adalah perlu adanya juga bentuk insentif atas kerjasama yang terbangun agar kesepahaman tersebut dapat berpengaruh positif
kedua belah pihak. Mekanisme tersebut juga berlaku untuk bentuk sumberdaya sosial lainnya dengan dasar tujuan pengelolaan yang diharapkan serta pihak yang
perlu terlibat dalam mekanisme tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap sumberdaya sosial yang terdapat di masyarakat Kasepuhan Citorek, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan:
1. Unsur-unsur sumberdaya sosial masyarakat Kasepuhan Citorek adalah tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap lembaga adat dan sesama masyarakat
Citorek masing-masing 90 dan 97, serta tingkat kepercayaan sedang terhadap pihak luar dengan 71. Tingkat jaringan sosial yang tinggi adalah
inisiatif penyelesaian konflik masyarakat Kasepuhan Citorek dengan 96 dan terendah terhadap lembaga formal dengan 72. Tingkat norma yang dimiliki
masyarakat Kasepuhan Citorek tinggi pada norma agama dengan 93 dan menyatakan rendah terhadap norma aturan pemerintah dengan 24.
2. Faktor sumberdaya sosial yang dapat dimobilisisi terhadap pengelolaan kawasan adalah tingkat kepercayaan yang tinggi, norma sosial yang ada di
masyarakat Kasepuhan
Citorek dengan
kegiatan pertanian
dan perkebunannya, dan jaringan sosial yang kuat antar masyarakat Kasepuhan
Citorek. 3. Faktor sumberdaya sosial yang dapat didayagunakan untuk pengelolaan
kawasan adalah kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan kawasan taman nasional, lembaga adat, dan norma adat yang berkaitan dengan konservasi
seperti pembagian hutan menurut fungsinya, dan kedekatan dari jaringan sosial yang ada dapat dimobilisasi dengan pendekatan terhadap lembaga adat
sebagai mobilisator masyarakat Kasepuhan Citorek.
5.2 Saran
Masukan yang dapat direkomendasikan kepada para pihak terkait, diantaranya:
1. Peningkatan jumlah sumberdaya manusia TNGHS dalam pengelolaan kawasan taman nasional yang berbasis masyarakat. Peningkatan jumlah SDM
dapat dilakukan dengan merekrut tenaga honorer dari masyarakat Kasepuhan Citorek dengan sistem kontrak tahunan.