a. perang tersebut dibenarkan secara moral setelah keadilan, hak asasi
manusia, kebaikan umum dan semua konsep moral yang relevan lainnya telah dikonsultasikan dan dipertimbangkan terhadap fakta-fakta dan
kaitannya satu sama lain. b.
Penggunaan kekerasan tidak boleh ditujukan kepada penduduk sipil yang tidak berdosa.
c. Berlakunya prinsip keseimbangan yang merupakan kunci yang membatasi
unsur dalam suatu pembenaran kekerasan. Yang dimaksud disini adalah kejahatan dari penggunaan kekerasan harus berada dalam perimbangan
dengan kejahatan yang dikurangi oleh kekerasan.
B. Posisi Perempuan sebagai Korban dalam Konflik Bersenjata
Perkosaan terhadap perempuan terjadi diberbagai negara tanpa dibatasi oleh usia, suku, ras dan agama ataupun status sosial. Kedudukan perempuan
yang seringkali dianggap sebagai warga negara kelas dua semakin menempatkan perempuan dalam posisi yang lemah dan seringkali
dimanfaatkan sebagai obyek kekerasan baik oleh masyarakat, negara dan bahkan dilingkup terkecil masyarakat sekalipun keluarga.
Di berbagai belahan dunia setidak – tidaknya satu dari tiga orang perempuan menjadi korban pemukulan, pemaksaan seksual atau menjadi
19
Universitas Sumatera Utara
korban kekerasan seumur hidupnya. Pelaku kekerasan yang paling sering adalah anggota keluarga mereka sendiri
22
Ketika sebuah konflik bersenjata terjadi, kedudukan perempuan yang pada masa damai sudah dianggap sebagai obyek semakin tersudutkan dengan
adanya sangketa yang terjadi yang selalu diiringi dengan perebutan kekuasaan. .
Rape is also a crime of extreme violence. It is an expression of dominance, power and contempt, a rejection of the woman’s right to
self determination , a denial of heir being. Rape is not passion or lust gone wrong. It is first and foremost an act of aggresion with a sexual
manifestation
23
Ada beberapa macam tipe perkosaan yang dikenal, hal ini juga dapat menggambarkan alasan-alasan dilakukannya perkosaan terhadap perempuan
. perkosaan juga merupakan tindak pidana kekerasan ekstrem.itu adlah
ekspresi dari dominasi,kekuasaan dan penghinaan,penolakkan terhadap wanita untuk menentukan nasib sendiri,penyangkalan terhadap
dirinya.perkosaan tidak gairah atau nafsu yang tidak beres. Pertama- tama dan terutama dan bertindak agresif dengan manifestasi sexual
Perkosaan adalah suatu bentuk pernyataan akan adanya dominasi, kekuatan dan penghinaan. maka sangatlah tidak heran kekerasan perkosaan
sangat sering terjadi dalam suatu konflik bersenjata.
24
a. sadistic rape
:
dalam tipe ini seksualitas dan agresi bercampur menjadi satu rasa geram dan kekejaman, serta tindakan – tindakan merusak.
22
“Ending Violence Against Women” http:www.jhuccp.orgpr111edsum.stm
, diakses tanggal 26 Juni 2010
23
Chaterine N. Niarchos, “Women, War, and Rape : Challenges Facing The International Tribunal for the Former Yugoslavia”
http:muse.jhu.edudemohumanrightsquarterly17.4niarchos.html diakses tanggal 20 juni 2010.
24
Steven Box, Powe, Crime and Mystification New York : Tavistock Publications, 1983, p. 127-129. Dikutio dari Topo Santoso, Seksualitas dan Hukum Pidana Jakarta : IND-HLL CO,
1997, hal 22-23.
Universitas Sumatera Utara
b. anger rape
adalah penyerangan seksual dimana seksualitas menjadi sara untuk mengekspresikan dan melaksanakan hasrat kemarahan yang tertahan, dan
ini ditandai dengan kebrutalan secara fisik. c.
domination rape motif dari pemerkosa adalah untuk mendemonstrasikan kekuatannya dan
kekuasaannya atas si korban. d.
Seduction-turned intor-rape Penyerangan seksual timbul dalam situasi menggairahkan yang “diterima”,
tetapi dimana korban memutuskan atau sebelumnya telah memutuskan bahwa keintiman pribadi akan dihentikan segera sesudah “coitus”
e. Exploitation rape
Merujuk pada suatu tipe dimana si pria memperoleh keuntungan dari mudah diserangnya si perempuan karena perempuan tersebut tergantung
secara ekonomi atau bantuan sosial, atau karena kurangnya perlindungan hukum bagi siperempuan.
Berdasarkan kelima tipe perkosaan tersebut diatas, tiga dari kelima tipe tersebut menggambarkan bahwa perkosaan dilakukan sebagai
pelampiasan dari rasa marah, kekejaman, kegeraman dan penunjukkan kekuatan dari pelakunya. Gambaran emosi tersebut merupakan emosi yang
seringkali muncul pada saat suatu perangkonflik bersenjata sedang berlangsung, hal ini menunjukkan alasan yang sangat tepat untuk menjawab
kenapa perkosaan diwaktu perang sangat sering terjadi. 21
Universitas Sumatera Utara
Perkosaan moral yang dilakukan secara sistematis ini dilakukan dengan restu atau bahkan keterlibatan langsungtidak langsung dari
pemerintahnegara terkait. Yang dimaksud dengan keterlibatan langsung adalah ketika pemimpin negara dengan resmi menggunakan perkosaan sebagai
alatnya dalam mencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud keterlibatan tidak langsung adalah ketika negara tidak melakukan apapun pada saat perkosaan
masal tersebut terjadi sehingga seolah – olah negara membiarkan dan setuju dengan tindakan tersebut.
Alasan lainnya yang menyebabkan perempuan sangat rentan terhadap tindak kekerasan perkosaan dalam perang adalah karena adanya pandangan
bahwa perempuan adalah milik kaum laki-laki yang terlibat dalam peperangan. Perang yang terjadi zaman sekarang juga ditandai oleh
penaklukan suatu kelompok melalui penaklukan terhadap perempuan milik kelompok yang ditaklukan tersebut
25
Pandangan bahwa perempuan adalah harta milik terus berlangsung sampai saat ini di kalangan masyarakat, karena itu tidak mengherankan bila
perang yang terjadi zaman sekarang juga ditandai oleh penaklukan suatu kelompok melalui penaklukan terhadap perempuan milik kelompok yang
ditaklukkan tersebut. Bahkan, penaklukan terhadap suatu kelompok musuh dianggap dapat dilakukan melalui penaklukan terhadap perempuan milik
kelompok tersebut. Untuk dapat memenangkan suatu pertarungan maka yang .
25
Sulistyowati Irianto, “Menumbuhkan Budaya Hukum Baru Anti Kekerasan Terhadap Perempuan” makalah disampaikan dalam Sesi tentang Kesukubangsaan dan negara” dalam
Seminar Jubileum ke-30 Jurnal Antropologi Indonesia “Memasuki Abad ke-21 : Antropologi Indonesia menghadapi Krisis Budaya Bangsa”, di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia,
Depok, 6-8 Mei 1999, hal 7.
22
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan adalah mengambil apa yang menjadi harta milik kelompok musuh tersebut, dengan demikian kelompok yang harta miliknya diambil akan
merasa malu dan kalah. Karena dianggap sebagai hak milik seorang pria maka perempuan
seringkali disiksa diperkosa dengan maksud untuk menunjukkan kepada kaum pria kelompoknya bahwa sesungguhnya mereka telah kalah. Hal ini
berlangsung terus menerus dan saling berbalasan sehingga kaum perempuan pun semakin banyak yang menjadi korban.
Margaret A. Schuler menunjukkan bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan yang pada waktu perang digunakan oleh militer sebagai
bagian dari strategi perangnya, dinyatakan
26
d. Perkosaan telah digunakan dengan tujuan – tujuan sebagai berikut :
:
1. Menteror atau melakukan teror terhadap penduduk sipil dan sebagai
dampak ikutannya mendorong penduduk sipil untuk meninggalkan rumah dan desa mereka.
2. Merendahkan musuh dengan cara menaklukkan kaum perempuannya.
3. Merupakan “bonus” bagi para tentara serta untuk meningkatkan
keberanian mereka di medan perang. e.
Pelacuran paksa telah digunakan untuk tujuan – tujuan sebagai berikut : 1.
Meningkatkan moral para tentara dan pegawai dan 2.
Merupakan cara untuk membuat atau menjadikan kaum perempuan merasa ikut bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang terjadi.
26
Nursyahbani Karjasungkana, “Militer dan Kekerasan Terhadap Perempuan” dalam Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan, cet.1. Edited by Kartini Syahrir, Jakarta : Yayasan
Jurnal Perempuan dan The Asia Foundation Indonesia, 2000, hal 239-240.
Universitas Sumatera Utara
f. Penghamilan dan kehamilan paksa telah digunakan untuk tujuan – tujuan
sebagai berikut : 1.
Memperdalam penghinaan terhadap korban perkosaan. 2.
Melahirkan bayi-bayi dengan etnis yang sama dengan pemerkosaannya.
Berdasarkan alasan – alasan yang dikemukakan oleh Margaret A. Schuler terlihat bahwa perempuan seringkali hanya dianggap sebagai obyek
yang digunakan untuk memenangkan perang atau sebagai alat mencapai tujuan ketika suatu konflik bersenjata terjadi.
Kedudukan perempuan sebagai korban tidak selesai ketika perkosaan tersebut selesai. Selain penderitaan fisik dan mental yang dihadapi karena
diperkosa. Para korban perkosaan juga seringkali mengalami “penyiksaan mental” dalam bentuk lain ketika ia diharuskan berhadapan dengan keluarga
dan masyarakat disekitarnya. Ketika terjadi penyerangan balik di Rwanda, dibeberapa tempat terjadi
perkosaan terhadap remaja – remaja yang selamat dari penyerbuan. Perkosaan tersebut dilakukan oleh para milisi. Banyak dari remaja – remaja tersebut yang
dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya karena kemudian hamil. Beberapa diantara mereka kemudian tidak menghiraukan bayinya dan tidak
sedikit pula yang melakukan bunuh diri
27
Dalam beberapa kasus perempuan – perempuan yang mengalami perkosaan atau kekerasan sesksual dalam bentuk lainnya bukan merupakan
.
27
“Sexual violence as a weapon of war” http:www.unicef.orgsow96oksexviol.htm
diakses tanggal 20 Juni 2010.
24
Universitas Sumatera Utara
satu-satunya pihak yang mengalami trauma. Pihak – pihak lain seperti misalnya, anak korban, anggota keluarga lainnya atau teman – teman korban
juga ikut mengalami trauma karena menyaksikan, mendengar teriakan atau melihat akibat fisik dan mental yang dialami oleh korban
28
Begitu seringnya kasus perkosaan terhadi dan dampak yang ditimbulkan dari kasus tersebut menyebabkan persoalan ini jagan lagi
dianggap sebagai masalah pribadi atau negara saja tapi sudah merupakan masalah masyarakat secara umum
.
29
C. Kasus-kasus Perkosaan di Waktu Perang yang Pernah dan sedang Terjadi