rugi. Dengan alasan tersebut maka tidak ada tuntutan apapun termasuk pula didalamnya tuntutan-tuntutan pribadi perseorangan yang boleh diajukan, hal
ini menurut Jepang sesuai dengan hukum internasional yang berlaku
71
. Alasan ini sesungguhnya sangat tidak berasalan, sebagai contoh dalam perjanjian
ganti rugi Jepang terhadap Indonesia, ganti ruhi hanya sebatas pada ganti rugi untuk pembangunan fisik negara. Masalah ganti rugi Jepang terhadap para
korban perbudakan seksual Jepang selama Perang Asia Pasifik sama sekali tidak disebut-sebutkan dalam perjanjian tersebut lihat lampiran
72
D. 2. Ganti Rugi Bosnia
Ganti rugi juga harus diberikan pada para pengungsi mengingat mereka juga merupakan pihak-pihak yang dirugikan ketika suatu perang
terjadi dan mengingat pula ada banyak kekerasan perkosaan di tempat-tempat pengungsian. Namun belakangan muncul praktek ketidakadilan yang saat ini
berkembang di pengungsi perang Bosnia. Ketidakadilan tersebut terjadi ketika para pengungsi diharuskan membuat pilihan antara memilih hak untuk
kembali ke negara asal atau hanya menerima kompensasi saja. Pilihan yang harus dilakukan oleh para pengungsi ini merupakan suatu
pelanggaran terhadap hukum internasional yang mengatur bahwa setiap pengungsi mempunyai hak untuk kembali ke negarawilayah asalnya padahal
sebelumnya tidak ada definisi “hanya ganti rugi” dalam kesepakatan Dayton. .
71
Christine Chinkin, Toward the Tokto tribunal 2000, http:www.iccwomen.orgtokyochinkin.htm
, diakses tanggal 15 Mei 2010.
72
Masashi Nishihara, Sukarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang; Hubungan Indonesia-Jepang, 1951-1966. Jakarta : Pusaka Utama Grafiti, 1994.
77
Universitas Sumatera Utara
Kesepakatan Dayton adalah sebuah kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh Kroasia, Bosnia dan Herzegovina dan Republik Federal
Yugoslavia dimana dalam kesepakatan tersebut negara – negara tersebut saling mengakui kedaulatan masing-masing, menjaga perdamaian dan
menyatakan bersedia bekerjasama dalam melakukan penyelidikan dan penghukuman terhadap penjahat-penjahat perang mewujudkan perdamaian.
Dengan dibuatnya pernjanjian ini sejak tanggal 5 Oktober 1999 telah dilakukan gencatan senjata diantara ketiganya
73
Ganti rugi merupakan hal yang sangat penting ketika terjadi suatu kasus perkosaan di waktu perang. Saat ini telah dilakukan berbagai kajian
seminar bagi pelaksanaan kompensasi bagi para korban genosida di Rwanda. .
Jika melihat dalam ketentuan statuta ICTY, ganti rugi dimungkinkan, hanya saja sebatas harta benda kepemilikan yang dirusak atau mengalami
kerusakan akibat tindak kejahatan yang dilakukan Pasal 24 ayat 3 sedangkan untuk kasus perkosaan, dengan klausul seperti itu berarti korban
perkosaan tidak bisa mengajukan ganti rugi atas apa yang telah dideritanya. Adalah hal yang sesungguhnya timpang ketika dalam statuta ICTR dan
ICTY diatur mengenai hak terdakwa tetapi sama sekali tidak berbicaramenyinggung hak korban.
D. 3. Ganti Rugi Rwanda