Pengaturan Masalah Perkosaan di Waktu Perang dalam Hukum Interasional

BAB III PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG

PERKOSAAN DIWAKTU PERANG

A. Pengaturan Masalah Perkosaan di Waktu Perang dalam Hukum Interasional

Perlindungan terhadap perempuan dari berbagai bentuk tindak kekerasan sudah mempunyai dasar posisi tersendiri dalam hukum internasional termasuk mengenai khusus perlindungan dari tindak perkosaan yang dilakukan diwaktu perang. Berikut ini merupakan konvensi-konvensi dan pernjanjian internasional lainnya yang memberikan perlindungan terhadap perempuan dari tindak perkosaan baik yang sifatnya langsung yang dengan jelas menggunakan isitilah “perkosaanrape” maupun tidak langsung yang tidak dengan jelas menggunakan kata “perkosaanrape”. A.1. Berdasarkan Konvensi Janewa IV Tahun 1949 Konvensi Janewa IV tahun 1949 merupakan perangkat internasional yang mengatur mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil selama berlangsungnya sebuah konflik bersenjataperang. Dalam konvensi ini diatur pula mengenai perlindungan terhadap perempuan dari berbagai tindakan yang dapat mengancam kehormatannya dimana perkosaan termasuk salah satunya. 33 Universitas Sumatera Utara A.1.1. Latar Belakang terbentuknya Konvensi Janewa IV Tahun 1949 Konvensi Geneva IV merupakan salah satu rangkaian dari empat konvensi Geneva tahun 1949 yang mengatur mengenai hukum selama berlangsungnya perang war law. Keempat Konvensi yang ditandatangani pada tanggal 12 Agustus 1949 tersebut adalah : a. Convention I For The Amelioration of The Condition of The Wounded And Sick In Armed Forces In The Field, konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 21 Oktober 1950. b. Convention II for the Amelioration of the Condition of Wounded, sick and shipwrecked members of Armed Forces at Sea. c. Convention III Relative to the Treatment of Prisoners of War. d. Convention IV Relative To The Protection of Civilian Persons In Time of War. Keempat konvensi Jenewa ini kemudian diikuti dengan dua buah protokol tambahan yang dibuat pada tanggal 8 Juni 1977, yaitu : a. Relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts Protocol I. b. Relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts Protocol II. Menyadari begitu sering terjadinya pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusian selama berlangsungnya perang, beberapa negara di dunia sepakat untuk membuat sebuah peraturan internasional yang khusus mengatur batasan kemanusian bagi negara-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata. Universitas Sumatera Utara Pengaturan tersebut termuat dalam sebuat kovensi yang ditandatangani oleh lebih dari 120 negara pada tanggal 12 Agustus 1949 di Jenewa dengan 28 negara diantaranya melakukan reservasi terhadap beberapa Pasal-Pasal dari konvensi tersebut 40 Konvensi IV ini mengatur mengenai perlindungan penduduk sipil selama berlangsungnya konflik bersenjata atau perang. Pasal-Pasal pada konvensi ini pada intinya bermaksud memberika perlindungan bagi warga sipil yang berada pada zona atau daerah yang mengalami konflik bersenjata. A.1.2. Pengaturan Masalah Perkosaan Diwaktu Perang Dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949 Kekerasan terhadap penduduk sipil yang terjadi di waktu perangkonflik bersenjata hanya diatur dalam konvensi keempat Jenewa Tahun 1949 yang mengatur mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil selama berlangsungnya perang convention IV Relative to The Protection of Civilian Persons in Time of War. . Konvensi ini kemudian lebih dikenal dengan nama Konvensi Jenewa 1949 Geneva Convention 1949. Dalam konvensi Jenewa IV tahun 1949 inilah diatur mengenai perlindungan terhadap anak-anak dan wanita sebagi warga sipil dari segala 40 http:www.hrw.orgworldreport99europeyugoslavia.html,1999 HRW World Report Chapter On the Federal Republic of Yugoslavia, May 10, 1999, HUMAN RIGHTS WATCH, diakses 24 April 2010. 35 Universitas Sumatera Utara bentuk kekerasan selama berlasungnya perangkonflik bersenjata termasuk pula didalamnya kejahatan terhadap kehormatan dan terutama perkosaan 41 Article 3 ……… 1 Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those palced hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons : . a Violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture; b Taking of hostages; c Orutrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment; d The passing of senrences and the carrying out of executions without previous judgment pronounced by a regulary constituted court, affording all the judical guarantess which are recognized as indispensable by civilized peoples. 2 The wounded and sick shall be collected and cared for. Pasal 3 ... ... ... 1 Orang yang tidak mengambil bagian aktif dalam permusuhan, termasuk anggota angkatan bersenjata yang telah meletakkan senjata mereka dan orang-orang palced hors de combat karena sakit, luka, penahanan, atau penyebab lainnya, harus dalam segala keadaan diperlakukan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan didirikan pada ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, jenis kelamin, kelahiran atau kekayaan, atau kriteria lain yang serupa. Untuk ini akhir tindakan berikut dilarang dan akan tetap setiap saat dan di tempat apapun sehubungan dengan orang-orang tersebut di atas: A Kekerasan terhadap kehidupan dan orang, dalam pembunuhan tertentu dari segala jenis, mutilasi, perlakuan kejam dan penyiksaan; BMengambil sandera; C Orutrages atas martabat pribadi, dalam menghinakan martabat dan perawatan khusus; 41 PBB, Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Relative to The Protection of Civilian Persons in Time of War, Pasal 27. 36 Universitas Sumatera Utara D Pengesahan senrences dan pelaksanaan eksekusi tanpa penilaian sebelumnya diucapkan oleh suatu rutin merupakan pengadilan, affording semua guarantess peradilan yang diakui sebagai yang sangat diperlukan oleh masyarakat beradab. 2 Terluka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Bahwa mereka yang tidak terlibat secara aktif dalam perang termasuk pula didalamnya anggota militer yang telah menyerah, terluka atau dalam keadaan sakit lainnya harus diperlakukan secara manusiawi tanpa memandang segala bentuk perbedaan yang ada termasuk didalamnya perbedaan jenis kelamin. Article 27 Protected persons are entitled, in all circumstances, to respect for their persons, their honour, their family rights, their religious convictions and practices, and their manners and customs. They shall at all times be humanely treated, and shall be protected especially against all acts of violence or threats thereof and against insults and public curiosity. Women shall be specially protected against any attack on their honoru, in particular against rape, enforced prostitution, or any form of indecent assault. Pasal 27 Pelindung orang berhak, dalam segala situasi, untuk menghormati orang-orang mereka, kehormatan mereka, hak keluarga, keyakinan agama mereka dan praktik, dan sikap dan kebiasaan mereka. Mereka harus setiap waktu harus diperlakukan secara manusiawi, dan harus dilindungi terutama terhadap semua tindakan kekerasan atau ancaman daripadanya dan melawan penghinaan dan keingintahuan publik. Perempuan harus dilindungi secara khusus terhadap setiap serangan terhadap honoru mereka, khususnya terhadap perkosaan, prostitusi paksa, atau segala bentuk serangan tidak senonoh. Dalam berbagai keadaan, pihak-pihak yang dilindungi harus mendapat perlakuan yang manusiawi dan tidak mendapatkan berbagai bentuk kekerasan. Perempuan harus dilindungi secara khusus dari berbagai bentuk kekerasan. Perempuan harus dilingungi secara khusus dari berbagai kekerasan 37 Universitas Sumatera Utara terhadap kehormatannya, terutama terhadap perkosaan, perbudakan seksual dan atau berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan seksual lainnya. Protokol II Konvensi Jenewa mengenai perlindungan penduduk Sipil dalam konflik Bersenjata Internal, dalam Pasal 4 ayat 2 e juga secara jelas mengatur mengenai perkosaan : “………… outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment, rape, enforced prostitution and any form if indecent assault” atas martabat pribadi, dalam menghinakan martabat dan perawatan khusus, pemerkosaan, prostitusi dipaksakan dan setiap bentuk jika serangan tidak senonoh

A. 2. Berdasarkan Perjanjian Internasional