Keberadaan dan status TNGHS Fungsi TNGHS

sosial misalnya akan disebut maling dan dikucilkan oleh masyarakat Khalil 2009. Tabel 19 Persentase pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya, keberadaan, status serta fungsi TNGHS No. Pengetahuan Persentase a. Mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya a.1 Keberadaan hutan adat 93,81 a.2 Batas-batas hutan adat 65,98 a.3 Peraturan yang berlaku 79,38 a.4 Pembagian hutan adat 35,42

b. Keberadaan dan status TNGHS

b.1 Mengetahui dikelola TNGHS 85,56 b.2 Mengetahui dikelola pemerintah 11,32 b.3 Tidak mengetahui 0,31

c. Fungsi TNGHS

c.1 Melindungi dari bencana 10,31 c.2 Menyimpan air 70,10 c.3 Tempat hidup satwa dan tumbuhan 0,01 c.4 Tidak mengetahui 18,55 Sumber : Khalil 2009 Data yang ditampilkan dapat mencerminkan pergeseran pengetahuan atau ketaatan adat masyarakat Kasepuhan Citorek. Masyarakat Kasepuhan Citorek sedikit banyak telah terpengaruh oleh pengetahuan atau kebiasaan luar yang menekan kebiasaan dan pengetahuan tentang adat kasepuhan itu sendiri. Keterwakilan gejala tersebut pada dasarnya belum dapat menyimpulkan adanya akulturasi norma ditengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Namun, pemerintah daerah dan BTNGHS sebagai pengelola kawasan taman nasional perlu memperhatikan perlindungan kebudayaan dan kearifan lokal berpotensi hilang serta tingkat kebutuhan sumberdaya alam kawasan yang berpotensi meningkat seiring kebutuhan ekonomi. Kelembagaan dalam hubungannya dengan konsep Sustainable Livelihood Approach SLA adalah faktor penting yang mempengaruhi konsep tersebut. Kasepuhan Citorek memiliki sejarah panjang dalam pembentukan komunitasnya dengan segala dinamika sosial yang terjadi. Kelembagaan dalam Kasepuhan Citorek dapat memberikan pengaruh besar bagi ekonomi dan budaya masyarakatnya. Adanya pergeseran nilai norma keadatan di tengah masyarakat akan berpengaruh negatif terhadap kelembagaan dalam Kasepuhan Citorek. Hal tersebut dikarenakan kelembagaan yang berpengaruh di Kasepuhan Citorek adalah kelembagaan adat kasepuhan dalam sebuah naungan Wewengkon Kasepuhan Citorek. Maka dari itu, sifatnya sejalan dengan norma adat yang terjadi di tengah masyarakat. Apabila norma adat masyarakat tinggi maka pengaruh kelembagaan untuk sosial ekonomi masyarakat akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

4.3.1.3 Pranata Sosial

Beberapa ahli sosiologi memaparkan pengertian tentang pranata sosial, seperti McIver dan Page diacu dalam Soekanto 1984, mengartikan bahwa pranata sosial adalah hubungan antar manusia yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat. Selanjutnya pengertian tersebut diperkuat oleh Von Wiese dan Becker diacu dalam Soekanto 1984, lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antar manusia dan antar kelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat dan kepentingan individu dan kelompoknya. Menurut Suparlan 2000 pranata sosial bermakna sistem antara hubungan peranan-peranan dan norma-norma yang terwujud sebagai tradisi untuk usaha- usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial utama tertentu yang dirasakan perlu oleh para warga masyarakat yang bersangkutan. Bekerjanya sistem yang ada dalam pranata sosial ini mendorong bekerjanya status dan peran yang mengikat individu yang berada dalam pranata sosial tersebut sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya. Pada gilirannya kemampuan pranata sosial mengatur individunya disebut sebagai modalsumberdaya sosial social capital, yang dapat menjadikan individu-individu yang ada dalam pranata sosial tersebut berbagi nilai dan norma dan menjadikannya sebagai pedoman dalam berhubungan satu dengan lainnya, sehingga masing-masing anggota komuniti tersebut terikat dengan landasan saling percaya. Kasepuhan Citorek memiliki tingkat hubungan sosial yang sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan pengaruh kelembagaan adat yang sangat kuat di tengah masyarakatnya. Pranata sosial dalam beberapa pengertian adalah hubungan antar manusia dalam sebuah bentuk kelompok baik yang formal ataupun non formal. Kasepuhan Citorek memiliki kelompok-kelompok tersebut dengan ragam yang unik. Kelompok tersebut dapat dibagi menjadi kelompok ekonomi, pemuda, ibu rumah tangga, adat, peminat catur, dan pengajian anak muda. Tabel 20 Pembagian pranata sosial di Kasepuhan Citorek No Klasifikasi kelompok Pranata sosial Bentuk kelompok 1 Lembaga Berwenang enacted institutions Lembaga kasepuhan Formal kelompok tani Formal 2 Cresscive institutions Kasepuhan Citorek Non formal Kelompok petani adat Non formal 3 Lembaga Dasar basic institutions Kelompok ronda Formal Keluarga Non formal Lembaga sekolah SDSMPSMA Non formal 4 Lembaga Pendukung subsidiary institutions Kelompok pemuda minat catur Formal Kelompok pemuda minat tenis meja Formal 5 Lembaga Sanksi Sosial social sanctioned institutions Lembaga pengajian Formal Lembaga pesantren Formal 6 Lembaga illegal unsanctioned institutions Kelompok pencuri kayu Non formal 7 Lembaga Umum general institutions Kelompok pemerintah desa Formal 8 Lembaga Terbatas restricted institutions Masyarakat penganut Islam seluruh masyarakat Kasepuhan Citorek Non formal 9 Lembaga kerja operative institutions Kelompok pengrajin caping Non formal 10 Lembaga hukum regulative institutions Kelompok baris kolot Formal Sumber: Gillin dan Gillin 1954 diacu dalam Soekanto 1984 Menurut Gillin dan Gillin 1954 diacu dalam Soekanto 1984 pranata sosial dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu : a. Crescive institutions dan enacted institutions Crescive institutions dan enacted institutions, merupakan klasifikasi pranata sosial berdasarkan perkembangannya. Crescive institutions disebut juga sebagai pranata sosial primer yang merupakan lembaga yang secara tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya ialah hak milik, perkawinan, agama. Sedangkan enacted institutions adalah pranata sosial yang dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu. Contohnya ialah lembaga utang piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Pengalaman melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut kemudian disistematisasi dan diatur untuk kemudian dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh Negara. Kasepuhan Citorek memiliki pranata sosial yang dalam klasifikasi crescive institutions yaitu Kasepuhan Citorek yang berarti seluruh Wewengkon Citorek dalam naungan kasepuhan, dan kelompok petani adat yang secara sistem adat yang mengawali pertanian di Kasepuhan Citorek. Kedua pranata tersebut sesuai dengan pengertian dari klasifikasinya yang terbentuk secara tidak disengaja dan alami atas dasar kebiasaan dari pendahulunya. Klasifikasi enacted institutions dalam Kasepuhan Citorek adalah lembaga kasepuhan yang mengatur kehidupan adat kasepuhan. Lembaga kasepuhan ini bersifat formal karena memiliki struktur baku yang secara turun temurun menjadi sistem yang mengatur Kasepuhan Citorek secara keseluruhan. Pengaruh lembaga dalam kehidupan sosial Kasepuhan Citorek masih sangat tinggi. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan rancangan pengelolaan kawasan taman nasional, lembaga ini menjadi faktor penting sebagai pendekatan kemasyarakatan. Kelompok tani merupakan pranata sosial lainnya yang ada di Kasepuhan Citorek. Kelompok tani umumnya dibentuk secara sengaja oleh pemerintah desa. Namun, terdapat pula kelompok tani yang dibentuk swadaya oleh masyarakat sendiri, seperti kelompok tani di Citorek Sabrang. Pembentukan kelompok tani yang termasuk dalam klasifikasi pranata sosial enacted institutions adalah kelompok tani yang secara sengaja dibentuk atas dasar kebiasaan atau budaya adat yang telah melekat di tengah masyarakat dan pada akhirnya menjadi bentuk kelompok formal yang disyahkan oleh negara.

b. Basic institutions dan subsidiary institutions